Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Konsep medis
1. Definisi
Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah suatu penyakit
perbesaran atau hipertrofi dari prostat. Kata-kata hipertrofi seringkali
menimbulkan kontroversi di kalangan klinik karena sering rancu
dengan hiperplasia. Hipertrofi bermakna bahwa dari segi kualitas
terjadi pembesaran sel, namun tidak tidak diikuti oleh jumlah
(kuantitas). Namun,hiperplasia merupakan pembesaran ukuran sel
(kualitas) dan diikuti oleh penambahan jumlah sel (kuantitas). BPH
seringkali menyebabkan gangguan dalam eliminasi urine karena
pembesaran prostat yang cenderung kearah depan/menekan vesika
urinaria.
Hiperplasia noduler ditemukan pada sekitar 20% laki-laki dengan
usia 40 tahun,meningkat 70% pada usia 60 tahun dan menjadi 90%
pada usia 70 tahun. Pembesaran ini bukan merupakan kanker prostat,
karena konsep BPH dan karsinoma prostat berbeda. Secara anatomis,
sebenarnya kelenjer prostat merupakan kelenjer ejakulat yang
membantu menyemprotkan sperma dari saluran (ductus). Pada waktu
melakukan ejakulasi, Secara fisiologi prostat membesar untuk
mencegah urine dari vesika urinaria melewati uretra. Namun,
pembesaran prostat yang terus menerus akan berdampak pada
obstruksi saluran kencing.
2. Etiologi
Penyebab pastinya belum diketahui secara pasti dari hiperplasia
prostat, namun faktor usia dan hormonal menjadi predisposisi terjadi
BPH. Beberapa menyebutkan bahwa hiperplasia prostat sangat erat
kaitannya dengan :
1) Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen
menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat
mengalami hiperplasi.
2) Perubahan keseimbangan hormone estrogen-testoteron
pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan
hormone ekstrogen dan penurunan testosteron yang
mengakibatkan hiperpalsi stoma.
3) Berkurangnya sel yang mati
Esktrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan
lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
4) Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel
transit (Roger Kirby, 1994 : 38).
3. Patofisiologi
Penyebab terjadinya BHP adalah dikarenakan perubahan
keseimbangan antara hormonal testosteron dan estrogen. Perubahan
ini terjadi karena testosteron bebas masuk kedalam sel prostat
melewati membran sel langsung masuk ke dalam sitoplasma. Di dalam
sel testosteron di reduksi oleh enzim 5a reduktase menjadi
dehidratestosteron yang kemudian diikat oleh reseptor dalam
sitoplasma sel prostat sehingga mempengaruhi inti sel (RNA) yang
menyebabkan proliferasi sel, interaksi sel epitel dan stroma, inflamasi,
selain itu proses penuaan juga dapat menimbulkan ketidakseimbangan
sehingga terjadi hiperplasia pada epitel dan stroma pada kelenjar
prostat.
Jika terjadi pembesaran prostat maka dapat meluas kekandungan
kemih. Sehingga akan terjadi penyempitan lumen uretra pars prostatika
dan akhirnya akan menghambat aliran urine. Karena aliran urine
terhambat maka akan terjadi pembendungan pada vesika urinaria yang
dapat meningkatkan tekanan pada intravesikel yang menyebabkan
peningkatan kontraksi otot detrusor dan buli-buli (kandung kemih).
Jika peningkatan kontraksi terjadi secara terus menerus akan
menyebabkan hipertrofi pada otot detrusor, trabekulasi, selula, sekula,
dan diventrivel buli –buli sehingga dapat menyebkan LUTS (Lower
Urinary Track Syndrome) atau sindrom saluran kemih bagian bawah
yang ditandai dengan gejala obstruktif dan gejala iritatif. Pada gejala
obstruktifberupa intermition (miksi terputus), Hesistensi (harus
menunggu pada permulaan miksi). Pencarian miksi yang lemah, BAK
tidak puas dan pada gejala iritatif yang berupa argensi dan frekuensi
BAK sering.
Pada saat peningkatan kontraksi otot detrusordan buli-buli akan
terjadi kontraksi otot supra pubik sehingga terjadi tekanan mekanis
yang akan merangsang nosiseptor pada medula spinalis. Kemudian
terjadi sistem aktivitas retikular pada hipotalamus dan sistem limbik
kemudian di bawah ke otak pada korteks somatosensorik dan akan
terjadi persepsi nyeri.
Selain itu, bendungan vesika urinaria akan menyebabkan statis
urin kondisi dimana kandung kemi tidak dapat mengosongkan urin dan
tertinggal di kandung kemih sehingga menjadi media berkembangnya
patogen.
Salah satu upayah pengobatan pada penderita BPH adalah tindakan
pembedahan. Kurang terpapar informasi mengenai prosedur
pembedahan dapat mengakibatkan ancaman kematian dan kritis
situasional. Dan pada saat dilakukan tindakan infasif dapat
menyebabkan perdarahan karena tidak terkontrol dan akan kehilangan
cairan berlebih.
4. Penatalaksanaan
Penyakit BPH merupakan penyakit bedah, sehingga terapi bersifat
simptomatis untuk mengurangi tanda dan gejala yang diakibatkan oleh
obstruksi pada saluran kemih. Terapi simptomatis ditujukan untuk
merelaksasi otot polos prostat atau dengan menurunkan kadar
hormonal yang mempengaruhi pembesaran prostat, sehingga obstruksi
akan berkurang. Jika keluhan masih bersifat ringan, maka observasi
diperlukan dengan pengobatan simptomatis untuk mengevaluasi
perkembangan klien. Namun, jika telah terjadi obstruksi/retensi urine,
infeksi, vesikolithiasis, insufisiensi ginjal, maka harus dilakukan
pembedahan.
1) Terapi simptomatis
Pemberian obat golongan reseptor alfa-adrenergik inhibitor
mampu merelaksasikan otot polos prostat dan saluran kemih
akan lebih terbuka. Obat golongan 5-alfa-reduktase inhibitor
mampu menurunkan kadar dehidrotestoteron intraprostat,
sehingga dengan turunnya kadar testosterone dalam plasma
maka prostat akan mengecil. (Schwartz
2) TUR-P (Transuretral Resection Prostatectomy)
Tindakan ini merupakan tindakan pembedahan non insisi, yaitu
pemotongan secara elektris prostat melalui meatus uretralis.
Jaringan prostat yang membesar dan menghalangi jalannya
urine akan akan dibuang melalui elektrokauter dan dikeluarkan
melaalui irigasi dilator. Tindakan ini memiliki banyak
keuntungan, yaitu meminimalisir tindakan pembedahan
terbuka, sehingga masa penyembuhan lebih cepat dan tingkat
resiko infeksi bisa ditekan.
3) Pembedahan terbuka (Prostatectomy)
Tindakan ini dilakukan jika prostat terlalu besar diikuti oleh
penyakit penyerta lainnya, misalnya tumor vesika urinaria,
vesikolithiasis, dan adanya adenoma yang besar.
5. Prognosis
Prognosis untuk Penyakit BPH berubah-ubah dantidak dapat di
prediksi pada tiap individu walaupun gejalanya cenderung meningkat.
Namun BPH yang tidak segera ditindak memiliki prognosis yang
buruk karena dapat berkembang menjadi kanker prostat. Menurut
penelitian, kanker prostat merupakan kanker pembunuh nomor 2 pada
pria setelah kanker paru-paru. BPH yang telah diterapi juga
menunjukkan berbagai efek samping yang cukup merugikan bagi
penderita, Sjamsuhidajatdan De Jong (2012)
6. Komplikasi
Menurut Sjamsuhidajat, dkk (2012) komplikasi BPH adalah :
1. Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi
2. Infeksi saluran kemih
3. Involusi kontraksi kandung kemih
4. Refluk kandung kemih
5. Hidro ureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin
terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi
menampung urin yang akan mengakibatkan tekanan intra vesika
meningkat
6. Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi
7. Hematuri, terjadi karenaselalu terdapat sisa urin, sehingga dapat
terbentuk batu endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah
keluhan iritasi. Batu tersebut dapat pula menimbulkan sistitis, dan bila
terjadi refklus dapat mengakibatkan pielonefritis.
8. Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan
pada waktu miksi pasien harus mengedan.
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian ini penulis menggunakan teori
konseptual menurut GORDON dengan 11 pola kesehatan fungsional
sesuai dengan post operasi benigna prostat hipertrophy.
1) Pola persepsi kesehatan dan management kesehatan
Menggambarkan pola pikir kesehatan pasien, keadaan sehat dan
bagaimana memelihara kondisi kesehatan. Termasuk persepsi individu
tentang status dan riwayat kesehatan, hubungannya dengan aktivitas
dan rencana yang akan datang serta usaha-usaha preventif yang
dilakukan pasien untuk menjaga kesehatannya.
2) Pola Nutrisi – Metabolik
Mengambarkan pola konsumsi makanan dan cairan untuk
kebutuhan metabolik dan suplai nutrisi, kualitas makanan setiap
harinya, kebiasaan makan dan makanan yang disukai maupun
penggunaan vitamin tambahan. Keadaan kulit, rambut, kuku, membran
mukosa, gigi, suhu, BB, TB, juga kemampuan penyembuhan.
3) Pola Eliminasi
Yang menggambarkan:
- penggunaan obat-obatan.
4) Pola Aktivitas
- pola aktivitas, latihan dan rekreasi
- pembatasan gerak
- alat bantu yang dipakai, posisi tubuhnya.
5) Pola Istirahat – Tidur
Yang menggambarkan:
- Penggunaan obat-obatan
Yang menggambarkan
Data subyektif:
Data Obyektif:
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Analisis urine dan pemeriksaan mikroskopis urin penting untuk
melihat adanya sel leukosit, bakteri, dan infeksi. Bila terdapat
hematuria, harus diperhitungkan etiologi lain seperti keganasan pada
saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri
dapat menyebabkan hematuria. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin
darah merupakan informasi dasar dan fungsi ginjal dan status
metabolik. Pemeriksaan Prostat Specific Antigen (PSA) dilakukan
sebagai dasar penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini
keganasan. Bila nilai SPA < 4mg / ml tidak perlu biopsy. Sedangkan
bila nilai SPA 4–10 mg / ml, hitunglah Prostat Spesific Antigen
Density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila
PSAD > 0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikian pula
bila nilai PSA > 10 mg/ml.
b. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen,
pielografi intravena, USG dan sitoskopi. Dengan tujuan untuk
memperkirakan volume BPH, menentukan derajat disfungsi buli–buli
dan volume residu urine, mencari kelainan patologi lain, baik yang
berhubungan maupun yang tidak berhubungan dengan BPH.
Dari semua jenis pemeriksaan dapat dilihat :
1) Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada batu traktus
urinarius, pembesaran ginjal atau buli – buli.
2) Dari pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi
renal, hidronefrosis dan hidroureter, fish hook appearance
(gambaran ureter belok –belok di vesika).
3) Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat, memeriksa masa
ginjal, mendeteksi residu urine, batu ginjal, divertikulum atau
tumor buli – buli. (Arif Mansjoer, 2000).
c. Pemeriksaan Diagnostik.
1) Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah gelap / terang,
penampilan keruh, Ph: 7 atau lebih besar, bakteria.
2) Kultur Urine : adanya staphylokokus aureus, proteus, klebsiella,
pseudomonas, e.coli.
3) BUN / kreatinin : meningkat.
4) IVP : menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih dan
adanya pembesaran prostat, penebalan otot abnormal kandung
kemih.
5) Sistogram : mengukur tekanan darah dan volume dalam kandung
kemih.
6) Sistouretrografi berkemih : sebagai ganti IVP untuk menvisualisasi
kandung kemih dan uretra dengan menggunakan bahan kontras
lokal.
7) Sistouretroscopy : untuk menggambarkan derajat pembesaran
prostat dan kandung kemih.
Transrectal ultrasonografi : mengetahui pembesaran prosat, mengukur sisa
urine dan keadaan patologi seperti tumor atau batu
3. Diagnosa
1) Nyeri akut (D.0077)
2) Gangguan eliminasiurine (0040)
3) Ansietas (0080)
4) Inkontinensia urin urgensi (0047)
5) Resiko infeksi (0142)
6) Resiko Syok (0039)
4. Rencana Keperawatan
Mandiri
1. Masukan kateter urin 1. Membantu pasien
dalam
mengeluarkan urin
Kolaborasi
1. Konsultasikan dengan 1. Mengkosultasikan
dokter jika tanda-tanda dan dengan dokter jika
gejala kelebihan volume tanda-tanda dan
cairan menetap atau gejala kelebihan
memburuk volume cairan
menetap atau
memburuk
2. Persiapkan pemberian 2. Mempersiapkan
produk-produk darah ( pemberian produk-
misalnya, cek darah dan produk darah (
mempersiapkan misalnya, cek
pemansangan infuse ) darah dan
mempersiapkan
pemansangan
infuse )