Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Kenikmatannya Berpahala
Feb 24
Posted by ADMIN
”Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan
dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka
dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS.
Al-Israa’: 70)
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menanamkan pada setiap manusia hasrat biologis
(seksual) dan ×Dia menjadikan untuk manusia cara yang syar’i untuk menuanaikan atau
menyalurkan hasrat seksual tersebut, dan hal ini supaya tidak menimbulkan timbul kekacuan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan kaidah-kaidah dan adab-adab dalam
menyalurkan hasrat seksual tersebut (jima’), dan di antara adab-adab yang harus diperhatikan
tersebut adalah sebagai berikut:
Ikhlash
Yaitu mengikhlaskan niat semata-mata karena ×Allah dalam melakukan perbuatan ini, maka
dia meniatkan dengan jima’ ini untuk menjaga diri dan keluarganya (istrinya) dari hal-hal
yang diharamkan (zina), dan juga dalam rangka ikut andil dalam memperbanyak keturunan
(generasi Islam). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memotivasi umatnya untuk
menikah dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menghabarkan bahwa beliau bangga dengan
banyaknya jumlah beliau pada hari kiamat.
Dan anda wahai pasangan suami istri, mendapatkan pahala atas hubungan intim yang kalian
lakukan apabila kalian meluruskan niat kalian. Dari Abi Dzar radhiyallahu ‘anhu bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ياَ رساول ا أيأتيِ أحدناَ شهوته ويكون له فيِهاَ أجر ؟ قاَل: ) وفيِ هبضع أحدكم صدقة ( – أي فيِ جماَعه لهله – فقاَلوا
أكاَن عليِه وزر ؟ فكذلك إذا وضعهاَ فيِ الحلل كاَن له أجر ( رواه، ) أرأيتم لو وضعهاَ فيِ الحرام: عليِه الصلةا والسلم
مسلم
”Dan di dalam kemaluan salah seorang di antara kalian adalah sedekah.” -Maksudnya
dalam jima’nya (hubungan intim) terhadap istrinya- Maka mereka (Sahabat) berkata:”Wahai
Rasulullah! Apakah salah seorang di antara kami mendatangi keluarganya (menunaikan
syahwatnya/jima’) dan dia mendapatkan pahala?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam berabda:”Bukankah apabila dia menunaikannya (jima’) di tempat yang haram dia
akan mendapatkan dosa?” Maka demikian juga seandainya dia menunaikannya di tempat
yang halal (istrinya) maka dia akan mendapatkan pahala.”(HR. Muslim)
Maka sungguhn luar biasa keutamaan ini, kita bisa menunaikan hajat biologis kita seklaigus
mendapatkan pahala.
Benar, cumbu rayu dan pemanasan adalah salah satu adab yang hendaknya diperhatikan.
Banyak sekali para suami yang tidak memperhatikan masalah ini, yang terpenting bagi
mereka hanyalah menunaikan syahwat dan hasrat mereka saja dan mereka lupa bahwa rayuan
dan pemansan (foreplay) sebelum jima’ memiliki pengaruh yang besar dalam membangkitkan
syahwat istri dan meningkatkan keingannya untuk berhubungan intim supaya dia (istri)
benar-benar siap untuk jima’ dan berbagi kenikmatan jima’ dengan suaminya. Adapun apabila
sang suami langsung berjima’ tanpa melakukan foreplay, bisa jadi dia telah selesai
menunaikan syahwatnya sedangkan istrinya belum sampai pada puncak kenikmatan atau
belum mendapatkannya.
Dan termasuk bentuk cumbu rayu adalah berciuman, memainkan dada (payudara), dan
bersentuhan kulit dengan kulit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dahulu mencium
istrinya sebelum jima’. Dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Jabir
radhiyallahu ‘anhu ketika dia menikah dengan janda:
” ولمسلم “تضاَحكهاَ وتضاَحكك،(“فهل بكرال تلعبهاَ وتلعبك” )رواه الشيِخاَن
”Kenapa tidak gadis (yang engkau nikahi) sehingga engkau bisa mencumbunya dan dia
mencumbumu?” (HR. Biukhari dan Muslim) dan dalam riwayat Muslim:”Engkau bisa
mencandainya dan dia mencandaimu?”
Do’a yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebelum jima’ adalah
sebagai berikut:
“Bismillah (dengan nama Alah), Ya Allah jauhkanlah kami dari syetan dan jauhkan syetan
dari apa yang engkau rizqikan kepada kami (anak).”
فإنه إن هيقدر بيِنهماَ ولد.َ وجنب الشيِطاَن ماَ رزقتنا، بسم ا اللهم جنبناَ الشيِطاَن:) لو أن أحدهم إذا أراد أن يأتيِ أهله قاَل
فيِ ذلك لم يضره شيِطاَنن أبدال ( رواه البخاَري ومسلم
Gaulilah istri pada tempat yang ditentukan yaitu farji (kemaluan/vaginanya), dan
diperbolehkan menggaulinya dari arah mana saja yang penting di kemaluannya. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
”Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah
tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki..” (QS. Al-Baqarah: 223)
”Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah
tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki..” (QS. Al-Baqarah: 223)
”Dari depan maupun belakang (boleh dilakukan) apabila hal itu pada kemaluannya”(HR.al-
Bukhari dan Muslim)
Adapun menggauli istri pada duburnya maka itu adalah perbuatan yang diharamkan, tidak
boleh dilakukan, dan menyalahi fithrah manusia yang telah ditetapkan oleh Allah. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
فقد كفر بماَ أنزل علىَ محمد ( رواه أبو داود،) من أتىَ حاَئضاَ ل أو امرأةا فيِ دبرهاَ أو كاَهناَل فصدقه بماَ يقول
”Baarng siapa menggauli (jima’) perempuan (istrinya) haidh atau pada duburnya atau
mendatangi dukun lalu membenarkan ucapannya maka dia telah kufur terhadap apa yang
diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam”(HR. Abu Dawud)
. رواه ابن عدي و صححه اللباَنيِ فيِ آداب الزفاَف.( ) ملعون من يأتيِ النساَء فيِ محاَيشهن
”Terlaknatlah orang yang menggauli wanita di duburnya”(HR. Ibnu ‘Adi rahimahullah dan
dishahihkan oleh al-Albani rahimahullah dalam kitab Adabuz Zifaf)
Faedah
Posisi terbaik dalam berhubungan intim adalah laki-laki berada di atas dan perempuan di
bawah, Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata dalam Zaadul Ma’ad:”Dan posisi jima’
terbaik adalah seorang laki-laki di atas perempuan dan menidurinya setelah melakukan
cumbuan dan ciuman. Dan karena posisi seperti inilah perempuan dinamakan kasur (bagi
suaminya), sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:”Anak adalah milik
firasy/kasur (perempuan)” Dan ini adalah kesempurnaan kepemimpinan laki-laki terhadap
perempuian, sebagaimana firman ×Allah Subhanahu wa Ta’ala:
”Mereka(para wanita/istri) itu adalah pakaian bagi kalian, dan kalian pun adalah pakaian
bagi mereka. “ (QS. Al-Baqarah:187)
Dan posisi paling buruk dalam berhubungan intim adalah seorang wanita di atas laki-laki
dan menggaulinya lewat belakang (dengan posisi seperti itu), dan itu menyelisihi posisi yang
telah menjadi tabiat manusia yang telah Allah tetapkan untuk laki-laki dan perempuan,
bahkan untuk jenis jantan dan perempuan. Dan dalam posisi seperti itu banyak
mudharatnya, diantaranya, mani laki-laki sulit keluar seluruhnya, dan terkadang sisa air
mani itu tertinggal dalam tubuh dan akhirnya membahayakan kesehatannya. Dan juga rahim
perempuan susah untuk menampung mani dari laki-laki untuk diciptakan darinya bayi, pada
posisi seperti itu. Dan juga perempuan adalah obyek baik secara tabiat naupun secara
syar’i, maka apabila dia menjadi subyek (pelaku) maka maka dia telah menyalahi kosekuensi
syariat dan tabi’atnya” (ringkasan dari Zaadul Ma’ad)
. ) إن من أشير الناَس عند ا منزلة يوم القيِاَمة الرجهل هيفضيِ إلىَ امرأته وهتفضيِ إليِه ثم ينشر سارهاَ ( رواه مسلم
”Sesungguhnya yang termasuk manusia paling buruk kedudukannya di sisi ×Allah pada hari
kiamat adalah seorang laki-laki yang menggauli istrinya lalau dia menceritakan rahasianya
(jima’ tersebut)”(HR Muslim)
Imam an-Nawawi rahimahullah berkata:”Dan dalam hadits ini ada pengharaman bagi
seorang laki-laki menyebarluaskan apa yang terjadi antara dia dengan istrinya berupa
jima’, dan menceritakan secara detail hal itu dan apa yang terjadi dengan perempuan pada
kejadian itu (jima’) berupa ucapan (desahan) maupun perbuatan dan yang lainnya. Adapun
sekedar menyebutkan kata jima’, apabila tidak ada faidah dan keperluan di dalamnya maka
hal itu makruh karena bertentangan dengan muru’ah (kehormatan diri). Dan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda:
”Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia berkata yang
baik atau (kalau tidak bisa) diam.”
Adapun apabila ada keperluan atau faidah untuk membicarakannya, seperti untuk
mengingkari keengganan suami dari istrinya, atau istri menuduh suami tidak mampu jima’
(lemah syahwat) dll maka hal ini tidak makruh. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam:”Sungguh aku dan orang ini (istrinya) telah melakukannya” Dan beliau juga
bersabda:”Apakah engkau melakukan hubungan intim”. Wallahu A’lam. Selesai perkataan
imam Nawawi.
Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
”Apabila salah seorang di antara kalian menggauli istrinya (jima’), lalu dia ingin
mengulanginya maka berwudhulah”(HR.Muslim)
Maka kapan saja terjadi pertemuan antara dua kemaluan (walaupun tidak keluar mani), atau
keluar mani maka wajib untuk mandi junub, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam:
ب افلهغفسل ( رواه مسلم ) م س: ) إضتذا تجاَتوتز افلضختتاَهن افلضختتاَتن ( وفيِ رواية
س الختاَن الختاَن ( فتقتفد توتج ت
”Apabila kemaluan (laki-laki) melewatui kemaluan (perempuan)” dan dalam riwayat yang
lain:”kemaluan menyentuh kemaluan maka wajib mandi.”(HR.Muslim)
”Sesungguhnya air (mandi junub) itu disebabkan karena air (keluar mani)”(HR. Muslim)
Faidah
Diperbolehkan bagi siapa yang wajib mandi junub untuk tidur dan menunda mandinya
sampai waktu dia bangun untuk shalat shubuh atau yang lainnya.
Barang siapa yang ingin tidur (dalam keadaaan junub) disunahkan (sunnah muakakad) untuk
berwudhu sebelum tidurnya, sebagaimana hadits ‘Umar radhiyallahu ‘anhu bahwasanya
beliau bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:”Apakah boleh salah
seorang di antara kami tidur dalam keadaan junub?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam menjawab:
Tidak diperbolehkan menggauli istri ketika dia sedang haidh, sebagaimana firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala:
”Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah:”Haidh itu adalah suatu kotoran”.
Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah
kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah
mereka itu di tempat yang diperintakan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-
Baqarah: 222)
Bagi siapa yang menggauli istrinya yang haidh diwajibkan untuk bersedekah dengan satu
dinar atau setengah dinar, sebagaimana hal itu telah pasti (ada riwayat) dari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, ketika beliau menjawab pertanyaan seseorang yang bertanya
tentang hal tersebut.
Faidah:
Diperbolehkan bersenang-senang dengan istri yang haidh asalkan tidak di kemaluannya,
sebagaimana hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:
. متفق عليِه.َكاَن رساول ا صلىَ ا عليِه وسالم يأمر إحداناَ إذا كاَنت حاَئضاَ أن تتزر ثم يضاَجعهاَ زوجها
”Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruh salah seorang di antara kami
(kaum wanita), apabila kami haidh untuk memakai sarung lalu suaminya menggaulinya.”
(Mutaffaq ‘alaihi)
Lihatlah kondisi dan kejiwaan pasangan anda, mungkin saja dia lagi kurang berminat untuk
berhubungan intim karena sakit, capek atau yang lainnya.
Perhatikanlah kondisi pasangan, kadang kala dia merasa lelah dengan banyaknya jima’
demikian halnya juga kadang suami lelah karena hal itu. Maka wajib bagi masing-masing
pasangan untuk memahami dan memperhatikan hal ini dan bersikaplah qona’ah (merasa
puas) dengan yang ada.
Jangan egois
Wajib bagi seoarang suami untuk memuaskan hasrat istrinya, dan janganlah dia meyudahi
kegiatan hubungan intim tersebut sebelum istrinya mendapatkan kepuasan.
Tidak boleh seorang suami mengkhayalkan perempuan lain ketika sedang berjima’ bersama
istrinya, demikian juga tidak boleh bagi istri untuk berbuat demikian.
Pendapat ini dipilih oleh syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, mungkin dalil yang
dipakai oleh beliau adalah hadits Jabir radhiyallahu’anhuma, bahwasanay beliau berkata:
رواه البخاَري ومسلم. َكناَ نعزل علىَ عهد رساول ا صلىَ ا عليِه وسالم فبلغ ذلك رساول ا صلىَ ا عليِه وسالم فلم ينهنا
.
”Dahulu kami melakukan ‘Azl pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu hal
tersebut sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan beliau tidak
melarangnya.”(HR. al-Bukhari dan Muslim)
Makna ‘Azl adalah seorang laki-laki mencabut kemaluannya dari kemaluan istrinya (ketika
hubungan intim) sebelum dia mengeluarkan air mani, lalu dia mengeluarkan maninya di luar.
Dalam kondisi adanya anak maka yang termasuk adab jima’ adalah menjauh dari mereka, dan
menghindari perkataan-perkataan yang yang berbau asmara dihadapan mereka, dan tidak
dikecualikan dari hal ini, kecuali yang belum paham dengan masalah ini yaitu anak kecil
sampai batas maksimal 3 tahun. Dan telah diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu
‘anhuma apabila beliau ingin berjima’ beliau mengeluarkan anak yang masih menyusu (dari
tempat itu)