Você está na página 1de 19

AKHLAK TERHADAP ORANG TUA

Salah satu ajaran paling penting setelah ajaran Tauhid adalah berbakti kepada
kedua orang tua. Bahkan, menurut pendapat banyak ulama, ajaran berbakti kepada
kedua orang tua ini menempati urutan kedua setelah ajaran menyembah kepada
Allah S.w.t. Dalam Al-Qur’an disebutkan:

ٍّ ُ ‫سانا ً إِ َّما يَ ْبلُغَنَّ ِعندَكَ ا ْل ِكبَ َر أ َ َح ُد ُه َما أ َ ْو ِكالَ ُه َما فَالَ تَقُل لَّ ُه َمآ أ‬
‫ف َوالَ ت َ ْنه َْر ُه َما‬ َ ْ‫وََ قَضَى َربُّكَ أَالَّ ت َ ْعبُدُواْ إِالَّ إِيَّاهُ َو ِبا ْل َوا ِل َدي ِْن إِح‬
ً ‫َوقُل لَّ ُه َما قَ ْوالً ك َِريما‬
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika
salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada
mereka perkataan yang mulia (Q, s. al-Isra’ / 17:23)

Ada tiga kelompok yang disebut orang tua dalam ajaran Islam. Pertama, “ ‫األب الذي‬

‫ “ولدك‬: bapak-ibu yang melahirkan, yaitu bapak-ibu kandung. Kedua, “ ‫األب الذي‬
‫ “زوجك‬: bapak-ibu yang mengawinkan, yaitu bapak-ibu mertua. Ketiga, “ ‫األب الذي‬
‫ “علمك‬: bapak-ibu yang mengajarkan, yaitu bapak-ibu guru. Ketiga kelompok inilah
yang diwajibkan atas kita untuk menghormati dan berbuat baik kepadanya.

Menghormati mertua dan guru harus sama seperti menghormati kedua orang tua
sendiri. Sebab mertua adalah bapak-ibu kandung dari istri atau suami kita. Ketika
seseorang menikah, maka ia telah menikah dengan anak dari seorang ayah dan ibu,
dan bukan –maaf– anak hewan. Bagi seorang suami, misalnya, keduanya bersifat
mertua, tetapi bagi istrinya keduanya adalah orang tua kandung.

Ketika seseorang menginjak dewasa, bapak-ibu gurulah yang mengajarkannya


tentang banyak hal hingga ia menjadi mengerti tentang banyak hal dalam
kehidupan ini. Maka, kewajiban menghormati orang tua dalam Islam merupakan
salah satu ajaran yang sangat penting dan prinsip.
Ketika Allah memerintahkan kita untuk berbakti kepada kedua orang tua, maka
perintah ini sebetulnya sangat bisa dipahami. Cobalah bayangkan, bagaimana
repotnya ibu ketika mengandung selama kurang lebih 9 bulan. Kerepotan ibu, juga
bapak, semakin bertambah ketika kita terlahir ke dunia, mulai dari merawat,
memelihara, dan memberinya makan dan minum dengan penuh kasih sayang. Bagi
orang tua tidak ada yang lebih berarti daripada sang jabang bayi yang baru saja
dilahirkannya. Mereka sangat bahagia dengan tangisan dan kotorannya, akan tetapi
mereka akan sedih ketika harus melihatnya sakit.Dalam konteks berbuat baik
kepada kedua orang tua, Al-Qur’an menganjurkan agar kita melakukannya dengan
cara “ihsān”. Ihsan artinya kita melakukan sesuatu lebih dari sekedar
kewajiban. Shalat lima waktu merupakan kewajiban, tetapi jika kita menambahnya
dengan shalat-shalat sunnah lainnya, maka itulah ihsan. Puasa Ramadhan adalah
kewajiban, dan jika kita mampu menambahnya dengan puasa-puasa sunnah, puasa
Senin-Kamis misalnya, maka itulah ihsan.
Berbuat baik kepada kedua orang tua harus diupayakan secara maksimal, secara
ihsan, lebih dari sekedar kewajiban kita terhadapnya. Jika sang anak ingin
memberikan sesuatu kepada orang tua, berikanlah yang maksimal. Karena yang
maksimal saja belum tentu dapat sebanding dengan jerih payah dan pengorbanan
keduanya selama ini dalam mengasuh dan membesarkannya.

Seseorang bisa menjadi dokter, tentu berkat orang tua. Menjadi insinyur, juga
berkat orang tua. Menjadi ulama juga berkat orang tua. Bahkan menjadi presiden
juga berkat orang tua. Setidaknya, karena do’a orang tua itulah seseorang berhasil
menggapai apa yang diusahakannya.Itulah pengorbanan orang tua dalam
memelihara, mengasuh dan membesarkan kita hingga seperti ini. Oleh karenanya,
Al-Qur’an lagi-lagi menegaskan:
‫ير‬ ْ ‫علَى َو ْهن َوفِصَالُهُ فِي عَا َمي ِْن أ َ ِن ا‬
ُ ‫شك ُْر ِلي َو ِل َوا ِل َد ْيكَ ِإلَ َّي ا ْل َم ِص‬ َ ً ‫سانَ بِ َوا ِل َد ْي ِه َح َملَتْهُ أ ُ ُّمهُ َو ْهنا‬
َ ‫اإل ْن‬
ِ ‫ص ْينَا‬
َّ ‫َو َو‬
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-
bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-
tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada
dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu (Q, s. Luqman / 31:14)

Jadi menurut Al-Qur’an ibu mengandung, melahirkan dan menyusui adalah suatu
pengorbanan yang luhur, yang menuntut adanya balasan terimakasih dari anaknya.
Ini berbeda dengan Genesis dalam Perjanjian Lama yang mengatakan bahwa wanita
mengandung, melahirkan dan menyusui adalah akibat dosanya (melalui Hawa, istri
Adam) yang telah melanggar larangan Tuhan di Surga.

Berbuat baik kepada orang tua dalam Islam bersifat mutlak. Artinya andaikata ada
diantara kita yang kedua orang tuanya kebetulan berbeda agama, Al-Qur’an tetap
mengajarkan untuk berbuat baik kepada keduanya. Artinya, berbuat baik kepada
kedua orang tua itu tidak didasarkan atas kesamaan agama, tetapi lebih karena
jasa-jasa baik keduanya terhadap perkembangan dan jati diri kita.

َ َ‫سبِي َل َم ْن أَن‬
‫اب إِلَ َّي ث ُ َّم‬ َ ‫َاح ْب ُه َما فِي ال ُّد ْنيَا َم ْع ُروفا ً َواتَّبِ ْع‬ َ ‫ع َلى أَن تُش ِْركَ بِي َما لَي‬
ِ ‫ْس لَكَ بِ ِه ِع ْل ٌم فَالَ ت ُِط ْع ُه َما َوص‬ َ َ‫وََ إِن جَا َهدَاك‬
َ‫إِلَ َّي َم ْر ِجعُ ُك ْم فَأُنَبٍِّئ ُ ُك ْم بِ َما كُنت ُ ْم ت َ ْع َملُون‬
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang
tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya,
dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang
kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Q, s. Luqman / 31:15)

Dalam rangka berbuat baik kepada kedua orang tua tersebut, Al-Qur’an
mengajarkan agar kita berdo’a:

ً ‫ص ِغيرا‬
َ ‫ارح َْم ُه َما َك َما َربَّيَا ِني‬
ْ ‫ب‬ َّ َ‫ض لَ ُه َما َجنَا َح الذُّ ِ ٍّل ِمن‬
ٍِّ ‫الرحْ َم ِة َوقُل َّر‬ ْ ‫َو‬
ْ ‫اخ ِف‬
Ya Tuhanku, berilah rahmat kepada kedua orang tuaku, sebagaimana mereka
berdua telah mendidikku di waktu kecil. (Q, s. al-Isra’/17:24)

Maka, barangsiapa yang durhaka kepada kedua orang tua, Allah akan melaknatnya,
dan mengharamkan surga baginya.

ُ ِ ‫س ْخطُ هللاِ في‬


َ ِ‫س ْخط‬
‫الوا ِل َدي ِْن (متفق عليه‬ َ ‫) ِرضَى هللا في ِرضَى‬
ُ ‫الوا ِل َدي ِْن َو‬

Keridhaan Allah tergantung pada keridhaan kedua orang tua, dan kemurkaan Allah
tergantung pula pada kemurkaan kedua orang tua (HR. Muttafaq ‘Alaih)
Akhlak Mahmudah
(Akhlak Terpuji)
Akhlak mahmudah adalah akhlaq yang terpuji, yaitu segala macam bentuk
perbuatan, ucapan, dan perasaan seseorang yang bisa menambah iman dan
mendatangkan pahala. Akhlak mahmudah merupakan akhlak yang mencerminkan
ajaran Rosulullah SAW, sebagaimana Beliau bersabda :

ِ ‫اِنَّ َما بُ ِعثْتُ ِالُت َ ِ ٍّم َم َمك َِار َم ْاالَ ْخ َال‬


‫ق‬
Artinya :
“Sesungguhnya aku diutus (oleh Allah SWT) untuk menyempurnakan akhlak yang
mulia”.

Macam-macam Akhlak Mahmudah :


Dalam kehidupan sehari-hari, kita akan mendapatkan banyak sekali contoh akhlak
mahmudah atau akhlak yang terpuji, seperti berikut ini :

1. Afwu atau Pemaaf


Sifat pemaaf adalah akhlak yang sangat dianjurkan dalam berhubungan sosial,
karena memaafkan kesalahan orang lain adalah sesuatu yang berat untuk
dilakukan. Untuk itulah, memaafkan atas kesalahan orang lain jauh lebih baik dari
pada meminta maaf atas kesalahan sendiri.

2. Haya’ atau Malu


Maksud “malu” di sini adalah memiliki sifat malu untuk melakukan sebuah
keburukan, baik untuk diri sendiri maupun kepada orang lain. Orang yang
mempunyai sifat tidak hanya dari perasaan hati saja, tetapi uga ditunjukkan pada
perkataan dan perbuatan. Sifat haya’ atau malu merupakan salah satu cari 99
cabang iman :
‫ان‬ ِ ْ ‫ال َحيَا ُء ِم َن‬
ِ ‫اال ْي َم‬
Artinya :
“Malu adalah sebagian dari iman”.

3. Ta’awun atau Saling Menolong


Komunitas manusia yang sifatnya homogen pastinya menuntut mereka untuk saling
membutuhkan satu sama lain, inilah mengapa manusia disebut “homo sapien”, yaitu
tidak bisa hidup tanpa manusia lain. Di sinilah fungsi saling menolong dan saling
membantu sesama.

4. Khifdul Lisan atau Menjaga Lisan


Lisan merupakan salah satu faktor besar yang bisa memecah tali persaudaraan,
bahkan tidak jarang terjadi permusuhan, perkelahian, pembunuhan, dan lain
sebagainya karena bersuber dari ketidakmampuan dalam menjaga lisan. Dalam
sebuah hadist, Rosulullah SAW bersabda :

‫ان‬
ِ ‫س‬َ ٍّ‫ان فِي ِح ْف ِظ ال ِل‬
ِ ‫س‬ ِ ْ ُ‫س َال َمة‬
َ ‫اال ْن‬ َ
Artinya :
“Keselamatan manusia tergantung dari bagaimana menjaga lisannya”

5. Amanah atau Dapat Dipercaya


Sifat amanah berarti memberikan kepercayaan diri kepada orang lain melalui
ucapan dan tindakan yang dilakukan, di mana ucapan dan tindakan tersebut
berkesesuaian. Lawan dari sifat amanah adalah sifat khianah (berhianat) yang
merupakan salah satu tanda orang munafik.

6. Sidqu atau Benar


Sidqu diartikan sebagai benar dan jujur, baik dalam perkataan, perbuatan, dan hati.
Kejujuran adalah akhak yang sangat penting dan harus dilestarikan dalam
mengiringi berbagai macam aktivitas kehidupan kita, karena praktek-praktek
kejujuran sudah mulai punah dari masa ke masa.
7. Adil
Sifat adil memang bisa diartikan dengan berbagai macam versi, yaitu tidak berat
sebelah, tidak memihak, mampu menempatkan sesuatu pada tempatnya, seimbang,
dan lain-lain. Sifat adil merupakan akhlak yang harsu dimiliki oleh setiap muslim,
terutama bagi pemimpin, karena sifat inilah yang bisa menjadi salah satu faktor
kerukunan dan perdamaian.

8. Ta’dhim atau Menghormati Orang Lain


Dalam berhubungan sosial, semua orang pasti ingin dihormati dan dihargai. Di
sinilah tempat sifat ta’dhim kepada orang lain, yaitu menghormati orang lain apalagi
kepada orang yang lebih tua. Sedangkan orang yang lebih tua juga harus mampu
menghargai orang yang lebih muda. Dengan demikian, maka akan tercipta saling
tolerasi antara sesama.

9. Tawadhu’ atau Sopan Santun


Sifat tawadlu’ adalah perwujudan dari sifat ta’dhim. Demikian, orang yang bisa
menghormati orang lain pasti akan bertindak sopan santun kepadanya, tidak berbuat
sesuka hati, tidak semenah-menah, dan mampu memberikan hak orang lain dalam
berhubungan sosial.

10. Tadarru’ atau Rendah hati


Orang yang memiliki sifat rendah hati pasti mampu menghargai orang lain dan
karyanya, tidak merasa lebih baik melebihi orang lain, tidak suka menyombongkan
diri, dan tidak suka membanggakan diri. Sedangkan lawan dari sifat rendah hati
adalah sifat tinggi hati atau sombong.

11. Muhasabatun Nafsi atau Intropeksi Diri


Manusia adalah tempat salah dan lupa, tidak ada manusia sempurna tanpa
melakukan kesalahan. Tetapi sebaik-baik manusia yang berbuat salah adalah
manusia yang bisa mengevaluasi kesalahan dan berusaha memperbaikinya.
Intropeksi diri sangat penting untuk menyongsong masa depan ukhrowi dan duniawi,
yaitu intropeksi diri atas dosa-dosa dan mengevaluasi diri atas sebuah kegagalan.

12. Tafakkur atau Berpikir


Tafakkur adalah memanfaatkan waktu untuk banyak berpikir tentang keagungan
Allah SWT atas apapun yang telah Dia ciptakan. Tafakkur sangat bermanfaat untuk
memberikan kekaguman diri atas keagungan Allah SWT, semakin bersyukur atas
rohmat dan nikmat-Nya, semakin menguatkan hati dalam beraqidah, dan juga
menambah luasnya wawasan pengetahuan. Namun, kita sebagai makhluk-Nya
hanya boleh bertafakkur atas ciptaan-Nya, bukan bertafakkur atas Dzat-Nya.

13. Khusnudzan atau Berprasangka Baik


Berprasangka baik kepada orang lain sangatlah dianjurkan karena manusia tidak
mengetahui seberapa besar kebaikan orang tersebut di sisi Allah SWT, hanya Allah
SWT sendirilah yang mengetahuinya. Sifat berprasangka baik juga menumbuhkan
dampak-dampak positif kepada orang lain, misalnya menghindari sifat sombong,
tidak mudah menyalahkan orang lain, dan lain-lain.

14. Sakho’ atau Pemurah


Sifat pemurah adalah suka memberi adan berbagi atas apa yang dimiliki kepada
orang lain, baik jika diminta maupun tanpa diminta. Sifat ini memiliki banyak fadhilah
dan keutamaan sebagai orang yang ahli bershodaqoh.

15. I’tsar atau Mengutamakan Kepentingan Orang Lain


Agama islam sangat menyerukan untuk mengutamakan kepentingan orang lain di
atas kepentingan sendiri dalam berhubungan sosial, tanpa memandang siapa orang
tersebut. Sebagaimana Allah SWT menceritakan sahabat Anshor dan sahabat
Muhajirin dalam potongan Surat Al-Hasyr ayat 9 berikut ini :

ٌ‫صة‬ َ ‫علَى أ َ ْنفُس ِِه ْم َولَ ْو ك‬


َ ‫َان بِ ِه ْم َخ‬
َ ‫صا‬ َ ‫َويُ ْؤ ِث ُر ْو َن‬
Artinya :
“Dan mereka (sahabat Anshor) mengutamakan (kepentingan sahabat Muhajirin) di
atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka sangat membutuhkan (atas apa yang
mereka berikan itu)”.

16. Sabar
Sabar diartikan sebagai sifat tabah dalam menghadapi segala macam bentuk
cobaan hidup dan musibah yang menimpa. Sifat sabar memang sangat berat kecuali
bagi orang-orang yang memiliki pondasi hati kuat, Allah SWT berfirman dalam Surat
Al-Baqarah ayat 45 :

ِ ‫علَى ا ْل َخا‬
‫ش ِع ْي َن‬ َ ‫يرةٌ ِإ َّال‬
َ ‫ص َال ِة َو ِإنَّ َها لَ َك ِب‬ َّ ‫ست َ ِعينُ ْوا ِبال‬
َّ ‫ص ْب ِر َوال‬ ْ ‫َوا‬
Artinya :
“Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan solat. Dan
sesungguhya hal itu sangat berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’”.

17. Qona’ah atau Menerima Dengan Lapang


Qona’ah adalah menerima dengan lapang baik apapun takdir yang dituliskan Allah
SWT, baik itu baik ataupun buruk, misalnya kebahagiaan, penderitaan,
kesejahteraan, musibah, nasib baik, dan nasib buruk. Tentu saja sangat berat untuk
mempraktekkan sifat ini di dalam hati, kecuali bagi mereka yang memiliki keyakinan
kuat untuk mendapatkan ridlo Allah SWT.

18. Syukur
Syukur diartikan sebagai wujud dari rasa berterima kasih kepada Allah SWT atas
segala rohmat dan nikmat yang Dia berikan dengan menjalankan semua perintah-
Nya dan menjauhi larangan-Nya. Wujud rasa syukur diungkapkan dengan
perkataan, perbuatan, dan hati. Sedangkan lawan dari syukur adalah kufur.

19. Ikhlas
Ikhlas dalam bahasa diartikan sebagai tulus atau murni, yaitu melaksanakan setiap
aktivitas (baik aktivitas yang berhubungan dengan dunia maupun aktivitas yang
berhubungan dengan akhirat) semata-mata hanya untuk mendapatkan ridlo Allah
SWT. Sebagaimana pada doa iftitah dalam sholat yang sering kita baca :

‫ب ا ْلعَالَ ِم ْي َن‬
ِ ٍّ ‫اي َو َم َماتِ ْي ِ هّلِلِ َر‬ ُ ُ‫ص َالتِ ْي َون‬
َ َ‫س ِك ْي َو َم ْحي‬ َ ‫ا َِّن‬
Artinya :
"Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah milik Allah Tuhan
semesta alam".

20. Taqwa
Taqwa adalah memelihara diri dari murka dan siksa Allah SWT dengan senantiasa
menjalankan segala apa yang Dia perintahkan dan menjauhi segala apa yang Dia
larang.

21. Tawakkal atau Berpasrah Diri


Tawakkal diartikan sebagai berpasrah diri kepada Allah SWT. Berpasrah diri di sini
bukan berarti 100% pasrah tanpa melakukan usaha, justru tawakkal adalah bentuk
kepasrahan diri tanpa menghilangkan nilai-nilai usaha.

22. Ikhtiyar atau Berusaha


Manusia diwajibkan untuk berusaha dalam hal-hal yang bersifat ukhrawi dan
duniawi, sedangkan usaha manusia harus disertai dengan tawakkal. Artinya,
manusia berusaha dengan diiringi keyakinan bahwa Allah SWT yang memberikan
ketentuan atas usaha tersebut.

23. Zuhud
Zuhud adalah mengutamakan kepentingan akhirat di atas kepentingan dunia.
Orang-orang yang zuhud adalah orang-orang yang enggan berurusan dengan
urusan dunia kecuali urusan dunia yang bisa mendukung urusan akhirat, seolah-
olah mereka benar-benar tidak perduli atas segala macam kemewahan dunia yang
bersifat semu, serta menghabiskan segenap waktu untuk beribadah, berdzikir,
bermunajah, dan lain-lain.
24. Roja’ atau Berharap
Roja’ adalah keinginan untuk mendapatkan rohmat, ampunan, dan ridlo Allah SWT
sebagai bentuk harapan di dalam hati. Bahkan bagi orang-orang yang melakukan
dosa-dosa besar sekalipun, roja’ adalah harapan disertai keyakinan kuat bahwa
rohmat dan ampunan Allah SWT lebih luas.

AKHLAK TASAWUF
DASAR-DASAR QURANI DAN HADIST TENTANG AKHLAK TASAWUF

Sekarang ini, banyak buku-buku yang membahas tentang tasawuf dan banyak penduduk yang
berminat untuk mempelajarinya. Kita lihat negara-negara yang mayoritas beragama Islam, banyak
sekali di situ kita temui berbagai buku yang menerangkan tentang tasawuf.hanya saja tingkat
ketertarikan seseorang tidak dapat diklaim sebagai sebuah penerimaan yang menyeluruh terhadap
ilmu tasawuf. Ketertarikan mereka terhadap tasawuf dapat dilihat dari dua kecenderungan, pertama
kecenderungan terhadap kebutuhan fitroh, yaitu kita mempelajari akhlaq tasawuf karena keinginan
nurani kita sendiri dan yang kedua kecenderungan pada persoalan akademis, yaitu kita
mempelajarinya karena sudah menjadi kewajiban kita, misal kita di sekolah wajib mengikuti pelajaran
akhlaq tasawuf padahal sebenarnya kita tidak ingin mempelajarinya.
Agama Islam memiliki dua dasar dalam melakukan perbuatannya dalam sehari-hari, maka dasar
akhlak tasawuf juga berasal dari dua sumber itu, yaitu al-Qur’an dan al-Hadits. Dinyatakan dalam
hadits nabi
ُ ‫س َّنةَ َر‬
‫س ْو ِل ِه‬ ُ ‫َاب هللاِ َو‬ َ ‫َض ُّل ْوا َما ت َ َم‬
َ ‫س ْكت ُ ْم بِ ِه َما ِكت‬ ِ ‫سلَّ َم ت ََر ْكتُ ِف ْي ُك ْم ا َ ْم َري ِْن لَ ْن ت‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُ ِ‫ع ْن اَن ٍَس اب ِْن َمالِكٍ قَا َل النَّب‬
َ ‫ى‬ َ .
Artinya:
“Dari Anas bin Malik berkata: Bersabda Nabi SAW: telah ku tinggalkan atas kamu sekalian dua
perkara yang apabila kamu berpegang pada keduanya maka tidak akan tersesat yaitu kitab Allah dan
sunnah RosulNya”.
Dengan demikian diketahui bahwa dasar-dasar atau pegangan orang Islam adalah al-Qur’an dan al-
Hadits yang mana orang yang melakukan syariat-syariat islam sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-
Hadits maka orang itu tidak akan merasa rugi.

1. Dasar-dasar Al-Qur’an tentang Akhlak Tasawuf


Al-Qur’an merupakan dasar agama Islam yang di dalamnya termasuk “Akhlak Islam”. Beberapa
masalah yang timbul bisa diselesaikan melalui al-Qur’an, sebagaimana salah satu fungsi al-Qur’an
yaitu sebagai keputusan terakhir apabila dalam al-Hadits tidak diterangkan. Namun tidak semua
masalah akhlak bisa dicari dalam Al-Qur’an, contohnya tentang masalah yang bermunculan pada
masa sekarang, maka orang Islam menggunakan hasil dari ijtihad para Ulama, namun Ulama juga
mengkaitkan jawaban-jawabannya itu dengan merujuk pada dasar-dasar Islam yaitu Al-Qur’an dan
Al-Hadits.
Dengan demikian Ulama mengambil keputusan dengan cara menyamakan kejadian maupun
problem-problem sekarang dengan masalah-masalah yang ada ketika Al-Qur’an diturunkan, maka Al-
Qur’an digunakan sebagai dasar untuk mencari kesimpulan atau mencari mana akhlak yang
sebaiknya dilakukan. Namun demikian dalam pembentukan akhlak ini, Islam juga menghargai
pendapat akal pikiran yang sehat sejalan dengan Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Peranan akal pikiran
dalam ajaran Islam demikian besar dan dihargai adanya, termasuk peranannya dalam menjabarkan
masalah akhlak. Ajaran akhlak yang berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah bersifat absolute dan
universal serta mutlak, yakni tidak dapat ditawar-tawar lagi dan akan berlangsung sepanjang zaman.
Namun dalam penjabaran ajaran Al-Qur’an yang absolute itu bentuknya berbeda-beda sesuai dengan
keadaan masyarakat atau sesuai dengan yang diakui masyarakat. Dengan demikian ajaran akhlak
dalam Islam dapat diterima oleh seluruh masyarakat berdasarkan hasil ijtihad akal pikiran. Sebagai
contoh menutup aurat adalah merupakan akhlak yang bersifat absolute, mutlak dan universal, tetapi
bagaimana cara dan bentuk menutup aurat itu dapat berbeda-beda. Untuk menentukan cara dan
bentuk menutup aurat tersebut diperlukan pemikiran akal yang sehat.
Ketika Aisyah ditanya oleh sahabat tentang akhlak Rosulullah ia menjawab “Al-Qur’an”. Para sahabat
terkenal sebagai penghafal al-Qur’an kemudian menyebarkannya disertai pengamalan atau
penjiwaan terhadap isinya. Mereka melakukan dan mengamalkan akhlak Rosulullh yaitu akhlak Al-
Qur’an. Dalam kitab al-Luma yang ditulis oleh Abi Nashr As-Siraj Ath-Thusi dikatakan bahwa dari Al-
Qur’an dan As-Sunnah itulah para sufi pertama-tama mendasarkan pendapat mereka tentang moral
dan tingkah laku, kerinduan dan pada Illahi, dan latihan-latihan rohaniyah mereka yang di susun demi
terealisasinya tujuan kehidupan mistis (hal yang berhubungan dengan sesuatu yang ghoib) .
Tasawuf sebenarnya merupakan bagian dari penelaahan rahasia di balik teks-teks Ilahiah secara
ringkas. Al-Qur’an menjelaskan konsepsi tasawuf dalam bentuk dorongan manusia untuk menjelajahi
dan menundukkan hatinya. Serta tidak tergesa-gesa untuk puas pada aktifitas dan ritual yang bersifat
lahiriah . Seperti dinyatakan dalam ayat berikut.
ٌ ‫ت قُلُوبُ ُه ْم َو َكث‬
‫ِير‬ َ َ‫علَ ْي ِه ُم ْاْل َ َم ُد فَق‬
ْ ‫س‬ َ َ ‫ق َو ََل َي ُكونُوا ك ََّالذِينَ أُوتُوا ْال ِكت‬
َ َ‫اب مِ ن قَ ْب ُل ف‬
َ ‫طا َل‬ ِ َّ ‫أَلَ ْم َيأ ْ ِن لِلَّ ِذينَ آ َمنُوا أَن ت َْخ َش َع قُلُوبُ ُه ْم ِل ِذ ْك ِر‬
ِ ‫َّللا َو َما نَزَ َل مِ نَ ْال َح‬
16 : ‫) ِم ْن ُه ْم فَا ِسقُونَ (الحديد‬
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat
Allah dan kapada kebenaran yang telah turun (kepada mereka). Dan janganlah mereka seperti orang-
orang yang sebelumnya diturunkan Al-Kitab kepadaNya, kemudian berlalulah masa yang panjang
atas mareka, lalu hati mareka menjadi keras. Dan kebanyakan diantara mareka adalah orang-orang
yang fasik(Q.S. Al-Hadida [57]:16).
Ajaran islam secara umum mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah dan batiniah, ajaran yang
bersifat batiniyah nanti akan menimbulkan hati mareka menjadi keras. Dengan demikian unsur
kehidupan tasawuf mendapat perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran islam yaitu As-Sunnah,
Al-Qur’an serta praktek kehidupan nabi dan para sahabatnya, antara lain Al-Qur’an menerangkan
tentang kemungkinan manusia dapat saling mencintai dengan tuhan .

Hal itu difirmankan Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 54


َ ‫ع َلى ْالكَاف ِِرينَ يُ َجا ِهدُونَ فِي‬
َ‫سبِي ِل َّللاِ َوَل‬ َ ‫ف يَأْتِي َّللاُ بِقَ ْو ٍم يُحِ بُّ ُه ْم َويُحِ بُّونَهُ أَذِلَّ ٍة‬
َ ٍ‫علَى ْال ُمؤْ مِ نِينَ أَع َِّزة‬ َ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُواْ َمن يَ ْرتَ َّد مِ ن ُك ْم‬
َ َ‫عن دِي ِن ِه ف‬
َ ‫س ْو‬
54 : ‫علِي ٌم ( المائدة‬ ْ ‫)يَخَافُونَ لَ ْو َمةَ آلئ ٍِم ذَلِكَ َف‬
َ ‫ض ُل َّللاِ يُؤْ تِي ِه َمن يَشَا ُء َوَّللاُ َوا ِس ٌع‬

Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, barang siapa diantara kamu yang murtad dari agamanya,
maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun
mencintaiNya, yang bersifat lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersifat keras pada
orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka
mencela, itulah karunia Allah, diberikanNya kepada siapa yang dikehendakiNya dan Allah maha luas
(pemberianNya) lagi maha mengetahui “. (Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 54)
Allah juga memerintahkan manusia agar senantiasa bertaubat membersihkan diri dan selalu
memohon ampun kepada-Nya sehingga memperoleh cahaya dari-Nya.

ُ ‫ت ت َجْ ِري مِ ن ت َحْ تِ َها ْاْل َ ْن َه‬


َّ ‫ار َي ْو َم ََل ي ُْخ ِزي‬
َّ ‫َّللاُ النَّ ِب‬
‫ي‬ ٍ ‫عن ُك ْم َس ِيئ َا ِت ُك ْم َويُ ْدخِ لَ ُك ْم َجنَّا‬ َ ‫سى َربُّ ُك ْم أَن يُكَف َِر‬ َ ‫ع‬َ ً ‫صوحا‬ ِ َّ ‫َيا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا تُوبُوا ِإلَى‬
ُ ‫َّللا ت َْو َبةً َّن‬
8 : ‫ِير (التحريم‬ ٌ ‫د‬ َ ‫ق‬ ٍ‫ء‬‫َي‬
ْ ِ‫ش‬ ‫ل‬ ُ
‫ك‬ ‫ى‬ َ ‫ل‬‫ع‬َ َ‫ك‬ َّ ‫ن‬‫إ‬
ِ ‫َا‬ ‫ن‬َ ‫ل‬ ‫ِر‬
‫ف‬ ْ
‫غ‬
ْ َ َ‫ا‬‫و‬ ‫َا‬ ‫ن‬‫ور‬ ُ ‫ن‬ ‫َا‬ ‫ن‬َ ‫ل‬ ‫م‬
ْ ِ‫م‬ْ ‫ت‬َ ‫أ‬ ‫َا‬
‫ن‬ ‫ب‬
َّ ‫ر‬
َ َ‫ون‬ ُ ‫ل‬‫و‬ُ ‫ق‬ ‫ي‬ ‫م‬‫ه‬ ‫ن‬
ِ ‫ا‬‫م‬ ‫ي‬
ْ
َ ِْ َ ِ َ َِْ ‫أ‬‫ب‬‫و‬ ‫م‬‫ه‬ ‫ِي‬
‫د‬ ‫ي‬
ْ َ ‫أ‬ ‫ي‬
َ‫ْن‬ ‫ب‬ ‫ى‬ ‫ع‬ ‫س‬
ْ
َ َ َ ْ ُ‫ي‬ ‫م‬‫ه‬ُ ‫ور‬ ُ ‫ن‬ ُ ‫ه‬َ ‫) َوالَّذِينَ آ َمنُوا َم‬
‫ع‬

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang sebenar-
benarnya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan
memasukkan kamu ke dalam surge yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah
tidak menghinakan Nabi dan orang-orang beriman bersama dengan dia, sedangkan cahaya mereka
memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mengatakan, “ Ya Tuhan kami,
sempurnakanlah bagi kami cahaya kami, sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu”.
(Q. S. At Tahrim [66] :8).
Orang yang berakhlak berarti ia berilmu, tapi ilmu itu tergantung orang yang memilikinya, ada yang
baik dan ada yang buruk. Berarti akhlak sangat berkaitan dengan ilmu. Apabila memiliki ilmu yang
baik, maka kemungkinan besar orang itu bisa berbuat kebaikan atau berakhlak dengan baik. Dalam
al-Qur’an Allah menjelaskan tentang keutamaan orang yang berilmu, salah satunya dalam surat Ali-
Imran:18 yang artinya,” Allah bersaksi bahwasannya tidak ada tuhan melainkan Dia (Allah), yang
menegakkan keadilan.para malaikat dan orang-orang berilmu (juga ikut bersaksi). Tiada tuhan
melainkan Dia, yang maha perkasa lagi maha bijaksana” (QS. Ali-Imran:18).
Jika kita cermati ayat tersebut dengan seksama maka akan kita ketahui bahwa Allah SWT sangat
memperhatikan orang-orang yang berilmu, Allah memulai dangan Diri-Nya, lalu dengan malaikat
setelah itu dengan para ahli ilmu, sungguh betapa tingginya kemuliaan, keutamaan dan kehormatan
ini.
Abu Al-Wafa’ Al-Ganimi At-Taftazani mengatakan bahwa semua tahapan
(maqamat) dan keadaan (akhwal) para sufi, yang pada dasarnya merupakan tema pokok ajaran
tasawuf, berlandaskan Al-Qur’an. Berikut ini landasan sebagian muqamat dan akhwal para sufi
tersebut.
a. Dalam Al Qur’an menerangkan tentang penggemblengan jiwa, yang digunakan sebagai landasan,
yaitu dalam surat Al Ankabut [29] ayat 69)

69 :‫َّللا لَ َم َع ْال ُمحْ ِسنِينَ (العنكبوت‬ ُ ‫) َو َّالذِينَ َجا َهدُوا فِينَا لَنَ ْه ِد َينَّ ُه ْم‬
َ َّ ‫سبُلَنَا َو ِإ َّن‬

Artinya, “ Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami tunjukkan kepada mereka
jalan-jalan Kami Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”.(Q. S.
Al Kanbut [29]: 69)

Firman-Nya lagi,
‫ِي ْال َمأ ْ َوى‬
َ ‫ فَإ ِ َّن ْال َج َّنةَ ه‬.‫س َع ِن ْال َه َوى‬
َ ‫ام َر ِب ِه َونَ َهى النَّ ْف‬ َ ‫َوأ َ َّما َم ْن خ‬
َ َ‫َاف َمق‬
(41-40:‫)النازعات‬

“Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa
nafsunya maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya”.
b.Tentang maqam ketaqwaan, Allah berfirman,

13:‫ير (الحجرات‬
ٌ ‫علِي ٌم َخ ِب‬ َ َّ ‫َّللا أَتْقَا ُك ْم إِ َّن‬
َ ‫َّللا‬ ِ َّ ‫ارفُوا إِ َّن أ َ ْك َر َم ُك ْم عِن َد‬ ُ ‫اس ِإنَّا َخلَ ْقنَا ُكم ِمن ذَك ٍَر َوأُنثَى َو َجعَ ْلنَا ُك ْم‬
َ َ‫شعُوبا ً َوقَبَائِ َل ِلتَع‬ ُ َّ‫)يَا أَيُّ َها الن‬

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling
bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Q. S. Al
Hujurat [49]:13)
Allah SWT. juga berfirman,
.......194 : ‫) َواتَّقُواْ َّللاَ َوا ْعلَ ُمواْ أ َ َّن َّللاَ َم َع ْال ُمتَّقِينَ ( البقرة‬
Bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertaqwa. (Q.S. Al
Baqoroh [2] 194)
c. Tentang maqam Zuhud
“Katakanlah, “Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik bagi orang-orang
yang bertaqwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.”
d.Tentang maqam tawakal, menurut para sufi, berlandaskan pada firman-firman Allah SWT. berikut
ini.
ِ َّ ‫علَى‬
3 : ‫َّللا فَ ُه َو َح ْسبُهُ (الطالق‬ َ ‫) َو َمن يَت ََو َّك ْل‬
…Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya…(Q.
S. Ath Thalaq [ 65]:3)

39 :‫ف ت َ ْع َل ُمونَ (الزمر‬ َ ‫س ْو‬ َ ‫)قُ ْل يَا َق ْو ِم ا ْع َملُوا‬


َ ‫ع َلى َمكَانَتِ ُك ْم إِنِي‬
َ ‫عامِ ٌل َف‬
Dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman itu bertawakal. (Q. S. Az Zumar [39]: 39)
Tentang maqam syukur antara lain berlandaskan pada firman-firman Allah SWT. berikut ini.
7 : ‫شك َْرت ُ ْم ْل َ ِزي َدنَّ ُك ْم ( إبراهيم‬
َ ‫) لَئِن‬
…Sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti Kami akan menambahkan (nikmat) kepadamu…(Q.S.
Ibrohim [14]:7)
e. Maqam sabar, berlandaskan pada firman-firman Allah SWT. berikut ini.

‫َار‬ ِ ْ ‫سبِحْ بِ َح ْم ِد َربِكَ بِ ْالعَشِي ِ َو‬


ِ ‫اْل ْبك‬ َ ‫َّللا َح ٌّق َوا ْست َ ْغف ِْر ِل َذنبِكَ َو‬
ِ َّ ‫صبِ ْر إِ َّن َو ْع َد‬
ْ ‫فَا‬
(55: ‫)المؤمن‬
Maka bersabarlah kamu karena sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampunan untuk
dosamu dan bertasbihlah seraya memuja Tuhanmu pada waktu petang dan pagi. (Q.S. Mu’min
[40]:55)

..... 155 : ‫صابِ ِرينَ (البقرة‬


َّ ‫) َو َبش ِِر ال‬
Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.(Q.S. Al-Baqarah[2]:155)
f. Maqam rida berlandaskan pada firman Allah SWT. Berikut ini.
َ ْ‫ع ْن ُه ْم َو َرضُوا‬
119 : ‫ع ْنهُ ( المائدة‬ َ ُ‫ي َّللا‬
َ ‫ض‬
ِ ‫) َّر‬
….Allah rela terhadap mereka, dan merekapun rela terhadapnya…(Q.S. Al-Maidah [5]:119).
g. Tentang maqam ma’rifah, antara lain Allah SWT. berfirman,

َ ْ‫) َواتَّقُوا‬
َ ‫َّللا َويُ َع ِل ُم ُك ُم َّللاُ َوَّللاُ ِب ُك ِل‬
282 : ‫ش ْيءٍ َعلِي ٌم (البقرة‬
Dan bertakwalah kepada Allah, Allah mengajarmu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Q.S.
Al-Baqarah [2]: 282)
ً ‫علَّ ْمنَاهُ مِ ن لَّ ُدنَّا ِع ْلما‬
َ ‫عبْدا ً ِم ْن ِعبَا ِدنَا آتَ ْينَاهُ َرحْ َمةً مِ ْن عِن ِدنَا َو‬
َ ‫فَ َو َج َدا‬
(65 : ‫)الكهف‬
Lalu, mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami berikan kepadanya
rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadany ilmu dari sisi Kami. (Q.S. Al-Kahfi [18]:
65).
Demikian sebagian ayat Al-Qur’an yang dijadikan landasan kaum sufi dalam melaksanakan praktik-
praktik kesufiannya. Akan terlalu panjang uraiannya jika semua pengertian psikis dan moral yang
diungkapkan para sufi tentang tingkatan dan keadaan, dicarikan rujukannya dalam dalam Al-Qur’an.
2. Dasar-dasar Al-Hadits tentang Akhlak tasawuf
Selain Dapat dilihat dari kerangka Al-Qur’an, tasawuf juga dapat dilihat dari kerangka Al-Hadits.
Hadits menurut para ulama ahli hadits (muhadditsin) adalah segala ucapan, perbuatan, taqrir
(peneguhan/mendiamkan sebagai tanda membolehkan atau persetujuan), dan sifat-sifat nabi nabi
Muhammad SAW. Namun ulama usul fiqih mendefinisikan hadits lebih sempit lagi yaitu terbatas pada
ucapan, perbuatan dan taqrir Nabi SAW. yang berkaitan tentang hukum .
Ucapan berarti tentang semua ucapan Rosulullah SAW. tentang berbagai macam bidang seperti
aqidah akhlak, pendidikan, muamalah, hukum dan sebagainya. Contoh tentang akhlak Rosulullah
SAW. bersabda: “kekejian dan perbuatan keji sama sekali bukan dari ajaran agama islam.
Sesungguhnya orang yang terbaik keislamannya adalah yang terbaik budi pekertinya” (HR. Tirmidzi).
Nabi Muhammad SAW. berkata bahwa hati terdapat empat macam, yakni: (1) hati yang tajam; (2)
hati bersih dari kotoran; (3) hati yang di dalamnya ada sesuatu seperti lampu yang menyinari hatinya;
(4) hati yang terhijab.
Dalam hadits Rosulullah banyak dijumpai keterangan yang membicarakan tentang kehidupan
rohaniah manusia. Misal dalam hadits:
ُ‫ف َربَّه‬ َ ‫ع َر‬ َ ‫سهُ فَقَ ْد‬َ ‫ف نَ ْف‬ َ ‫ع َر‬َ ‫َم ْن‬
Artinya:
“Barang siapa yang mengenal dirinya sendiri, berarti ia mengenal Tuhannya”.
Dalam hadits juga dijelaskan tentang tasawuf yaitu:

َ ‫ُك ْنتُ َك ْن ًزا َم ْخ ِفيًا َفأَحْ بَبْتُ أ َ ْن أُع َْر‬


َ ‫ف َف َخلَ ْقتُ ْالخ َْلقَ َفبِي‬
‫ع َرفُ ْونِي‬
Artinya:
“Aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi maka aku menjadikan makhluk agar mereka
mengenalKu”.
Dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW. terdapat petunjuk yang menggambarkan bahwa beliau
adalah sebagai seorang sufi. Nabi Muhammad telah mengasingkan diri di Gua Hirah, menjelang
datangnya wahyu beliau menjauhi pola hidup kebendaan yang pada waktu itu diagung-agungkan
oleh orang arab tengah di dalamnya seperti dalam praktek perdagangan dengan prinsip
menghalalkan segala cara. Ucapan-ucapan Nabi yang berkenaan dengan pembinaan akhlak yang
mulia itu diikuti pula oleh perbuatannya dan kepribadiannya. Beliau dikenal sebagai akhlak shidiq
(benar), amanah (terpercaya), tabligh (menyampaikan dakwah), fatanah (cerdas).
Para sahabatpun banyak juga yang menganut praktek bertasawuf, yang dipraktekkan oleh Nabi
Muhammad SAW. Abu Bakar misalnya pernah berkata: “Aku mendapatkan kemuliaan dalam
ketakutan, kefanaan dalam keagungan dan kerendahan hati.” Khalifah Umar Bin Khatab pernah
berkhutbah di hadapan jamaah kaum muslimin dalam keadaan berpakaian yang sangat sederhana
Khalifah Utsman Ibn Affan banyak menghabiskan waktunya untuk beribadah dan membaca Al-
Qur’an. Baginya Al-Qur’an ibarat surat dari kekasih yang selalu dibawa dan dibaca kemanapun ia
pergi.
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa benih-benih tasawuf telah diterangkan dalam Al-Qur’an dan
dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. dan para sahabat dalam kehidupan sehari-hari.

AHLAK PADA DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN

A. Pengertian Ahlak

Dalam kamus bahasa indonesia , kata Ahlak diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan. Kata
Ahlak terambil dari bahasa arab ” Ahlaaq” yang biasa diartikan tabiat, perangai, kebiasaan, bahkan
agama. Namun kata seperti itu tidk di temukan di dalam Al- Quran.

Menurut imam Al – ghazali Ahlak ialah karakter yang menetap kuat di jiwa. Ia merupakan
sumber tindakan yang muncul secara alamiah tanpa pemikiran dan perenungan.

Kunci Ahlak yang baik ialah keserasia, keseimbangan, dan kesejajaran, empat daya di dalam
jiwa yaitu daya pengetahuan, daya amarah, daya sahwat, atau hasrat, dan daya keseimbangan
dalam tiga daya tersebut. Jika keseimbangan pada daya daya itu terjaga dengan baik di dalam diri ,
seseorang layak di sebut punya keutamaan ( dzu fadilah ).

1. Ahlak Kepada Allah Swt

Titik tolak Ahlak kepada Allah adalah pengakuan dan kesadarn bahwa tidak ada tuhan selain
Allah. Pengakuan dan kesadaran mengantarkan manisia untuk tunduk dan patuh kepada semua
perintahnya dan menjauhi laranganya.

Beberapa contoh Ahlak mulia kepada Allah Swt, antara lain :

a. Bersyukur

Yaitu sikap yang selalu ingin memanfaatkan dengan sebaik- baiknya nikmat yang telah di berikan
Allah kepadanaya

b. Bersabar

Yaitu sikap yang mampu bertahan pada kesulitan yang di hadapi.

c. Bertaubat

Yaitu sikap saling perbuatan buruk yang pernah di lakukan dan berusaha menjauhinya.

d. Tawakal

yaitu menyerahkan segala urusan kepada Allah setelah berbuat semaksimal mungkin untuk
mendapatakan sesuatu yang di harap kanya.

e. Ikhlas

yaitu menjauhkn diri dari riya’ ( pamer kepada orang lain ).

2. Ahlak Kepada Orang Lain

Titik tolak Ahlak kepada orang lain adalah kesadara bahwa manusia hidup di dalam masyarakat
yang terdiri atas berbagai macam suku bangsa yang berbeda- beda bahasa dan budaya.

Beberapa contoh Ahlak mulia terhadap orang lain yaitu:

a. Belas kasihan atau kasih sayang, yaitu sikap yang selalu ingin berbuat baik dan menyantuni orang
lain.

b. Rasa persaudaraan

yaitu sikap jiwa yang selalu ingin berhubungan atau mengikat tali persaudaraan.

c. Memberi nasehat
yaitu suatu upaya untuk memberika petunjuk kepada orang lain dengan menggunakan perkataan.

3. Ahlak Terhadap Diri Sendiri

Selain berahlak kepada Allah dan orang lain, manusia harus berahlak kepada diri sendiri. Ahlak
terhadap diri sendiri dapat di artikan sebagai sikap menghormati, menghargai, dan menyayangi
dengan sebaik- baiknya. Ahlak terhadap diri sendiri merupakan salah satu kecerdasan manusia.

Beberapa Ahlak mulia terhadap diri sendiri, antara lain:

a. Menjaga kebersihan diri dan kesucian diri dalam berpakaian berhias, berjalan, bertemu, dan
menerima tamu.

b. Bersikap pemaaf dan pemohon maaf pergaulan dala masyarakat

c. Bersikap penyantun dan menyayangi diri sendiri

d. Bersikap sederhana jujur dan rendah hati

e. Menepati janji dan menjaga kepercayaan orang lain

f. Menghindarkan diri dari perbuatan dosa besar dan tindakan tercela, seperti: mabuk- mabukkan,
judi, zina, dan pergaulan nista.

g. Menghindarkan diri dari perbuatan negatif yang merusak diri.

Madzmumah
(Akhlak Tercela)
Akhlak Madzmumah didefiniskan sebagai akhlak yang tercela, segala macam bentuk
perbuatan, ucapan, dan perasaan seseorang yang bisa merusak iman dan mendatangkan
dosa juga dikategorikan sebagai akhlak madzmumah. Selanjutnya, akhlak madzmumah
terbagi menjadi tiga bagian yaitu tindakan, ucapan, dan hati.

Akhlak Madzmumah Dari Segi Tindakan


Ada banyak contoh akhlak madzmumah jika dilihat dari segi tindakan dalam kehidupan kita
sehari-hari, seperti di bawah ini :

1. Dholim atau Menganiyaya adalah perbuatan yang menyakitkan hati orang lain,
sedangkan orang itu tidak berdaya untuk membalas dan hanya mampu bertahan atas
semua perlakuan si pelaku,

2. Bertengkar atau Berkelahi adalah persengketaan antara dua orang karena suatu
masalah dan diselesaikan dengan jalan kekerasan. Salah satu jenis pertengkaran atau
perkelahian yang bisa kita temukan dalam kehidupan sehari-hari adalah perdebatan
(pertengkaran dengan ucapan), tawuran, dan pengkroyokan.

3. Mencuri adalah mengambil barang orang lain tanpa sepengetahuan pemiliknya. Adapun
jenis mencuri lainnya adalah mencopet (mengambil barang orang lain di tempat-tempat
umum tanpa disadari pemiliknya), merampok (mengambil harta atau barang seseorang yang
dilakukan dengan bergerombolan), dan korupsi (pencurian yang dilakukan pejabat kepada
rakyat).

4. Membunuh adalah menghilangkan nyawa seseorang. Dalam syariat islam, membunuh


merupakan salah satu perbuatan yang dibenci oleh Allah SWT, baik itu di sengaja, semi
sengaja, maupun pembunuhan bersalah.

5. Qot’ut Thoriq atau Begal Jalan adalah menghadang jalan seseorang yang lewat dengan
tujuan untuk mengambil harta pemilik secara paksa, bahkan sampai membunuhnya.

6. Tajassus adalah mencari-cari kesalahan orang lain. Orang yang tajassus selalu
melakukan segala cara untuk mendapatkan celah dan kesalahan orang lain, bahkan sampai
dengan niatan menjatuhkan orang itu melalui celah dan kesalahannya.

7. Dan lain-lain.

Akhlak Madzmumah Dari Segi Ucapan


Adapun contoh akhlak madzmumah jika dilihat dari segi ucapan dalam kehidupan kita
sehari-hari, seperti di bawah ini :

1. Berkata kotor adalah ucapan yang bisa menyinggung orang di sekitarnya. Begitu juga
halnya, meskipun ucapan itu tidak kotor tetapi dengan nada-nada keras yang bisa
menyinggung orang lain, maka ucapan tersebut juga dikategorikan sebagai akhlak
madzmumah.

2. Kidzbu atau Dusta adalah ucapan yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada
dengan sengaja dan niatan tertentu. Sedangkan lawan kata dari dusta adalah jujur,
sepatutnya kita sebagai manusia yang berakhlak lebih membiasakan diri dengan kejujuran
karena praktek-praktek kejujuran sudah semakin jarang dilakukan pada saat ini.

3. Fitnah adalah melontarkan tuduhan kepada orang lain. Fitnah merupakan bagian dari
dusta, tetapi fitnah lebih berdosa karena diucapkan dengan niatan menjatuhkan dan
menghancurkan orang lain. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat
191 :

َ َ ‫ا َ ْل ِفتْنَةُ أ‬
‫ش ُّد ِم َن ا ْلقَتْ ِل‬
Artinya :
"Fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan"

4. Namimah atau Adu Domba adalah segala ucapan yang dilontarkan kepada dua orang
dengan maksud untuk mengadu dan merenggangkan hubungan antara keduanya. Dalam
sebuah hadist, Rosulullah SAW bersabda :

‫َال يَ ْد ُخ ُل ا ْل َجنَّةَ نَ َّما ٌم‬


Artinya :
"Tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu domba"

5. Ghibah atau Menggunjing adalah menceritakan keburukan orang lain, di mana jika dia
mendengarkannya maka dia akan tersinggung. Dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 12,
Allah SWT menegaskan larangan keras bagi pelaku ghibah dengan menyamakannya
seperti orang yang memakan bangkai saudaranya sendiri.

6. Dan lain-lain.

Akhlak Madzmumah Dari Segi Hati


Adalah segala bentuk sifat dan perasaan tercela timbul di dalam hati seseorang. Adapun
berikut ini adalah contoh-contoh akhlak madzmumah dari segi hati :

1. Khianat adalah perasaan ingkar atas kepercayaan yang telah diberikan oleh orang lain.
Khianat merupakan sebuah penyakit hati yang kemudian diaplikasikan melalui tindakan
penhianatan.

2. Ghadhab atau Marah adalah luapan emosi akibat kekesalan pada seseorang. Sifat
pemarah memang sudah menjadi watak manusia pada umumnya, namun sifat buruk
tersebut haruslah dikekang sebisa mungkin dengan sedikit demi sedikit belajar untuk sabar
dan pemaaf. Rosulullah SAW menjanjikan surga bagi orang yang mau mengendalikan sifat
marahnya dalam hadist berikut ini :

ُ‫ض ْب َولَ َك ا ْل َجنَّة‬


َ ‫َال ت َ ْغ‬
Artinya :
"Janganlah kamu marah, maka bagimu surga"

3. Thoma’ atau Tamak adalah perasaan serakah atas harta dan kenikmatan dunia. Sifat
tamak tidak akan menjadikan seseorang mendapatkan apa yang dia inginkan secara
sempurna, justru malah akan menghancurkan dirinya sendiri karena keserakahan.

4. Khiqdu atau Benci adalah segala bentuk perasaan hati yang menunjukkan kebencian
kepada orang lain. Cinta dan benci memang dua sifat yang saling bertentangan dan
manusia pasti memiiki keduanya. Tetapi, kebencian adalah sebuah akhlak buruk yang harus
dihindari dengan berusaha sabar dan menerima keadaan dengan lapang.

5. Dendam adalah perasaan benci dan berusaha untuk membalas atas perbuatan buruk
orang lain. Orang yang memiliki sifat pendendam pasti melakukan segala hal untuk
membalas perlakuan buruk yang sudah dia terima, sehingga sifat ini akan
menjerumuskannya pada tindakan kriminal seperti pembunuhan, penganiyayaan, dan
berbagai perbuatan buruk lainnya.

6. Takabbur atau Sombong adalah perasaan hati seseorang yang merasa dirinya lebih
baik dan lebih unggul daripada orang lain. Meskipun takbbur adalah sifat yang sepele tetapi
Allah SWT sangat membenci hamba-Nya jika memiliki sifat ini, karena takabbur adalah sifat
wajib yang dimiliki Allah SWT bukan untuk hamba-Nya. Ingatlah bahwa iblis dilaknat Allah
SWT dan dikeluarkan dari surga karena memiliki sifat takabbur. Rosulullah SAW bersabda
dalam sebuah hadist :

َ ‫َال يَ ْد ُخ ُل ا ْل َجنَّةَ َم ْن ك‬
‫َان فِ ْي قَ ْل ِب ِه ِمثْقَا ُل ذَ َّرة ِم ْن ِك ْبر‬
Artinya :
"Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat sebesar dzarrah dari sifat
sombong".

7. Sum’ah adalah melakukan sesuatu kebaikan agar didengar oleh orang lain. Sum’ah
biasa dilakukan dengan memamerkan dan menceritakan kebaikan diri agar orang lain
mendengar dan memujinya. Sum’ah adalah sifat yang dilarang karena menghilangkan
keikhlasan dalam melakukan kebaikan.

8. Riya adalah melakukan suatu kebaikan agar dirinya dilihat dan dinilai baik oleh orang lain.
Sama halnya dengan sum’ah, sifat riya sangat dikecam karena mampu menghilangkan
keikhlasan. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Maun ayat 4-5 :

‫ الَّ ِذ ْي َن ُه ْم‬،‫سا ُه ْو َن‬ َ ‫فَ َو ْي ٌل ِل ْل ُم‬


َ ‫ الَّ ِذ ْي َن ُه ْم ع َْن‬،‫ص ِلٍّ ْي َن‬
َ ‫ص َالتِ ِه ْم‬
‫يُ َرا ُء ْو َن‬
Artinya :
"Maka celakalah bagi orang-orang yang sholat. (yaitu) Orang-orang yang lalai dari
sholatnya. Orang-orang yang berbuat riya".

9. Iri Hati adalah perasaan tidak senang atas nikmat yang diterima oleh orang lain. Sudah
sewajarnya iri hati timbul ketika melihat orang lain mendapatkan nikmat, tetapi tidak boleh
sifat ini dibiarkan berlarut-larut. Seharusnya, sebagai muslim yang mengangungkan
saudaranya, kita pun turut bersyukur jika orang lain menerima nikmat.

10. Hasud atau Dengki adalah perasaan tidak senang atas nikmat yang diterima oleh orang
lain, berkeinginan agar nikmat itu hilang, dan merasa senang jika orang lain mendapatkan
musibah. Rosulullah SAW bersabda dalam sebuah hadist :

ُ َّ‫ت َك َما تَأ ْ ُك ُل ا ْلن‬


َ ‫ار ا ْل َح َط‬
‫ب‬ َ ‫س َد يَأ ْ ُك ُل ا ْل َح‬
ِ ‫سنَا‬ َ ‫ فَا َِّن ا ْل َح‬،َ‫سد‬
َ ‫اِيَّا ُك ْم َوا ْل َح‬
Artinya :
"Jauhilah kamu sekalian sifat hasud, karena sesungguhnya sifat hasud bisa memakan
kebaikan seperti api memakan kayu bakar".
11. Kufur adalah perasaan tidak mempercayai adanya Allah SWT serta nikmat dan rohmat
yang Dia berikan untuk hamba-Nya. Orang yang memiliki sifat kufur disebut kafir.

12. Nifak berpura-pura dengan menampakkan kebaikan dan menyembunyikan


keburukannya, sedangkan orang yang memiliki sifat nifak disebut munafik. Orang munafik
dikenal sebagai orang yang berwajah dua, dia berusaha berbuat baik di depan orang lain,
tetapi berkebalikan ketika berada dibelakang.

13. Syirik adalah menyekutukan Allah SWT dengan makhluk-Nya, sedangkan orang yang
memiliki sifat syirik disebut musyrik. Syirik merupakan dosa yang paling besar yang
dilakukan hamba kepada Allah SWT.

14. Yaksu atau Putus Asa adalah perasaan tidak akan pernah mendapatkan rohmat dan
nikmat dari Allah SWT. Perasaan ini biasa timbul karena sebuah penderitaan dan masalah
besar yang menimpa. Dan pada saat itulah syetan membisikan tipuan untuk menyalahkan
diri, menyalahkan keadaan, bahkan menyalahkan takdir Allah SWT. Inilah yang
menyebabkan harapan untuk mendapatkan rohmat, nikmat, dan ampunan semakin redup.

Você também pode gostar