Você está na página 1de 237

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM MATA KULIAH

ANALISIS ZAT GIZI (3 sks)

Oleh :
KELOMPOK 1
SEMESTER/TAHUN AJARAN : VI / 2016-2017

DWI KURNIA YULIYAWATI 25010114120108

LABORATORIUM ILMU GIZI


DEPARTEMEN ILMU GIZI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN
TINGGI RI
JUNI TAHUN 2017
HALAMAN PENGESAHAN PROPOSAL PRAKTIKUM
MATA KULIAH ANALISIS ZAT GIZI (3 sks) FKM Undip

1. Judul :
1. Biosafety dan Biosecurity Laboratorium Ilmu
Gizi
2. Pengenalan Peralatan-peralatan, Bahan-bahan
Laboratorium Ilmu Gizi, dan Penanganan,
Persiapan Sampel dan Penimbangan.
3. Analisis Kadar Air dan Kadar Karbohidrat
(Sukrosa)
4. Analisis Kadar Abu
5. Analisis Kadar Lemak
6. Analisis Kadar Protein
7. Analisis Kadar Vitamin C
8. Analisis Kadar Vitamin E
2. Penyusun : Kelompok 1
Nama/NIM : Dwi Kurnia Yuliyawati / 25010114120108
Semester/Tahun : VI/2016-2017
3. Laboratorium/Departemen : Ilmu Gizi / Ilmu Gizi FKM Undip
4. Nama Mata Kuliah/sks : Analisis Zat Gizi / 3 sks
5. Lokasi Kegiatan : Kota Semarang
6. Waktu Kegiatan : April-Mei 2017
Laporan Akhir Praktikum Mata Kuliah Analisis Zat Gizi sudah disetujui
dan sesuai dengan Kompetensi Ilmu dan Teknologi Bidang Ilmu Gizi.

Semarang, 2 Juni 2017


Dosen PJMK Analisis Zat Gizi
Departemen Ilmu Gizi FKM Undip,

Ir. Laksmi Widajanti, M.Si


NIP 196608131992032003
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Penulis menyatakan dengan sebenarnya bahwa penulisan Laporan Akhir


Praktikum Mata Kuliah Analisis Zat Gizi Departemen Ilmu Gizi FKM Undip ini
berdasarkan hasil pemikiran asli dari saya sendiri. Topiki-topik judul yang akan
dikerjakan : 1. Biosafety dan Biosecurity Laboratorium Ilmu Gizi, 2. Pengenalan
Peralatan-peralatan dan Bahan-bahan Laboratorium Ilmu Gizi, 3. Analisis Kadar
Air dan Kadar Karbohidrat (Sukrosa), 4. Analisis Kadar Abu, 5. Analisis Kadar
Lemak, 6. Analisis Kadar Protein, 7. Analisis Kadar Vitamin C, 8. Analisis
Kadar Vitamin E. Jika terdapat karya orang lain, saya akan mencantumkan
sumber referensi yang jelas. Demikian pernyataan ini saya buat dengan
sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan
ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi berupa
peringatan lisan hingga pencabutan gelar yang telah diperoleh dan sanksi lain
sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Diponegoro. Apabila ternyata
ada kekeliruan dalam penetapan sanksi, maka saya berhak mendapatkan
pemulihan nama baik dari Universitas Diponegoro. Demikian pernyataan ini saya
buat dalam keadaan sadar tanpa paksaan dari pihak manapun.

Semarang, 2 Juni 2017


Penulis

Dwi Kurnia Yuliyawati


NIM 25010114120108
PRAKATA PENULIS

Assalamu’alaikum wr.wb

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT sehingga atas Rahmah
dan Hidayah-Nya, maka Laporan Akhir Praktikum Analisis Zat Gizi dapat
diselesaikan dengan baik. Baik disusun oleh penulis: Dwi Kurnia Yuliyawati guna
keperluan pelaksanaan Mata Kuliah dengan Praktikum Analisis Zat Gizi (3sks) di
Laboratorium Gizi Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Diponegoro.

Laporan ini dibuat pada tahun 2017 berupa draf petunjuk praktikum.
Dalam pembuatan laporan praktikum ini Penulis dapat mengetahui alat-alat dan
metode-metode yang akan digunakan saat pelaksanaan praktikum.

Akhir kata Penulis berharap agar Laporan Akhir Praktikum Mata Kuliah
Analisis Zat Gizi FKM Undip ini dapat bermanfaat bagi pengembangan
kompetensi dan keilmuan Ilmu Gizi di Indonesia dan di dunia.

Wassalamu’alaikum wr. wb.


PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia, sebagai sumber energi
vital manusia agar ia dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari dengan baik.
Susunan kimia dalam makanan yang berguna bagi kesehatan tubuh dikenal
sebagai zat gizi. Pengelompokan zat gizi meliputi karbohidrat, protein, lemak,
vitamin, mineral, dan air. Kandungan zat gizi pada makanan dapat kita
ketahui salah satunya adalah dengan melakukan praktikum analisis kadar zat
gizi pada bahan-bahan makanan.
Sebelum melakukan praktikum hal yang paling utama yang harus
dipahami oleh praktikan adalah mengetahui terlebih dahulu nama-nama alat,
fungsi, dan cara penggunaan alat-alat yang akan kita gunakan, agar praktikum
yang akan dilakukan berjalan dengan baik (Setiawati, 2002). Selain itu,
keberhasilan analisis suatu bahan makanan hanya akan dicapai jika
pengambilan sampel bahan dilakukan secara benar dan representatif. Untuk
tujuan tersebut maka dalam pengambilan sampel perlu diperhatikan hal
berikut yaitu homogenitas sampel, cara pengambilan sampel, jumlah sampel,
penanganan sampel, prosesing sampel, dan penentuan kadar air sampel
segar(Andarwulan, 2010).
Sebelum dimanfaatkan oleh tubuh makan harus di pecah terlebih
dahulu.zat-zat makanan adalah substansi yang dalam makanan yang di
butuhkan tubuh untuk menjalankan proses-proses metabolisme. Zat makanan
terdiri dari karbohidrat, lemak, protein, mineral dan vitamin.Kita memerlukan
makanan dalam jumlah yang tepatdan mengandung zat nutrisi lengkap,
seperti karbohidrat, lemak, protein, air, mineral dan vitamin.
Kadar air dalam bahan pangan sangat mempengaruhi kualitas dan daya
simpan dari bahan pangan tersebut. Oleh karena itu penentuan kadar air dari
suatu bahan pangan sangat penting agar dalam proses pengolahan maupun
pendistribusian mendapat penanganan yang tepat. Penentuan kadar air dalam
bahan pangan dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu yaitu metode
pengeringan (dengan oven biasa), metode destilasi, metode kimia dan metode
khusus (Kromatografi, nuclear magnetic resonance/NMR).
Pemanis buatan yang termasuk dalam bahan tambahan pangan adalah
pemanis gula (sukrosa), yaitu senyawa yang memberikan persepsi manis,
tetapi tidak memberikan nilai gizi (non-nutritive sweeteners) (Saparinto,
2006). Pemanis buatan juga sering digunakan dalam industri. Pemanis
merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan dalam
produk olahan pangan, industri serta minuman dan makanan kesehatan
(Widajanti, 2015).
Seperti halnya karbohidrat dan protein, lemak merupakan sumber
energi bagi tubuh. Bobot energy yang dihasilkan per gram lemak adalah 2,25
kali lebih besar dari pada karbohidrat dan protein, 1 gram lemak
menghasilkan 9 kalori sedangkan karbohidrat dan protein hanya
menghasilkan 4 kalori (Suhardjo, 2006).Kadar lemak dalam suatu bahan
pangan dapat diketahui dengan cara mengekstraksi lemak.Metode
ekstraksilemak terdiri dari ekstaksi lemak kering danekstraksi lemak
basah.Ekstraksi lemakkering dapat dilakukan denganmenggunakan metode
Soxhlet. Pada prinsipnya metode Soxhlet ini menggunakansampel lemak
kering yang diekstraksi secaraterus-menerus dalam pelarut dengan jumlah
yang konstan (Amelia, 2008).
Vitamin adalah zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam
jumlah sangat kecil dan pada umunya tidak dapat dibentuk oleh tubuh.
Vitamin termasuk kelompok zat pengatur pertumbuhan dan pemeliharaan
kehidupan. Tiap vitamin mempunyai tugas spesifik dalam tubuh (Almatsier,
2009). Sumber Vitamin C sebagian besar berasal dari sayur-sayuran dan
buah-buahan, terutama buah-buahan segar. Kekurangan vitamin C akan
menyebabkan sariawan ataupun skorbut (Almatsier, 2009). Skorbut adalah
penyakit defisiensi vitamin C dengan gejala pembengkakan dan pendarahan
pada gusi, gingivalis, kaki menjadi empuk, anemia dan deformasi tulang
(Rahfiludin, 2013). Saat ini penyajian vitamin C dalam bentuk suplemen
dianggap lebih praktis seperti tablet larut air, minuman penyegar maupun
minuman serbuk. Kandungan vitamin C dalam produk kemasan tetap harus
diperhatikan agar konsumsi vitamin C dapat disesuaikan dengan kebutuhan
tubuh
Protein adalah molekul makro yang mempunyai berat molekul antara
lima ribu hingga beberapa juta. Protein terdiri dari rantai-rantai panjang asam
amino, yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Asam amino terdiri
atas unsur karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen; beberapa asam amino di
samping itu mengandung fosfor, besi, sulfur, iodium dan kobalt (Almatsier,
2009).Diantara metode analisis protein yang sering digunakan adalah metode
Kjeldahl, metode Biuret, metode Lowry, metode pengikatan zat warna dan
metode titrasi formol (Andarwulan, 2011).
Sebagian besar bahan makanan yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan
organik dan air. Sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Unsur mineral juga
dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran
bahan-bahan organik terbakar tetapi zat organiknya tidak karena itulah
disebut abu.Kadar abu ada hubunganya dengan mineral suatu bahan
(Widajanti, 2015).
Vitamin E adalah antioksidan untuk dua kelas molekul zat yaitu
tokoferol dan tokotrienol yang mempunyai aktivitas dalam nutrisi tubuh.
Vitamin E melawan radikal bebas dengan menghambat perioksidasi lipid
(Luhulima, 2014).
Kekurangan atau kelebihan zat gizi pada tubuh seseorang menandakan
kemampuan orang tersebut dalam mencerna suatu makanan. Setiap orang
memiliki kebutuhan zat gizi yang berbeda. Selain itu kapasitas tubuh
seseorang dalam mencerna suatu zat gizi pun berbeda. Oleh karena itu,
praktikum analisis zat gizi sangat penting dilakukan untuk mengetahui
kandungan zat gizi dari berbagai bahan makanan yang dikonsumsi sehingga
dapat mengatur komposisi zat makanan yang dikonsumsi. Hal tersebut
berguna untuk mengatur keseimbangan jumlah bahan makanan dalam tubuh
agar sesuai dengan angka kecukupan gizi orang tersebut (Sudarmadji,2010).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menganalisis zat gizi pada bahan makanan
secara baik dan benar sesuai prosedur dan petunjuk pengukuran
2. Tujuan Khusus
1. Mampu mengetahui dan memahami biosafety dan biosecurity
Laboratorium Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Diponegoro
2. Mampu mengetahui dan memahami alat-alat dan bahan-bahan yang
digunakan dalam praktikum analisis zat gizi pangan dan mengetahui
cara kerja dari peralatan praktikum di Laboratorium Gizi Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro
3. Mampu mengetahui dan memahami proses penanganan, persiapan
sampel, serta penimbangan di Laboratorium Gizi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Diponegoro
4. Mampu melakukan preparasi sampel, melakukan penimbangan,
pengovenan dan menghitung kadar air yang dianalisa
5. Mampu melakukan analisis kadar abu dan menghitung analisis kadar
abu
6. Mampu mengetahui cara pengukuran kadar gula pada sampel dan
dapat menghitung hasil analisis kadar gula pada sampel
7. Mampu mengetahui cara menganalisis kadar lemak pada sampel dan
dapat menghitung hasil analisis kadar lemak pada sampel
8. Mampu melakukan cara menganalisis kadar protein pada sampel dan
dapat menghitung hasil analisis kadar protein pada sampel
9. Mampu mengetahui cara menganalisis kadar vitamin C pada sampel
dan dapat menghitung hasil analisis kadar vitamin C pada sampel
10. Mampu mengetahui cara menganalisis kadar total tokoferol pada
sampel dan dapat menghitung hasil analisis kadar total tokoferol pada
sampel
C. Manfaat
1. Mahasiswa dapat terlatih kemampuannya dalam melakukan analisis zat
gizi pada bahan makanan secara baik dan benar sesuai prosedur dan
petunjuk pengukuran
LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH

ANALISIS ZAT GIZI (3 sks)

TOPIK 1 : PENGENALAN ALAT - ALAT


LABORATORIUM

Oleh :
KELOMPOK1
SEMESTER/TAHUN AJARAN : VI / 2016-2017
DWI KURNIA YULIYAWATI 25010114120108

LABORATORIUM ILMU GIZI


DEPARTEMEN ILMU GIZI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
RI
JUNI TAHUN 2017
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................ i
DAFTAR ISI ................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .......................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................... v
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang..................................................................... 1
B. Tujuan
a. Tujuan Umum ............................................................... .2
b. Tujuan Khusus ............................................................... 2
C. Manfaat ............................................................................... 2
BAB II Tinjauan Pustaka
A. Definisi Alat Laboratorium .................................................. 3
B. Klasifikasi Pengenalan Alat Laboratorium .......................... 4
C. Pengenalan Bahan – Bahan Kimia
dan Penyimpanannya .......................................................... 4
D. Alat – Alat Laboratorium ..................................................... 5
E. Perawatan Alat- alat Laboratorium ...................................... 8
BAB III Metode Praktikum
A. Waktu, Tempat .................................................................. 10
B. Alat .................................................................................... 10
C. Bahan ................................................................................. 11
D. Skema Kerja berisikan Alur Kerja ...................................... 11
BAB IV Hasil dan Pembahasan
A. Hasil ................................................................................. 12
B. Pembahasan ..................................................................... 21
BAB V Penutup

ii
A. Kesimpulan ....................................................................... 29
B. Saran................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA.................................................................... 30
LAMPIRAN ................................................................................. 32

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Alat – alat Laboratorium............................................................... 12

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.3 Skema kerja pengenalan alat …………………………………..11


Gambar4.1 Heating Magnetic………………………………………………..12
Gambar4.2 Moisture Analyzer....................................................................... 12
Gambar4.3 Refractometers ........................................................................... 12
Gambar4.4 Spectrometers ............................................................................. 13
Gambar 4.5 Alat Destilasi ............................................................................. 13
Gambar4.6 Beaker Glass .............................................................................. 13
Gambar4.7 Labu Elenmayer ........................................................................ 13
Gambar4.8 Gelas Ukur ................................................................................ 14
Gambar4.9 Labu Takar ................................................................................ 14
Gambar4.10 Tabung Reaksi ......................................................................... 14
Gambar4.11 Cawan Petri ............................................................................. 14
Gambar4.12 Cawan Porselen ....................................................................... 15
Gambar4.13 Mortar ...................................................................................... 15
Gambar4.14 Corong ..................................................................................... 15
Gambar4.15 Pipet Volume ............................................................................ 16
Gambar4.16 Pipet Tetes ............................................................................... 16
Gambar4.17 Spatula Kaca ............................................................................ 16
Gambar4.18 Spatula Besi ............................................................................. 16
Gambar4.19 Gegep ...................................................................................... 17
Gambar4.20 Bunsen ..................................................................................... 17
Gambar4.21 Kaki Tiga ................................................................................. 17
Gambar4.22 Buret ........................................................................................ 18
Gambar4.23 Statif ........................................................................................ 18
Gambar4.24 Oven ........................................................................................ 18
Gambar4.25 Tanur ....................................................................................... 19
Gambar4.26 Timbangan Analitik ................................................................. 19

v
Gambar4.27 Timbangan Manua ................................................................... 20
Gambar4.28 Timbangan Digital ................................................................... 20
Gambar4.29 Desikator ................................................................................. 20
Gambar4.30 Ruang Asam ............................................................................ 21
Gambar4.31 Soxhlet ..................................................................................... 21

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Laboratorium adalah tempat bagi praktikan maupun peneliti untuk
melakukan percobaan.Melakukan percobaan di laboratorium tidak lepas dari
penggunaan zat-zat yang beraneka ragam, baik yang berbahaya maupun yang
aman bagi tubuh manusia.Untuk itulah alat-alat laboratorium diperlukan,
selain mempermudah percobaan juga mendukung keselamatan praktikan
ketika melakukan percobaan.Namun, tentu saja praktikan tidak dapat secara
langsung menggunakan alat-alat laboratorium tanpa mempunyai pengetahuan
dan kemampuan yang cukup untuk itu, karena masing-masing alat
laboratorium memiliki prosedur-prosedur tersendiri dalam penggunaannya
(Anonim,2008)
Kesalahan penggunaan alat dan bahan dalam praktikum dapat
menimbulkan hasil yang salah dan tidak akurat. Bukan hal yang mustahil bila
terjadi kesalahan yang berbahaya maupun yang tidak berbahaya di dalam
laboratorium terkait dengan pemakaian dan penggunaan alat–alat dan bahan
yang dilakukan apabila tidak memahami cara penggunaannya. Selain itu
seorang praktikan sebelum melakukan praktikum harus dapat menggunakan
jenis alat yang disesuaikan dengan tujuan praktikumnya, agar praktikum
berjalan dengan lancar (Edi, 2008).
Hal pertama yang harus diperhatikan agar dapat meningkatkan ketelitian
adalah kita harus memperhatikan alat yang kita gunakan. Karena alat-alat
tersebut memiliki skala yang berbeda-beda, dan tentu saja memiliki tingkat
ketelitian yang berbeda pula. (Koesmadji, 2008). Hal lainnya yang harus
diperhatikan adalah kebersihan dari alat yang akan digunakan.
Kebersihan dari alat dapat mempengaruhi hasil praktikum. Apabila alat
yang akan digunakan tersebut tidak bersih, maka akan terjadi hal-hal yang

1
2

Tujuan keamanan laboratorium adalah menciptakan suasana


laboratorium sebagai sarana belajar sains yang aman. Caranya adalah dengan
meningkatkan pengetahuan praktisi sains (dosen, laboran, mahasiswa) tentang
keselamatan kerja, mengenal bahaya yang mungkin terjadi serta upaya
penanganannya (Budimarwanti, 2011). Praktikum kali ini penting bahwa
praktikan harus mengenal dan mengetahui nama alat alat dilaboratorium serta
fungsi dari alat tersebut. Bukan hanya itu saja kitapun harus memahami
bagaimana cara kerja alat tersebut dan apa prinsip kerjanya.

B. Tujuan Praktikum
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mengetahui gambaran secara umum tentang alat dan bahan
yang dibutuhkan dalam melakukan analisis zat gizi pangan.
2. Tujuan Khusus :
a. Mahasiswa mengetahui nama dari peralatan praktikum analisis zat
gizi pangan
b. Mahasiswa mengetahui fungsi dan cara kerja peralatan praktikum
analisis zat gizi pangan.
C. Manfaat Praktikum
1. Mahasiswa dapat terlatih kemampuannya dalam melakukan analisis zat
gizi pada bahan makanan secara baik dan benar sesuai prosedur dan
petunjuk pengukuran.
2. Mahasiswa dapat mengetahui cara menggunakan alat-alat laboratorium
secara baik dan benar sesuai prosedur kerja
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Alat Laboratorium


Laboratorium merupakan tempat untuk melatih mahasiswa dalam hal
ketrampilan melakukan praktik, demonstrasi, percobaan, penelitian, dan
pengembangan ilmu pengetahuan. Laboratorium yang dimaksud disini untuk
hanya berarti ruangan atau bangunan yang dipergunakan untuk percobaan
ilmiah, misalnya dalam bidang sains (science), biologi, kimia, fisika, teknik,
dan sebagainya; melainkan juga termasuk tempat aktivitas ilmiahnya sendiri
baik berupa percobaab/eksperimen, penelitian/riset, observasi, demonstrasi
yang terkait dalam kegiatan belajr-mengajar (Mustaji,2009).
Penggunaan alat-alat laboratorium pada saat melakukan praktikum di
laboratorium memang suatu hal yang pasti terjadi. Alat-alat laboratorium
merupakan salah satu pendukung keberhasilan pada suatu pekerjaan yang
dilakukan di Laboratorium. Laboratorium adalah ruang kerja khusus untuk
percobaan-percobaan ilmiah yang dilengkapi dengan peralatan tertentu
(Poedjiadi,2011)
Alat laboratorium kimia merupakan benda yang digunakan dalam
kegiatan di laboratorium kimia yang dapat dipergunakan berulangulang.
Contoh alat laboratorium kimia: pembakar spiritus, thermometer, tabung
reaksi, gelas ukur jangka sorong dan lain sebagainya. Alat yang digunakan
secara tidak langsung di dalam praktikum merupakan alat bantu laboratorium,
seperti pemadam kebakaran dan kotak Pertolongan Pertama. (Purwanty
widhy,2009)
Kesalahan penggunaan alat dan bahan dalam praktikum dapat
menimbulkan hasil yang salah dan tidak akurat. Bukan hal yang mustahil bila
terjadi kesalahan yang berbahaya maupun yang tidak berbahaya di dalam

3
4

laboratorium terkait dengan pemakaian dan penggunaan alat–alat dan bahan


yang dilakukan apabila tidak memahami cara penggunaannya. Selain itu
seorang praktikan sebelum melakukan praktikum harus dapat menggunakan
jenis alat yang disesuaikan dengan tujuan praktikumnya, agar praktikum
berjalan dengan lancar (Edi, 2008).
B. Klasifikasi Pengenalan Alat Laboratorium
Terdapat dua kelompok alat-alat ukur yang digunakan pada analisa
kuantitatif, yaitu:Alat-alat yang teliti (kuantitatif) dan alat-alat yang tidak
teliti (kualitatif). Untuk alat-alatyang teliti (kuantitatif) terdiri dari : buret, labu
ukur, pipet. Sedangkan untuk alat-alat yangtidak teliti (kualitatif) terdiri dari
gelas ukur, erlenmeyer, dan lainnya. Dalam prakteknya baikanalisa maupun
sintesa, sesorang yang mempelajari atau menekuni bidang kimia pasti
akanselalu dihadapkan pada hal-hal yang berhubungan dengan alat-alat dan
bahan kimia (Mardani, 2007)
Maka, dari penjelasan yang telah diuraikan diatas, dalam
pelaksanaannya diharapkan kitadapat melakukan percobaan dengan baik,
dimana selain memperkenalkan alat dan fungsinyakita juga harus mengetahui
cara kerja dan sistematika penggunaan alat-alat tersebut secaratepat dan akurat,
karena dengan mengetahui sistematika atau langkah-langkah penggunaanalat
akan membuat praktikan tahu bagaimana mengatasi kesalahan-kesalahan yang
dapatterjadi pada alat saat kita melakukan percobaan dilaboratorium (Mardani,
2007).
C. Pengenalan Bahan – Bahan Kimia dan Penyimpanannya
Bahan kimia yang ada di laboratorium jumlahnya relatif banyak
seperti halnya jumlah peralatan. Di samping jumlahnya cukup banyak juga
bahan kimia dapat menimbulkan resiko bahaya cukup tinggi, oleh karena itu
dalam pengelolaan lab aspek penyimpanan, penataan dan pemeliharaan
bahan kimia merupakan bagian penting yang harus diperhatikan. Hal
umum yang harus menjadi perhatian di dalam penyimpanan dan penataan
bahan kimia diantaranya meliputi aspek pemisahan (segregation), tingkat
5

resiko bahaya (multiple hazards), pelabelan (labeling), fasilitas


penyimpanan (storage facilities), wadah sekunder (secondary containment),
bahan kadaluarsa (outdate chemicals), inventarisasi (inventory), dan
informasi resiko bahaya (hazard information). Penyimpanan dan penataan
bahan kimia berdasarkan urutan alfabetis tidaklah tepat, kebutuhan itu
hanya diperlukan untuk melakukan proses pengadministrasian. Pengurutan
secara alfabetis akan lebih tepat apabila bahan kimia sudah dikelompokkan
menurut sifat fisis, dan sifat kimianya terutama tingkat kebahayaannya
(Purwanti Widhy,2009)
D. Alat – Alat Laboratorium
1. Penimbangan
Hal yang paling penting diketahui dalam penimbangan adalah
kapasitas dan ketelitian timbangan-timbangan yang akan digunakan yaitu
apakah timbangan makanan, sedang atau analitik (halus).Selama
menimbang gunakanlah alat-alat yang digunakan untuk menaruh atau
mengambil wadah untuk menimbang bahan, anak timbangan.
a. Jangan sekali-kali langsung dipegang dengan tangan. Alat-alat tersebut
dapat berupa penjepit, pinset untuk menaruh atau mengambil wadah,
sedangkan untuk bahan kimia bisa diambil dengan sendok tanduk,
spatula atau pipet (untuk bahan cair)
b. Setiap menambahkan atau mengurangi bahan dari pan penimbang,
timbangan harus dalam keadaan tidak bergerak atau bergoyang
c. Jangan menimbang melebihi kapasitas timbangan
d. Bila selesai menimbang, bersihkan alat timbangan dan kembalikan
dalam keadaan terkunci.

2. Penyaringan
Penyaringan Penyaringan bertujuan untuk memisahkan suatu cairan
dari bahan padat yang terdapat pada cairan itu dengan cara melakukan
6

cairan pada bahan penyaringan, misalnya kertas saring, Kris Gooch,


"fiberr-glass", krass dan "sintered-glass", Kris porselin yang porous.
Bahan-bahan penyaringan tersebut memiliki ukuran porositas yang
bermacam-macam.
Ada dua macam cara penyaringan, yaitu :
a. Penyaringan tanpa pengisapan (gravity filtration), yaitu filtrat
melewati penyaringan karena pengaruh gaya gravitasi dan tarik
menarik kapiler antara cairan dengan dinding Batang corong.
b. Penyaringan dengan pengisapan (vacuum filtration, dengan cara ini
akan terdapat perbedaan tekanan diantara penyaringan sehingga
penyaringan menjadi lebih cepat.
Hal yang perlu diusahakan dalam penyaringan adalah bagaimana
upaya penyaringan dapat berlangsung cepat dan endapan yang lolos
bersama filtrat ataupun hilang sedikit mungkin.Selain kertas saring,
penyaringan juga dapat dilakukan dengan alat berikut ini :
a. Corong Buchner , banyak dipakai untuk penyaringan dengan kertas
saring sebanyak satu atau dua helai, sebelum pakai, kertas saring yang
diameternya tepat sama diameter dasar corong ditaruh rapi diatasnya
dan kemudian dibasahi dulu dengan cairan pencuci (air suling).
b. Sintered glass , digunakan untuk menyaring endapan yang ingin
diketahui berat bahan dengan mengeringkan endapan bersama-sama
alat penyaring dan penimbang. Porositas yang digunakan sebagai IG1,
IG2, IG3, IG4; sintered glass IG1 mempunyai pori-pori dengan
diameter 100-120 micron, sedangkan IG4 sebesar 5-10 micron (1
micron = 0,001 mm).

3. Penggunaan Alat-alat Pengukur Volume Cairan


a. Gelas ukur pada alat-alat tersebut tertera tanda berupa garis
melingkar yang menunjukkan batas tinggi cairan pada volume-
7

volume tertentu. Sebagai batas pembacaan adalah sebagian bawah


permukaan lengkung cairan (meniskus); hal ini dapat terlihat jelas
apabila dilihat tepat segaris di depan mata (paralax)
b. Pipet adalah alat yang digunakan untuk memindahkan suatu volume
cairan yang diketahui dari satu wadah ke wadah yang lain. Peminatan
dapat dilakukan dengan cara menyedot cairan ke dalam pipet .
c. Labu ukur adalah alat untuk menampung cairan pada volume
tertentu.Labu ukur biasanya digunakan untuk membuat larutan atau
mengencerkan larutan.
d. Buret adalah alat yang digunakan untuk mengukur volume cairan
yang keluar seperti halnya pipet.Pada buret terdapat keran yang
mengeluarkan atau menghentikan cairan yang keluar dan volume
dapat diketahui pada skala yang tertera. Buret terutama digunakan
untuk titrasi
4. Melarutkan zat padat
Zat padat berukuran relatif besar sebelum dilarutkan harus diubah
menjadi bentuk yang lebih kecil seperti tepung atau dilumatkan seperti
pasta.Untuk maksud ini dapat digiling, digerus, ditumbuk dan lainnya
dengan alat-alat seperti mortir (porselin, kaca, logam), mesin giling.
Kadang-kadang untuk melarutkan zat padat dilakukan pemanasan dan
pengadukan sehingga bisa larut sempurna.
5. Pemijaran dan pengabuan
Pemijaran dan pengabuan dengan memakai muffle yang bisa mencapai
suhu 1000°C. Bila ingin diketahui berat bahan, maka krus porselin
sebelum dipakai dipijarkan terlebih dahulu, didinginkan sampai kira-kira
100°C, lalu didinginkan dalam desikator dan akhirnya ditimbang. Dalam
praktikum, pemijaran maupun pengaburan juga dapat menggunakan Tanur
agar lebih cepat prosesnya.
6. Pengeringan
8

Pengeringan biasanya dipakai untuk menentukan kadar air, atau


dilakukan pada zat kimia padat yang akan ditimbang untuk standardisasi,
membuat reagensia dan lain-lain. Alat yang digunakan adalah oven yang
dilengkapi dengan thermometer, thermostat dan pengukur waktu
pengeringan yang dikehendaki. Alat yang akan dipakai sebagai wadah
bahan atau kemikalia yang akan ditimbang juga dikeringkan. Alat yang
digunakan untuk menyimpan bahan yang sudah dikeringkan adalah
desikator yang kedap udara, didalamnya diberi zat yang bisa menyerap
uap air (silika gel) sehingga pengaruh uap air selama penyimpanan di
abaikan.(Laksmi Widajanti, 2015)
E. Perawatan Alat- alat Laboratorium
Melakukan suatu percobaan di laboratorium, kadang-kadang harus
dipilih bahan peralatan yang cocok, sehingga tidak keliru atau salah
pengertian mengenaisifat bahan peralatan tersebut. Peralatan gelas harus
selalu bersih, yaitu dicuci denganlarutan deterjen yang cukup hangat. Bila
memungkinkan perlu dibilas dengan basaatau asam, lalu dibilas sekali lagi
dengan air bersih. Sebelum digunakan, peralatangelas tersebut dibilas sekali
lagi dengan larutan yang akan digunakan yang akan disimpan dalam peralatan
tersebut. Peralatan gelas seperti pipet, labu takar dan lain-lain, sangat teliti dan
merupakan produksi kerajian dan teknologi yang berkualitastinggi. Namun
demikian ketelitian tidak akan berarti bila selama analisa, penggunaanalat dan
prosedur tidak dikakukan dengan cermat dan tepat (Azhie, 2012).
Dengan diketahuinya bahan dasar dari suatu alat kita dapat
menentukan atau mempertimbangkan cara penyimpanannya. Alat yang
terbuat dari logam tentunya harus dipisahkan dari alat yang terbuat dari
gelas atau porselen. Jadi alat seperti kaki tiga harus dikelompokkan
dengan statif atau klem tiga jari karena ketiganya memiliki bahan dasar yang
sama yaitu logam, sedangkan gelas kimia dikelompokkan dengan labu
erlenmeyer dan labu dasar rata karena bahan dasarnya gelas. Belumlah
cukup hanya dengan memperhatikan bahan dasar dari alat, namun
9

penyimpanan alat yang memiliki bahan dasar yang sama harus ditata
kembali. Jika tempat penyimpanan kaki tiga dan klem tiga jari adalah
menggunakan lemari rak, maka tahapan rak untuk kaki tiga harus berbeda
dengan tahap rak klem tiga jari, akan tetapi kedua tahap rak harus berdekatan.
Dengan memperhatikan bahan dasar alat pula, peralatan yang terbuat
dari logam umumnya memiliki bobot lebih tinggi dari peralatan yang
terbuat dari gelas atau plastik. Oleh karena itu dalam penyimpanan dan
penataan alat aspek bobot benda perlu juga diperhatikan. Janganlah
menyimpan alat-alat yang berat di tempat yang lebih tinggi,agar mudah
diambil dan disimpan kembali
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Waktu
Waktu : April – Mei 2017
B. Tempat
Tempat : Laboratorium Ilmu Gizi fakultas kesehatan
masyarakat (FKM) Univeristas Diponegoro
C. Alat dan Bahan
1. Heating magneting strirrer 19. Pipet Tetes
2. Moisture Analyzer 20. Spatula Kaca
3. Refractometer 21. Gegep
4. Spectophometri 22. Bunsen
5. Destilation unit 23. Kaki Tiga
6. Beaker Glass 24. Buret
7. Labu Erlenmeyer 25. Statif
8. Gelas Ukur 26. Oven
9. Labu Takar 27. Tanur
10. Tabung Reaksi 28. Spatula Besi
11. Rak Tabung Reaksi 29. Timbangan Analitik
12. Cawan Petri 30. Timbangan Manual
13. Cawan Porselen 31. Timbangan Digital Padat
14. Palung 32. Timbangan Digital Cair
15. Alu 33. Desikator
16. Corong 34. Ruang Asam
17. Pipet Volume 35. Soxhlet
18. Bulb

10
11

Bahan
1. Buku Panduan Praktikum
2. Buku Tulis / Logbook
3. Alat Tulis
4. Buku yang diperlukan selama praktikum
D. Skema Kerja berisikan Alur Kerja

Dimulai

Diletakkan tas pada tempat yang telah tersedia

Di dengarkan instruksi dari dosen, PLP, Asisten


praktikum tentang alat dan bahan yang ada di
laboratorium Gizi FKM Undip

Dikenalkan alat – alat yang ada di laboratorium oleh


PLP, dan Asisten Praktikum yang terbagi menjadi 4
pos

Dicatat nama, fungsi, prinsip kerja dari alat – alat yang


dikenalkan

Selesai

Gambar 3.1 Skema kerja pengenalan alat


12

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Berikut adalah alat-alat yang ada di Laboratorium Ilmu Gizi FKM Undip
sertafungsinya :
Gambar 4.1 : Alat – Alat Laboratorium
No. Nama Alat Gambar Fungsi Alat
1. Heating Magnetic Mangaduk dan
Stirrer memanaskan cairan

Gambar 4.1
2. Moisture Analyzer Mengetahui kandungan
air dalam suatu zat

Gambar 4.2
3. 0 Refractrometers Mengetahui kadar gula
dalam zat

Gambar 4.3
13

4. Spectrometers Mengukur absorbansi/


transmitran sampel
dengan panjang
gelmbang

Gambar 4.4
5. Destilation Unit Menguji kadar protein
setelah proses destruksi

Gambar 4.5
6. Beaker Glass Untuk penempatan
cairan atau mereaksikan
zat

Gambar 4.6
7. Labu Elenmayer Untuk titrasi
14

Gambar 4.7
8. Gelas Ukur Untuk mengukur
volume sampel

Gambar 4.8
9. Labu Takar Untuk pengenceran
sampel

Gambar 4.9
10. Tabung Reaksi + Mereaksikan sampel
Rak

Gambar 4.10
11. Cawan Petri Tempat sampel da
perkembangbiakan
sampel
15

Gambar 4.11
12. Cawan Porselen Tempat sampel

Gambar 4.12
13. Mortar Untuk menghaluskan
sampel

Gambar 4.13
14. Corong Membantu penyaringan
atau pemindahan cairan

Gambar 4.14
16

15. Pipet Volume + Bulb Memindahakan cairan


antar wadah dalam
volume besar

Gambar 4.15
16. Pipet Tetes Memindahkan volume
cairan dalam jumlah
kecil

Gambar 4.16
17. Spatula Kaca Mengaduk sampel

Gambar 4.17
18. Spatula Besi Mengambil sampel

Gambar 4.18
17

19. Gegep Menjepit cawan


porselin

Gambar 4.19
20. Bunsen Untuk pemanasan
bahan

Gambar 4.20
21. Kaki Tiga Untuk penyangga bahan
kassa

Gambar 4.21
18

22. Buret Mengukur volume


titrasi sampel

Gambar 4.22
23. Statif Menyangga alat titrasi
sampel

Gambar 4.23
24. Oven Untuk pengeringan
sampel

Gambar 4.24
19

25. Tanur Untuk pengabuan /


pemijaran sampel

Gambar 4.25
26. Timbangan Analitik Menimbang sampel
maksimal 1 kg

Gambar 4.26
20

27. Timbangan Manual Menimbang sampel


maksimal 2 kg

Gambar 4.27
28. Timbangan Digital
a. Padat - Menimbang
makanan padat
maksimal 1 kg
b. Cair - Menimbang
makanan cair
maksimal 5 kg

Gambar 4.28
29. Desikator Menyimpan dan
mendinginkan bahan

Gambar 4.29
21

30. Ruang Asam Menguji kadar protein


tahap destruksi

Gambar 4.30
31. Soxhlet Menguji kadar lemak

Gambar 4.31

B. Pembahasan
Berikut akan diuraikan pembahasan tentang hasil percobaan ini yang
berjudul pengenalan alatalat laboratorium. Tujuan diadakannya laboratoriu
m ini adalah agar setiap praktikan mampu mengenal dan memahami fungsi,
cara penggunaan serta berbagai alat ayang ada di laboratorium. Dan
diahrapkan agar nantinya praktikan tidak canggung dan sudah mengenal alat
alat yang ada dilaboratorium.
1. Baeker glass gelas beker atau lebih sering disebut ‘beker’ saja adalah
sebuah wadah penampung yang digunakan untuk mengaduk, mencampur,
dan memanaskan cairan yang biasanya digunakan dalam laboratorium.
Beker terbuat dari kaca sebagai wadah larutan yang bersifat korosif. Cara
22

kerjanya yaitu cairan di letakkan dalam beker kemudian diberi perlakuan


( Poedjiadi, 2011).
2. Labu Erlenmeyer (Erlenmeyer Flask) terbuat dari jenis gelas boroksilikat,
labu erlenmeyer ada yang dilengkapi dengan tutup dan tanpa tutup. Tutup
labu dan mulut labur erlenmeyer terbuat dari kaca asah. Labu erlenmeyer
mempunyai kapasitas ukuran volume dari 25 – 2000 mL. Prinsip kerja
labu erlenmeyer dengan tutup asah digunakan untuk pencampuran reaksi
dengan pengocokkan kuat sedangkan labu erlenmeyer tanpa tutup asah
biasanya digunakan untuk mencampurkan reaksi dengan kecepatan lemah.
Fungsi labu erlenmeyer dengan tutup asah digunakan untuk titrasi dengan
pengocokkan kuat, dihubungkan dengan alat ekstraksi, alat destilasi dan
sebagainya. Labu erlenmeyer tanpa tutup asah digunakan untuk titrasi
dengan pengocokkan lemah hingga sedang ( Poedjiadi, 2011).
3. Labu takar berfungsi untuk melakukan pengenceran larutan sampai
dengan volume tertentu sebagaimana tertera pada labu takar tersebut.
Pembacaan volume larutan dilakukan pada tanda yang melingkar pada
leher dengan membaca meniscus. Labu takar mempunyai beberapa
kapasitas mulai dari 5 ml sampai dengan 2000 ml. Prinsip kerjanya yaitu
memiliki ketelitian tinggi sehingga sering digunakan untuk mengukur
larutan secara teliti ( Poedjiadi, 2011).
4. Gelas ukur fungsi gelas ukur adalah untuk mengukur volume suatu
cairan,seperti labu erlenmeyer, memiliki beberapa pilihan berdasarkan
skalavolumenya. Pada saat mengukur volume larutan, sebaiknya volume
tersebut ditentukan berdasarkan menuskus cekung larutan. Prinsip
kerjanya yaitu dengan menuangkan larutan atau cairan zat kimia secara
langsung dengan berhati-hati ( Poedjiadi, 2011).
5. Corong terbuat dari jenis boroksiliat atau plastic. Corong mempunyai
garis tengah 35-300 mm dan ada yang mempunyai tangkai corong panjang,
sedang dan pendek. Ujung corong yang sempit mempermudah
pemindahan zat ke dalam wadah lain. Cara kerjanya yaitu dengan
23

memasukkan zat melalui badan corong bagian atas dan melewati bagian
bawah yang lebih sempit ( Poedjiadi, 2011).
6. Tabung reaksi,tabung Reaksi (Test Tube) umumnya terbuat dari berbagai
macam jenis gelas antara lain Boroksilikat, Soda, Fiolax dan Supermax.
Soda Glass tidak tahan pemanasan, Fiolax Glass tidak peka terhadap
perubahan panas dan pemanasan setempat. Tabung reaksi yang terbuat
dari Fiolax dan Soda glass umumnya berdinding tipis, sedangkan tabung
reaksi yang terbuat dari Boroksilikat dan Supermax tahan pemanasan.
Ukuran tabung reaksi ditetapkan berdasarkan atas diameter mulut tabung
bagian dalam dan panjang tabung, diameter antara 70-200 mm. Prinsip
kerja sebagai wadah larutan, beberapa memiliki tutup yang digunakan
untuk meletakkan sampel. Fungsi tabung reaksi untuk mereaksikan larutan
dan untuk memanaskan sampel atau cairan ( Poedjiadi, 2011).
7. Rak tabung reaksi,fungsi rak tabung reaksi digunakan sebagai tempat
meletakkan tabung reaksi. Rak tabung reaksi terbuar dari kayu dan
memeliki 12 lubang untuk penyimpanan tabung reaksi. Di sebagian sisi
terdapat 6 batang kayu yang berfungsi sebagai tempat tabung reaksi ketika
di keringkan. Agar tabung reaksi tidak tergelincir ketika di simpan di rak,
maka pada alas rak terdapat cekungan sebanyak 12 cekungan, agar posisi
tabung reaksi ketika di simpan tidak mudah tergelincir ( Poedjiadi, 2011).
8. Spatula besi berupa sendok panjang berbahan besi ( Poedjiadi, 2011).
9. Spatula kaca berupa sendok panjang berbahan kaca. Hanya untuk
mengaduk. Prinsip kerjanya yaitu aduk larutan dengan ujung spatula
( Poedjiadi, 2011).
10. Pipet Volume (Volumentric Pipettes) terbuat dari gelas jenis soda jernih,
mempunyai kapasitas 0,5-100 mL. Prinsip kerja pipet volume memipet
atau memindahkan volume cairan dengan teliti atau seksama. Fungsinya
untuk memipet atau memindahkan volume cairan dengan teliti (Penuntun
praktikum,2013).
24

11. Bulb adalah penghisap Pipet atau Bulp (Pipet Filler) terbuat dari bola karet
kenyal dengan 3 knop, bola karet tidak mudah lembek. Fungsinya untuk
menghisap larutan yang akan diukur (Hawa, 2014). Prinsip kerjanya
adalah dengan menempelkan atau memasang alat ini pada pangkal pipet
ukur, untuk mengambil larutan tekan bagian bundar padaalat ini. Pada alat
ini terdapat 3 saluran yang masing-masing saluran memilikikatup. Katup
yang bersimbol A (aspirate) berguna untuk mengeluarkan udaradari
gelembung. Bersimbol S (suction) merupakan katup yang juka
ditekanmaka cairan dari ujung pipet akan tersedot ke atas. Kemudian
bersimbol E (exhaust) berfungsi untuk mengeluarkan cairan dari dalam
pipet ukur (Penuntun praktikum,2013).
12. Pipet tetes (Dropping Pipettes) adalah pipet tanpa skala, mempunyai
bentuk pendek atau panjang dan dilengkapi dengan karet penghisapnya.
Prinsip kerjanya untuk menambahkan cairan tetes demi tetes hingga
volume tepat. Fungsi untuk memindahkan larutan dari satu wadah ke
wadah lainnya ( Poedjiadi, 2011).
13. Cawan petri adalah sebuah wadah yang bentuknya bundar dan terbuat
dari plastik atau gelas yang digunakan untuk membiakkan sel. Alat ini
digunakan sebagai wadah untuk penyelidikan tropi dan juga untuk
mengkultur bakteri ( Poedjiadi, 2011).
14. Cawan porselen mempunyai kapasitas 4-2900 mL. Sebagian cawan petri
tidak tahan pada suhu di atas 300oC. Fungsinya untuk menguapkan cairan
pada suhu yang tidak terlalu tinggi (oven, di atas tangas air, uap, pasir dan
sebagainya) ( Poedjiadi, 2011).
15. Mortar terbuat dari kaca, porselen, atau batu granit berfungsi untuk
menghancurkan dan mencampurkan padatan. Cara menggunakannya yaitu
masukkan bahan kimia berupa padatan ke dalam lumpang (mortar) dan
gerus hingga halus menggunakan alu (pastle) ( Poedjiadi, 2011).
16. Bunsen adalah salah satu alat yang berfungsi untuk menciptakan kondisi
yang steril. Prinsip kerjanya yaitu dengan menyalakannya dengan
25

membakar bagian sumbu (pada pembakar spirtus) dengan korek api atau
dengan memberiapi pada bagian atas (dari pembakar bunsen yang
berbahan bakar gas). Bunsen ini ada yang berbahan bakar gas atau
methanol ( Poedjiadi, 2011).
17. Kaki tiga adalah penyangga yang terbuat dari besi digunakaan sebagai
penyangga alas dan tabung saat memanaskan, sterilisasi maupun aseptik.
18. Gegep digunakan sebagai alat pembantu pengambilan alat-alat yang tidak
boleh diambil dengan tangan (Penuntun praktikum, 2013).
19. Buret adalah sebuah peralatan gelas laboratorium berbentuk silinder yang
memiliki garis ukur dan sumbat keran pada bagian bawahnya. Ia
digunakan untuk meneteskan sejumlah reagen cair dalam eksperimen
yang memerlukan presisi, seperti pada eksperimen titrasi (Purnomo, 2013).
Prinsip kerja buret harus bersih, kering dan bebas lemak sebelum
digunakan. Sebelum titrasi dimulai, pastikan tidak ada gelembung udara di
bawah kran karena menyebabkan kesalahan saat melakukan
titrasi(Penuntun praktikum, 2013).
20. Statif berfungsi sebagai alat untuk meletakkan buret dalam proses filtrasi
(Penuntun praktikum, 2013).
21. Heating Magnetic Stirrer Menurut (Mujiati, 2014) Hot plate stirrer dan
Stirrer bar (magnetic stirrer) berfungsi untuk menghomogenkan suatu
larutan dengan pengadukan. Pelat (plate) yang terdapat dalam alat ini
dapat dipanaskan sehingga mampu mempercepat proses homogenisasi
Fungsi dari alat ini adalah untuk menghomogenkan larutan atau cairan
dengan pengadukan. prinsip kerja :
a. Hot plate magnetic stirrer digunakan untuk memasak/ meramu segala
macam bahan nutrisi dengan melibatkan pengaduk dan pemanas.
b. Pengadukan dan pemanas yang dihasilkan oleh alat ini bersumber pada
energi listrik.
c. Besarnya kecepatan pengaduk dan pemanasan dapat diatur
berdasarkan keperluan.
26

d. Memanaskan (plate) yang terdapat dalam alat inisehingga mampu


mempercepat proses homogenisa (Penuntun praktikum,2013).
22. Moisture analyzer Menurut (Widajanti, 2015), alat pelu dihubungkan
dengan sumber listrik. Layar akan menunjukkan informasi tentang
pengukuran. Cara kerjanya yaitu:
a. Preparasi sampel dengan cara memperkecil ukuran sampel.
b. Pastikan alat dalam keadaan normal dan terhubung aliran listrik.
c. Hidupkan Moisture Balance dan tunggu sekitar 30 menir sebelum
digunakan dengn cara menekan tombol warna merah sampai layar
menyala.
d. Atur waktu, suhu, dan mode oemanasan yang diperlukan.
e. Tekan tombol start pada display.
23. Refractometer Menurut Widajanti (2015), refraktometer berbentuk seperti
teropong dengan prinsip kerja pembiasan cahaya. Cara kerjanya yaitu:
a. Pegang alat secara horizontal selama menggunakan alat ini.
b. Buka penutup prisma.
c. Pastikan prisma dalam keadaan bersih dan belum dipakai.
d. Teteskan 1-2 tetes sampel ke atas prisma.
e. Tutup penutup prisma perlahan-lahan.
f. Pastikan sampel terssebar merata di atas prisma dan tidak ada
gelembung udara.
g. Baca skala melalui teropong hingga pandangan jelas.
h. Sekala yang terbaca adalah angka yang tepat berada pada garis tengah
horizontal.
i. Bersihkan segera prisma dan penutup prisma perlahan-lahan dengan
tissue basah dan keringkan dengan tisu kering.
24. Soxhlet prinsip kerjanya yaitu penentuan analisis dengan pemanasan,
penguapan dan pengembunan. Cara kerja Soxhlet yaitu labu lemak diberi
pelarut, sampel ditaruh di thimbl, pelarut di letakkan didalam labu lemak,
kemudian dipanaskan (Penuntun praktikum,2013).
27

25. Ruang asam digunakan sebagai tempat melakukan reaksi kimia yang
menghasilkan gas/uap/kabut dan sebagainya tempat untuk menguapkan
larutan yang mengandung asam dan berbahaya bagi pernapasan juga
sebagai tempat penyimpanan larutan asam pekat (Saputri, 2012). Bersifat
tertutup agar asap tidak menyebar. Digunakan saat proses analisis protein
yaitu proses destruksi (Penuntun praktikum,2013).
26. Desikator (Desiccators) terbuat dari gelas jenis semi-boroksilat, plastik
atau mika. Di dalam desikator terdapat piringan berpori yang terbuat dari
porselin yang digunakan untuk meletakkan alat-alat gelas. Di bawah
piringan porselin terdapat bahan pengering yang umumnya terbuat dari
silikagel, asam sulfat pekat, fosfor pentaoksida, kalsium oksida dan
sebagainya. Prinsip kerja desikator mendinginkan, mengeringkan serta
menyimpan zat atau bahan. Fungsi desikator digunakan untuk
mendinginkan bahan atau alat gelas (misalnya krus porselin, botol
timbang) setelah dipanaskan dan akan ditimbang. Mengeringkan bahan
atau menyimpan zat atau bahan yang harus diliindungi terhadap pengaruh
kelembapan udara (Penuntun praktikum,2013).
27. Timbangan analitik digunakan untuk mengukur berat bersih suatu zat,
pada umumnya timbangan analitik mempunyai ketelitian yang sangat
tinggi, hingga empat angka dibelakang koma. Prinsip kerjanya yaitu
dengan penggunaan sumber tegangan listrik yaitu stavolt dan dilakukan
peneraan terlebih dahulu sebelum digunakan kemudian bahan diletakkan
pada neraca lalu dilihat angka yang tertera pada layar, angka itu
merupakan berat dari bahan yang ditimbang ( Poedjiadi, 2011).
28. Timbangan digital memiliki prinsip kerja hasil penimbanganya akan
tertera pada layar dalam bentuk desimal. Cara kerja timbangan digital
yaitu pastikan alat sudah menyala dan didiamkan selama 20-30 menit dan
pastikan angka pada layar timbangan pada posisi nol, setelah itu masukan
bahan yang akan digunakan, lalu lihat angka yang tertera pada layar
(Penuntun praktikum, 2013).
28

29. Oven merupakan alat yang digunakan untuk sterilisasi dengan


menggunakan udara kering. Biasanya digunakan untuk mengeringkan
alat-alat gelas laboratorium, dan bahan-bahan kimia maupun pelarut
organik. Pada umumnya temperatur yang digunakan pada sterilisasi cara
kering adalah sekitar 140-170o C selama paling sedikit 2 jam. Prinsip
kerja yaitu perubahan energi listrik menjadi energi panas dimana
temperature dalam oven dijaga tetap konstan dengan alat kontrol
thermometer ( Poedjiadi, 2011).
30. Tanur berfungsi untuk mengabukan atau mengarangkan suatu zat. Tanur
mempunyai suhu yang tinggi hingga diatas 1000oC
Menurut Widajanti (2015), Tanur memilki prinsip kerja dengan
mengeluarkan panas sesuai setingan untuk mengabukan sampel. Cara kerja
tanur yaitu:
a. Hubungkan steker dengan arus listrik 220 V.
b. Tekan tombol ON untuk menghidupkan tanur.
c. Pastikan pintu tannur dalam keadaan tertutup untuk memanaskan tanur.
d. Putar tombol suhu dengan suhu yang dikehendaki.
e. Pastikan suhu sudah mencapai suhu yang dikehendaki sebelum
memasukan bahan atau sampel.
f. Masukkan bahan atau sampel kedalam ruang pengabuan.
g. Setelah pengabuan selesai, keluarkan abu bahan/sampel dari tanur.
h. Tekan tombol OFF untuk mematikan tanur.
i. Putuskan hubungan steker tanur dengan sumber listrik. (Penuntun
praktikum,2013
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Dari praktikum pengenalan alat alat laboratorium di atas, dapat
disimpulkan bahwa Laboratorium merupakan tempat untuk melatih
mahasiswa dalam hal ketrampilan melakukan praktik, demonstrasi,
percobaan, penelitian, dan pengembangan ilmu pengetahuan. Kesalahan
penggunaan alat dan bahan dalam praktikum dapat menimbulkan hasil
yang salah dan tidak akurat.
2. Pengenalan alat-alat laboratorium yang digunakan dalam praktikum ini
antara lain baeker glass, tabung erlenmeyer, labu takar, gelas ukur, corong,
tabung reaksi, rak tabung reaksi, spatula besi, spatula kaca, pipet volume,
bulb, pipet tetes, cawan petri, cawan porselen, mortar, bunsen, kaki tiga,
gegep, buret, statip, Heating Magnetic Stirrer, Moisture Analyzer,
refractometer, spektrofotometer UV-Vis, destilator, soxhlet, ruang asam,
desikator, timbangan analitik, timbangan digital, oven, dan tanur.
3. Masing-masing alat laboratorium memiliki prosedur tersendiri mengenai
cara pemakaian sesuai dengan kegunaan dan fungsinya masing-masing.
B. Saran
1. Diharapkan fasilitas seperti alat dan bahan yang digunakan untuk
praktikum lebih dilengkapi lagi agar hasil yang diperoleh dalam
pengambilan data lebih maksimal
2. Diharapkan pada saat praktikum lebih teliti lagi dalam mencatat data
sehingga data yang didapatkan akurat dan dapat sesuai dengan referensi.
3. Diharapkan pada saat praktikum lebih berhati-hati dalam penggunaan alat
yang mudah pecah

29
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2008. Petunjuk praktikum mikrobiologi dasar. Laboratoirium Mikrobiologi.


Fakultas Biologi. Purwokerto: Univeristas jendral Soedirman. Diakses pada 12
April 13.22
Buku penuntun praktikum kimia 2013.laboratorium teknologi pertanian unib
Budimawarti. 2011. Pengelolaan Alat dan Bahan di Laboratorium Kimia.
Yogyakarta.
Koesmadji.2008. Teknik Laboratorium.Bandung, FMPA UPI
Mardani. 2007.Intisari Kimia Farmasi Edisi Kedua. Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Moningka.2008 . Kimia Universitas Edisi Kelima. Erlangga, Jakarta
Poedjiadi,Anna.2011.Buku Pedoman Praktikum dan Manual Alat Laboratorium
Pendidikan Kimia.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,Jakarta
Widajanti Laksmi, dkk. 2015. Petunjuk Praktikum Analisis Zat Gizi Edisi Kedua.
Semarang : Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universtias Diponegoro.
Wirjosoemarto, Koesmadji. 2007. TeknikLaboratorium Universitas Pendidikan
Indonesia.Bandung.
Alaydrus Ismail S, dkk. 2013. Pengenalan Alat-Alat Praktikum Ekologi
Terrestrial.Tangerang.http://www.academia.edu/17496276/134697662-
jurnal-PENGENALAN-ALAT (Diakses pada tanggal 10 April 2017 pukul
23:53 WIB)
Azhie. 2012. Pelatihan penggunaan alat laboratorium.
https://www.scribd.com/doc/293052418/Contoh-Laporan-Praktikum-
Pengenalan-Alat-Alat-Laboratorium. (Diakses pada 12 April pukul 15.34
WIB)
Dharma Widya. 2015. Jurnal kependidikan, vol 27 no 2.
https://repository.usd.ac.id/5526/1/1500_03+Penggunaan+Virtual+Lab_Chat
arina+Herrani.pdf (diakses diakses pada 11 April 2017 pukul 11.46 WIB )

30
31

Widhy Purwanti.2009. Alat dan bahan kimia dalam laboratorium ipa. Yogyakarta.
taff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/purwanti-widhy-hastuti-spd-
mpd/plthn-penggunaan-alat-lab.pdf ( diakses pada 11 April 2017 pukul
11.29 WIB
32
LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH

ANALISIS ZAT GIZI (3 sks)

TOPIK 2 : TEKNIK SAMPLING, BDD,


DAN PENIMBANGAN

Oleh :
KELOMPOK1
SEMESTER/TAHUN AJARAN : VI / 2016-2017
DWI KURNIA YULIYAWATI 25010114120108

LABORATORIUM ILMU GIZI


DEPARTEMEN ILMU GIZI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
RI
JUNI TAHUN 2017
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................ i
DAFTAR ISI ................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .......................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................... v
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang..................................................................... 1
B. Tujuan
a. Tujuan Umum ................................................................ 2
b. Tujuan Khusus ............................................................... 2
C. Manfaat ............................................................................... 2
BAB II Tinjauan Pustaka
A. Teknik Pengambilan Sampel ................................................ 3
B. Penanganan Sampel ............................................................ 4
C. Cara Persiapan Sampel........................................................ 5
D. Pengertian Bahan Dapat Dimakan (BDD) ........................... 9
BAB III Metode Praktikum
A. Waktu ............................................................................... 10
B. Tempat ............................................................................... 10
C. Alat dan Bahan................................................................... 10
D. Skema Kerja berisikan Alur Kerja ...................................... 11
E. Pengolahan Data dan Analisis Data .................................... 13
BAB IV Hasil dan Pembahasan
A. Hasil ................................................................................. 14
B. Pembahasan ..................................................................... 15
BAB V Penutup
A. Kesimpulan ....................................................................... 18
B. Saran................................................................................. 18

ii
DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 19
LAMPIRAN ................................................................................. 20

iii
DAFTAR TABEL

Gambar 4.1 Tabel hasil sampling bahan kering ........................................ 15


Gambar 4.2 Tabel hasil perhitungan BDD ................................................ 16

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Skema Kerja berisikan Alur Kerja sampling bahan kering..............12


Gambar 2 Skema alur kerja perhitungan BDD..................................................13

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam penentuan bahan makanan diperlukan preparasi sampel supaya
sampel tersebut berhasil. Analisis suatu bahan hasil makanan hanya akan
dicapai secara baik jika pengambilan sampel bahan dilakukan secara benar
dan representatif. Pengambilan perlu memperhatikan homogenitas sampel
yaitu efek ukuran dan berat partikel sangat berpengaruh terhadapa
homogenitas bahan. Bahan dengan ukuran dan berat lebih besar cenderung
akan berpisah dengan bahan yang lebih kecil dan ringan (Poedjiadji, 2011).
Cara pengambilan sampel yaitu dilakukan dengan dua cara yaitu
dengan aselektif artinya pengambilan sampel secara acak dari keseluruhan
bahan tanpa memperhatikan atau memisahkan bagian dari bahan tersebut,
selektif artinya pengambilan sampel secara acak dari bagian tertentu suatu
bahan. Jumlah sampel sudah ada ketentuan yaitu 10 % dari berat bahan dan
sangat berpengaruh pada tingkat representatif. Penanganan sampel dilakukan
agar sampel tidak mengalami perubahan sifat saat pengambilan sampel.
Prosesing sampel yaitu tujuan evaluasi terutama evaluasi secara mikroskopis,
kimia dan biologis, semua sampel juga harus digiling sehingga diperoleh
sampel yang halus. (Yulia.2010)
Bahan Dapat Dimakan atau BDD merupakan bagian yang dapat
dimakan (Permentan, 2010). Dengan kata lain penghitungan BDD pada
pangan berfungsi untuk mengetahui seberapa banyak bagian dari pangan
tersebut yang dapat dimakan oleh manusia. Bagian BDD dalam pangan dapat
digunakan sebagai salah satu pokok untuk menentukan jumlah energi pada
setiap jenis makanan tersebut pada Daftar Komposisi Bahan Makanan
(DKBM). Kolom energi dalam DKBM menunjukkan kandungan energi (kkal)

1
2

per 100 gram bagian yang dapat dimakan (BDD) (Bahan Ketahanan Pangan,
2013). BDD dapat diketahui dengan cara penimbangan keseluruhan bagian
pangan dibagi dengan bagian pangan yang dapat dimakan dan dihitung dalam
presentase.
Praktikum kali ini penting bahwa kita harus mengetahui teknik
sampling, penangangan sampel, persiapan sampling. Bukan hanya itu saja
kitapun harus memahami bagaimana cara menentukan Bahan Dapat Dimakan
dari suatu makanan.

B. Tujuan Praktikum
1. Tujuan Umum, mengetahui dan memahami proses penanganan, persiapan
sampel, penimbangan dan memghitung Bahan Dapat Dimakan di
Laboratorium Gizi FKM Undip.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mengetahui proses penanganan, persiapan sampel, serta
penimbangan di Laboratorium Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro.
b. Mampu memahami proses perhitungan Bahan Dapat Dimakan pada
sampel yang diujukan.
C. Manfaat Praktikum
1. Mahasiswa dapat terlatih kemampuannya dalam melakukan teknik
sampling, penimbangan sampel, dan BDD dari setiap sampel pada
praktikum analisis zat gizi pangan.
2. Mahasiswa dapat menghitung jumlah BDD dari sampel yang di ujicobaka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Teknik Pengambilan Sampel


Teknik pengambilan sampling adalah teknik pengambilan sampel
(sugiyono, 2008:56) . (margono, 2008:125) menyatakan bahwa yang
diamksud dnegan teknik sampling adalah cara untuk menentukan sampel yang
jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data
sebenarnya, dnegan memperhatikan sifst-sifat dan penyebaran populasi agar
diperoleh sampel yang representative. Untuk menentukan sampel yang akan
digunakan dalam penelitian.
Teknik pengambilan sampel makanan harus dilakukan dengan benar.
Tidak tepat dalam pengambilan sampel, hasil analisis kimia yang diperoleh
tidak dapat menggambarkan kondisi yang representatif atau mewakili
keseluruhan dari bahan yang akan dianalisis. Untuk mencapai tujuan tersebut
maka dalam pengambilan sampel perlu diperhatikan beberapa
parameter sebagai berikut :
1. Homogenitas Sampel
Efek ukuran dan berat partikel sangat berpengaruh terhadap
homogenitas bahan, dimana bagian yang berukuran dan berat lebih besar
cenderung akan berpisah dengan bagian yang lebih kecil dan ringan
(segregasi). Oleh karena itu sebelum sampel diambil, bahan harus
dicampur secara merata atau sampel diambil secara acak dari beberapa
bagian baik bagian dasar, tengah maupun bagian atas sehingga diperoleh
sampel yang representatif. Demikian juga pada tanaman disuatu lahan,
kualitas pada tiap bagian tanaman atau lahan mempunyai kualitas yang
berbeda (Ningsih, 2011).

3
4

2. Cara Pengambilan Sampel


Cara pengambilan sampel terdapat 3 golongan yaitu :
1. Golongan Sampel Tunggal (mentah atau terolah), Golongan
sampel tunggal adalah sampel yang terbatas keberadaan di suatu
daerah tertentuan terbatas konsumsi, diambil tanpa ulangan.
2. Golongan sampel tunggal komposit, golongan sampel tunggal
komposit adalah sampel suatu macam pangan yang diperoleh dari
berbagai tempat.
3. Golongan sampel komposit ganda, golongan sampel komposit
ganda adalah sampel dari makanan mentah maupun matang dari
berbagai bahan pangan campuran (Laksmi, 2015)
B. Penanganan Sampel
Sampel yang telah diambil harus segera diamankan agar tidak rusak
atau berubah sehingga mempunyai sifat yang berbeda dari mana sampel
tersebut diambil. Misalnya terjadi penguapan air, pembusukan ataupun
tumbuhnya jamur. Sampel yang mempunyai kadar air rendah (kurang dari 15
persen) kemungkinan terjadinya kerusakan sampel kecil sekali. Sampel
demikian dapat langsungdimasukkan ke kantong plastik dan dibawa ke
laboratorium. Sampel dengan kadar air tinggi seperti silase, maka
kemungkinan terjadinya penguapan air sangat besar. Sehingga untuk
mengontrol penguapan air, maka sampel yang telah diambil harus segera
ditimbang, dimasukkan ke dalam kantong plastik kedap udara, dibawa ke
laboratorium dan segera dianalisis kadar bahan keringnya. Jika tidak dianalisis
segera maka sampel yang telah diambil segera timbang, dikeringkan atau
dijemur sampai beratnya konstan. Kemudian baru dibawa ke laboratorium
(Muhammad,2008).
5

C. Cara Persiapan Sampel


Persiapan sampel dapat berbeda untuk bahan yang satu dengan bahan
yang lain dalam keadaan yang lain serta untuk metode yang satu dengan
metode yang lain. Beberapa perlakuan umum dalam penyiapan dan
preparasi sampel adalah ekstraksi, filtrasi, homogenisasi, sentrifugasi,
lisis, dialisis, inaktivasi enzim, dan modifikasi kimiawi.
Persiapan sampel meliputi :
1. Ekstraksi perlakuan ini dapat dikerjakan dengan berbagai cara, baik
secara fisik maupun secara kimiawi. Secara fisik dapat dilakukan
dengan pengepresan (pengempaan), penggilingan, pengendapan fisik
(kristalisasi), pengendapan kimiawi (penggumpalan), dan distilasi.
Secara kimiawi dilakukan dengan cara pelarutan dengan pelarut. Metode
distilasi merupakan ekstraksi dan pemisahan atas dasar perbedaan
titik uapnya. Distilasi dapat dilakukan dengan cara sederhana,
misalnya distilasi air, distilasi uap, distilasi uap dan air, dapat pula
dilakuan dengan teknik fraksinasi (distilasi fraksinasi), atau distilasi
vakum. Cara ekstraksi lainnya yang relatif merupakan teknologi barn
adalah penggunaan teknik superkritik (super critical extraction).
2. Filtrasi adalah cara untuk memisahkan dua komponeit yang berbeda
sifatnya atau ukurannya melalui sebuah membran permiabel yang
poreus. Filtrasi dapat dilakukan dengan teknik penyaringan. Penyaringan
lazim digunakan untuk memisahkan padatan dan cairan yang bercampur
menjadi satu dan tidak lazim untuk memisahkan campuran dua macam
cairan yang berbeda berat jenisnya. Praktek penyaringan dikerjakan
dengan menggunakan bahan penyaring yang berupa membran.
Sebagaian membran dapat digunakan kain saring, kapas, glasswool,
kertas selulosa, membran silika, membran millipore, poliester atau nilon,
dan sebagainya.Bahan-bahan lain yang dapat digunakan untuk menyaring
adalah polietilen, polipropilen, fluorokarbon, bahkan benang halus logam
baja tahan karat juga dapat digunakan sebagai bahan pembuat membran
6

penyaring. Partikel-partikel yang halus atau molekul-molekul harus


disaring dengan membran yang mempunyai pori-pori lebih kecil, yang
bahan-bahannya juga dapat berupa selulosa, selulosa ester,
polikarbonat, nion, atau politetra fluoroetilen. Hal terpenting sebagai
bahan penyaring adalah harus yang bersifat inert artinya tidak bereaksi
dengan bahan yang disaring. Bahan penyaring juga harus tahan panas,
tidak terpengaruh oleh asam atau basa dan tidak mempengaruhi pH
bahan yang disaring. Membran-membran tersebut poreus, tergantung
pada garis tengah lubang pori-porinya maka hanya partikel-partikel
padatan yang lebih kecil atau sama dengan garis tengah pori-pori
tersebut dapat melaluinya. Atas dasar inilah penyaringan selalu akan
menghasilkan filtrat yang masih mengandung partikel-partikel
padatan yang dapat berupa butiran kasar, halus, atau berupa
molekul-molekul.
Kain sating merupakan membran penyaring yang masth dapat
meloloskan partikel-partikel padatan kasar, kertas sating masih
memungkinkan lolosnya partikel halus, dan membran siika masth
meloloskan partikel yang ukurannya lebih kecil lagi bahkan
beberapa jenis membran silika tidak lagi meloloskan sel-sel bakteri,
sedangkan membran milliphore kebanyakan hanya meloloskan molekul-
molekul yang larut saja. Berdasarkan porositasnya, bahan penyaring dapat
dgolongkan dalam beberapa tipe yaitu tipe halus, kasar, medium, dan
molekuler. Tipe penyaring kasar merupakan penyaring yang pori-
porinya paling besar di banding dengan tipe-tipe penyaring lainnya.
Tipe penyaring molekuler adalah penyaring dengan diameter pori-pori
yang hanya dapat dilalui oleh molekul-molekul bahan.
Penyaringan dapat berlangsung lancar jika digunakan alat
penolong yang disebut dengan corong. Alat ini pada umumnya
berbentuk kerucut terbalik dengan ujungnya berlubang yang
disambung dengan pipa. Membran penyaring dapat diletakkan di
7

dalamnya. Beberapa corong tidak berbentuk kerucut melainkan berupa


tabung silindris tegak yang di bagian dasarnya diletakkan membran
penyaring dan terdapat lubang pengeluaran seperti misalnya pada alat
penyaring Buchner, penyaring Hirch, sinterglass, atau penyaring ultra.
3. Sentrifugasi adalah bertujuan untuk memisahkan partikel-partikel
padatan dari yang bercampur menjadi terpisah satu dengan yang
lainnya. Jadi pada hakekatnya seperti filtrasi, tetapi pemisahan
dengan sentrifugasi didasarkan pada perbedaan berat jenis partikel. Hal
ini gaya sentrifugasi sangat berpengaruh pada hasil. Makin tinggi gaya
sentrifugasi makin teijadi pemisahan dengan baik. Pada umumnya
gaya sentrifugasi diekspresikan dalam satuan “rotation per minute”
(rpm).
4. Lisis biasanya dikerjakan untuk merusak atau memecah dinding sel
tanaman, hewan, atau mikrobia. Pekerjaan ini dapat dilakukan secara
fisik misalnya dengan penggilingan, penggerusan, atau dengan sonikasi.
Seringkali dinding sel terlalu keras atau lentur, terutama sel-sel
mikrobia, sehingga dengan perlakuan fisik tidak dapat terjadi lisis
dengan sempurna. Melihat hal tersebut cara mengatasinya dapat
dilakukan dengan cara kimiawi, misalnya dengan menggunakan asam
pekat seperti asam sulfat, asam klorida, asam asetat, dan lain sebagainya.
5. Dialisi perlakuan ini merupakan teknik pemisahan dengan
menggunakan membran semipermiabel. Dialisis dapat berfungsi sebagai
penyaring molekuler oleh karena yang dapat melalui membran umumnya
adalah melekul-molekul yang ukurannya relatif kecil. Dialisis bekerja
atas dasar peristiwa osmosis. Partikel-partikel (molekul) yang kecil
akan dapat melalui membran sampai terjadi keseimbangan.
Keseimbangan tercapai jika konsentrasi partikel dalam larutan
pada sisi-sisi yang bersebelahan dengan membran sudah mencapai
rasio yang seimbang dengan volume masing-masing
(Anonim.2008).Untuk perkecil kesalahan agar dapat mewakili sampel
8

yang akan dinalaisis maka penanganan sampel disesuaikan dnegan


golongan, yaitu :
1. Sampel Kering
a. Butiran

Gambar . 4.1 metode Quartering

b. Kacang – kacangan : 2 kg
c. Umbi - Umbian : 2-5 kg
2. Bahan basah atau segar
a. Daging : campuran semua bagian tubuh maisng-
masing 500 g dari minimal tiga bagian tubuh
Jeroan : masing-masing bagian 250 g
b. Telur tanpa kulit : enam butir telur; utuh; kuning telur ;
putih telur
c. Ikan : ikan besar, ikan kecil, kerang,
udang campuran bdd sekitar 1 kg
d. Sayuran : 1 kg ambil bdd, Rajang dan campur
e. Buah- buahan : 1 kg, ambil bdd dan dirajang
f. Susu : 1 liter dan dikocok
g. Lemak
1. Nabati : diambil dalam keadaan cair
2. Hewani : lemak dari seluruh tubuh
Perhatikan isi dan berat per porsi dan tentukan segera kadar air,
vitamin. Kemudian sisa bahan disimpan pada suhu -20 derajat celcius
(Laksmi,2015).
9

D. Pengertian Bahan Dapat Dimakan ( BDD)


Bahan yang dapat dimakan (BDD) adalah kadar zat gizi disajikan per
100 gr bagian yang dapat dimakan. Contoh jika 100 gr ikan, zat gizi yang
anda makan ialah yang terkandung dalam bagian ikan yang dapat dimakan,
biasanya tidak termasuk tulang (duri), sirip, ekor, dan kepala.
BDD merupakan bagian yang dapat dimakan (Permentan, 2010).
Dengan kata lain penghitungan BDD pada pangan berfungsi untuk
mengetahui seberapa banyak bagian dari pangan tersebut yang dapat dimakan
oleh manusia. Bagian BDD dalam pangan dapat digunakan sebagai salah satu
pokok untuk menentukan jumlah energi pada setiap jenis makanan tersebut
pada Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Kolom energi dalam
DKBM menunjukkan kandungan energi (kkal) per 100 gram bagian yang
dapat dimakan (BDD) (Bahan Ketahanan Pangan, 2013). BDD dapat
diketahui dengan cara penimbangan keseluruhan bagian pangan dibagi dengan
bagian pangan yang dapat dimakan dan dihitung dalam presentase.
BDD dapat pula digunakan dalam metode Survei konsumsi untuk
mengetahui berat dari sebuah pangan. Berat Pangan yang dimaksud adalah
berat neto dari pangan setelah dikurangi berat pembungkus atau bahan yang
tidak terkait dengan pangan. Digunakan untuk menaksir jumlah bahan pangan
ke dalam gram dan volume dalam liter. Digunakan dalam pengumpulan data
konsumsi pangan secara recall. Caranya adalah dengan menimbang berat
sayuran dan buah-buahan utuh, lalu pisahkan bagian yang biasa dimakan
dengan yang tidak, kemudian timbang kembali bagian yang dapat dimakan,
lalu hitung berat pangan yang dapat dimakan (BDD) (BKP, 2013).
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Waktu
Waktu : April – Mei 2017
B. Tempat
Tempat :Laboratorium Ilmu Gizi fakultas kesehatan
masyarakat (FKM) Univeristas Diponegoro
C. Alat dan Bahan
Alat
1. Plastik ½ kg
2. Timbangan Digital
3. Penggaris
4. Sendok
5. Blender
6. Tissue
7. Pisau
8. Alat Tulis
Bahan
1. Buku Panduan Praktikum
2. Buku Logbook
3. Kacang Hijau 1kg
4. Alpukat 1kg

10
11

D. Skema Kerja berisikan Alur Kerja


Dimulai

Dipersiapkan sampel berupa kacang hijau 1kg dan buah alpukat 1kg

Dilakukan pemilihan sampel kacang hijau dengan metode quartering

Diratakan kacang hijau hingga berbentuk lingkaran kemudian bagi


menjadi 4 bagian sama rata dan pilih salah satu bagian terpilih

Bahan terpilih dibentuk menjadi lingkaran dan bagi kembali menjadi


bagian sama rata kemudian pilih satu bagian terpilih

Bahan terpilih dibentuk menjadi lingkaran dan bagi kembali menjadi


bagian sama rata kemudian pilih satu bagian terpilih

Bagian terpilih ketiga adalah sampel kacang hijau

Dimasukkan sampel kacang hijau ke dalam plastik

Dipersiapkan timbangan digital yang sudah bersih, kemudian timbang


plastic dan catat beratnya

Ditimbang sampel kacang hijau menggunakan timbanagn digital dan


catat beratnya

Kacang hijau yang telah ditimbang kemudian diblender hingga halus

Dimasukkan kedalam plastic dan ditimbang,lakukan sebanyak dua kali


dan catat beratnya

Berat sampel yang diambil adalah berat rata dari dua kali
penimbangan,kemudian simpan sampel dalam plastik dan beri label

Selesai
Gambar 3.1 Skema Kerja berisikan Alur Kerja sampling bahan kering
12

Dimulai

Diambil satu buah alpukat dan ditimbang,


kemudian catet beratnya

Diambil daging buah alpukat yang dapat


dimakan

Ditimbang daging buah alpukat dan catat


hasilnya. Penimbangan dilakukan sebanyak
2x

Berat sampel diambil adalah ratarata dari 2x


penimbangan

Dibersihkan dan diraoikan alat dan bahan


sebelum meninggalkan Laboratorium

Selesai

Gambar 3.2 Skema alur kerja perhitungan BDD


13

E. Pengolahan Data dan Analisis Data


a. Pengolahan Data
Pengolahan data yang dilakukan pada praktikum ini menggunakan
rumus penentuan BDD dari masing-masing sampel, berikut adalah
rumusnya :
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑃𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛
BDD = x 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐾𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑃𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛

Keterangan :
Berat Bersih : Berat yang dapat dikonsumsi
Berat Kotor : Berat utuh bahan makanan sebelum dipisah
b. Analisis Data
Analisis Data yang dilakukan pada praktikum BDD menggunakan
Analisis dengan DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan). Dan
metode sampling yang digunakan dalam praktikum pengambilan sampel
bahan kering kacang hijau ini dengan menggunakan metode quartering
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Tabel 4.1 Tabel hasil sampling bahan kering
Kelompok Bahan Berat Berat Serbuk Rata rata
1 2 berat serbuk
1 Kacang hijau 104 gram 97 gram 102 gram 99,5 gram
2 Kacang Kedelai 60 gram 62 gram 60 gram 61 gram
3 Kacang Tanah 62 gram 63 gram 62,5 gram
4 Kacang Merah 100 gram 115 gram 99 gram 107 gram
5 Kacang Hijau 62 gram 67 gram 62 gram 64,5 gram
6 Kacang Kedelai 60,5 gram 59 gram 60 gram 59,5 gram
Putih
7 Kacang Tanah 64 gram 62 gram 62 gram 62 gram
8 Kacang Merah 69,5 gram 70 gram 67 gram 68,5 gram

Tabel 4.2 Tabel hasil perhitungan BDD

Kelompok Bahan Berat Berat Serbuk Rata rata


BDD Total
1 2 berat serbuk
1 Alpukat 258 gram 204 gram 209 gram 206,5 gram 57,68%
2 Pisang 81 gram 150 gram 49 gram 49,5 gram 61,1%
3 Telur 62,5 gram 55 gram 53 gram 54 gram 86,4%
4 Ikan 203 gram 141 gram 141 gram 141 gram 69,45%
Pindang
5 Ayam 101,5 78 gram 78 gram 78 gram 76,85%
gram

14
15

6 Udang 7 gram 4 gram 5 gram 4,5 gram 64,28%


7 Buah 366 gram 177 gram 177 gram 177 gram 48,3 %
Naga
8 Salak 60,5 gram 38 gram 37 gram 37,5 gram 61,98%

Berdasarkan perhitungan didapatkan BDD Alpukat sebanyak :


=
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑃𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛
BDD = x 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐾𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑃𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛

206,5
= BDD = x 100%
358

= 57,68%
B. Pembahasan
1. Sampling Bahan Kering
Metode quartering adalah salah satu metode yang dapat digunakan
untuk pengambilan sampel bahan kering. Kemudian kacang dibuat bentuk
lingkaran besar dan dibagi menjadi 4 bagian sama besar. Kemudian ambil
satu bagian dan dibuat lingkaran lagi dan bagi menjadi 4 bagian kembali.
Bagian yang terakhir ditimbang dan dicatat. Selanjutnya kacang hijau
yang telah ditimbang kemudian diblender dan ditimbang kembali
sebanyak 2 kali penimbangan. Pada penimbangan kacang sebelum
diblender hasilnya menunjukkan sebesar 104 gram, dan setelah diblender
hasilnya 97 gram pada penimbangan pertama dan 102 gram pada
penimbangan kedua, sehingga diperoleh berat rata-rata sebesar 99,5 gram.
Praktikum kali ini terdapat perbedaan hasil penimbangan sampling
antara kelompok 1 dan 5 dnegan sampel yang sama yaitu kacang hijau
pada kelompok 5 penimbangan kacang sebelum diblender hasilnya
menunjukkan sebesar 62 gram, dan setelah diblender hasilnya
16

menunjukkan sebesar 67 gram pada penimbangan pertama dan 62 gram


pada penimbangan kedua, sehingga diperoleh berat rata-rata sebesar 64,5
gram. Hasil ini menunjukkan adanya perbedaan berat. Perbedaan tersebut
dapat terjadi karena beberapa faktor diantaranya perbedaan varietas dari
masing masing kacang hijau, hal ini bisa tergantung dari ukuran kacang
hijau, kelembaban kacang hijau, atau dari segi geografis kacang hijau ini
berasal.
Dilihat dari DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan), didapatkan
BDD kacang hijau sebesar 100%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan
bahwa kacang hijau dapat dikonsumsi seluruh bagiannya, hal ini sesuai
dnegan hasil praktikum yang menunjukkan bahwa berat sampel awal tidak
jauh berbeda dengan berat sampel setelah dihaluskan.
2. Sampling perhitungan BDD
Pada praktikum perhitungan BDD pada sampel kacang hijau, langkah
pertama yang dilakukan yaitu memotong buah menjadi dua bagian
kemudian diambil bagian buah yang dapat dimakan ditimbang sebanyak
dua kali dan dicatat hasilnya. Berat sampel yang diambil adalah rata rata
dari 2x penimbangan. Dalam perhitungan BDD dengan menggunakan
sampel Alpukat didapatkan hasil berat sampel yaitu alpukat dengan berat
358 gram. Berat BDD pertama 204 gram, dan berat BDD kedua 209 gram.
Sehingga berat BDD akhir didapatkan 206,5 gram. Dengan perhitungan
BDD :

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑃𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛


BDD = x 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐾𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑃𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛

Didapatkan hasil BDD yaitu 57,68%. Jika dibandingkan dengan


BDD Alpukat dalam DKBM yaitu 61% yaitu bahwa buah alpukat bagian
yang dapat dikonsumsi sebesar 61 %. Maka didapatkan hasil jika BDD
sampel yang kita hitung dengan DKBM terpaut 3,4 % dari DKBM, hal ini
17

menunjukkan bahwa hasil pengujian sampel alpukat pada praktikum kali


ini kurang akurat. Hal ini bisa terjadi karena beberapa faktor salah satu
nya yaitu alat yang digunakan dalam praktikum yang kurang akurat
sehingga hasil penimbangan sampel menjadi tidak sesuai. Selain itu
ketidaktelitian praktikan dalam mengambil bagian yang dapat dimakan
dari buah alpukat secara sempurna, juga dapat mempengaruhi hasil
penimbangan dari smapel tersebut. Ketidak telitian praktikan dalam
pengambilan dan persiapan sampel juga berpengaruh terhadap hasil BDD
yang didapatkan
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil perhitungan kelompok 1, berat rata-rata kacang hijau
dengan menggunakan metode quartering diperoleh sebesar 99,5 gram,
sedangkan hasil penimbangan sampel kelompok lain dengan sampel yang
sama, berat rata-rata kacang hijau sebesar 64,5 gram.Berdasarkan hasil
perhitungan kelompok 1, BDD Alpukat 57,68 %, sedangkan jika
dibandingkan dalam DKBM BDD alpukat sebesar 61%.
2. Hasil tersebut menunjukkan hasil yang berbeda dengan DKBM. Hal ini
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kesalahan dalam
penggunaan alat ukur (timbangan), kemurnian bahan yang berbeda,
kesalahan dalam prosedurnya, kesalahan dalam pengambilan dan
persiapan sampel.
B. Saran
1. Sebaiknya dalam praktikum praktikan lebih memerhatikan prosedur kerja
dan penggunaan alat agar tidak terjadi kesalahan dalam praktikum.
2. Sebaiknya dalam praktikum praktikan menggunakan alat laboratorium
dengan efektif dan efisien, mengingat terbatasnya alat laboratorium yang
tersedia.

18
DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan, N., dkk. 2011. Analisis Pangan. Dian Rakyat, Jakarta


Anonim. 2008. Petunjuk praktikum mikrobiologi dasar. Laboratorium Mikrobiologi,
Fakultas Biologi. Purwokerto: Universitas Jendral Soedirman
Fauzi, Mukhammad. 2008. Analisa Hasil Pangan (Teori dan Praktek). Jember: UNEJ.
Ngili Y. 2010. Biokimia Dasar. Jakarta : Rekayasa Sains.
Poedjiadi,Anna.2011.Buku Pedoman Praktikum dan Manual Alat Laboratorium
Pendidikan Kimia.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,Jakarta
Sugiyono, (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung :
Penerbit Alfabeta
Widajanti Laksmi, dkk. 2015. Petunjuk Praktikum Analisis Zat Gizi Edisi Kedua.
Semarang : Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universtias Diponegoro.
Badan Ketahanan Pangan. 2013.http://pusat-
pkkp.bkp.pertanian.go.id/downlot.php?file=PEDOMAN%20ANALISIS%20PA
NGAN.pdf. (Diakses 12 April 2017 pada pukul 17.50 WIB)
Dahlan, Ahmad. 2008. Definisi Sampling, jenis metode dan teknik sampling.
Source: http://www.eurekapendidikan.com/2015/09/defenisi-sampling-dan-
teknik-sampling.html. (Diakses Pada 12 April pukul 16.13 WIB)
Suyatno. 2010. Daftar Komposisi Bahan Makanan.
http://suyatno.blog.undip.ac.id/files/2010/04/DKBM-Indonesia.pdf. (Diakses
pada 12 April 17.55 WIB)

19
LAMPIRAN

Gambar 1 : Berat Awal Sampel Gambar 2 : Berat BDD 1

Gambar 3 : Berat BDD 2 Gambar 4 : Metode Quartering 1

Gambar 5 : metode quartering 2 Gambar 6 : metode quartering 3

20
21

Gambar 7 : Berat Sampel Kacang hijau Gambar 8 : Sampel dihaluskan

Gambar 9 : berat sampel 1 Gambar 10 : berat sampel 2

setelah dihaluskan Setelah dihaluskan


LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH

ANALISIS ZAT GIZI (3 sks)

TOPIK 3 : ANALISIS KADAR AIR

Oleh :
KELOMPOK1
SEMESTER/TAHUN AJARAN : VI / 2016-2017
DWI KURNIA YULIYAWATI 25010114120108

LABORATORIUM ILMU GIZI


DEPARTEMEN ILMU GIZI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN
TINGGI RI
JUNI TAHUN 2017
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................ i
DAFTAR ISI ................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .......................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................... 1
B. Tujuan
a. Tujuan Umum .................................................................. 2
b. Tujuan Khusus ................................................................. 2
C. Manfaat ............................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Kadar Air ................................................................ 3
B. Metode Penentuan Kadar Air ............................................... 4
C. Faktor- faktor yang mempengaruhi Kadar air ....................... 5
BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu ................................................................................. 7
B. Tempat ................................................................................. 7
C. Alat dan Bahan .................................................................... 7
D. Skema Kerja......................................................................... 8
E. Pengolahan Data dan Analisis Data ...................................... 9
BAB IV Hasil dan Pembahasan
A. Hasil .................................................................................. 10
B. Pembahasan ...................................................................... 11
BAB V Penutup
A. Kesimpulan........................................................................ 14
B. Saran ................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 15
LAMPIRAN .................................................................................. 16

ii
DAFTAR TABEL

Gambar 4.1 Tabel hasil analisis kadar air ................................................. 11

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Skema Kerja berisikan Alur Kerja Analisis Kadar Air.....................9

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Air pada bahan pangan tidak hanya dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan manusia, tetapi mempunyai peranan yang sangat besar bagi bahan
pangan itu sendiri. Keberadaan air dalam bahn pangan sering dihubungkan
dengan mutu bahan pangan, sebagai pengukur bagian bahan kering atau
padatan, penentu indeks kestabilan selama penyimpanan, dan penentuan mutu
organoleptik (Nuri et al 2011).
Air dalam bahan pangan paling sedikit terdapat dalam tiga bentuk
yang berbeda yaitu air sebagai pelarut atau pendispersi komponen bahan
pangan air yang terserap atau terkondesasi pada permukaan internal atau
eksternal komponen padat pangan dan air yang terikat secara kimia dalam
bentuk hidrat. Adanya keterikatan air dengan komponen bahan pangan inilah
yang menyebabkan kesulitan pada analisis air pada suatu bahan pangan.(Nuri
et all 2011).
Analisis kadar air dalam bahan pangan sangat penting dilakukan baik
pada bahan kering maupun pada bahan pangan segar. Pada bahan pangan
segar terutama sayuran dan buah-buahan, kadar air sangat erat hubungannya
dengan tingkat kesegaran bahan. Metode analisis kadar air prisnispnya dibagi
menajdi 2 golongan, yaitu metyode langsung dan metode tidak langsung.
Analisis kadar air metode langsung dilakukan dengan cara mengeluarkan air
dari bahan pangann dnegan bantuan pengeringan oven, desikator, destilasi,
dan teknik fisika – kimia lainnya (Feri, 2010).
Kadar air dapat ditetapkan dengan cara penimbangan, pengukuran
volume atau cara langsung lainnya. Analisis kadar air pada bahan pangan
kering, kadar air sering dihubungkan dengan indeks kestabilan khususnya saat
penyimpanan. Bahan kering menjadi awet karena kadar airnya dikurangi

1
2

sampai batas tertentu. Pada pangan segar, kadar air bahan pangan erat
hubungannya dengan mutu organoleptiknya (Feri, 2010).
Oleh karena itu penting bahwa kita harus mengetahui cara
menganalisis kadar air pada bahan makanan sehingga nanti kita dapat
menghitung jumlah kadar air makanan dengan baik dan benar.
B. Tujuan Praktikum
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menganalisis kadar air pada bahan makanan secara
baik dan bena sesuai prosedur dan petunjuk pengaturan.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan preparasi sampel
b. Mahasiswa mampus melakukam penimbangan, pengovenan dan
menghitung kadar air yang dianalisis
C. Manfaat Manfaat
1. Mahasiswa dapat terlatih kemampuannya dalam melakukan analisis kadar
air pada bahan makanan secara baik dan benar sesuai prosedur dan
petunjuk pengukuran.
2. Mahasiswa dapat mengetahui cara melakukan perhitungan kadar air yang
baik dan benar pada sampel yang diujicobakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Kadar Air


Air berwujud cair pada suhu 0-100oC dengan tekanan 1 atm.
Perubahan suhu pada air menyebabkan air mengalamu perubahan fisik.
Apabila air dipanaskan, jumlah rata-rata air dalam satu kelompok molekul air
menurun dan ikatan hidrogen putus kemudian terbentuk lagi secara cepat.
Suhu pada pemanasan air makin tinggi maka molekul air akan bergerak
dengan sangat cepat dan pada saat tekanan uap air melebihi tekanan atmosfer,
beberapa molekul dapat terlepas dari permukaan dan membentuk gas.
Perubahan fisik air dari cair menjadi gas inilah yang dijadikan prinsip
pengeluaran air dari suatu bahan pangan terutama dalam penentuan kadar air
pangan dengan metode pengeringan (Andarwulan,2011).
Kadar air adalah banyaknya air yang terkandung dalam suatu bahan
yang dinyatakan dalam persem. Kadar air bisa menjadi suatu karakteristik
bahan tersebut baik dari segi rasa, penampakan dan tekstur. Jumlah kadar air
yang terdapat dalam suatu bahan akan mempengaruhi daya tahan suatu bahan
tersebut. semkain tinggi kadar air suatu bahan maka semakin lemah daya
tahan makanan tersebut karena didaerah yang semakin berair bakteris kapang
dan khamir akan semakin mudah berkembang biak, dan semakin kecil kadar
air dari suatu bahan maka semakin tinggi daya tahan bahan tersebut karena
kondisi lingkungan yang kerig akan memperlambat perkembangan biakan
bakteri tersebut. Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis
sebesar 100 persen, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih
dari 100 persen. (Yunizal, 2008).

3
4

B. Metode Penentuan Kadar Air


Menurut (Estiasih,2009), cara – cara pengeringan atau pengurangan
kadar air dapat dibagi menjadi dua golongan sebagai berikut :
1. Pengeringan (drying), yaitu cara pengurangan kadar air dnegan
menguapkan air tersebut.
2. Dehidrasi, yaitu cara pengurangan kadar air selain dari penguapan,
misalnya dengan osmosa (penggunaan garam), pemerasan
(pressing), pemasakan, perebusan atau pengukusan, dan
sebagainya.
Metoda analisa kadar air secara lansung sendiri terbagi menjadi 5
macam, yaitu sebagai berikut. Metode gravimetric(pengeringan dengan oven).
Dilakukan dengan cara mengeluarkan air dari bahan dengan proses
pengeringan dalam oven (oven udara atau oven vakum, hal ini berdasarkan
tekanan yang digunakan saat pengeringan). Ada dua macam metode
gravimetric yaitu metode oven udara dan metode vakum. Berikut
penjelasannya : Metode oven udara paling banyak dan sering digunakan.
Metode ini didasarkan atas berat yang hilang sehingga sampel seharusnya
mempunyai kestabilan panas yang tinggi dan tidak mengandung komponen
yang mudah menguap. Air dikelaurkan dari bahan pada tekanan udara (760
mmHg) sehingga air mnguap pada suhu 1000 oC yaitu sesuai titik didihnya.
Ada beberapa faktor yang dapat memepengaruhi analisis air dengan metode
oven yaitu penimbangan contoh/bahan, kondisi oven, penegringan contoh,
dan perlakuan setelah pengeringan. Beberapa faktor yang mempengaruhi yang
berkaitan dengan kondisi oven adalh fluktuasi suhu, kecepatan aliran, serta
kelembaban udara dalam oven (Estiasih, 2009).
Metode oven vakum kelemahan dari pengeringan dengan oven udara
diperbaiki dengann metode oven vakum. Pada metode ini sampel dikeringkan
dalam kondisi tekanan rendah (vakum) sehingga air dapat menguap dibawah
titik didih normal (1000OC), missal antara suhu 60-70 OC. Pada suhu 60-70 OC
tidak terjadi penguraian senyawa dalam sampel selama pengeringan. Untuk
5

analisis sampel bahan pangan yang mengandung gula, khususnya


mengandung fruktosa, senyawa ini cenderung mengalami penguraian pada
suhu yang lebih tinggo. Tekanan yang digunakan pada metode ini umumnya
berkisar antara 20-200mmHg (Estiasih,2009).
C. Faktor – Faktor yang mempengaruhi kadar air
Faktor yang mempengaruhi kadar air dalam suatu bahan makanan
adalah sifat dari air itu sendiri. Kadar air terbagi memiliki dua sifat yaitu
kadar air yang bersifat melekat secara fisik dan melekat secara kimiawi. Tipe
air dibagi menjadi 3 yaitu :
a. Air monolayer : air yang terikat secara kimiawi sangat sulit dipisahkan
b. Air multilayer : air yang lebih mudah dipisahkan dengan bahan
c. Air bebas: air yang terikat secara fisik dan sangat mudah dipisahkan
Presentase kadar air juga dipengaruhi oleh struktur dai bahan pangan.
Untuk bahan pangan yang memiliki struktur muda menyerap air tentu akan
sangat tinggi persentase kadar air yang dimiliki dan untuk sttuk makanan yang
sulit menyerap air persentase dari kadar air yang terkandung akan lebih
rendah (Sodiq,2008).
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan
yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga merupakan satu karakteristik
yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi
penampakan, tekstur,dan citarasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan
pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut
(Astuti,2007).
Penentuan kadar air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini
tergantung pada sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air
dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105-110ºC
selama 3 jam atau Sampai didapat berat yang konstan. Selisih berat sebelum
dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan.
(Winarno,2008).
6

Penentuan kadar air dengan metode oven dilakukan dengan cara


mengeluarkan air dari bahan dengan bantuan panas yang disebut dengan
proses pengeringan. Analisis kadar air dengan metode oven didasarkan atas be
rat yang hilang, oleh karena itu sampel seharusnya mempunyai kestabilan
panas yang tinggi dan tidak mengandung komponen yang mudah menguap.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi analisis air metode oven
diantaranya adalah yang berhubungan dengan penimbangan sampel, kondisi
oven, pengeringan sampel, dan perlakukan setalah pengeringan. Faktor –
faktor yang berkaitan dengan kondisi oven seperti suhu, gradient suhu,
kecepatan aliran dan kelembapan udara adalah faktor – faktor yang sangat
penting diperhatikan dalam metode penegringan dengan oven
(Andarwulan,2011).
Prinsip metode penetapan kadar air dengan oven atau
thermogravitimetri yaitu menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan
pemanasan. Penimbangan bahan dnegan berat konstan yang berarti semua air
sudah diuapkan dan cara ini relative mudah dan murah. Percepatan
penguapaan air serta menghindari terjadinya reaksi yang lain karena
pemanasan maka dapat dilakukan pemanasan dengan suhu rendah atau vakum.
Namun, terdapat kelemahan cara analisa kadar air dengan cara pengeringan,
yaitu bahan lain selain air juga ikut menguap dan ikut hilang misalnya alcohol,
asam asetat, minyak atsiri. Kelemahan lain, yaitu dapat terjadi reaksi selama
pemanasan yang mengahsilkan air atau zat mudah menguap lainnya. Dan juga
bahan yang mengandung zat pengikat air akan sulit melepaskan airnya
walaupun sudah dipanskan (Sudarmadji, 2010).
Suatu bahan yang telah mengalami pengeringan lebih bersifat
hidriskopis daripada bahan asalnya. Selama pendinginan sebelum
penimbangan, bahan telah ditempatkan dalam ruangan tertutup kering
misalnya dalam desikator yang telah diberi zat penyerap air. Penyerapan air
atau uap ini dapat menggunakan kapur aktif, asam sulfat, silica gel, klorida,
kalium hidroksida, kalium sulfat atau bariumoksida. (Rohman, 2013)
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Waktu
Waktu : April – Mei 2017
B. Tempat
Tempat :Laboratorium Ilmu Gizi fakultas kesehatan
masyarakat (FKM) Univeristas Diponegoro
C. Alat
1. Cawan Porselen
2. Oven
3. Timbangan Analitik
4. Desikator
5. Spatula besi
6. Kuas
7. Gegep
8. Tissue
9. Pensil 2B
D. Bahan
1. Sampel bahan makanan (kacang hijau) yang telah dihaluskan
2. Buku panduan praktikum
3. Buku logbook

7
8

E. Skema Kerja berisikan Alur Kerja

Dimulai

Cawan porselen diberi kode menggunkaan pensil 2B

Cawan porselen dimasukkan kedalam oven pada suhu


1050C selama 1 jam

Cawan porselen dikeluarkan dari oven dan dimasukkan ke


dalam desikator

Timbangan analitik ditera sampai menunjukkan angka nol

Cawan porselen 1A ditimbang menggunakan timbangan


analitik dan dicatat hasil berat yang muncul

Dimasukkan sampel kedalam cawan porselen sebanyak ± 5


gram, ditimbang dan dicatat hasilnya

Dimasukkan sampel kedalam cawan porselen sebanyak ± 5


gram, ditimbang dan dicatat hasilnya

Cawan porselen 1A dikeluarkan dari timbangan analitik

Cawan porselen 1A dimasukkan dalam oven bersuhu


1050C menggunakan gegep selama 3 jam

Ditimbang cawan porselen 1A menggunakan timbanagan


analitik dan dicatat berat akhirnya

Diulangi langkah yang sama pada cawan 1B

Selesai

Gambar 3.1 Skema alur kerja Analisis Kadar Air


9

F. Pengolahan Data dan Analisis Data


a. Pengolahan Data
Pengolahan data yang dilakukan pada praktikum ini menggunakan
rumus analisi kadar air berikut adalah rumusnya :

𝐵2−𝐵3
Kadar air(g/100g) = 𝐵2−𝐵1 x 100%

Keterangan :
B1 = berat cawan kosong (berat cawan porselen yang telah distabilkan
dalam oven)
B2 = berat cawan dengan sampel sebelum dikeringkan
B3 =berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan
b. Analisis Data
Analisis Data yang digunakan untuk praktikum ini dengan cara
membandingkan hasil penelitian dengan Buku Daftar DKBM tahun 2009.
Hasil perhitungan yang didapatkan juga akan dibandingkan dengan hasil
dari kelompok lain yang menggunakan sampel yang sama
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Adapun hasil perhitungan analisis kadar air yang iddapatkan dari
semua kelompok praktikum sebagai berikut :
Tabel 4.1 hasil analisis kadar air
Kelompok Bahan B1(g) B2(g) B3(g) Kadar Air
1 2 3
1A Kacang 28,3375 33,3602 32,6657 13,82% - -
1B hijau 20,5606 25,6351 24,9439 13,62% - -
2A Kacang 21,6413 26,6354 26,1540 9,6% - -
2B kedelai 21,2931 26,2304 25,7674 9,38% - -
3A Kacang 27,4689 32,4626 32,1869 5,52% - -
3B Tanah 21,0424 26,0422 25,7619 5,56% - -
4A Kacang 25,8032 30,8334 30,2455 11,7% - -
4B Merah 28,4788 33,4131 32,8373 11,6% - -
5A Kacang 21,51 26,51 25,84 13,4 % - -
5B Hijau 27,89 32,89 32,21 13,6 % - -
6A Kacang 19,23 24,29 23,72 11,26% - -
6B Kedelai 18,37 23,37 22,82 11 % - -
7A Kacang 20,9220 25,9220 25,6965 4,51% - -
7B Tanah 20,1840 25,1839 24,9548 4,581% - -
8A Kacang 25,8563 30,8575 30,1736 13,67% - -
8B Merah 31,4983 36,4569 35,7636 13,98% - -

10
11

Rumus perhitungan kadar air :

𝐵2−𝐵3
Kadar air(g/100g) = 𝐵2−𝐵1 x 100%

𝐵2−𝐵3 33,3602−32,6657
Kadar air1 = 𝐵2−𝐵1 x 100% = x 100%
33,3602−28,3375

= 13,82 %
𝐵2−𝐵3 25,6351−24,9439
Kadar air1 = 𝐵2−𝐵1 x 100% = 25,6351−20,5606 x 100%

= 13,62 %

Jika RSD < 3% maka dicapai berat konstan :

𝑠𝑒𝑙𝑖𝑠𝑖ℎ 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 𝑘𝑒𝑑𝑢𝑎 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛


𝑅𝑆𝐷 = 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑘𝑒𝑑𝑢𝑎 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛

13,82−13,62
= 𝑥 100%
13,72

= 1,46 %, Jadi RSD < 3% maka dicapai berat konstan

B. Pembahasan
Pada praktikum kali ini peneliti menganalisis kadar air pada 2 sampel
dengan 2 cawan porselen yang berbeda, kali ini menggunakan metode
pengeringan dengan menggunakan oven. Sampel yang digunakan dalam
praktikum adalah kacang hijau yang sudah dihaluskan sebanyak 5 gram.
Praktikum diawali dengan hari sebelum melaksanakan praktikum,
peneliti memanaskan kedua cawan porselen terlebih dahulu di masukkan
selama 1 jam didalam oven, kemudiam dingkan didalam desikator selama 1
hari. Dimana di dalam desikator tersebut terdapat silica gel yang berfungsi
untuk meyerap air sehingga berat sampel akan tetap konstan dan tidak
berubah.
Langkah selanjutnya yaitu keluarkan sampel dari desikator dan di
masukkan ke dalam timbangan analitik yang sebelumnya timbangan tersebut
12

telah ditera terlebih dahulu. Lalu masukkan sampel kacang hijau ke dalam
cawan A sebanyak 5 gram dan catat hasilnya. Ulangi hal yang sama pada
cawan B. Setelah itu Cawan A dan B dimasukkan kembali kedalam oven
selama 3 jam. Prinsip kerja analisis kadar air adalah dengan mengeringkan
sampel dalam oven pada suhu 100-105OC sampai bobot konstan dan selisih
bobot awal dengan bobot akhir. Hasil perhitungan selisih tersebut dihitung
sebagai kadar air.
Berdasarkan praktikum pada kelompok 1 dengan sampel kacang hijau
analisis kadar air yang didapatkan yaitu pada cawan porselen A didapatkan
hasil sebesar 13,82% dan cawan porselen B 13,62%. Sedangkan pada
kelompok 5 dengan sampel yang sama kacang hijau didapatkan hasil, pada
cawan porselen A 13,4 % dan cawan porselen B 13,6 %. Hasil yang tidak jauh
berbeda dari dua kelompok ini dengan sampel yang sama yaitu kacang hijau.
Hal tersebut jika dibandingkan dengan kadar air kacang hijau pada daftar
DKBM 2009 yaitu dimana kadar air untuk kacang hijau 15,5 % (DKBM,2009)
hal ini menunjukkan jika hasil yang didapatkan peneliti dengan angka yang
berada di DKBM terlampau 1,68 % pada cawan A dan terlampau 1,88% pada
cawan B kelompok 1, dan terlampau 2,1 % cawan A dan 1,9 % cawan B pada
kelompok lain dengan sampel yang sama.
Hasil ini bisa dipengaruhi karena kacang hijau memiliki varietas yang
berbeda-beda sehingga akan berpengaruh juga terhadap kadar air yang
dimiliki dari masing – masing kacang hijau tersebut. Karena hal itulah sulit
untuk mendapatkan angka yang 100% akurat sama persis dengan DKBM
melihat adanya perbedaan varietas kacang hijau yang berbeda-beda hal ini
bisa dipengaruhi oleh kondisi geografis tempat pertumbuhan kacang hijau
tersebut. Jika dilihat dari hasil perbandingan kelompok 1 dan 5 hasil
penelitian menunjukkan angka analisis kadar air sampel kacang hijau yang
berbeda walaupun tidak terpaut angka yang jauh namun perbedaan hasil yang
diddapatkan bisa disebabkan oleh varietas kacang hijau yang digunakan oleh
13

kelompok 1 dan 5 berbeda sehingga kandungan air yang terdapat di dalam


sampel kacang hijau dari setiap kelompok juga berbeda-beda.
Setelah diketahui hasil analisis kadar air dari sampel kacang hijau
maka dilanjutkan kembali dengan menghitung RSD(Rasio Standart Deviasi)
dari sampel yang di teliti. RSD merupakan salah satu parameter yang
digunakan untuk mengetahui derajat kesesuaian antara hasil pengukuran yang
diterapkan berkali-kali pada sampel. Dimana RSD dikatakan normal apabila
didapatkan hasil perhitungan < 3 % maka dapat dikatakan bahwa berat sampel
tersebut dikatakan konstan.
Setelah di oven selama 3 jam kedua cawan di timbang kembali diatas
timbangan analitik dan dicatat hasilnya. Setelah dilakukan perhitungan
didapatkan hasil pada kelompok 1 dengan sampel kacang hijau RSD 1,46%
hal ini menunjukkan hasil dibawah 3 % sehingga dapat dikatakan bahwa
sampel mencapai berat konstan. Sehingga tidak perlu dilakukan pengukuran
B3 kembali untuk menghasilkan perhitungan yang konstan karena maksimal
RSD adalah sebesar 3 %.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
a. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan
bahan dalam oven pada suhu 105-110ºC selama 3 jam atau Sampai
didapat berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah
pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan.
b. Dalam praktikum yang dilakukan dengan menggunakan sampel kacang
hijau didapatkan hasil bahwa analisis kadar air cawan A 13,82% dan
cawan B 13,62 %. Hasil yang tidak jauh berbeda dengan kelompok lain
dengan sampel yang sama dimana cawan porselen A 13,4 % dan cawan
porselen B 13,6 %.Jika dibandingkan dengan DKBM 2009 15,5%
didapatkan hasil yang tidak jauh berbeda. Perbedaan bisa terjadi karena
varietas yang berbeda dari masing-masing kacang hijau. Dan untuk
perhitungan RSD didapatkan hasil 1,46% yang berarti < 3% berarti berat
sampel dikatakan konstan
B. Saran
a. Sebaiknya dalam praktikum praktikan lebih memerhatikan prosedur kerja
dan penggunaan alat agar tidak terjadi kesalahan dalam praktikum.
b. Sebaiknya dalam praktikum praktikan menggunakan alat laboratorium
dengan efektif dan efisien, mengingat terbatasnya alat laboratorium yang
tersedia

14
DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan, Nuri, dkk. 2011. Analisis Pangan .Dian Rakyat.Jakarta


Astuti. 2007. Petunjuk Analisis Bahan Biologi. Jurdik Biologi FMIPA
UNY.Yogyakarta.
Estiasih. 2009. Pengantar Teknologi Pangan. PT Bumi Aksara. Jakarta
Feri K.2010. Kimia Pangan ( Komponen Makro). Jakarta (ID): Dian Rakyat
Nuri A, Feri K, Dian H.2011. Analisis Pangan. Jakarta (ID): Dian Rakyat
Rohman, Abdul. 2013. Analisa Komponen Makanan. Graha Ilmu. Yogyakarta
Sodiq, Ibnu. 2008. Kimia Analitik I. Malang : JICA
Sudarrmadji,Slamet dkk.2010. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty
Yogyakarta.Yogyakarta
Winarno,F.G.2008. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama.Jakarta
Yunizal.2008. Technologi Pengolahan Alginat. BRKP. Jakarta

15
16

165
LAMPIRAN

Gambar 1 : proses pengovenan Gambar 2 : desikator

Gambar 3 : B1 cawan A Gambar 3 : B1 cawan B

16
LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH

ANALISIS ZAT GIZI (3 sks)

TOPIK 4 : ANALISIS KADAR SUKROSA

Oleh :
KELOMPOK1
SEMESTER/TAHUN AJARAN : VI / 2016-2017
DWI KURNIA YULIYAWATI 25010114120108

LABORATORIUM ILMU GIZI


DEPARTEMEN ILMU GIZI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN
TINGGI RI
JUNI TAHUN 2017
DAFTAR ISI

COVER………………………………………………………………i
DAFTAR ISI………………………………………………………..ii
DAFTAR TABEL…………………………………………………..iv
DAFTAR GAMBAR………………………………………………..v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................... 1
B. Tujuan
a. Tujuan Umum .................................................................. 2
b. Tujuan Khusus ................................................................. 2
C. Manfaat ................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Gula ....................................................................... 3
B. Jenis – Jenis Gula ................................................................ 4
C. Pengenalan Alat Rferaktometer ............................................ 6
D. Penentuan Kadar Sukrosa .................................................... 7
BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu .................................................................................. 8
B. Tempat ................................................................................ 8
C. Alat dan Bahan .................................................................... 8
D. Skema Kerja......................................................................... 9
E. Pengolahan Data dan Analisis Data .................................... 10
BAB IV Hasil dan Pembahasan
A. Hasil .................................................................................. 11
B. Pembahasan ...................................................................... 12
BAB V Penutup
A. Kesimpulan ........................................................................ 15
B. Saran .................................................................................. 15

ii
DAFTAR PUSTAKA.................................................................... 16
LAMPIRAN .................................................................................. 17

iii
DAFTAR TABEL

Gambar 4.1 Tabel hasil analisis kadar sukrosa ...........................................11

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Skema Kerja berisikan Alur Kerja Analisis Kadar Sukrosa………….9

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi
dan merupakan oligosakarida, polimer dengan derajat polimerasasi 2-10 dan
biasanya bersifat larut dalam air yang terdiri dari dua molekul yaitu glukosa
dan fruktosa. Gula memberikan flavor dan warna melalui reaksi browning
secara non enzimatis pada berbagai jenis makanan. Gula paling banyak
dieprdagangkan dalam bentuk Kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk
mengubah rasa menajdi manis dan keadaan makanan atau minuman. Dalam
industry pangam, sukrosa diperoleh dari bit atau tebu (Winarno, 2011).
Gula adalah suatu istilah umum yang sering diartikan bagi setiap
karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis, teteapi dalam industry pangan
baisnaya digunakan untuk menaytakan sukrosa (gula pasir), gula yang
diperoleh dari bit atau tebu. Gula merupakan karbohidrat dalam bentuk
monosakrida dan disakarida (Winarno, 2011).
Pemanis buatan yang termasuk dalam bahan tambahan pangan adalah
pemanis gula (sukrosa), yaitu senyawa yang memberikan persepsi manis,
tetapi tidak memberikan nilai gizi (non-nutritive sweeteners) (Saparinto,
2006). Pemanis buatan juga sering digunakan dalam industri. Pemanis
merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan dalam
produk olahan pangan, industri serta minuman dan makanan kesehatan
(Widajanti, 2015).
Penentuan Kadar Sukrosa pada sampel dilakukan dengan
menggunakan alat yang bernama Refraktometer. Refraktometer bekerja
menggunakan prinsip pembiasan cahaya ketika melalui suatu larutan. Ketika
cahaya datang dari udara ke dalam larutan maka kecepatannya akan berkurang.
Fenomena ini terlihat pada batang yang terlihat bengkok ketika dicelupkan ke

1
2

dalam air. Refraktometer memakai prinsip ini untuk menentukan jumlah zat
terlarut dalam larutan dengan melewatkan cahaya ke dalamnya (Andarwulan
et al: 2011).
Praktikum kali ini penting bahwa praktikan harus mengetahui cara
menganalisis kadar gula dalam makanan ataupun minuman, serta mengetahui
cara mengukur kadar gula pada smapel dengan menggunakan refractrometer
secara baik dan benar sesuai prosedur dan petunjuk pengaturan.
B. Tujuan Praktikum
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menganalisis kadar gula pada makanan.minuman
secara baik dan bena sesuai prosedur dan petunjuk pengaturan.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat mengetahui cara pengukuran kadar gula pada sampel
b. Mahasiswa dapat menghitung hasil analisis kadar gula pada sampel
C. Manfaat Praktikum
1. Mahasiswa dapat terlatih kemampuannya dalam melakukan analisis kadar
sukosa pada bahan makanan secara baik dan benar sesuai prosedur dan
petunjuk pengukuran.
2. Mahasiswa mampu dan memahami bagaimana menggunakan alat yang
berada di laboratorium gizi FKM Undip
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Gula
Gula merupakan salah satu bahan pemanis yang umumnya digunakan
dalam makanan maupun minuman. Sukrosa adalah salah satu jenis
karbohidrat dari golongan disakarida yang terdiri atas gula sederhana yaitu
glukosa dan fruktosa. Sukrosa sangat diperlukan tubuh manusia, hewan, dan
tumbuhan. Sukrosa juga disebut dengan gula dapur, sehingga komponen yang
dibutuhkan untuk membuat teh manis salah satunya membutuhkan senyawa
ini. Sukrosa dalam jaringan tumbuhan tertentu seperti tebu dan bit disimpan
sebagai cadangan makanan (Andarwulan,2011).
Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menajadi dumber
energy dan merupakan oligosakarida, polimer dengan derajat polimerasi 2-10
dan biasanya bersifat larut dalam air yang terdiri dari dua molekul yaitu
glukosa dan fruktosa. Gula memeberikan flavor dan warna melalui reaksi
browning secara non enzimatis pad aberbagai jenis makanan. Gula paling
banyak diperdagangkan dalam bentuk Kristal sukrosa padat. Gula digunakan
untuk mengubah rasa menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman.
Dalam industry pangan, sukrosa dieproleh dari bit atau tebu (Winarno,2011).
Gula adalah suatu istilah umum yang sering diartikan bagi setiap
karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis, teteapi dalam industry pangan
baisnaya digunakan untuk menaytakan sukrosa (gula pasir), gula yang
diperoleh dari bit atau tebu. Gula merupakan karbohidrat dalam bentuk
monosakrida dan disakarida (Winarno, 2011).

3
4

B. Jenis – Jenis Gula


1. Glukosa
Glukosa memiliki tingkat rasa manis hanya 0,74% kali tingkat manis
sukrosa, lukosa juga dikenal sebagai D-glukosa, Dextrosa, Glucolin,
Dextropur, Dextrosol, gula darah, gula anggur dan gula sirup jagung.
Terdapat luas dalam keadaan tak terikat dengan senyawa lain dalam buah
bagian tanaman lain dapat terikat dalam senyawa lain glukosida dan dalam
disakrida dan oligosakarida, dalam selulosa dan pati (polisakarida) dan dalam
glikogen. Dibuat secara komersial dari pati berbagai tanaman. (Syarif,2011).
2. Fruktosa
Fruktosa juga dikenal sebagai levulosa, senyawa ini secara kimiawi
mirip glukosa kecuali susunan atom-atom dalam molekulnya sedikit berbeda.
Fruktosa banyak terdapat dalam buah-buahan, madu, fruktosa dapat dibentuk
dari sirup hasil hidrolisa insulin (gula dari umbi tanaman bunga dahlia) secara
asam yang kemudian ditambah alcohol absolute. Dapat juga dibentuk secara
isomerasi glukosa (dengan enzim isomerase) atau dari sukrosa secara
enzimatis (enzim invertase). Fruktosa merupakan senyawa jenis gula yang
paling manis (1,12 kali lebih manis daripada sukrosa) dan sering digunakan
untuk mencegah rasa berpasir (sandiness) es krim. Lebih mudah larut dalam
air daripada glukosa. Satu gram fruktosa dapat larut dalam 15ml alcohol atau
dalam 14 ml methanol juga larut dalam aseton, piridin, etilamin, dan
metilamin. (Syarif,2011).
3. Disakarida
Gula gula disakarida mempunyai rumus umum C12H22O11. Senyawa –
senyawa ini terbentuk jika dua molekul monosakrida bergabung dengan
melepaskan satu molekuk air. Jenis – Jenis disakarida yaitu :
a) Sukrosa
Senyawa ini adalah yang dikenal sehari-hari dalam rumah tangga
sebagai gula dan dihasilkan dalam tanaman dengan jalan mengkondesasikan
glukosa dan fruktosa. Sukrosa didapatkan dalam sayuran dan buah – buahan,
5

beberapa diantaranya seperti tebu dan bit gula mengandung sukrosa dalam
jumlah yang relative besar. Dari tebu dan bit gula itulah gula dieksresikan
secara komersial. Madu lebah mengandung sebagian besar sukrosa dan hasil
hidrolisisnya. Sukrosa dapat menjadi hidrolisa dalam larutan asam encer atau
oleh enzim invertase menjadi glukosa dan fruktosa. Selama hidrolisa putaran
optis menurun dan yang mula-mula positif berubah menjadi negative setelah
menjadi hidrolisa sempurna. Campuran glukosa dan fruktosa disebut “ gula
invert” dan perubahannya disebut proses inverse. (Syarif,2011).
b) Laktosa
Gula ini dibentuk dengan proses kondensasi glukosa dan galaktosa.
Senyawa ini didapatkan hanya pada susu, dan menjadi satu – satunya
karbohidrat dalam susu. (Syarif,2011).
c) Maltosa
Molekul maltose dibentuk dari hasil kondensasi dua molekul glukosa
selama perkecambahan biji “barley”, pati diuraikan menajdi maltose. “Mah”
ingredien amat penting dalam pembuatan bir, dihasilkan pada proses ini.
Selama gula berasa manis, tetapi tingkatan rasa manisnya tidak sama (Syarif,
2011).
C. Pengenalan Alat Refraktometer
Refraktometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur
kadar/konsentrasi bahan terlarut. Misalnya gula, garam, protein, dsb. Prinsip
kerja dari refraktometer sesuai dengan namanya adalah memanfaatkan
refraksi cahaya. Refraktometer ditemukan oleh Dr. Ernest Abbe seorang
ilmuan dari German pada permulaan abad 20. Konsentrasi bahan terlarut
sering dinyatakan dalam satuan Brix(%) yang merupakan konsentrasi dari
bahan terlarut dalam sampel(larutan air). Kadar zat merupakan total dari
semua zat atau bahan dalam air, termasuk gula.pada dasarnya Brix(%)
dinyatakan sebagai jumlah gram dari tebu yang terdapat dalam larutan 100 g
gulatebu. Jadi pada saat mengukur larutan gula, Brix(%) harus benar benar
tepat sesuai dengan konsentrasinya (Sodiq,2008).
6

Brix adalah zat padat kering terlarut dalam suatu larutan (gram per 100
gram larutan) yang dihitung sebagai sukrosa. Zat yang terlarut seperti (sukrosa,
glukosa, fruktosa, dan lain-lain), atau garam – garam klorida atau sulfat dari
kalium, natrium, kalsium, dan lain-lain merespon dirinya sebagai brix dan
dihitung setara dengan sukrosa (Risvan,2009).
Brix adalah jumlah zat padat semu yang larut (dalam gr) setiap 100 gr
larutan. Jadi mislanya brix nira = 16, artinya bahwa dari 100 gram nira, 16
gram merupakan zat padat terlarut dan 84 gram adalah air. Untuk mengetahui
banyaknya zat padat yang terlarut dalam larutan (brix) diperlukan suatu laat
ukur (Risvan,2008).
Indeks bias adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam udara
dengan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Indeks bias berfungsi untuk
identifikasi zat kemurnian, suhu pengukuran dilakukan pada suhu 20 oC dan
suhu tersebut harus benar-benar diatur dan dipertahankan karena sangat
mempengaruhi indeks bias. Harga indeks bias dinyatakan dalam farmakope
Indonesia edisi empat dinyatakan garis (D) cahaya natrium pada panjang
gelombang 589,0 nm dan 589,6 nm. Umumnya alat dirancang untuk
digunakan dengan cahaya putih. Alat yang digunakan untuk mengukur indeks
bias adalah refraktometer ABBE. Untuk mencapai kestabilan, alat harus
dikalibrasi dengan menggunakan plat glass standart (Hidayanto, 2010).
D. Penentuan Kadar Sukrosa
Penentuan Kadar Sukrosa pada sampel dilakukan dengan
menggunakan alat yang bernama Refraktometer. Refraktometer bekerja
menggunakan prinsip pembiasan cahaya ketika melalui suatu larutan. Ketika
cahaya datang dari udara ke dalam larutan maka kecepatannya akan berkurang.
Fenomena ini terlihat pada batang yang terlihat bengkok ketika dicelupkan ke
dalam air. Refraktometer memakai prinsip ini untuk menentukan jumlah zat
terlarut dalam larutan dengan melewatkan cahaya ke dalamnya (Hidayanto, et
al: 2010).
7

Refraktometer terdiri atas beberapa bagian, yaitu kaca prisma, penutup


kaca prisma, sekrup pemutar skala, grip pegangan, dan lubang teropong.
Satuan skala pembacaan refraktometer yaitu °Brix, yaitu satuan skala yang
digunakan untuk pengukuran kandungan padatan terlarut. Skala °Brix dari
refraktometer sama dengan berat gram sukrosa dari 100 g larutan sukrosa
(Hidayanto, 2010)
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Waktu
Waktu : Kamis 13 April 2017, Pukul 07.00 WIB
B. Tempat
Tempat :Laboratorium Ilmu Gizi fakultas kesehatan
masyarakat (FKM) Univeristas Diponegoro
C. Alat
1. Refractometer
2. Pipet volume
3. Pipet tetes
4. Labu takar
5. Beaker glass
6. Tissue
7. Bulb
D. Bahan
1. Nescafe mocca cair 240 ml
2. Aquades
3. Alcohol
4. Buku panduan praktikum
5. Buku logbook

8
9

E. Skema Kerja berisikan Alur Kerja

Dimulai

Dituang sampel sebanyak 50ml kedalam beaker glass

Sampel diambil sebanyak 10ml menggunakan pipet volume

Dipindahkan ke dalam labu takar / labu volume

Ditambahkan aquades ke labu takar hingga mencapai 100ml

Sampel dihomogenkan dengan dikocok hingga tercampur

Dibersihkan refractometer menggunakan tisu yang sudah


dibasahi aquades dan alcohol dibersihkan dengan searah

Refractometer dipegang secara horizontal

Diteteskan sampel sebanyak 1-2 tetes diatas prisma

Ditutup prisma dengan perlahan-lahan agar tidak muncul


gelembung dan tidak meluber

Arahkan refractometer ke sumber cahaya

Dibaca skala melalui teropong yang ada di alat,catat hasilnya

Diulangi pembacaan skala menggunakan sampel yang


berbeda , catat hasilnya
Alat – alat dibersihkan dan diletakkan ke tempat semula

Selesai

Gambar 3.1 Skema alur kerja Analisis Kadar Sukrosa


10

F. Pengolahan Data dan Analisis Data


1. Pengolahan Data
Untuk mengetahui persentase kadar glukosa (% Brix dalam kemasan)
sampel, menggunakan rumus penghitungan, yaitu:
𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 100
% Brix dalam kemasan = x x volume kemasan
100 10


% brix = 100
100
% brix dalam kemasan = % brix x x Volume kemasan
10

 Jika RSD < 3% maka dicapai berat konstan


𝑠𝑒𝑙𝑖𝑠𝑖ℎ 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 𝑘𝑒𝑑𝑢𝑎 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛
𝑅𝑆𝐷 =
𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑘𝑒𝑑𝑢𝑎 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛
2. Analisis Data
Analisis Data dilakukan dengan membandingkan kandungan glukosa
maksimal yang diperbolehkan untuk minuman dalam kemasan pada SNI
3143-2011. Dan dibandingkan dengan Permenkes no 30 tahun 2013.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Adapun hasil perhitungan analisis kadar sukrosa dari semua kelompok
sebagai berikut :
Table 4.1 hasil kadar sukrosa semua kelompok
Kelompok Bahan Kadar Gula (% brix) Rata- rata Volume Kemasan
1 2
1 Nescafe 1,5 1,5 1,5 240 ml
2 Susu Coklat 2 2 2 250 ml
3 Sari Kacang Ijo 1 1 1 250 ml
4 Teh Pucuk 1 1 1 350 ml
5 Nescafe 1,2 1,6 1,4 240 ml
6 Susu Coklat 1,6 1,4 1,5 200 ml
7 Sari kacang ijo 1 1 1 250 ml
8 The Pucuk 0,6 0,6 0,6 500 ml

Rumus perhitungan Kadar Sukrosa :

𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 100


% Brix dalam kemasan = x x volume kemasan
100 10


% brix = 100
100
% brix dalam kemasan = % brix x x Volume kemasan
10

Perhitungan Nescafe :

11
12


% 𝑏𝑟𝑖𝑥 = 100
1,5
= 100 = 0,015 % brix
100
% brix dalam kemasan = % brix x x Volume kemasan
10
100
= 0,015 % brix 𝑥 x 240 ml
10

= 36
B. Pembahasan
Pada praktikum untuk menganalisis kadar sukrosa pada sampel
menggunakan sebuah alat yaitu refractometer. Adapun prinsip kerja dari alat
tersebut yaitu dengan pembiasan cahaya ketika melalui suatu larutan. Ketika
cahaya datang dari udara ke dalam larutan maka kecepatannya akan berkurang.
Refraktometer memakai prinsip ini untuk menentukan jumlah zat terlarut
dalam larutan dengan melewatkan cahaya ke dalamnya. Sumber cahaya
ditransmisikan oleh serat optic ke dalam salah satu sisi prisma dan secara
internal akan dipantulkan ke interface prisma dan sampel larutan. Bagian
cahaya ini akan dipantulkan kembali ke sisi yang berlawanan pada sudut
tertentu yang tergantung dari indeks bias larutannya.
Praktikum kali ini untuk menganalisis kadar sukrosa kelompok 1
mendapatkan sampel Nescafe cair mocha 240 ml. Di dalam kemasan Nescafe
mocha cair tersebut tercantum jumlah sukrosa yang terkandung sebanyak 17
gram pada label kemasan tersebut. Sampel yang digunakan sama seperti
dengan kelompok 5 nescafe cair mocha 240 ml. Langkah pertama yang
dilakukan dalam praktikum ini yaitu, dituang sampel 50ml kedalam gelas
beaker, diambil sampel sebanyak 10ml menggunakan pipet volume dan
dipindahkan kedalam labu takar. Setelah itu tambahakan aquades sebanyak
100ml ke dalam aquades dan homogenkan hingga tercampur merata secara
keseluruhan. Persiapkan alat refractrometer untuk dapat menganalisis kadar
sukrosa yang berada di dalam Nescafe mocha cair tadi. Baca skala yang
terlihat dan catat hasilnya.
13

Refractrometer merupakan sebuah alat yang biasa digunakan untuk


mengukur brix dalam suatu larutan. Brix adalah zat padat kering terlarut
dalam suatu larutan yang dihitung sebagai sukrosa. Satuan brix merupakan
satuan yang digunakan untuk menunjukkan kadar gula yang terlarut dalam
suatu larutan. Semakin tinggi derajat brix nya maka semakin manis larutan
tersebut. Pengukuran dilakukan dengan meneteskan 1-2 tetes sampel yang
telah di encerkan dengan aquades sebanyak 100ml diatas prisma
refractrometer.
Setelah dilakukan pengamatan terhadap hasil kandungan sukrosa
dalam brix, kemudian langkah selanjutnya adalah dilakukan perhitungan
persentase brix dalam kemasan masing-masing sampel. Untuk kelompok 1
dengan sampel Nescafe mocha cair 240 ml didapatkan hasil 36 % brix .
Artinya dalam setiap kemasan Nescafe mocha ukuran 240 ml, terdiri atas 36
bagian sukrosa. Hasil % brix yang didapatkan dari kelompok lain (kelompok
5) yaitu 33,6 % Brix Artinya dalam setiap kemasan Nescafe mocha ukuran
240 ml, terdiri atas 33,6 bagian sukrosa. Hasil % brix antara kelompok 1 dan
kelompok 5 terpaut 2,4 % brix, hal ini bisa terjadi mungkin karena praktikan
dalam kelompok 1 dan kelompok 5 saat melakukan pengenceran dengan
aquades sampel belum terhomogenkan secara keseluruhan, atau dapat
disebabkan karena salah satu kelompok tidak menyadari adanya gelumbung
yang muncul sehingga bepengaru pada hasil yang berbeda.
Hasil uji analisis kadar sukrosa jika dibandingkan dengen permenkes
sebagi berikut :
Menurut Permenkes no 30 tahun 2013 pada pasal 4 disebutkan :
1. Informasi kandungan Gula, Garam, dan Lemak terdiri atas kandungan
gula total, natrium total, dan lemak total.
2. Pesan kesehatan berbunyi “Konsumsi Gula lebih dari 50 gram,
Natrium lebih dari 2000 miligram, atau Lemak total lebih dari 67 gram
per orang per hari berisiko hipertensi, stroke, diabetes, dan serangan
jantung”.
14

Dilihat dari hasil yang didapatkan oleh kelompok 1 dan kelompok 5


dengan sampel Nescafe mocha cair 240 ml dengan % brix masing –masing
kelompok yaitu 36% brix dan 33,6 % brix, jika dibandingkan dengan
permenkes tersebut maka kadar sukrosa yang terdapat didalam sampel masih
aman dikonsumsi selama itu tidak berlebihan. Nilai kandungan sukrosa di
dalam kemasan Nescafe mocha cair 17 gram, hal ini juga menunjukkan angka
yang masih aman untuk dikonsumsi oleh tubuh karena tidak melebihi takaran
konsumsi gula oleh tubuh yaitu < 50 gram.
Nilai kandungan sukrosa yang tercantum pada label kemasan Nescafe
mocha cair yaitu 17 gram. Hasil ini menunjukkan angka yang jauh antara hasil
yang didapatkan dengan angka yang tertera dalam label kemasan. Namun jika
diamati untuk sampel yang sama pada kelompok 1 dan kelompok 5 dengan
sampel Nescafe mocha cair 240 ml dengan % brix masing –masing kelompok
yaitu 36% brix dan 33,6 % brix dan dengan sampel yang sama dapat dilihat
bahwa antara hasil yang didapatkan dengan angka pada label kemasan
menunjukkan selisih yang cukup jauh. Hal ini kemungkinan bisa terjadi
Karena kesalahan pada peneliti pada saat pengenceran Nescafe peneliti tidak
menyadari adanya gelembung yang muncul sehingga hal tersebut dapat
berpengaruh terhadap % brix yang didapatkan. Atau juga bisa dikarenakan
faktor lain yang diluar kemampuan kami sebagai peneliti.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Penentuan Kadar Sukrosa pada sampel dilakukan dengan menggunakan
alat yang bernama Refraktometer. Refraktometer bekerja menggunakan
prinsip pembiasan cahaya ketika melalui suatu larutan. Ketika cahaya
datang dari udara ke dalam larutan maka kecepatannya akan berkurang.
2. Pada praktikum kali ini kelompok 1 mendapatkan sampel nescfae mocha
cair 240 ml. Setelah dilakukan perhitungan % brix didapatkan hasil 36%.
Sedangkan untuk kelompok lain dengan sampel yang sama didapatkan
hasil % briz yaitu 33,6 %. Kadar sukrosa dalam kemasan sampel sebesar
17 gram, terdapat jarak yang cukup jauh antara hasil yang didapatkan
dengan yang tercantum dalam kemasan. Hal ini bisa terjadi mungkin
karena kesalahan dari peneliti saat pengenceran ataupun bisa dari faktor
lain diluar kemampuan peneliti.
B. Saran
1. Sebaiknya dalam praktikum praktikan lebih memerhatikan prosedur kerja
dan penggunaan alat agar tidak terjadi kesalahan dalam praktikum.
2. Sebaiknya dalam praktikum praktikan menggunakan alat laboratorium
dengan efektif dan efisien, mengingat terbatasnya alat laboratorium yang
tersedia.

15
DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan,Nuri,dkk.2011.Analisis Pangan. Dian Rakyat. Jakarta


Hidayanto, Eko dkk. 2010. Aplikasi Portable Brix Meter untuk Pengukuran Indeks
Bias. Jurnal Berkala Fisika. Vol. 13. No. 4. Semarang
Syarif, R, dan Hanid. 2011. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan. Jakarta.
Sodiq, Ibnu. 2008. Kimia Analitik I. Malang : JICA
Widajanti Laksmi, dkk. 2015. Petunjuk Praktikum Analisis Zat Gizi Edisi Kedua.
Semarang : Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro.
Winarno.F.G.2011. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Anonim a. 2010. Refraktometri. http://www.scribd.com/doc/5006057/refraktometri
diakses pada 18 april 2017
Anonim b.2010. Refraktometer. http://www.scribd.com/doc/28934767/ diakses pada
18 april 2017
Anonim c. 2010. Refraktometer. http://www.scribd.com/doc/16603900/refraktometer.
diakses pada 18 april 2017
Permenkes no 30 tahun 2013. http://www.indonesian-publichealth.com/permenkes-
pencantuman-informasi-kandungan-gula-garam-dan-lemak/ diakses pada 19
april 2017
Risvan. 2008. Refractrometri. https://www.scribd.com/doc/28934767/LAPORAN-
PRAKTIKUM4 diakses pada 18 april 2017

16
LAMPIRAN

Gambar 1 : Kemasan Sampel Gambar 2 : Sampel Nescafe Cair

Nescafe mocha cair 240 ml

Gambar 3 : Sampel dimasukkan gambar 4 : proses pengencera

Dalam pipet volume dengan aquades hingga 100 ml

17
18
LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH

ANALISIS ZAT GIZI (3 sks)

TOPIK 5 : ANALISIS KADAR LEMAK

Oleh :
KELOMPOK1
SEMESTER/TAHUN AJARAN : VI / 2016-2017
DWI KURNIA YULIYAWATI 25010114120108

LABORATORIUM ILMU GIZI


DEPARTEMEN ILMU GIZI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
RI
JUNI TAHUN 2017
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................ i
DAFTAR ISI ................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .......................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................... v
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang..................................................................... 1
B. Tujuan
a. Tujuan Umum ................................................................ 2
b. Tujuan Khusus ............................................................... 2
C. Manfaat ............................................................................... 2
BAB II Tinjauan Pustaka
A. Definisi Lemak .................................................................... 3
B. Sifat – sifat Fisis Lemak dan Minyak .................................. 4
C. Definisi Kadar Lemak ......................................................... 5
D. Analisis Lemak dengan Metode Soxhlet .............................. 6
BAB III Metode Praktikum
A. Waktu ................................................................................. 9
B. Tempat ................................................................................. 9
C. Alat dan Bahan..................................................................... 9
D. Skema Kerja berisikan Alur Kerja ...................................... 10
E. Pengolahan Data dan Analisis Data .................................... 11
BAB IV Hasil dan Pembahasan
A. Hasil ................................................................................. 12
B. Pembahasan ..................................................................... 13
BAB V Penutup
A. Kesimpulan ....................................................................... 16
B. Saran................................................................................. 16

ii
DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 17
LAMPIRAN ................................................................................. 18

iii
DAFTAR TABEL

Gambar 4.1 Tabel hasil analisis kadar lemak .......................................... 12

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Skema Kerja analisis kadar lemak………….........................10

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lemak merupakan salah satu sumber utama energy dan mengandung
lemak esensial. Konsumsi lemak jika berlebihan dapat merugikan kesehatan,
misalnya kolesterol dan lemak jenuh. Berbagai jenis makanan, komponen
lemak memegang peranan yang menentukan karakteristik fisik keseluruhan,
seperti aroma, tekstur, rasa dan penampilan. Hasil demikian sulit untuk
menjadikan makanan tertentu menjadi rendah lemak (lowfat), karena jika
lemak dihilangkan salah satu karateristik fisik menjadi hilang. Lemak juga
merupakan target untuk oksidasi, yang menyebabkan pembentukan rasa tak
enak dan produk menjadi berbahaya (sudarmadji, 2010).
Lemak merupakan bagian dari lipid yang mengandung asam lemak
jenuh bersifat padat. Lemak merupakan senyawa organic yang terdapat di
alam serta tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organic non-polar
seperti dietil eter, kloroform, benzene, hexane dan hidrokarbon lainnya.
Terdiri dari dua jenis lemak yaitu lemak jenuh dan lemak tak jenuh. Lemak
jenuh terdapat pada pangan hewani (Makfoeld,2008).
Kadar lemak dalam suatu bahan pangan dapat diketahui dengan cara
mengekstraksi lemak. Metode ekstraksi lemak terdiri dari ekstaksi lemak
kering dan ekstraksi lemak basah. Ekstraksi lemak kering dapat dilakukan
dengan menggunakan metode soxhlet. Prinsipnya metode soxhlet ini
menggunakan sampel lemak kering yang diekstraksi secara terus-menerus
dalam pelarut dengan jumlah yang konstan (winarno, 2011).
Metode soxhlet merupakan metode kuantitatif untuk menentukan
kadar lemak dalam bahan pangan. Metode ini dilakukan dnegan cara
melarutkan sampel dalam pelarut organic yang telah dipanaskan. Keuntungan
dari metode soxhlet yaitu metode ini dpaat digunakan untuk sampel yang

1
2

lunak dan yang tidak tahan terhadap pemanasan secara langsung,


menggunakan pelarut yang lebih sedikit, dan pemanasan dapat diatur
sederhana dan mempunyai ketepatan yang baik.
Kerugian atau kekurangan dari metode soxhlet yaitu metode ini dapat
menyebabkan reaksi peruraian oleh panas, karena pelarut yang didaur ulang
dan secara terus menerus dipanaskan, kemudian jumlah total senyawa-
senyawa yang diekstraksi akan melampaui kelarutannya dalam pelarut
tertentu sehingga dapat mengendap dalam wadah dan membutuhkan volume
pelarut yang lebih banyak untuk melarutkannya, dan metode ini tidak cocok
digunakan untuk pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi,seperti metanol
atau air, karena seluruh alat yang berada di bawah kondensor perlu berada
pada temperatur ini untuk pergerakan uap pelarut yang efektif (Harper 2009).

B. Tujuan Praktikum
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menganalisis kadar lemak secara baik dan benar
sesuai prosedur kerja.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat mengetahui cara menganalisis kadar lemak pada
sampel.
b. Mahasiswa dapat menghitung hasil analisis kadar lemak pada sampel.
C. Manfaat Praktikum
1. Mahasiswa dapat terlatih kemampuannya dalam melakukan analisis kadar
lemak pada praktikum analisis zat gizi pangan.
2. Mahasiswa dapat menghitung jumlah kadar lemak dari sampel yang di uji
cobakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definis Lemak
Lemak merupakan salah satu sumber utama energy dan mengandung
lemak esensial. Namun konsumsi lemak berlebihan dapat merugikan
kesehatan, misalnya kolesterol dan lemak jenuh. Dalam berbagai makanan,
komponen lemak memegang peranan yang menentukan karakteristik fisik
keseluruhan, seperti aroma, tekstur, rasa dan penampilan. Karena itu sulit
untuk menjadikan makanan tertentu menjadi rendah lemak (lowfat), karena
jika lemak dihilangkan salah satu karateristik fisik menjadi hilang. Lemak
juga merupakan target untuk oksidasi, yang menyebabkan pembentukan rasa
tak enak dan produk menjadi berbahaya (sudarmadji, 2010).
Lemak biasanya dinyatakan sebagai komponen yang larut dalam
pelarut organik (seperti eter,heksan atau kloroform), tapi tidak larut dalam air.
Senyawa yang termasuk golongan ini meliputi triasilgliserol, diasilgliserol,
monoasilgliserol, asam lemak bebas, fosfolipid, sterol, karotenoid dan
vitamin A dan D. Fraksi lemak sendiri mengandung campuran kompleks dari
berbagai jenis molkeul. Namun triagliserol merupakan komponen utama
sebagian besar makanan, jumlahnya berkisar 90-99% dari total lemak yang
ada. Triasilgliserol merupakan ester dari tiga asam lemak dan sebuah molekul
gliserol. Asam lemak yang ditemukan di makanan bervariasi panjang
rantainya, derajat ketidakjenuhannya dan posisinya pada molekul gliserol.
Akibatnya fraksi triasilgliserol sendiri mengandung campuran kompleks dari
berbagai jenis molekul yang berbeda. Masing-masing jenis lemak mempunyai
profil lemak yang berbeda yang menentukan sifat fisikokimia dan
nutrisinya.Istilah lemak, minyak dan lipid sering digunakan secara berbeda
oleh ahli makanan.Umumnya yang dimaksud lemak adalah lipid yang padat,

3
4

sedangkan minyak adalah lipid yang cair pada suhu tertentu (sudarmadji,
2010).
Fungsi lemak bagi tubuh antara lain adalah sebagai komponen dasar
dari membrane sel, sebagai sumber energy yang lebih efektif dibandingkan
karbohidrat dan protein, menghemat penggunaan protein sebagai sumber
energy, lemak khususnya minyak nabati mengandung asam lemak esensial
(sptlinoleat, lenoleat dan arakidonat), berperan sebagai sumber sekaligus
pelarut/alat angkut bagi vitamin A,D,E, dan K, sebagai cadangan energy,
keberadaan simpanan lemak dapat sebagai pelindung organ penting,
keberadaan lemak bawah kulit melindungi terhadap perubahan suhu luar
mendadak & dari kehilangan panas yang tidak terduga (sudarmadji, 2010).
B. Sifat – Sifat Fisis Lemak dan Minyak
Lemak dan minyak meskipun serupa dalam struktur kimianya,
menunjukkan keragaman yang besar dalam sifat-sifat fisiknya :
1. Sifat fisik yang paling jelas adalah tidak larut dalam air. Hal ini
disebabkan oleh adanya asam lemak berantai karbon panjang dan tidak
adanya gugus polar.
2. Viskositas minyak dan lemak cair biasanya bertambah dnegan bertambah
panjangnya rantai karbon; berkurang dengan naiknya suhu, dan berkurang
dengan tidak jenuhnya rangakaian karbon.
3. Minyak dan lemak lebih padat dalam keadaan cair. Berat jenisnya lebih
tinggi untuk trigliserida tidak jenuh. Berat jenis menurun dengan
bertambahnya suhu.
4. Oleh karena lemak trigliserida adalah campuran triggliserida, titik cairnya
tidka tepat. Titik cairnya lemak dan minyak dapat ditentukan oleh
beberapa faktor. Makin pendek rantai asam lemak, makin rendah titik cair
trigliserida itu. Cara cara penyebaran asam lemak dalam suatu lemak juga
mempengaruhi titik cairnya (Hari, 2009).
5

C. Definisi Kadar Lemak


Lemak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan lipid,
yaitu senyawa organic yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi
larut dalam pelarut organic non-polar, misalnya detil eter, kloroform, benzene
dan hidrokarbon lainnya. Lemak merupakan salah satu kandungan utama
dalam makanan juga merupakan salah satu sumber utama energy dan
mengandung lemak esensial. Komponen lemak memgang peranan penting
yang menentukan karakteristik fisik makanan seperti aroma, tekstur, rasa dan
penampilan. Jika lemak dihilangkan maka salah satu karakteristik fisik
menjadi hilang (sudarmadji, 2010).
Lemak merupakan zat gizi yang sangat penting bagi tubuh kita. Lemak
memiliki banyak fungsi yang sangat penting antara lain sebagai sumber energi,
pelumas sendi, memberikan cita rasa pada makanan dan fungsi penting
lainnya. Oleh karena itu keberadaan lemak dalam suatu
bahan pangan perlu utuk dipertimbangkan kadarnya karena selain memiliki
fungsi yang penting bagi tubuh dan fungsi fungsional lainnya, lemak juga
memiliki efek negatif jika berlebihan. Lemak dapat dianalisis dengan berbagai
metode Beberapa metode analisis lemak diantaranya, yaitu:
a. metode Soxhlet,
b. metode Goldgish, dan
c. metode Babcock.
Percobaan penetapan kadar lemak pada praktikum dilakukan dengan
metode Soxhlet. Hal ini dilakukan karena metode Soxhlet lebih sesuai
digunakan untuk menganalisa sample dalam wujud padat seperti pada sampel
ang digunakan, sedangkan metode Babcock lebih sesuai untuk analisis
lemak berwujud cair (Sudarmadji 2003)
Kadar lemak berfungsi untuk mengetahui presentasi jumlah lemak
yang ada dalam suatu makanan , melalui kadar lemak, suatu makanan juga
dapat diketahui apakah aman atau tidak untuk dikonsumsi. Kadar lemak
dalam suatu bahan pangan dapat diketahui dengan cara mengekstraksi
6

lemak.Metode ekstraksilemak terdiri dari ekstaksi lemak kering dan ekstraksi


lemak basah. Ekstraksi lemak kering dapat dilakukan dengan menggunakan
metode Soxhlet. Pada prinsipnya metode Soxhlet ini menggunakan sampel
lemak kering yang diekstraksi secara terus-menerus dalam pelarut dengan
jumlah yang konstan (Jalip, 2008).
Penentuan kadar lemak pada suatu bahan yang dilakukan dengan
menggunakan alat ekstraktor Soxchlet merupakan cara ekstraksi yang efisien,
karena pelarut yang digunakan dapat diperoleh kembali. Bahan yang
digunakan untuk dianalisis harus kering, karena apabila masih basah akan
memperlambat proses skstraksi, selain itu air dapat turun ke labu dan akan
mempengaruhi perhitungan (Jalip, 2008).
D. Analisis Lemak dengan Metode Soxhlet
Metode soxhlet merupakan metode kuantitatif untuk menentukan
kadar lemak dalam bahan pangan. Metode ini dilakukan dnegan cara
melarutkan sampel dalam pelarut organic yang telah dipanaskan. Keuntungan
dari metode soxhlet yaitu metode ini dpaat digunakan untuk sampel yang
lunak dan yang tidak tahan terhadap pemanasan secara langsung,
menggunakan pelarut yang lebih sedikit, dan pemanasan dapat diatur
sederhana dan mempunyai ketepatan yang baik. Kerugian atau kekurangan
dari metode soxhlet yaitu metode ini dapat menyebabkan reaksi peruraian
oleh panas, karena pelarut yang didaur ulang dan secara terus menerus
dipanaskan, kemudian jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan
melampaui kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap
dalam wadah dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk
melarutkannya, dan metode ini tidak cocok digunakan untuk pelarut dengan
titik didih yang terlalu tinggi,seperti metanol atau air, karena seluruh alat yang
berada di bawah kondensor perlu berada pada temperatur ini untuk pergerakan
uap pelarut yang efektif (Harper 2009).
Langkah awal dari percobaan kali ini yaitu mengoven atau
memanaskan labu lemak pada suhu 105ᵒC, tujuan dari pemanasan tersebut
7

adalah untuk mensterilkan labu lemak.Kemudian menimbang berat sampel


yang sudah dihaluskan sebesar 5 gram. Sampel yang digunakan harus halus
dikarenakan agar dapat dimasukkan ke dalam alat, dan mudah diekstraksi.
Setelah ditimbang selanjutnya sampel dibungkus dengan kertas lemak yang
diikat, kemudian dimasukkan kedalam thimble. Thimble merupakan
selongsong tempat sampel yang ada pada perangkat soxhlet.Pelarut
dimasukkan setelah sampel berada pada thimble, pelarut yang digunakan
adalah hexana yang merupakan bagian dari pelarut anhydrous (Setiadji, 2007).
Pelarutan hydrous adalah pelarut yang benar-benar bebas air. Hal ini
beryujuan supaya bahan-bahan yang larut air tidak terekstrak dan terhitung
sebagai lemak serta keaktifan pelarut tersebut tidak berkurang. Pelarut
kemudian dipanaskan atau dididihkan, uapnya akan naik melewati soxhlet
menuju pipa pendingin. Air yang dialirkan melewati bagian luar kondensor
sehingga mengembunkan uap, dan akan menetes ke dalam thimble. Tetesan
uap tersebut akan mengenai sample, dan pelarutakan melarutkan lemak.
Larutan sari akan terkumpul dalam thimble dan jika sudah melampaui batas,
sari tersebut akan dialirkan lewat sifon menuju labu (Setiadji, 2007).
Proses ekstraksi ini berlangsung selama tiga siklus pada percobaan
yang dilakukan, hal tersebut dilakukan agar ada lemak tertampung di dalam
labu lemak, setelah terkumpul lemak di dalam labu maka dipanaskan kembali
selama 30 menit, dan didinginkan pada desikator selama 15menit. Tujuan dari
pendinginan selama 15menit pada desikator adalah untuk menyeimbangkan
objek dengan udara yang dikendalikan sehingga galat yang disebabkan oleh
penimbangan air bersama-sama dengan objek dapat dihindarkan (Basset
1994). Setelah labu lemak dingin,maka tahap terakhir yaitu menimbang
kembali labu dengan sampel lemak yang sudah terkumpul.Penelitian ini
menggunakan pelarut hexana. Heksana adalah bahan kimia yang terbuat dari
minyak mentah. Ciri dari normal heksana diantaranya tidak berwarna dan
memiliki bau yang tajam, mudah terbakar dan uapnya eksplosif.
Heksanadigunakan sebagai pelarut, biasanya untuk mengeskstrak minyak.
8

Pelarut ini juga dapat digunakan sebagai agen pembersih


pada percetakan, tekstil, pembuatan sepatu. Heksana dalam percobaan ini
digunakan sebagai pelarut lemak (Setiadji, 2007).
Menentukan Kadar Lemak dengan soxhlet menurut yaitu Sebanyak 5g
sampel dibungkus dengan kertas saring, kemudian ditutup dengan kapas wool
yang bebas lemak. Kertas saring yang berisi sampel tersebut dimasukkan
dalam alat ektraksi soxhlet, kemudian dipasang alat kondensor ditasnya dan
labu lemak di bawahnya. Pelarut dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya
sesuai dengan ukuran yang digunakan. Selanjutnyadilakukan refluks
minimum 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna
jernih. Pelarut yang ada di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung.
Kemudian labu lemak yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada
suhu 1050C, untuk menguapkan sisa pelarut yang mungkin masih tertinggal.
Selanjutnya didinginkan dalam desikator dan dilakukan penimbangan hingga
diperoleh bobot tetap (Andarwulan dkk.,2011).
BAB III
METODELOGI PENELITIAN

A. Waktu
Waktu : Praktikum analisis kadar lemak dilakasanakan pada
tanggal 20 April 2017, pukul 07.00 WIB
B. Tempat
Tempat : Laboratorium Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan
Masyarakat (FKM) Univeristas Diponegoro
C. Alat dan Bahan
a. Alat
1. Kertas Saring
2. Labu Lemak
3. Alat Soxhlet
4. Pemanas Listrik
5. Neraca Analitik
6. Benang Wol
7. Gegep
8. Spatula Besi
b. Bahan
1. Sampel kacang Hijau
2. N-Heksana (pelarut non polar)
3. Logbook
4. Buku Panduan Praktikum

9
10

D. Skema kerja
Dimulai

Dipersiapkan Alat – Alat dan Bahan

Ditimbang sampel ± 5gram

Dibungkus sampel dengan kertas saring dan diikat dengan tali


benang

Dipersiapkan alat soxhlet

Dipersiapkan alat soxhlet

Selongsong kertas berisi sampel dimasukkan kedalam alat


soxhlet

Dimasukkan n-Heksana ke dalam soxhlet

Dimasukkan air kedalam soxhlet

Dinyalakan alat soxhlet dan proses ekstrak dilakukan selama 6-


8 jam

Dimasukkan ekstrak lemak ke oven dengan suhu 1050C selama


± 1 jam

Sampel yang telah selesai dioven didinginkan didalam desikator


dan ditimbang

Diulangi pengeringan hingga mencapai berat konstan

selesai
Gambar 3.1 Skema Alur Kerja kadar Lemak
11

E. Pengolahan dan Analisis Data


a. Pengolahan Data
Pengolahan data yang dilakukan dalam praktikum ini menggunakan
dengan rumus analisis kadar lemak sebagai berikut :

𝑊1 − 𝑊2
% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑥 100 %
𝑊

Keterangan :
W 1 = Berat labu lemak setelah diekstraksi (gram)
W 2 = Berat labu lemak sebelum di ekstraksi ( gram)
W = Berat sampel (gram)
b. Analisis Data
Analisis data yang digunakan untuk praktikum ini dengan
membandingkan hasil penelitian yang didapatkan dengan Buku Daftar
Bahan Makanan (DKBM ) tahun 2009. Hasil yang didapatkan dari
perhitungan juga akan dibandingkan dengan kelompok lain yang
menggunakan sampel yang sama. Praktikum kadar lemak ini
menggunakan metode Soxhlet dalam penentuan kadar lemak dalam bahan
pangan yang diujicobakan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Tabel 4.1 hasil analisis kadar lemak
Kelompok Bahan W (gram) W1 (gram) W2(gram) % Kadar
Lemak
1 Kacang Hijau 4,4301 103,6986 103,6579 0,92%
2 Kacang Kedelai 4,6112 105,9402 105,0975 18,28%
3 Kacang Tanah 4, 7286 118,0220 115, 7510 48,02%
4 Kacang Merah 4,3831 109,2562 109,1417 2,61%
5 Kacang Hijau 4,37 105,0380 104,98 2,35%
6 Kacang Kedelai 4,4922 110,8164 109,9231 19,24%
7 Kacang Tanah 4,5798 109,0302
8 Kacang Merah 4,4390 103,4197 103,3155 2,35%

Berikut adalah perhitungan sampel kacang hijau dengan menggunakan


rumus analisis kadar lemak :
𝑊1 − 𝑊2
% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑚𝑎𝑘 = 𝑥 100 %
𝑊
Keterangan :
W 1 = Berat labu lemak setelah diekstraksi (gram)
W 2 = Berat labu lemak sebelum di ekstraksi ( gram)
W = Berat sampel (gram)
103,6986 − 103,6579
% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑚𝑎𝑘 = 𝑥 100 %
4,4301
0,0407
% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑚𝑎𝑘 = 𝑥 100 %
4,4301

12
13

% Kadar lemak = 0,92%


B. Pembahasan
Lemak merupakan zat gizi yang sangat penting bagi tubuh kita. Lemak
memiliki banyak fungsi yang sangat penting antara lain sebagai sumber energi,
pelumas sendi, memberikan cita rasa pada makanan dan fungsi penting
lainnya. Oleh karena itu keberadaan lemak dalam suatu
bahan pangan perlu utuk dipertimbangkan kadarnya karena selain memiliki
fungsi yang penting bagi tubuh dan fungsi fungsional lainnya, lemak juga
memiliki efek negatif jika berlebihan. Fungsi lemak bagi tubuh antara lain
adalah sebagai komponen dasar dari membrane sel sebagai sumber energy
yang lebih efektif dibanding karbohidrat dan protein (9:4), menghemat
penggunaan protein sebgaai sumber energy lemak khususnya minyak nabati
mengandung asam-asam lemak esensial, (sptlinoleat, lenoleat dan arakidonat),
berperan sebagai sumber sekaligus pelarut / alat angkut bagi vitamin A,D,E,
dan K sebagai cadangan energy, keberadaan simpanan lemak dapat sebagai
pelindung organ penting keberadaan lemak bawah kulit melindungi terhadap
perubahan suhu luar mendadak dan dari kehilangan panas yang tidak terduga
(sudarmadji, 2010).
Penelitian ini yaitu mengenai analisis kadar lemak suatu bahan pangan
yaitu kacang hijau, dan percobaan kali ini menggunakan metode soxhlet.
Langkah awal dari percobaan kali ini yaitu mengoven atau memanaskan labu
lemak pada suhu105ᵒC, tujuan dari pemanasan tersebut adalah untuk
mensterilkan labu lemak. Kemudian menimbang berat sampel yang sudah
dihaluskan sebesar 5 gram. Sampel yang digunakan harus halus dikarenakan
agar dapat dimasukkan ke dalam alat, dan mudah diekstraksi. Setelah
ditimbang selanjutnya sampel dibungkus dengan kertas saring yang diikat
dengan benang wol, kemudian dimasukkan kedalam thimble. Thimble
merupakan selongsong tempat sampel yang ada pada perangkat soxhlet.
Pelarut dimasukkan setelah sampel berada pada thimble, pelarut yang
digunakan adalah hexana yang merupakan bagian dari pelarut anhydrous.
14

Pelaruran hydrous adalah pelarut yang benar-benar bebas air. Hal ini
bertujuan supaya bahan-bahan yang larut air tidak terekstrak dan terhitung
sebagai lemak serta keatifan pelarut tersebut tidak berkurang ( Slamet , 2012).
Pelarut kemudian dipanaskan atau dididihkan, uapnya akan naik
melewati soxhlet menuju pipa pendingin. Air yang dialirkan melewati bagian
luar kondensor sehingga mengembunkan uap, dan akanmenetes ke dalam
thimble. Tetesan uap tersebut akan mengenai sample, dan pelarut akan
melarutkan lemak. Larutan sari akan terkumpul dalam thimble dan jika sudah
melampaui batas, sari tersebut akan dialirkan lewat sifon menuju labu.Proses
ekstraksi ini berlangsung selama tiga siklus pada percobaan yang dilakukan,
hal tersebut dilakukan agar ada lemak tertampung di dalam labu lemak,setelah
terkumpul lemak di dalam labu maka dipanaskan kembali selama ±1 jam
dalam oven,dan didinginkan pada desikator selama 15 menit. Tujuan dari
pendinginan selama 15 menit pada desikator adalah untuk menyeimbangkan
objek dengan udara yang dikendalikan sehingga alat yang disebabkan oleh
penimbangan air bersama-sama dengan objek dapat dihindarkan (Basset
1994). Setelah didingkan didalam desikator timbang sampel pada timbangan
analitik dan catat hasilnya sampai sampel menunjukkan berat konstan
(Fessenden, 2009).
Setelah dilakukan penimbangan pada sampel kacang hijau didapatkan
hasil berat pertama yaitu sebesar 5 % , jika dibandingkan dengan kadar lemak
kacang hijau dalam DKBM 1,5 maka berat sampel kacang hijau masih belum
konstan sehingga harus dilakukan pengovenan ulang selama 1 jam lagi,
kemudian di letakkan ke dalam desikator kembali selama 15 menit timbang
hasilnya dan ulangi perhitungan hingga mencapai berat konstan. Tetapi sesaat
berada di desikator yang seharusnya hanya 15 menit akibat keterbatasan
waktu dan kurang cermat nya praktikan maka sampel tertahan selama 3 hari di
dalam desikator sehingga menyebabkan pada hari ketiga ketika ingin
melakukan penimbangan lemak yang terdapat labu lemak sudah mongering
dan tidak tersisa lemak setetes pun. Dikarenakan hal tersebut praktikan tetap
15

menimbang labu lemak yang sudah tidak berisikan lemak tersebut sehingga
setelah ditimbang hasilnya didapatkan perhitungan analisis kadar lemak pada
kacang hijau sebesar 0,92 %, jika dibandingkan dengan DKBM kacang hijau
1,5 angka ini terpaut 0,58 angka hasil yang didapatkan oleh praktikan dan
DKBM. Hal ini bisa dipenagruhi karena kesalahan pada saat di desikator
selama 3 hari yang menyebabkan lemak hilang sehingga pada saat
penimbangan ukuran nya menjadi sangat kecil. Hal ini lain terjadi pada
kelompok 5 yang menggunakan sampel sama yaitu kacang hijau, setelah
dilakukan perhitungan analisis kadar lemak mereka mendapatkan % kadar
lemak sebesar 2,35 % jika dibandingkan dengan DKBM hasil ini terpaut
0,85 %. Kesalahan praktikum mungkin juga terjadi oleh kelompok 5 hal ini
bisa terjadi karena keterbatasan waktu saat praktikum yang terhalang oleh
banyak hari libur, kurangnya alat laboratorium yang memadai dimana pada
praktikum lemak ini alat soxhlet pada kloter 1 kurang maksimal panasnya,
dan bisa disebabkan oleh karena faktor lain dilusr kendali praktikan.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Metode ekstraksi lemak terdiri dari ekstaksi lemak kering dan ekstraksi
lemak basah. Ekstraksi lemak kering dapat dilakukan dengan
menggunakan metode Soxhlet. Pada prinsipnya metode Soxhlet ini
menggunakan sampel lemak kering yang diekstraksi secara terus-menerus
dalam pelarut dengan jumlah yang konstan.
2. Sampel kacang hijau ditimbang hasilnya didapatkan perhitungan analisis
kadar lemak pada kacang hijau sebesar 0,92 %, jika dibandingkan dengan
DKBM kacang hijau 1,5 angka ini terpaut 0,58 angka hasil yang
didapatkan oleh praktikan dan DKBM. Kesalahan dalam praktikum kadar
lemak bisa terjadi karena keterbatasan waktu saat praktikum yang
terhalang oleh banyak hari libur, kurangnya alat laboratorium yang
memadai dimana pada praktikum lemak ini alat soxhlet pada kloter 1
kurang maksimal panasnya, dan bisa disebabkan oleh karena faktor lain
diluar kendali praktikan.
B. Saran
1. Sebaiknya dalam praktikum praktikan lebih memerhatikan prosedur kerja
dan penggunaan alat agar tidak terjadi kesalahan dalam praktikum.
2. Sebaiknya dalam praktikum praktikan menggunakan alat laboratorium
dengan efektif dan efisien, mengingat terbatasnya alat laboratorium yang
tersedia.

16
DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan, N, F.Kusnandar & D. Herawati. 2011. Analisis Pangan.


DianRakyat, Jakarta
Fessenden. 2009. Kimia organic Edisi Ketiga . Jakarta : Erlangga
Hari. 2009. Ilmu Pangan. Jakarta.UIP
Harper V, Rodwell W, dan MayesPA. 2009. Biokimia. Jakarta (ID): EGC.
Jalip, IS. 2008. Praktikum kimia organic, edisi kesatu. Laboratorium Kimia
Univeristas Nasional, Jakarta.
Makfoeld Djair. 2008. Kamus Istilah Pangan dan Gizi. Yogyakarta
(ID):Kaniskus
Setiadji. 2007. Kimia Oraganik . Jember : FTP UNEJ
Slamet, Sudarmadji. 2012. Analisa Bahan Makanan & Pertanian. Jakarta :
Erlangga
Sudarmadji S. 2010. Prosedur Analisis Bahan Makanan dan Pertanian.
Yogyakarta
Winarno FG. 2011. Kimia Pangandan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia

17
LAMPIRAN

Gambar 1 : Pengovenan labu lemak Gambar 2 : penyimpanan labu


lemak pada desikator

Gambar 3 : Penimbangan W Gambar 4 : Penimbangan W2

18
19

Gambar 5 : sampel telah dibungkus Gambar 6 : Pemberian Heksana

Gambar 7 : Soxhlet 1 Gambar 8 : Soxhlet 2


LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH

ANALISIS ZAT GIZI (3 sks)

TOPIK 6 : ANALISIS KADAR ABU

Oleh :
KELOMPOK1
SEMESTER/TAHUN AJARAN : VI / 2016-2017
DWI KURNIA YULIYAWATI 25010114120108

LABORATORIUM ILMU GIZI


DEPARTEMEN ILMU GIZI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
RI
JUNI TAHUN 2017
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................. i
DAFTAR ISI .................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ............................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................... v
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang...................................................................... 1
B. Tujuan
a. Tujuan Umum ................................................................. 2
b. Tujuan Khusus ................................................................ 2
C. Manfaat ................................................................................ 2
BAB II Tinjauan Pustaka
A. Definisi Abu ......................................................................... 3
B. Pengertian Analisis Kadar Lemak ......................................... 4
C. Metode Penentuan Kadar Abu .............................................. 5
D. Faktor yang Mempengaruhi Kadar Abu ................................ 7
BAB III Metode Praktikum
A. Waktu .................................................................................. 8
B. Tempat .................................................................................. 8
C. Alat dan Bahan...................................................................... 8
D. Skema Kerja berisikan Alur Kerja ......................................... 9
E. Pengolahan Data dan Analisis Data ...................................... 10
BAB IV Hasil dan Pembahasan
A. Hasil ................................................................................... 11
B. Pembahasan ....................................................................... 12
BAB V Penutup
A. Kesimpulan ......................................................................... 14

ii
B. Saran................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 15
LAMPIRAN ................................................................................... 16

iii
DAFTAR TABEL

Gambar 4.1 Tabel hasil analisis kadar Abu… .....................................12


Gambar 4.2 Tabel Perbandingan hasil kadar abu kel 1dan 5…………13

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Skema Kerja analisis kadar Abu………….........................9

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia, sebagai sumber
energi vital manusia agar ia dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari dengan
baik. Susunan kimia dalam makanan yang berguna bagi kesehatan tubuh
dikenal sebagai zat gizi. Pengelompokan zat gizi meliputi karbohidrat, protein,
lemak, vitamin, mineral, dan air. Kandungan zat gizi pada makanan dapat kita
ketahui salah satunya adalah dengan melakukan praktikum analisis kadar zat
gizi pada bahan-bahan makanan (Rohman, 2013).
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Kandungan abu dan komposisinya tergantung dari jenis bahan dan cara
pengabuannnya. Kadar abu memiliki hubungan dengan mineral suatu bahan.
Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam
organik dan anorganik. Bahan-bahan organik dalam proses pembakaran akan
terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai
kadar abu (Estiasih, 2009).
Bahan pangan selain mengandung bahan organik berupa air, juga
mengandung senyawa anorganik yang disebut mineral atau abu. Jumlah nya
sangat sedikit, namun keberadaan pada bahan pangan sangat dibutuhkan oleh
tubuh manusia sebagai zat pemabngun dan pengatur. Analisis kadar mineral
atau kadar abu sangat penting dilakukan untuk mengetahui kandungn mineral
yang terdapat dalam suatu bahan pangan (kadar abu). Dipengaruhi karena
mineral tertentu sangat dibutuhkan sebagai penyusun tulang, gigi, dan
jaringan lunak, otot, darah, dan sel saraf, dan sebagian lainnya dibutuhkan
dalam metabolisme tubuh (Rohman, 2013)
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau
mineral yang terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96%

1
2

bahan anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsure- unsur mineral.
Unsur juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar abu tersebut dap
at menunjukkan total mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan-bahan
organic dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen
anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu (Vanesa, 2008).
Prinsip kerja analisis kadar abu yaitu sampel diabukan sampai beebas
dari karbon dan sisa pengabuan adalah dari sampel tersebut. Terdapat dua
metode pengabuan antara lain metode pengabuan kering dan metode
pengabuan basah. Cara kering dilakukan untuk mengoksidasi zat-zat organik
pada suhu 500-6000C dan penimbangan zat-zat yang tertinggal, sedangkan
cara basah dilakukan dengan memeberikan penambahan senyawa tertentu
pada bahan yang akan diabukan seperti gliserol (Vanesa, 2008).

B. Tujuan Praktikum
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menganalisis kadar abu pada bahan makanan
secara baik dan benar sesuai prosedur dan petunjuk pengaturan
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan analisis kadar abu
b. Mahasiswa mampu menghitung analisis kadar abu
C. Manfaat Praktikum
1. Mahasiswa dapat terlatih kemampuannya dalam melakukan analisis kadar
abu pada praktikum analisis zat gizi pangan.
2. Mahasiswa dapat menghitung jumlah kadar abu dari sampel yang di uji
cobakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Abu

Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Kandungan abu dan komposisinya tergantung dari jenis bahan dan cara
pengabuannnya. Kadar abu memiliki hubungan dengan mineral suatu bahan.
Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam
organik dan anorganik. Bahan-bahan organik dalam proses pembakaran akan
terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai
kadar abu (Estiasih, 2009).
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau
mineral yang terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari
96% bahan anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur
mineral. Unsur juga dikenal sebagai zat organic atau kadar abu. Kadar abu
tersebut dapat menunjukkan total mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan-
bahan organic dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen
anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu ( Astuti, 2011).
Abu merupakan residu anorganik yang didapat dengan cara
mengabukan komponen-komponen organik dalam bahan pangan. Jumlah dan
komposisi abu dalam mineral tergantung pada jenis bahan pangan serta
metode analisis yang digunakan. Abu dan mineral dalam bahan pangan
umumnya berasal dari bahan pangan itu sendiri (indigenous).Tetapi ada
beberapa mineral yang ditambahkan ke dalam bahan pangan, secara disengaja
maupun tidak disengaja. Abu dalam bahan pangan dibedakan menjadi abu
total, abu terlarut dan abu tak larut (Puspitasari, 2008).

3
4

Abu merupakan residu anorganik dari proses pembakaran atau


oksidasi komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari suatu bahan pangan
menunjukkan kandungan mineral yang terdapat dalam bahan tersebut,
kemurnian,serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Analisis kadar abu
dengan metode pengabuan kering dilakukan dengan cara mendestruksi
komponen organik sampel dengan suhu tinggi di dalam suatu tanur pengabuan
( furnace), tanpa terjadi nyala api, sampai terbentuk abu berwarna putih
keabuan dan berat konstan tercapai. Oksigen yang terdapat di dalam udara
bertindak sebagai oksidator. Residu yang didapatkan merupakan total abu dari
suatu sampel (Andarwulan, 2011).
B. Pengertian Analisis Kadar Abu
Penentuan kadar abu total bertujuan untuk menentukan baik atau
tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan
sebagai penentu parameter nilai gizi suatu bahan makanan. Abu adalah zat
anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu
berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan,
kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan(Puspitasari,2008).
Penentuan kadar abu total bertujuan untuk menentukan baik atau
tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan
sebagai penentu parameter nilai gizi suatu bahan makanan. Abu adalah zat
anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu
berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan,
kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan (Winarno, 2010).
Prinsip kerja analisis kadar abu yaitu sampel diabukan sampai beebas
dari karbon dan sisa pengabuan adalah dari sampel tersebut. Terdapat dua
metode pengabuan antara lain metode pengabuan kering dan metode
pengabuan basah. Cara kering dilakukan untuk mengoksidasi zat-zat organik
pada suhu 500-6000C dan penimbangan zat-zat yang tertinggal, sedangkan
cara basah dilakukan dengan memeberikan penambahan senyawa tertentu
pada bahan yang akan diabukan seperti gliserol (Vanesa, 2008).
5

C. Metode Penentuan Kadar Abu


1. Pengabuan cara Langsung (Cara Kering), Prinsip dari pengabuan cara
langsung yaitu dengan mengoksidasi semua zat organic pada suhu tinggi,
yaitu sekitar 500 – 600˚C dan kemudian melakukan penimbangan zat yang
tertinggal setelah proses pembakaran tersebut (Sudarmadji, 2010).
2. Pengabuan cara Tidak Langsung (Cara Basah), Prinsip dari pengabuan
cara tidak langsung yaitu memberikan reagen kimia tertentu kedalam
bahan sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan
adalah gliserol alcohol ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya
dilakukan pemanasan pada suhu tunggi. Pemanasan mengakibatkan
gliserol alcohol membentuk kerak sehingga menyebabkan terjadinya
porositas bahan menjadi besar dan dapat mempercepat oksidasi.
Sedangkan pada pemanasan untuk pasir bebas dapat membuat
permukaanyang bersinggungan dengan oksigen semakin luas dan
memperbesar porositas,sehingga mempercepat proses penngabuan
(Sudarmadji, 2010).
Beberapa metode analisis telah digunakan untuk analisis
mineral/logam/unsur dalam berbagai makanan seperti gravimetri dan
volumetri.Pada metode gravimetri, bentuk mineral yang tidak larut
diendapkan, dibilas, dikeringkan dan ditimbang untuk mengestimasi
kandungan mineral/logam. Analisis gravimetri berdasarkan pada
kenyataan bahwa konstituen mineral dalam senyawa murni apapun selalu
berada pada proporsi berat yang sama. Pada analisis gravimetri, konstituen
yang diharapkan dipisahkan dari senyawa yang mengkontaminasi dengan
pengendapan selektif dan dilanjutkan dengan pembilasan
untuk meminimalkan elemen apapun yang terjerap atau menempel.
Senyawa yang terendapkan kemudian dikeringkan dan ditimbang.
Prosedur gravimetri paling sesuai untuk sampel dengan ukuran besar dan
pada umumnya terbatas untuk bahan makanan yang mengandung unsur
6

yang akan ditentukan dalam jumlah banyak. Kerugian utama metode


gravimetri adalah banyaknya waktu yang diperlukan. (Rohman,2013).
Menurut Sudarmadji,2010. Penentuan abu total dapat digunakan
untuk berbagai tujuan yaitu antara lain:
1. Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan. Misalnya
pada penggilingan gandum diharapkan dapat dipisahkan antara bagian
endosperm dengan kulit dan lemabaganya. Apabila masih banyak
katul atau lembaga terikut dalam endosperm maka tepung gandum
yang dihasilkanakan mempunyai kadar abu yang relative tinggi.
2. Untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan. Misalnya penentuan
kadar abu dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan buah
yang digunakanuntuk membuat jelly atau marmalade.
3. Penentuan abu total sangat beguna sebagai parameter nilai gizi bahan
makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang
cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran yang lain.
Secara umum pengabuan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu cara
kering dan cara basah. Perbedaan pengabuan cara kering dan cara basah
adalah :
a. Cara kering biasa digunakan untuk penentuan total abu dalam suatu
bahan makanan dan hasil pertanian, sedangkan cara basah untuk trace
elements.
b. Cara kering untuk penentuan abu yang larut dan tidak larut dalam air
serta abu yang tidak larut dalam asam memerlukan waktu yang relative
lama,sedangkan cara basah memerlukan waktu yang cepat.
c. Cara kering memerlukan suhu yang relatif tinggi, sedangkan cara
basah suhu relatif rendah.
d. Cara kering dapat digunakan untuk sampel yang relatif banyak, sedang
cara basah sebaiknya sampel sedikit dan memerlukan reagensia yang
kadang kala agak berbahaya (Sudarmadji,2010).
7

Sementara, kekurangan yang dimiliki metode pengabuan


kering atau langsung ini adalah :
1) Membutuhkan waktu yang lebih lama.
2) Tanpa penambahan regensia.
3) Memerlukan suhu yang relatif tinggi.
4) Adanya kemungkinan kehilangan air karena pemakaian suhu
tinggi.
D. Faktor – faktor yang mempengaruhi Kadar Abu
Kadar abu dipengaruhi oleh mineral- mineral yang terkandung
didalam abahn pangan tersebut. bahan pangan mengandung dua jenis mineral
yaitu garam organic dan garam anorganik. Garam organic terdiri dari garam –
garam asam malat, oksalat, sedangkan garam anorganik antara lain dalam
bentuk garam fosfat, karbonat (Sudarmadji, 2010).
Dalam pengeringan pangan umumnya diinginkan kecepatan
pengeringan yang maksimum. Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
proses pengeringan dalam menentukan kadar uji dan kadar abu pada sampel
yakni luas permukaan, suhu, kecepatan pergerakan udara, kelembaban udara,
tekanan atmosfer, penguapan air dan lama pengeringan ( Estiasih, 2009).
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Waktu
Waktu : Praktikum Analisis Kadar Abu dilakukan pada hari
Jumat 28 April 2017. Praktikum dilaksanakan pada
pukul 07.00 pagi WIB
B. Tempat
Tempat : Laboratorium Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat
(FKM) Univeristas Diponegoro
C. Alat dan Bahan
a. Alat
1. Cawan
2. Bunsen
3. Gegep
4. Timbangan Analitik
5. Tanur
6. Desikator
7. Kaki Tiga
b. Bahan
Sampel bahan makanan dari hasil analisis kadar air ( Kacang Hijau)

8
9

D. Skema Kerja Analisis Kadar Abu

Dimulai

Dipersiapkan Alat dan Bahan

Dibakar sampel dengan Bunsen hingga tidak


mengeluarkan asap

Dimasukkan sampel kedalam tanur dan mengabukan


dalam suhu 500-5500C sampai sampel bebas karbon yang
berwarna keabu-abuan sampai putih

Didinginkan sampel dalam desikator lalu di timbang

Selesai

Gambar 3.1 Skema Kerja Analisis Kadar Abu


10

E. Pengolahan dan Analisis Data


a. Pengolahan Data
Pengolahan data yang dilakukan dalam praktikum ini menggunakan
rumus analisis kadar abu sebagai berikut :

𝐵1 − 𝐵3
% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 = 𝑥 100 %
𝐵2 − 𝐵1

Keterangan :
B1 = Berat Cawan kosong
B2 = Berat Cawan dengan sampel sebelum diabukan
B3 = Berat Cawan dengan sampel setelah diabukan
b. Analisis Data
Analisis data yang digunakan untuk praktikum ini dengan
membandingkan hasil penelitian yang didapatkan dengan Buku Daftar
Bahan Makanan (DKBM ) tahun 2009. Hasil yang didapatkan pada
perhitungan kadar lemak akan dibandingkan juga dengan hasil yang
didapatkan kelompok yang menggunakan sampel yang sama.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan % Kadar Abu
Kelompok Bahan B1(g) B2(g) B3(g) %Kadar Abu
1 Kacang Hijau 20,56 24,94 20,72 3,65%
2 Kacang Kedelai 21,29 25,76 21,53 5,5%
3 Kacang Tanah 21,04 26,04 21,16 2,45%
4 Kacang Merah 28,47 32,83 28,67 4,5%
5 Kacang Hijau 27,89 32,21 28,04 3,47%
6 Kacang Kedelai 19,23 23,72 19,48 5,57%
7 Kacang Tanah 20,18 24,95 20,30 2,60%
8 Kacang Merah 31,49 35,76 31,70 4,78%
Berikut adalah hasil perhitungan analisis kadar abu dengan menggunakan
sampel kacang hijau sebagai berikut :

𝐵1 − 𝐵3
% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 = 𝑥 100 %
𝐵2 − 𝐵1
Keterangan :
B1 = Berat Cawan kosong
B2 = Berat Cawan dengan sampel sebelum diabukan
B3 = Berat Cawan dengan sampel setelah diabukan

20,72 − 20,56
% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 = 𝑥 100 %
24,94 − 20,56

0,16
% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 = 𝑥 100 %
4,38

% Kadar Abu = 3,65 %

11
12

B. Pembahasan
Kadar abu yang terukur merupakan bahn-bahan anorganik yang tidak
terbakar dalam proses penagbuan, sedangkan bahan-bahan organic terbakar.
Kadar abu dalam suatu bahan pangan sangat mempengaruhi sifat dari bahan
pangan tersebut. kandungan abu dan komposisinya bergantung pada macam
bahn dan cara pengabuan yang digunakan. Kandungan abu dari suatu bahan
menunjukkan kadar mineral dalam bahan tersebut.
Analisa kadar abu dengan metode pengabuan kering dilakukan dengan
mendestruksi komponen organik sampel dengan suhu tinggi dalam
tanur pengabuan, tanpa terjadi nyala api, sampai terbentuk abu berwarna putih
keabuan dan berat konstan tercapai. Sampel yang digunakan pada metode
pengabuan kering ditempatkan dalam suatu cawan pengabuan yang dipilih
berdasarkan sifat bahan yang akan dianalisis
Langkah awal pada praktikum ini yaitu dipersiapkan alat dan bahan
yang dibutuhkan seperti Bunsen, kaki tiga, sampel, cawan porselen, gegep.
Kemudian dibakar sampel diatas Bunsen hingga sampel tidak mengeluarkan
asap, sampel yang digunakan dalam praktikum kalai ini yaitu kacang hiaju
hasil dari analisis kadar air, setelah dilakukan pembakaran sampel di
masukkan kedalam tanur dan mengabukan dalam suhu 500-5500C sampai
sampel bebas dari karbon yang berwarna keabu-abuan sampai putih proses
pengabuan didalam tanur menghabiskan waktu ± 3 jam . Setelah dari tanur
sampel didinginkan didalam desikator selama 15 menit. Tujuan dimasukkan
ke desikator adalah untuk menjaga berat konstan karena desikator akan
menyerap air sehingga berat sampel tetap stabil.
13

Tabel 4.2 Perbandingan Hasil Perhitungan Analisis Kadar Abu


kelompok 1 dan 5
Kelompok Bahan B1(g) B2(g) B3(g) %Kadar
Abu
1 Kacang 20,56 24,94 20,72 3,65%
Hijau
5 Kacang 27,89 32,21 28,04 3,47%
Hijau
Hasil perhitungan analisis kadar abu sampel kacang hijau antara
kelompok 1 dan kelompok 5 didapatkan hasil yang berbeda, dimana % kadar
abu dari kelompok 1 lebih besar yaitu 3,65 % dengan kelompok 5 yang
sebesar 3,47 % terpaut 0,18 %. Perbedaan antara kelompok ini bisa terjadi
karena faktor pengaruh berat dari B1 , B2 dan B3 dari masing masing
kelompok memang berbeda sehingga hasil pengabuan yang didapatkan pun
juga akan berbeda. Jika dibandingkan dengan angka di DKBM 2009,
kandungan mineral dari kacang hijau sebesar 3,3 % , hasil yang didapatkan
dari kedua kelompok memang tidak akurat sesuai DKBM 2009, tetapi hasil
yang didapatkan dengan DKBM tidak terpaut jauh .
Dalam hal ini berarti ada kemungkinan kesalahan dalam praktikum ini.
Kemungkinan besar karena ketidak telitian praktikan baik dalam
penimbangan, maupun saat penumbukan bahan yang kurang baik (bahan
belum halus atau homogen secara sempurna), sehingga diperoleh kadar abu
yang melebihi standar atau bisa jadi karena kurang berfungsinya desikator ,
desikator kurang menyerap uap air yang kembali masuk ke bahan,karena saat
pendinginan tanur dibukasedikit. Kemungkinan ketika tanur dibuka uap air
yang ada di udara menempel kembali ke bahan
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Prinsip kerja analisis kadar abu yaitu sampel diabukan sampai beebas dari
karbon dan sisa pengabuan adalah dari sampel tersebut. Terdapat dua
metode pengabuan antara lain metode pengabuan kering dan metode
pengabuan basah. Cara kering dilakukan untuk mengoksidasi zat-zat
organik pada suhu 500-6000C dan penimbangan zat-zat yang tertinggal,
sedangkan cara basah dilakukan dengan memeberikan penambahan
senyawa tertentu pada bahan yang akan diabukan seperti gliserol.
2. Hasil perhitungan analisis kadar abu sampel kacang hijau antara kelompok
1 dan kelompok 5 didapatkan hasil yang berbeda, dimana % kadar abu
dari kelompok 1 lebih besar yaitu 3,65 % dengan kelompok 5 yang
sebesar 3,47 % terpaut 0,18 %. Jika dibandingkan dengan angka di
DKBM 2009, kandungan mineral dari kacang hijau sebesar 3,3 % , hasil
yang didapatkan dari kedua kelompok memang tidak akurat sesuai DKBM
2009, tetapi hasil yang didapatkan dengan DKBM tidak terpaut jauh .
B. Saran
1. Sebaiknya dalam praktikum praktikan lebih memerhatikan prosedur kerja
dan penggunaan alat agar tidak terjadi kesalahan dalam praktikum.
2. Sebaiknya dalam praktikum praktikan menggunakan alat laboratorium
dengan efektif dan efisien, mengingat terbatasnya alat laboratorium yang
tersedia

14
DAFTAR PUSTAKA

Astuti. 2011. Petunjuk Praktikum Analisis Bahan Biologi. Yogyakarta : Jurdik


Biologi FMIPA UNY.
Andarwulan, Nuri ,dkk. 2011.Analisis Pangan. Dian Rakyat. Jakarta
Estiasih, 2009.Pengantar Teknologi Pangan. PT Bumi Aksara. Jakarta
Mohamad, Anang L., Nurwantoro. 2009. Analisis Pangan.UniversitasDiponegoro.
Semarang.
Puspitasari, et.al. 2008. Teknik Penellitian Mineral Pangan. Bogor; IPB-press
Rohman, Abdul.2013. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama.
Yogyakarta
Sudarmadji, S., Haryono, B. dan Suahndi. 2010. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty: Yogyakarta.
Vannesa.2008. Penentuan Kadar Air dan Kadar Abu dari Gliserin.PT. Sinar Oleo
chemical International. Medan.
Winarno. 2010. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Qurota, hilma. 2014. Laporan Praktikum Analisa Pangan.
http://www.academia.edu/8072488/Laporan_Praktikum_Analisis_Pangan_-
_Kadar_Air_dan_Kadar_Abu diakses pada 02 Mei 2017
Sagala, Putri. 2014. Laporan Praktikum Kadar Abu
http://www.academia.edu/16467536/Laporan_praktikum_analisis_kadar_abu
diakses pada 02 Mei 2017

15
LAMPIRAN

Gambar 1 : Pembakaran Sampel Gambar 2 : Hasil sampel setelah


pembakaran

Gambar 3 : sampel dimasukkan Tanur Gambar 4 : Sampel di dalam desikator

16
LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH

ANALISIS ZAT GIZI (3 sks)

TOPIK 7: ANALISIS KADAR VITAMIN C

Oleh :
KELOMPOK1
SEMESTER/TAHUN AJARAN : VI / 2016-2017
DWI KURNIA YULIYAWATI 25010114120108

LABORATORIUM ILMU GIZI


DEPARTEMEN ILMU GIZI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
RI
JUNI TAHUN 2017
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................. i
DAFTAR ISI .................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ............................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................... v
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang...................................................................... 1
B. Tujuan
a. Tujuan Umum ................................................................. 2
b. Tujuan Khusus ................................................................ 2
C. Manfaat ................................................................................ 2
BAB II Tinjauan Pustaka
A. Pengertian Kadar Vitamin C ................................................. 3
B. Kegunaan Vitamin C ............................................................ 4
C. Macam – macam vitamin C. ................................................. 6
D. Penentuan Kadar Vitamin C .................................................. 7
E. Prinsip Analisis Titrasi Iodin ................................................. 8
BAB III Metode Praktikum
A. Waktu ................................................................................. 10
B. Tempat ................................................................................. 10
C. Alat dan Bahan..................................................................... 10
D. Skema Kerja berisikan Alur Kerja ........................................ 11
E. Pengolahan Data dan Analisis Data ...................................... 12
BAB IV Hasil dan Pembahasan
A. Hasil ................................................................................... 13
B. Pembahasan ........................................................................ 14
BAB V Penutup

ii
A. Kesimpulan ......................................................................... 16
B. Saran................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA...................................................................... 18
LAMPIRAN..................................................................................... 19

iii
DAFTAR TABEL

Gambar 4.1 Tabel hasil analisis kadar Vitamin C……………………..13


Gambar 4.2 Tabel Perbandingan hasil kadar Vit C kel 1dan 5………..15

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Skema Kerja analisis kadar vit C………….........................9

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Vitamin adalah senyawa-senyawa organik tertentu yang diperlukan
dalam jumlah kecil dalam diet seseorang tetapi esensial untuk reaksi
metabolisme dalam sel dan penting untuk melangsungkan pertumbuhan
normal serta memelihara kesehatan (Winarno,2008).
Vitamin dibagi ke dalam dua golongan. Golongan pertama oleh
Kodicek (1971) disebut prakoenzim (procoenzyme), dan bersifat larut dalam
air, tidak disimpan oleh tubuh, tidak beracun, diekskresi dalam urine.
Beberapa yang termasuk golongan ini adalah tiamin, riboflavin, asam
nikotinat, piridoksin, asam kolat, biotin, asam pantotenat, vitamin B 12 (disebut
golongan vitamin B) dan vitamin C. Golongan kedua yang larut dalam lemak
disebutnya alosterin, dan dapat disimpan dalam tubuh. Apabila vitamin ini
terlalu banyak dimakan, akan tersimpan dalam tubuh, dan memberikan gejala
penyakit tertentu (hipervitaminosis), yang juga membahayakan. Kekurangan
vitamin mengakibatkan terjadinya penyakit difisiensi, tetapi biasanya gejala
penyakit akan hilang kembali apabila kecukupan vitamin tersebut sudah
terpenuhi (Poedjiadi, 2011).
Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 178 dengan
rumus molekul C6H8O6. Dalam bentuk kristal tidak berwarna, titik cair 190 –
192oC. Bersifat larut dalam air, sedikit larut dalam aseton atau alcohol yang
mempunyai berat molekul rendah. Vitamin C sukar larut dalam chloroform,
ether, dan benzene. Dengan logam membentuk garam. Pada pH rendah
vitamin C lebih stabil daripada pH tinggi. Vitamin C mudah teroksidasi,
lebih-lebih apabila terdapat katalisator Fe, Cu, enzim askorbat aksidase, sinar,
dan temperature yang tinggi. Larutan encer vitamin C pada pH kurang dari 7,5

1
2

masih stabil apabila tidak ada katalisator seperti di atas. Oksidasi vitamin C
akan terbentuk asam dihidroaskorbat (Sudarmadji, 2007).
Untuk menentukan kadar vitamin C pada minuman dilakukan dengan
menerapkan prinsip kerja metode titrasi iodometri. Titrasi merupakan suatu
proses analisis dimana suatu volum larutan standar ditambahkan ke dalam
larutan dengan tujuan mengetahui komponen yang tidak dikenal. Larutan
standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah diketahui secara pasti
(Poedjiadi, 2011).
Titrasi merupakan salah satu teknik analisis kimia kuantitatif yang
dipergunakan untuk menentukan konsentrasi suatu larutan tertentu, dimana
penentunya menggunakan suatu larutan standar yang sudah diketahui
konsentrasinya secara tepat. Pengukuran volume dalam titrasi memegang
peranan yang amat penting (Sudarmadji, 2007)

B. Tujuan Praktikum
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menganalisis kadar vitamin C pada bahan
buah/sari buah secara baik dan benar sesuai prosedur dan petunjuk
pengaturan.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan analisis kadar vitamin C pada sampel
b. Mahasiswa mampu menghitung analisis kadar vitamin C pada sampel

C. Manfaat Praktikum
1. Mahasiswa dapat terlatih kemampuannya dalam melakukan analisis kadar
vitamin C pada praktikum analisis zat gizi pangan.
2. Mahasiswa dapat menghitung jumlah kadar vitamin C dari sampel yang di
uji cobakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kadar Vitamin C


Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 178 dengan
rumus molekul C6H8O6. Dalam bentuk kristal tidak berwarna, titik cair 190 –
192oC. Bersifat larut dalam air, sedikit larut dalam aseton atau alcohol yang
mempunyai berat molekul rendah. Vitamin C sukar larut dalam chloroform,
ether, dan benzene. Dengan logam membentuk garam. Pada pH rendah
vitamin C lebih stabil daripada pH tinggi. Vitamin C mudah teroksidasi,
lebih-lebih apabila terdapat katalisator Fe, Cu, enzim askorbat aksidase, sinar,
dan temperature yang tinggi. Larutan encer vitamin C pada pH kurang dari 7,5
masih stabil apabila tidak ada katalisator seperti di atas. Oksidasi vitamin C
akan terbentuk asam dihidroaskorbat (Awan, 2011).
O C
O C
HO C -2H
O O C
HO C +2H O
O C
a
H C
a a
H C
HO C H a a
HO C H
C H2OH
C H2OH

Asam Askorbat Asam Dihidroaskorbat

Asam askorbat sangat mudah teroksidasi menjadi asam dihidroaskorbat


yang masih mempunyai keaktifan sebagai vitamin C. Asam dihidroaskorbat
secara kimia sangat labil dan dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi
asam diketogulonat yang tidak memiliki keaktifan sebagai vitamin C lagi.
Dalam larutan air vitamin C mudah dioksidasi, terutama apabila dipanaskan.

3
4

Oksidasi dipercepat apabila ada tembaga atau suasana alkalis. Kehilangan


vitamin C sering terjadi pada pengolahan, pengeringan, dan cahaya. Vitamin
C penting dalam pembuatan zat-zat interseluler, kolagen. Vitamin ini tersebar
keseluruh tubuh dalam jaringan ikat, rangka, matriks, dan lain-lain. Vitamin C
berperan penting dalam hidroksilasi prolin dan lisin menjadi hidroksiprolin
dan hidroksilisin yang merupakan bahan pembentukan kalogen tersebut
(Awan,2011).
Vitamin C mudah larut dalam air sehingga apabila vitamin C yang
dikonsumsi melebihi yang dibutuhkan, kelebihan tersebut akan dibuang dalam
urine. Karena tidak disimpan dalam tubuh, vitamin C sebaiknya dikonsumsi
setiap hari. Dosis rata-rata yang dibutuhkan bagi orang dewasa adalah 60-90
mg/hari. Tetapi masih bisa melebihi dosis yang dianjurkan, tergantung pada
kondisi tubuh dan daya tahan tubuh masing-masing orang yang berbeda-beda
(Halipah 2008).
Sumber vitamin C adalah sayuran berwarna hijau dan buah-buahan.
Vitamin C dapat hilang karena hal-hal seperti :
1. Pemanasan, yang menyebabkan rusak/berbahayanya struktur,
2. Pencucian sayur setelah dipotong-potong terlebih dahulu,
3. Adanya alkali atau suasana basa selama pengolahan, dan
4. Membuka tempat berisi vitamin C sebab oleh udara akan terjadi oksidasi
yang tidak reversible (Halipah, 2008).
B. Kegunaan Vitamin C Bagi Tubuh dan Makanan
Vitamin C mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh. Pertama, fungsi
vitamin C adalah sebagai sintesis kolagen. Karena vitamin C mempunyai
kaitan yang sangat penting dalam pembentukan kolagen. Karena vitamin C
diperlukan untuk hidroksilasi prolin dan lisin menjadi hidroksiprolin yang
merupakan bahan penting dalam pembentukan kolagen. Kolagen merupakan
senyawa protein yang mempengaruhi integritas struktur sel di semua jaringan
ikat, seperti pada tulang rawan, matriks tulang, gigi, membrane kapiler, kulit
dan tendon. Dengan demikian maka fungsi vitamin C dalam kehidupan
5

sehari-hari berperan dalam penyembuhan luka, patah tulang, perdarahan di


bawah kulit dan perdarahan gusi. Asam askorbat penting untuk mengaktifkan
enzim prolil hidroksilase, yang menunjang tahap hidroksilasi dalam
pembentukan hidroksipolin, suatu unsure integral kolagen. Tanpa asam
askorbat, maka serabut kolagen yang terbentuk di semua jaringan tubuh
menjadi cacat dan lemah. Oleh sebab itu, vitamin ini penting untuk
pertumbuhan dan kekurangan serabut di jaringan subkutan, kartilago, tulang,
dan gigi (Guyton, 2007).
Fungsi yang kedua adalah absorbsi dan metabolisme besi, vitamin C
mereduksi besi menjadi feri dan menjadi fero dalam usus halus sehingga
mudah untuk diabsorbsi. Vitamin C menghambat pembentukan hemosiderin
yang sulit dibebaskan oleh besi apabila diperlukan. Absorbsi besi dalam
bentuk nonhem meningkat empat kali lipat apabila terdapat vitamin C. Fungsi
yang ketiga adalah mencegah infeksi, Vitamin C berperan dalam
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi. Pauling (2007) pernah
mendapat hadiah nobel dengan bukunya Vitamin C and the common cold, di
mana pauling mengemukakan bahwa dosis tinggi vitamin C dapat mencegah
dan menyembuhkan serangan flu (sudarmadji, 2007).
Penelitian menunjukkan bahwa vitamin C memegang peranan penting
dalam mencegah terjadinya aterosklerosis. Vitamin C mempunyai hubungan
dengan metabolisme kolesterol. Kekurangan vitamin C menyebabkan
peningkatan sintesis kolesterol. Peran Vitamin C dalam metabolism kolesterol
adalah melalui cara:
a. vitamin C meningkatkan laju kolesterol dibuang dalam bentuk asam
empedu,
b. vitamin C meningkatkan kadar HDL, tingginya kadar HDL akan
menurunkan resiko menderita penyakit aterosklerosis,
c. vitamin C dapat berfungsi sebagai pencahar sehingga dapat meningkatkan
pembuangan kotoran dan hal ini akan menurunkan pengabsorbsian
6

kembali asam empedu dan konversinya menjadi kolesterol (Khomsan,


2010).
C. Macam-Macam Metode Analisa Vitamin C
Terdapat beberapa metode untuk mengetahui kadar vitamin C pada
suatu bahan pangan yaitu metode titrasi dan metode spektrofotometri.
A. Metode Titrasi
1. Metode Titrasi 2,6 D (Dichloroindophenol)
Metode ini menggunakan 2,6 D dan menghasilkan hasil yang lebih
spesifik dari titrasi yodium. Pada titrasi ini, persiapan sampel ditambahkan
asam oksalat atau asam metafosfat, sehingga mencegah logam katalis lain
mengoksidasi vitamin C. Namun, metode ini jarang dilakukan karena harga
dari larutan 2,6 dan asam metafosfat sangat mahal (Harjadi,2007).
2. Titrasi Asam-Basa
Titrasi Asam Basa merupakan contoh analisis volumetri, yaitu, suatu
cara atau metode, yang menggunakan larutan yang disebut titran dan
dilepaskan dari perangkat gelas yang disebut buret. Bila larutan yang diuji
bersifat basa maka titran harus bersifat asam dan sebaliknya. Untuk
menghitungnya kadar vitamin C dari metode ini adalah dengan mol NaOH =
mol asam Askorbat (Harjadi,2007).
3. Iodium
Metode ini paling banyak digunakan, karena murah, sederhana, dan
tidak memerlukan peralatan laboratorium yang canggih. titrasi ini memakai
Iodium sebagai oksidator yang mengoksidasi vitamin C dan memakai amilum
sebagai indikatornya. (Harjadi,2007).
B. Metode Spektrofotometri
Pada metode ini, larutan sampel (vitamin C) diletakkan pada sebuah
kuvet yang disinari oleh cahaya UV dengan panjang gelombang yang sama
dengan molekul pada vitamin C yaitu 269 nm. Analisis menggunakan metode
ini memiliki hasil yang akurat. Karena alasan biaya, metode ini jarang
digunakan (Sudarmaji, 2007)
7

D. Penentuan Kadar Vitamin C


Penentuan vitamin C dapat dikerjakan dengan titrasi iodimetri. Titrasi
iodimetri merupakan titrasi langsung berdasarkan reaksi redoks yang
menggunakan larutan baku I2 untuk mengoksidasi analatnya.
AReduksi + I2  A Oksidasi + I-
Iod merupakan oksidator yang tidak terlalu kuat, sehingga hanya zat-
zat yang merupakan reduktor yang cukup kuat dapat dititrasi. Indikator yang
digunakan ialah amilum, dengan perubahan dari tak berwarna menjadi biru.
Harga vitamin C (asam askorbat) sering ditentukan kadarnya dengan titrasi
ini. Vitamin C dengan iod akan membentuk ikatan dengan atom C nomor 2
dan 3 sehingga ikatan rangkap hilang (Harjadi, 2007)

O C
O C OH
HO C
O C I
O
HO C + I2 C I
O
a
H C
H C OH
a a
HO C H a a
HO C H
C H2OH
C H2OH

Metode yang dikembangkan untuk penentuan kadar vitamin C


diantaranya adalah metode spektrofotometri UV-Vis dan metode iodimetri.
Metode spektrofotometri dapat digunakan untuk penetapan kadar campuran
dengan spektrum yang tumpang tindih tanpa pemisahan terlebih dahulu.
Perangkat lunaknya mudah digunakan untuk instrumentasi analisis dan
mikrokomputer, spektrofotometri banyak digunakan di berbagai bidang
analisis kimia terutama farmasi. Metode iodimetri merupakan metode yang
sederhana dan mudah diterapkan dalam suatu penelitian (Harjadi, 2007).
8

Dasar dari metode iodimetri adalah bersifat mereduksi vitamin C.


Vitamin C (asam askorbat) merupakan zat pereduksi yang kuat dan secara
sederhana dapat dititrasi dengan larutan baku iodium. Metode iodimetri
(titrasi langsung dengan larutan baku iodium 0,1 N) dapat digunakan pada
asam askorbat murni atau larutannya, sehingga kadar vitamin C dalam buah
dapat ditetapkan dengan metode iodimetri (Rohman, 2007). Metode Iodimetri
yang digunakan dalam penetapan kadar vitamin C dalam buah ini merupakan
suatu metode yang memiliki ketepatan yang baik karena dihasilkan jumlah
titran yang hampir sama banyak pada setiap seri pengukuranya (Halipah,
2008).
E. Prinsip Analisa Titrasi Iodin
Metode ini paling banyak digunakan, karena murah, sederhana, dan
tidak memerlukan peralatan laboratorium yang canggih. titrasi ini memakai
Iodium sebagai oksidator yang mengoksidasi vitamin C dan memakai amilum
sebagai indikatornya. (Wijanarko, 2007). Metode titrasi iodometri langsung
(iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode
titrasi iodometri tak langsung (iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi dari
iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia (Bassett, 2010). Larutan standar yang
digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah natrium tiosulfat.
Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan
tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus
distandarisasi dengan standar primer. Larutan natrium thiosulfat tidak stabil
untuk waktu yang lama (Day & Underwood,2011) Tembaga murni dapat
digunakan sebagai standar primer untuk natrium thiosulfat dan dianjurkan
apabila thiosulfat harus digunakan untuk penentuan tembaga (Egan,2012).
Dalam menggunakan metode iodometrik kita menggunakan indikator
kanji dimana warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga
iodin dapat bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga
memberikan warna ungu atau violet yang intens untuk zat-zat pelarut seperti
karbon tetra korida dan kloroform. Namun demikan larutan dari kanji lebih
9

umum dipergunakan, karena warna biru gelap dari kompleks iodin–kanji


bertindak sebagai suatu tes yang amat sensitiv untuk iodine. Dalam beberapa
proses tak langsung banyak agen pengoksid yang kuat dapat dianalisis dengan
menambahkan kalium iodida berlebih dan mentitrasi iodin yang dibebaskan.
Karena banyak agen pengoksid yang membutuhkan larutan asam untuk
bereaksi dengan iodin, Natrium tiosulfat biasanya digunakan sebagai titrannya
(Egan,2012).
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Waktu
Waktu :Praktikum Analisis Kadar Vitamin C dilakukan pada
hari Jumat 05 Mei 2017. Praktikum dilaksanakan pada
pukul 07.00 pagi WIB
B. Tempat
Tempat :Laboratorium Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan
Masyarakat (FKM) Univeristas Diponegoro
C. Alat dan Bahan
a. Alat
1. Blender
2. Buret
3. Mortar
4. Erlenmeyer
5. Gelas ukur
6. Pipet volume + Bulb
7. Pipet tetes
8. Labu takar 100 ml
b. Bahan
1. Buah/sari buah
2. Aquadest
3. Amilum 1 %
4. Larutan Iodium 0,01 N

10
11

D. Skema Kerja Analisis Kadar Vitamin C

Dimulai

Dipersiapkan Alat dan Bahan

Diambil sampel (5ml) dan dimasukkan ke dalam labu


takar 100 ml

Ditambah aquades sampai tanda batas, lalu dikocok

Diambil sampel ( 5ml) dan diamsukkan kedalam


erlenmeyer

Ditambahkan aquades (20ml)

Ditambahkan larutan amilum 1 % ( 2ml)

Dititrasi dengan larutan iodium 0,01 M

Dihitung kadar vitamin C pada sampel

Selesai

Gambar 3.1 Skema Kerja Analisis Kadar Vitamin C


12

E. Pengolahan dan Analisis Data


a. Pengolahan Data
Pengolahan data yang dilakukan dalam praktikum ini dengan rumus
analisis kadar vit C sebagai berikut:

Kadar vit C = Volume Titrasi x N x 0,88 mg x FP

1000 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑠𝑎𝑛


Fp = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙 𝑥 1000

Keterangan :
1 ml iodium 0,01 N = 0,88mg asam askorbat
Fp = Faktor Pengenceran
0.0098
N = 0.01

Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan metode toitrasi iodine serta
membandingkan kandungan vitamin C pada kemasan dan kandungan
vitamin C hasil penghitungan. Selain itu, analisis data juga dilakukan
dengan membandingkan dengan Permenkes no 41 tahun 2014 Pedoman
Gizi seimbang. Hasil yang didapatkan pada perhitungan kadar vitamin C
juga akan dibandingkan juga dengan hasil yang didapatkan kelompok
yang menggunakan sampel yang sama.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Kadar Vitamin C
Kelompok Bahan V. Awal V. Akhir V. Titrasi Vit C label Vit. C hitung
1 ABC Sari 28 29,3 1,3 90 mg 56,056
Jeruk
2 Buavita 29,3 31,1 1,8 90 mg 77,62
Jambu
3 You C 1000 0 9,6 9,6 1000 mg 4636,26
4 Floridina 4 6 2 360 mg 424,18
5 ABC sari 32,7 34 1,3 90 mg 56,056
jeruk
6 Buavita 13,1 15 1,9 90 mg 81,93
Jambu
7 You C 1000 35,6 42,3 6,7 1000 mg 3235,72
8 Floridina 31 32,2 1,2 144 74,5
Berikut adalah hasil perhitungan analisis kadar vitamin C dengan
menggunakan sampel ABC sari jeruk sebagai berikut :
Vit C label = 100 % dari AKG
100
AKG = 100 𝑥90 = 90 𝑚𝑔

Kadar vit C = Volume Titrasi x N x 0,88 mg x FP


0.0098 1000 250
Kadar vit C = 1.3 x x 0,88 mg x 𝑥 1000
0.01 5

Kadar Vit C = 56,056 mg

13
14

Keterangan :
N = 0,0098
0,01
FP = 1000 x Jumlah dalam Kemasan
Jumlah yang diambil 1000
Pembahasan
Asam askorbat (Vitamin C) adalah suatu heksosa dan diklasifikasikan sebagai
karbohidrat yang erat kaitannya dengan monosakarida. Vitamin C mudah diabsorbsi
secara aktif dan mungkin pula secara difusi pada bagian atas usus halus lalu masuk
keperedaran darah melalui vena porta. Rata-rata absorpsi adalah 90% untuk konsumsi
diantara 20 dan 120 mg sehari. Tubuh dapat menyimpan hingga 1500 mg vitamin C,
bila konsumsi mencapai 100 mg sehari (Almatsier, 2010).
Peranan utama vitamin C adalah dalam pembentukan kolagen interseluler.
Kolagen merupakan senyawa protein yang banyak terdapat dalam tulang rawan, kulit
bagian dalam tulang, dentin, dan vasculair endothelium. Asam askorbat sangat
penting peranannya dalam proses hidroksilasi dua asam amino prolin dan lisin
menjadi hidroksi prolin dan hidroksilisin (Almatsier, 2010).
Vitamin C juga memiliki peran dalam berbagai fungsi yang melibatkan
respirasi sel dan kerja enzim yang mekanismenya belum sepenuhnya dimengerti,
peran-peran itu adalah oksidasi fenilanin menjadi tirosin, reduksi ion feri menjadi
fero dalam saluran pencernan sehingga besi lebih mudah terserap, melepaskan besi
dari transferin dalam plasma agar dapat bergabung ke dalam feritin jaringan, serta
pengubah asam folat menjadi bentuk yang aktif asam folinat.diperkirakan vitamin C
juga berperan dalam pembentukan hormon steroid dan kolesterol (Winarno, 2008).
Penambahan iodium akan terbentuk kompleks pati dan iodium kompleks ini
dapat mengendap yang kemudian dapat ditentukan dengan mengukur konsentrasi
warna biru yang terbentuk dengan menggunakan spektrofotometer (Wulung, 2008).
Metode ini digunakan untuk memisahkan amilum atau pati yang terkandung dalam
larutan. Reaksi positifnya ditandai dengan adanya perubahan warna menjadi biru.
15

Warna biru yang dihasilkan diperkirakan hasil dari ikatan kompleks antara amilum
dengan iodine (Winarno,2008).
Praktikum kadar vitamin C dimulai dengan bahan sampel ABC sari jeruk
dimasukkan kedalam labu takr 100 ml dan ditambahkan aquadest sampai tanda batas,
kemudian sampel dan aquade dihomogenkan,disentrifuse sehingga diperoleh filtrate,
setelah itu diambil smapel sebanyak 5 ml filtrate dimasukkan dalam Erlenmeyer dan
ditambahkan larutan amilum 1% sebanyak 2 ml, dan ditambahkan 20ml aquadest dan
titrasi dengan larutan iodium 0,01 N. Proses titrasi pada kelompok 1 dilakukan
sebanyak 3 kali dikarenakan kegagalan hasil yang didapatkan pada proses titrasi 1
dan 2 dimana sampel yang dititrasi seharusnya berwarna biru muda tetapi akibat
kurang telitinya praktikan sehingga titrasi harus diulang sebanyak 3 kali.
Tabel 4.2 perbandingan hasil kelompok 1 dan 5
Kelompok Bahan V. Awal V. Akhir V. Titrasi Vit C Vit. C
label hitung
1 ABC Sari 28 29,3 1,3 90 mg 56,056
Jeruk
5 ABC Sari 32,7 34 1,3 90 mg 56,056
Jeruk
Hasil perhitungan yang didapatkan dari kelompok 1 dan kelompok 5 dengan
sampel yang sama ABC sari jeruk hasil vitamin C menunjukkan angka yang sama
yaitu kadar vitamin C yang terdapat pada ABC sari jeruk sebesar 56,056 mg. Dari
hasil tersebut diketahui jika kadar vitamin C dalam sampel minuman kemasan ABC
sari Jeruk adalah 56,056 mg dalam kemasan 250 ml. Jika dibandingkan dengan
Permenkes No 41 tahun 2014 Pedoman Gizi Seimbang, batas konsumsi vitamin C
dalam sehari yaitu ; batas maksimal yang direkomendasikan pada pria dan wanita di
atas 18 tahun adalah tidak melebihi 2000 mg/hari. Konsumsi jeruk yang dianjurkan
orang yang sehat biasanya mengonsumsi vitamin C untuk efek antioksidan, dosis
yang dapat digunakan 200-1000 mg/hari. Kadar vitamin C pada ABC sari jeruk
masih dikatakan aman untuk dikonsumsi setiap hari.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Analisis kadar vitamin C pada minuman dilakukan dengan menerapkan
prinsip kerja metode titrasi iodometri. Titrasi merupakan suatu proses
analisis dimana suatu volum larutan standar ditambahkan ke dalam larutan
dengan tujuan mengetahui komponen yang tidak dikenal. Larutan standar
adalah larutan yang konsentrasinya sudah diketahui secara pasti. Hasil
akhir titrasi pada sampel ABC sari buah jeruk adalah berwarna biru
2. Hasil perhitungan yang didapatkan dari kelompok 1 dan kelompok 5
dengan sampel yang sama ABC sari jeruk hasil vitamin C menunjukkan
angka yang sama yaitu kadar vitamin C yang terdapat pada ABC sari jeruk
sebesar 56,056 mg. Dari hasil tersebut diketahui jika kadar vitamin C
dalam sampel minuman kemasan ABC sari Jeruk adalah 56,056 mg dalam
kemasan 250 ml. Jika dibandingkan dengan Permenkes No 41 tahun 2014
Pedoman Gizi Seimbang, batas konsumsi vitamin C dalam sehari yaitu ;
batas maksimal yang direkomendasikan pada pria dan wanita di atas 18
tahun adalah tidak melebihi 2000 mg/hari. Konsumsi jeruk yang
dianjurkan orang yang sehat biasanya mengonsumsi vitamin C untuk efek
antioksidan, dosis yang dapat digunakan 200-1000 mg/hari. Kadar vitamin
C pada ABC sari jeruk masih dikatakan aman untuk dikonsumsi setiap
hari. Tetapi harus dipahami juga resiko yang dapat terjadi apabila
mengonsumsi vitamin C dosis besar dalam waktu yang lama.
B. Saran
1. Diharapkan alat yang berada di laboratorium bisa lebih memadai untuk
pelaksanaan praktikum yang lebih lancar sehingga hasil bisa lebih akurat.

16
17

2. Diharapkan praktikan dapat melakukan segala proses analisis dengan baik


dan benar agar tidak terjadi kesalahan yang dapat mempengaruhi hasil
analisis yang akurat
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier. 2010. Penentuan Kadar Vitamin C Dengan Metode Iodimetri. Kimia


Awan. 2011. Kimia Dasar. UGM Press. Yogyakarta.
Bintang, M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Penerbit Erlangga

Egan. 2012. Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga. Jakarta.


Guyton, A . C . 2007. Biokimia untuk Pertanian. USU-Press, Medan

Halipah. 2008. Penetapan kadar vitamin C Dalam Berbagai Jenis Buah. Universitas
Ahmad Dahlan. Yogyakarta.
Harjadi, W. 2007. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : Penerbit PT Gramedia.
Khomsan, Ali. 2010. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada
Poedjiadi, Anna. 2011. Dasar–Dasar Biokimia. Jakarta : Penerbit Universitas
Indonesia.
Sudarmaji, Slamet. Dkk. 2007. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta :
Penerbit Liberty.
Winarno. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

18
LAMPIRAN

Gambar 1: sampel Gambar 2 : sampel di sentrifuse untuk


mendapatkan filtrate

Gambar 3 : proses Titrasi Gamabr 4 : larutan Iodium 0,01 N

19
LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH

ANALISIS ZAT GIZI (3 sks)

TOPIK 8 : ANALISIS KADAR PROTEIN

Oleh :
KELOMPOK1
SEMESTER/TAHUN AJARAN : VI / 2016-2017
DWI KURNIA YULIYAWATI 25010114120108

LABORATORIUM ILMU GIZI


DEPARTEMEN ILMU GIZI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
RI
JUNI TAHUN 2017
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................ i
DAFTAR ISI ................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .......................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................... v
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang..................................................................... 1
B. Tujuan
a. Tujuan Umum ................................................................ 2
b. Tujuan Khusus ............................................................... 2
C. Manfaat ............................................................................... 2
BAB II Tinjauan Pustaka
A. Definisi Protein .................................................................... 3
B. Faktor Penyebab Kerusakan Protein ..................................... 4
C. Macam – macam Analisa Protein ......................................... 5
D. Keuntungan dan Kerugian Metode Kjedahl .......................... 7
E. Prinsip Analisis Kadar Protein ............................................. 7
BAB III Metode Praktikum
A. Waktu ............................................................................... 10
B. Tempat ............................................................................... 10
C. Alat dan Bahan................................................................... 10
D. Skema Kerja berisikan Alur Kerja ...................................... 11
E. Pengolahan Data dan Analisis Data .................................... 12
BAB IV Hasil dan Pembahasan
A. Hasil ................................................................................. 13
B. Pembahasan ..................................................................... 15
BAB V Penutup
A. Kesimpulan ....................................................................... 19

ii
B. Saran................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 20
LAMPIRAN ................................................................................. 21

iii
DAFTAR TABEL

Gambar 4.1 Tabel hasil analisis kadar Protein ........................................... 13


Gambar 4.2 Tabel komposisi bahan kimia tepung hijau ............................. 17

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Skema Kerja analisis kadar Protein………….........................11

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Protein merupakan senyawa makromolekul kompleks yang terdiri dari
unsur C, H, O, N, S, dan dalam bentuk kompleks mengandung unsur protein.
Berbagai studi mengenai bahan makanan penting untuk mengetahui persentasi
kadar protein pada pangan yang diujikan sehingga nilai proteinpada bahan
lain dapat dikonversi menjadi nilai gizi pangan (Lehninger, 2008).
Protein merupakan suatu polipeptida yang memiliki struktur primer,
sekunder, tersier dan kuartener. Penentuan konsentrasi protein merupakan
proses yang rutin digunakan dalam kerja Biokimia. Ada beberapa metode
yang biasa digunakan dalam rangka penentuan konsentrasi preotein, yaitu
metode Biuret, Lowry, dan lain sebagainya. Masing-masing metode
mempunyai kekurangan dan kelebihan. Pemilihan metode yang terbaik dan
tepat untuk suatu pengukuran bergantung pada beberapa faktor seperti
misalnya, banyaknya material atau sampel yang tersedia, waktu yang tersedia
untuk melakukan pengukuran, alat spektrofotometri yang tersedia (VIS atau
UV) (Lehninger, 2008).
Adanya unsur nitrogen merupakan ciri khusus senyawa-senyawa
protein karena unsur ini tidak ditemukan dalam senyawa-senyawa lemak dan
karbohidrat sederhana. Oleh karena itu, kadar protein dalam suatu bahan dapat
ditentukan dengan mengatur kadar nitrogen pada bahan tersebut. Pada
dasarnya, analisis nitrogen dalam bahan-bahan organik dilakukan dengan
mengonversikan nitrogen menjadi NH3 kemudian menentukan jumlah NH3
yang terbentuk. Salah satu cara penentuan nitrogen total yang banyak
dilakukan di laboratorium adalah metode Gunning (Winarno,2009).

1
2

Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan


nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung
nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan
katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat.
Pembebasan dengan alkali kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara
kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi. Metode ini
telah banyak mengalami modifikasi. Metode ini cocok digunakan secara
semimikro, sebab hanya memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit
dan waktu analisa yang pendek. Metode ini kurang akurat bila diperlukan
pada senyawa yang mengandung atom nitrogen yang terikat secara langsung
ke oksigen atau nitrogen. Tetapi untuk zat-zat seperti amina,protein,dan lain –
lain hasilnya lumayan (Winarno,2009).

B. Tujuan Praktikum
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menganalisis kadra protein secara baik dan
benar sesuai prosedur kerja.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan cara menganalisis kadar protein pada
sampel.
b. Mahasiswa mampu menghitung hasil analisis kadar protein pada
sampel.
C. Manfaat Praktikum
1. Mahasiswa dapat terlatih kemampuannya dalam melakukan analisis kadar
protein pada praktikum analisis zat gizi pangan.
2. Mahasiswa dapat menghitung jumlah kadar protein dari sampel yang di uji
cobakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Protein
Protein merupakan zat makanan yang penting bagi tubuh, karena
sebagai bahan bakar, zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber
protein yang mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki lemak dan
karbohidrat. Molekul protein mengandung fosfor, belerang dan ada jenis
protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Budianto,
2009).
Protein merupakan bagian yang sangat penting pada setiap makhluk
hidup. Proses untuk mendapatkan protein dinamakan dengan translasi. Setiap
makhluk hidup memiliki kode genetik yaitu DNA (deoxyribonucleic acid)
yang tersusun dari basa nitrogen adenin (A), guanin (G), thymine (T) dan
cytosine (C). Melalui proses transkripsi, DNA tersebut ditranskripsikan
menjadi RNA (ribonucleic acid). RNA mengalami proses translasi untuk
kemudian menghasilkan protein(Jones dan Pevzner 2004). Terdapat 20 asam
amino dengan struktur kimia yang berbeda (Budianto,2009).
Sumber protein di dalam makanan dapat dibedakan atas dua sumber
yaitu protein hewani dan nabati. Oleh karena struktur fisik dan kimia protein
hewani sama dengan yang dijumpai pada tubuh manusia, maka protein yang
berasal dari hewan mengandung semua asam amino dalam jumlah yang cukup
membentuk dan memperbaiki jaringan tubuh manusia. Kecuali pada kedelai,
semua pangan nabati mempunyai protein dengan mutu yang lebih rendah
dibandingkan hewani (Budianto, 2009).
Protein merupakan senyawa yang terbentuk dari unsur-unsur organik
yaitu C,H,O,N, dan S yang tersusun dari asam amino. Beberapa asam amino
terbentuk peptida yang dapat diserap oleh tubuh ke dalam pembuluh darah

3
4

Sumber protein di dalam makanan dapat dibedakan atas dua sumber


yaitu protein hewani dan nabati. Oleh karena struktur fisik dan kimia protein
hewani sama dengan yang dijumpai pada tubuh manusia, maka protein yang
berasal dari hewan mengandung semua asam amino dalam jumlah yang cukup
membentuk dan memperbaiki jaringan tubuh manusia. Kecuali pada kedelai,
semua pangan nabati mempunyai protein dengan mutu yang lebih rendah
dibandingkan hewani (Andarwulan, 2011)
Menurut Winarno (2009) dalam budianto (2009), secara umum protein
mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Sebagai zat pembangun
Bahan pembentuk jaringan-jaringan baru dan pemeliharaan jaringan untuk
regenerasi kulit dan sel darah merah serta pertumbuhan rambut dan kuku.
2. Zat pengatur
Zat pengatur yang dihasilkan enzim dan hormon yang mengatur proses
pencernaan makanan sebagai pembentuk antibodi atau kekebalan tubuh.
3. Zat tenaga
Apabila energi yang diperoleh dari konsumsi karbohidrat dan lemak tidak
mencukupi kebutuhan tubuh maka protein akan dibakar menghasilkan
energi.
B. Faktor Penyebab Kerusakan Protein
Faktor yang mempengaruhi rusaknya protein adalah :
a. pH , Denaturasi karena pH bersifat reversible. Pada titik isoelektrik
kelarutan protein akan berkurang sehingga protein akan menggumpal dan
mengendap.
b. Pelarut organik , pada konsentrasi rendah pelarut organik akan
menstabilkan protein. Pada konsentrasi tinggi pelarut organik akan
mendenaturasi protein.
c. Suhu, Semakin tinggi suhu yang digunakan, protein akan rusak dan
menggumpal
5

d. Mekanik, Kerusakan mekanik karena adanya gaya mekanik terhadap


protein, contohnya pengocokan, pengadukan dan pengepressan.
C. Macam – Macam Analisa Protein
1. Metode Biuret
Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan
larutan CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawa –
senyawa yang mengandung gugus amida asam. Dalam larutan basa Cu++
membentuk kompleks dengan ikatan peptide (-CU-NH-) dan
menghasilkan warna ungu dengan absorben maksimum pada 540 nm
(Koesmadji,2008).
2. Metode Lowry
Reaksi Cu dengan ikatan peptida oleh tirosin dan tripotan yang
membentuk fosfotungstat-fosfomolibdat pada suasana alkalis akan
memberikan warna biru yang intensitasnya bergantung pada konsentrasi
yang ditera. Kosentrasi protein diukur berdasarkan optik density pada
panjang gelombang 600 nm (Koesmadji,2008).
3. Metode Spektrofotometer UV
Kebanyakan protein mengabsorpsi sinar ultraviolet maximum pada
280 nm. Hal ini terutama oleh adanya asam amino tirosin triptofan dan
fenilalanin yang ada pada protein tersebut (Koesmadji,2008).
4. Metode Turbidimeter
Kekeruhan akan terbentuk dalam larutan yang mengandung protein
apabila ditambahkan bahan pengendap protein misalnya TCA,
K4Fe(CN)6 atau asam sulfosalisilat. Tingkat kekeruhan diukur dengan
alat turbidimeter (Koesmadji,2008).
5. Penentuan Protein dengan Titrasi Formol
Larutan protein dinetralkan dengan basa NaOH, kemudian
ditambahkan formalin akan membentuk dimethilol. Pembentukan
dimethilol ini menunjukkan gugus amino sudah terikat dan tidak akan
mempengaruhi reaksi antara asam (gugus karboksil asam amino) dengan
6

basa NaOH sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat.Indikator


yang digunakan adalah PP, akhir titrasi bila tepat terjadi perrubahan warna
menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik (Koesmadji,2008).
6. Metode Kjeldahl
Prinsip metode Kjeldahl adalah mula – mula bahan didekstruksi
dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida atau
butiran Zn. Ammonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan
indikator. Metode Kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara,
yaitu cara makro dan semimikro. Cara makro – Kjeldahl digunakan untuk
sampel yang sukar dihomogenisasi dan besarnya 1– 3 gram, sedangkan
semimikro – Kjeldahl dirancang untuk sampel yang berukuran kecil, yaitu
kurang dari 300 mg dari bahan yang homogen (Patong, 2012).
1. Tahap Dekstruksi , Pada tahap ini sampel dipanaskan dalam asam
sulfat pekat sehingga unsu-unsur C dan H mengalami oksidasi menjadi
CO, CO2, dan H2O. sedangkan N akan berubah menjadi (NH4)2SO4
((Patong, 2012).
2. Tahap Destilasi , Pada tahap ini ammonium hydrogen sulfat dipecah
menjadi ammonium (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis
dan dipanaskan agar selama destilasi tidak terjadi superheating dan
ditambahkan logam Zink (Zn). Amonium yang dibebaskan akan
diterima oleh asam klorida atau asam borat 2% berlebih (Patong,
2012).
3. Tahap Titrasi , Sisa asam klorida yang tidak bereaksi dengan ammonia
dititrasi dengan NaOH 0,1 N. titik akhir titrasi ditandai dengan
perubahan warna larutan menjadi merah da tidak hilang selama 30
detik menggunakan indicator PP (Patong, 2012).
7

D. Keuntungan Dan Kerugian Menggunakan Metode Kjeldahl


Kentungan menggunakan Metode Kjeldahl,diantaranya :
a. Secara internasional dan masih merupakan metode standar untuk
perbandingan terhadap semua metode lainnya.
b. Presisi tinggi dan baik reproduktifitas telah membuat metode utama untuk
estimasi protein dalam makanan.
Kerugian menggunakan Metode Kjeldahl,diantaranya :
a. Memberikan ukuran protein yang benar, karena semua nitrogen dalam
makanan tidak dalam bentuk protein.
b. Protein yang berbeda memerlukan faktor koreksi yang berbeda karena
mereka memiliki urutan asam amino yang berbeda.
c. Penggunaan asam sulfat pekat pada suhu tinggi menimbulkan bahaya
yang cukup besar, seperti halnya penggunaan beberapa kemungkinan
katalis teknik ini memakan waktu untuk membawa keluar
(andarwulan,2011)
E. Prinsip Analisa Kadar Protein
Vitamin C atau asam askorbat merupakan vitamin yang larut dalam
air. Vitamin C bekerja sebagai suatu koenzim dan pada keadaan tertentu
merupakan reduktor dan antioksidan. Vitamin ini dapat secara langsung atau
tidak langsung memberikan elektron ke enzim yang membutuhkan ion-ion
logam tereduksi dan bekerja sebagai kofaktor untuk prolil dan lisil
hidroksilase dalam biosintesis kolagen. Zat ini berbentuk kristal dan bubuk
putih kekuningan, stabil pada keadaan kering (Sudarmadji, 2009).
Vitamin C mempunyai banyak fungsi dalam tubuh, sebagai koenzim
atau kofaktor. Asam askorbat adalah bahan yang kuat kemampuan reduksinya
dan bertindak sebagai antioksidan dalam reaksi-reaksi hidroksilasi. Beberapa
turunan vitamin C (seperti asam eritrobik dan askorbik palmitat) digunakan
sebagai antioksidan di dalam industri pangan untuk mencegah proses menjadi
tengik, perubahan warna (browning) pada buah-buahan dan untuk
mengawetkan daging. Vitamin C pada tubuh manusia juga berfungsi sebagai
8

sintesis kolagen, sintesis karnitin, noradrenalin, serotonin, adsorbsi dan


metabolisme besi, absorbsi kalsium, mencegah infeksi serta mencegah kanker
dan penyakit jantung (Sudarmadji, 2009).
Defisiensi atau kekurangan asam askorbat (vitamin C) menyebabkan
penyakit skorbut, penyakit ini berhubungan dengan gangguan sintesis kolagen
yang diperlihatkan dalam bentuk perdarahan subkutan serta perdarahan
lainnya , kelemahan otot, gusi yang bengkak dan menjadi lunak dan
tanggalnya gigi, penyakit skorbut dapat disembuhkan dengan memakan buah
dan sayur-sayuran yang segar. Cadangan normal vitamin C cukup untuk 34
bulan sebelum timbulnya tanda-tanda penyakit skorbut (Sudarmadji, 2009).
Sedangkan kelebihan vitamin C juga tidak baik untuk tubuh.
Overdosis vitamin C (>1000 mg/hari) dapat menimbulkan efek toksik yang
serius, yaitu batu ginjal, hiperoksaluria, diare yang berlangsung terus menerus
(severe diarrhea), serta iritasi mukosa saluran cerna. Untuk mengatasinya,
penderitanya cukup meminum air yang banyak agar vitamin C yang
dikonsumsi segera dilarutkan oleh air dan diekskresikan melalui urine,
keringat, dan feses (Winarno, 2009).
Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi tahun 2013, kebutuhan vitamin C
yang dianjurkan oleh pemerintah dalam sehari untuk anak-anak sekitar 45 mg,
untuk laki-laki dewasa sekitar 90 mg dan untuk wanita dewasa sekitar 75
gram (Permenkes, 2014).
Untuk menentukan kadar vitamin C pada minuman dilakukan dengan
menerapkan prinsip kerja metode titrasi iodometri. Titrasi merupakan suatu
proses analisis dimana suatu volum larutan standar ditambahkan ke dalam
larutan dengan tujuan mengetahui komponen yang tidak dikenal. Larutan
standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah diketahui secara pasti
(Winarno, 2009).
Metode titrasi iodometri merupakan metode yang paling banyak
digunakan, karena murah, sederhana, dan tidak memerlukan peralatan
laboratorium yang canggih. Titrasi ini menggunakan Iodium sebagai oksidator
9

yang mengoksidasi vitamin C dan memakai amilum sebagai indikatornya


(Wijanarko, 2002). Pada praktikum menggunakan metode Lowry. Protein
yang terkstrak pada air direaksikan dengan larutan lowry menghasilkan
kompleks Cu2+, dan di reaksikan dengan larutan folin menghasilkan
fosfotungstat-fosfomolibdat yang membentuk warna biru, dan diukur
absorbansinya ( lehninger, 2008).
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Waktu
Waktu :Praktikum Analisis Kadar protein dilakukan pada hari
Jumat 09 Mei 2017. Praktikum dilaksanakan pada
pukul 07.00 pagi WIB
B. Tempat
Tempat :Laboratorium Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan
Masyarakat (FKM) Univeristas Diponegoro
C. Alat dan Bahan
a. Alat
1. Neraca analitik
2. Labu Kjedahl
3. Pemanas listrik/mantel kjedahl
4. Alat destilasi
5. Erlenmeyer 250 mL
6. Buret dan statif
7. Pipet ukur 10 mL
8. Gelas ukur 100 mL
9. Ruang asam
b. Bahan
1. H2SO4 pekat
2. Asam borat (H3BO3) 4%, pH 4,65
3. NaOH 32%
4. Tablet Kjedahl
5. Campuran Indikator (MR 0,1% : BCG 0,1 % = 3:1)
6. HCl 0,25 N
7. Aquades

10
11

D. Skema Kerja Analisis Kadar Protein

Dimulai

Ditimbang 1-2 gram sampel, dimasukkan ke dalam labu


Kjeldahl

Ditambahakan 1 tablet kejdahl dan 8 ml H2SO4 pekat

Dipasang labu kejdahl pada alat destruksi

Dipanaskan diatas alat destruksi sampai mendidih dan


berubah menjadi larutan jernih kehijau-hijauan

Dibiarkan dingin, kemudian dipindahkan ke labu destilasi

Ditambahkan aquadest 50 mL, tambahkan NaOH 70 mL

Disiapkan erlenmeyer, dimasukkan asam borat H3BO3 4%


sebanyak 60 mL dan ditambahkan indicator MR : BCG
3:1

Dipasang alat destilasi sebagai penampung

Disetting alat destilasi, time : 4 menit, steam 100%, tekan


start

Ditunggu sampai waktu selesai, larutan berwarna hijau,


dititrasi larutan dengan HCl 0,25 N hingga warna merah

Dicatat volume HCl yang digunakan untuk penitraan,


dikerjakan pada blanko dengan prosedur sama

Selesai

Gambar 3.1 Skema Kerja Analisis Kadar Protein


12

E. Pengolahan dan Analisis Data


a. Pengolahan Data
Pengolahan data yang dilakukan dalam praktikum ini menggunakan
metode Kjedahl dan dengan rumus analisis kadar protein sebagai berikut:

(𝑉1−𝑉2)𝑥 𝐹 𝑥 𝑐 𝑥 𝑓𝑥 𝑀(𝑁)
W(n) = 𝑚 𝑥 1000

% N = w(N) x 100 %

% P = w(N) x PF x 100 %

Keterangan :
w(N) = berat fraksi nitrogen (N)
V1 = Volume HCl yang digunakan untuk penitraan sampel
V2 = Volume HCl yang digunakan untuk penitraan blanko
F = Faktor molar ( 1= HCl, 2 = H2SO4)
C = Normalitas HCl
F = Faktor Penitar (1)
M(N) = Beart molekul Nitrogen (14,007)
m = Berat Sampel(g)
PF = Faktor Konversi untuk protein dari makanan, secara
umum = 6,25
%N = % Nitrogen
%P = % Protein
Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan membandingkan kandungan protein
yang terdapat dalam sampel dengan menggunakan DKBM, serta
membandingkan hasil yang didapatkan dengan kelompok lain dan
dibandingkan dnegan tabel komposisi kimia tepung kacang hijau.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Kadar Protein
Kelompok Bahan m V1 V2 %N %P
1 Kacang Hijau 1,022 13,1 0 4,6 % 28,75%
2 Kacang 1,0479 23,2 0 7,9% 49,374%
Kedelai
3 Kacang Tanah - - - - -
4 Kacang 1,0056 13,2 0 4,67% 29,18%
Merah
6 Kacang 1,0588 18,5 0 12,2% 76,25%
Kedelai
8 Kacang 1,0357 13 0 4,4% 27,5%
Merah
Berikut adalah hasil perhitungan analisis kadar protein kelompok 1 dengan
menggunakan sampel kacang hijau sebagai berikut :
(𝑉1−𝑉2)𝑥 𝐹 𝑥 𝑐 𝑥 𝑓𝑥 𝑀(𝑁)
W(n) =
𝑚 𝑥 1000
(13,1)𝑥 1 𝑥 0,25 𝑥 1𝑥 14,007)
=
1,022 𝑥 1000
46,61
= = 0,046
1022
% N = W(n) x 100% %P = W(n) x PF x100%
= 0,046 x 100% = 0,046 x 6,25 x 100%
= 4,6% = 28,75 %

13
14

Perhitungan kelompok 2 dengan sampel kacang kedelai :


(𝑉1−𝑉2)𝑥 𝐹 𝑥 𝑐 𝑥 𝑓𝑥 𝑀(𝑁)
W(n) =
𝑚 𝑥 1000
(23,2)𝑥 1 𝑥 0,25 𝑥 1𝑥 14,007)
=
1,0479 𝑥 1000
81,2406
= = 0,079
1047,9

% N = W(n) x 100% %P = W(n) x PF x100%


= 0,079 x 100% = 0,079x 6,25 x 100%
= 7.9% = 49,375 %
Perhitungan kelompok 4 dengan sampel kacang merah :
(𝑉1−𝑉2)𝑥 𝐹 𝑥 𝑐 𝑥 𝑓𝑥 𝑀(𝑁)
W(n) =
𝑚 𝑥 1000
(13,2)𝑥 1 𝑥 0,25 𝑥 1𝑥 14,007)
=
1,0056 𝑥 1000
46,2231
= = 0,0467
1005,6
% N = W(n) x 100% %P = W(n) x PF x100%
= 0,0467 x 100% = 0,0467x 6,25 x 100%
=4,67% = 29,18 %

Perhitungan kelompok 6 dengan sampel kacang kedelai :


(𝑉1−𝑉2)𝑥 𝐹 𝑥 𝑐 𝑥 𝑓𝑥 𝑀(𝑁)
W(n) =
𝑚 𝑥 1000
(18,5)𝑥 1 𝑥 0,25 𝑥 1𝑥 14,007)
=
1,0588 𝑥 1000
64,78
= = 0,122
1058,8

% N = W(n) x 100% %P = W(n) x PF x100%


= 0,122 x 100% = 0,0122x 6,25 x 100%
=12,2% = 76,25%
15

Perhitungan kelompok 8 dengan sampel kacang merah :


(𝑉1−𝑉2)𝑥 𝐹 𝑥 𝑐 𝑥 𝑓𝑥 𝑀(𝑁)
W(n) =
𝑚 𝑥 1000
(13)𝑥 1 𝑥 0,25 𝑥 1𝑥 14,007)
=
1,0357 𝑥 1000
45,52275
= = 0,044
1035,7

% N = W(n) x 100% %P = W(n) x PF x100%


= 0,044 x 100% = 0,044x 6,25 x 100%
=4,4% = 27,5%

B. Pembahasan
1. Dekstruksi
Kacang hijau ditumbuk kemudian ditimbang dengan neraca analitis
digital sebanyak 1-2 gram. Kemudian, kacang hijau dimasukkan ke dalam
labu Kjedahl besama-sama dengan 8 ml H2SO4 pekat (97%). Lalu dipanaskan
dengan kompor listrik dalam lemari asam. Selama proses pemanasan, sesekali
labu diputar dan blower dinyalakan apabila terbentuk asap. Pemanasan
dilakukan hingga kabut dalam labu Kjedahl hilang dan warna cairan berubah
dari hitam menjadi hijau bening. Proses pemanasan berlangsung selama ± 1
hari . Selanjutnya, labu didinginkan dengan menyalakan blower dan labu
diletakkan di atas keramik sambil dibalut dengan lap basah selama 15 menit
2. Destilasi
Rangkaian alat distilasi dipanaskan selama 30 menit sebelum
distilasi dimulai. Baskom berisi air dan pecahan es disiapkan untuk proses
pendinginan selama penambahan larutan NaOH 70 ml. Aquadest sebanyak
50 ml ditambahkan ke dalam labu Kjedahl, kemudian disiapkan
Erlenmeyer, diamsukkan asam borat H3BO3 4 % sebanyak 60 ml.
ditunggu hingga larutan berwarna hijau. Distilasi dihentikan ketika
volume larutan penangkap pada gelas erlenmeyer mencapai 150 ml.
Larutan sampel dikeluarkan dengan menggunakan pompa vakum.
3. Titrasi
16

Larutan penangkap hasil distilasi dipindahkan ke dalam gelas


erlenmeyer 250 ml. Larutan tersebut kemudian dititrasi dengan larutan
HCl 0,25N hingga terjadi perubahan warna menjadi merah muda . Catat
volume larutan HCl yang dibutuhkan untuk titrasi dicatat untuk penitraan.
Percobaan ini bertujuan untuk menganalisis kadar protein dalam
suatu sampel bubuk kacang hijau yang telah disiapkan. Metode yang
digunakan adalah metode kjedahl yang analisisnya bisa dibagi menjadi 3
tahap yaitu dekstruksi, distilasi dan titrasi. Pada tahap destruksi,
perubahan warna yang terjadi sampel berubah warna menjadi jernih
kehijau-hijaun. Pada tahap destruksi-distilasi, perubahan warna yang
terjadi yaitu menjadi jernih . Sedangkan pada tahap distilasi, perubahan
warna yang terjadi yaitu dari jernih menjadi merah muda.
Tahap terakhir dari percobaan ini adalah titrasi. Perubahan warna
yang terjadi dalam proses ini adalah dari jernih menjadi merah muda.
Tujuan dari titrasi ini adalah menentukan asam yang masih tersisa pada
larutan asam penangkapnya. Dari perhitungan yang dilakukan, diperoleh
sisa asam penangkap untuk sampel kelompok 1 adalah dengan berat
sampel 1,022 gram % Nitrogen 4,6 % dan % Protein 28,75%. Jika
dibandingkan dengan kelompok lain kandungan protein dari kacang hijau
termasuk rendah dibandingkan dengan kacang kedelai, kacang merah. Jika
hasil praktikum kadar protein ini dibandingkan dengan DKBM 2009
kandungan protein pada kacang hijau sebesar 22,9 %. Hasil yang
didapatkan oleh praktikan dan hasil dalam DKBM terpaut cukup jauh hal
ini mungkin bisa terjadi karena perbedaan varietas kacang hijau yang
digunakan sebagai sampel. Sampel selanjutnya dibandingkan dnegan hasil
analisis kadar protein, pada sampel kacang-kacangan yang lain. Diketahui
bahwa sampel kacang kedelai mempunyai kadar protein yang paling tinggi
dibandingkan dengan sampel yang lain. Kadar protein kedelai yang
diperoleh pada saat praktikum kelompok 2 yaitu sebesar 49,374% dan
kelompok 6 sebesar 76,25%. Hasil kedua kelompok tersebut berbeda
17

dengan data DKBM yang menunjukkan kadar protein yang terkandung


dalam kacang kedelai yaitu sebesar 34,9 %. Menurut hasil praktikum,
kadar protein kacang merah adalah paling rendah dibandingkan dengan
sampel kacang yang lain yaitu sebesar 27,5% akan tetapi pada kelompok 4
kadar kacang merah lebih tinggi yaitu sebesar 29,18 %. Hasil analisis
berbeda sampel karena beberapa factor yaitu temepratur, waktu, jumlah
optimum perbandingan anatara air dan kolagen. Factor lain adalah proses
pengolahan seperti, penimbangan sampel yang tidak tepat, pemanasan
sampel yang tidak sempurna (destruksi) atau terjadi panas local maka SO 2
tidak bisa menangkap NH3 yang terbentuk, NH3 akan menguap sehingga
akan mengakibatkan kadar protein yang dikandung oleh bahan menjadi
rendah. Banyaknya air yang terkandung juga mempengaruhi pengujian
kadar protein tersebut.
Tabel 4.2 Komposisi kimia tepung kacang hijau
Komponen Jumlah
Air (%) 5,07
Abu (%) 0,1
Lemak (%) 0,09
Protein (%) 19,09
Karbohidrat (%) 72,86
Serat Kasar (%) 2,79
Berdasarkan tabel 4.2 % protein komposisi kimia tepung kacang
hijau sebesar 19,09 % jika dibandingkan dengan % protein yang
didapatkan dari haisl praktikum kelompok 1 yaitu 28,75% terpaut cukup
jauh jika dibandingkan dengan tabel diatas. Perbedaan ini bisa terjadi
karena perbedaan varietas kacang hijau yang digunakan oleh praktikan
dalam praktikum berbeda-beda sehingga menyebabkan kadar protein juga
berbeda.
Adapun penyebab-penyebab terjadinya kesalahan relatif dalam
percobaan ini antara lain:
18

1. Larutan yang dibuat belum homogen dan masih ada sampel yang
menempel di dinding labu Kjedahl.
2. Pada saat proses destruksi, ada ammonia yang teruapkan dan terhisap
oleh blower yang menyala sehingga kadar nitrogen yang diamati
kurang dari seharusnya.
3. Waktu distilasi kurang lama sehingga masih terdapat ammonia yang
belum teruapkan dan tertangkap oleh asam borat.
4. Pada saat penambahan larutan H2SO4 ke dalam larutan hasil destruksi,
larutan tidak didinginkan dengan baik sehingga reaksi tidak berjalan
dengan sempurna.
5. Kualitas sampel kurang baik, mungkin saja terdapat air di dalam
kacang hijau sehingga berat sampel bukan berat murni kacang hijau.
6. Pembacaan volume untuk titrasi pada standardisasi larutan HCl tidak
tepat sehingga menyebabkan perhitungan kadar protein kurang tepat.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Penentuan analisis kadar protein pada sampel kacang kedelai dilakukan
dengan menggunakan metode Kjeldahl. Prinsip metode Kjeldahl adalah
senyawa yang mengandung nitrogen mengalami oksidasi dan dikonversi
menjadi ammonia dan bereaksi dengan asam pekat membentuk garam
amonium. Kemudian ditambahkan basa untuk menteralkan suasana reaksi
dan kemudian didestilasi dengan asam dan dititrasi untuk mengetahui
jumlah N yang dikonversi. Metode Kjeldahl yang dilakukan melalui tiga
tahapan kerja, yaitu Tahap Destruksi, Tahap Destilasi dan Tahap Titrasi.
2. Dari perhitungan yang dilakukan, diperoleh sisa asam penangkap untuk
sampel kelompok 1 adalah dengan berat sampel 1,022 gram % Nitrogen
4,6 % dan %Protein 28,75%. Jika dibandingkan dengan kelompok lain
kandungan protein dari kacang hijau termasuk rendah dibandingkan
dnegan kacang kedelai, kacang merah. Jika hasil praktikum kadar protein
ini dibandingkan dengan DKBM 2009 kandungan protein pada kacang
hijau sebesar 22,9 %. Hasil yang didapatkan oleh praktikan dan hasil
dalam DKBM terpaut cukup jauh hal ini mungkin bisa terjadi karena
perbedaan varietas kacang hijau yang digunakan sebagai sampel.
B. Saran
1. Diharapkan fasilitas seperti alat dan bahan yang digunakan untuk
praktikum lebih dilengkapi lagi agar hasil yang diperoleh dalam
pengambilan data lebih maksimal
2. Diharapkan pada saat praktikum lebih teliti lagi dalam mencatat data
sehingga data yang didapatkan akurat dan dapat sesuai dengan referensi.

19
DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan, Nuri. 2011. Analisis Pangan. Jakarta : Dian Rakyat.


Budianto,A.K. 2009. Dasar- Dasar Ilmu Gizi.Cetakan keempat. Malang: Penerbit
Hart,H, 2009. Kimia Organik. alih bahasa: Sumanir Ahmadi. Erlangga. Jakarta
Koesmadji.2008. Teknik Laboratorium.Bandung, FMPA UPI
Kusnandar, Feri. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Penerbit : Dian Rakyat,
Jakarta.
Lehninger, Albert L .2008 .Dasar-dasar Biokimia Jilid 1. Penerjemah: Maggy The
nawijaya. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry
Muchtadi. 2010. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Jenderal Pendidikan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi
IPB
Patong, A.R., dkk., 2012, Biokimia Dasar, Lembah Harapan Press, Makassar.
Poedjiadi Anna, 2008. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : UI-Press
Sudarmadji, S., Haryono, B., Suhardi, 2009. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.
Yogyakarta: Penerbit Liberty.
Winarno, F. G. 2009. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

20
LAMPIRAN

Gambar 1 : Proses Penimbangan Sampel Gambar 2: Proses Destruksi

Gambar 3 : Pemberian Asam Borat Gambar 4 : Pencampuran campuran


indikator untuk destilasi

21
22

Gambar 5 : Alat Destilasi Gambar 6 : Alat Titrasi

Gambar 7 : proses titrasi Gambar 8 : Hasil akhir titrasi


LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH

ANALISIS ZAT GIZI (3 sks)

TOPIK 9 : ANALISIS KADAR VITAMIN E

Oleh :
KELOMPOK1
SEMESTER/TAHUN AJARAN : VI / 2016-2017
DWI KURNIA YULIYAWATI 25010114120108

LABORATORIUM ILMU GIZI


DEPARTEMEN ILMU GIZI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
RI
JUNI TAHUN 2017
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................ i
DAFTAR ISI ................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .......................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................... v
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang..................................................................... 1
B. Tujuan
a. Tujuan Umum ................................................................ 2
b. Tujuan Khusus ............................................................... 2
C. Manfaat ............................................................................... 2
BAB II Tinjauan Pustaka
A. Definisi Vitamin E ............................................................... 3
B. Sumber Makanan Mengandung Vitamin E ........................... 3
C. Fungsi Vitamin E Bagi Tubuh .............................................. 4
D. Analisis Kadar Vitamin E .................................................... 6
BAB III Metode Praktikum
A. Waktu ................................................................................. 7
B. Tempat ................................................................................. 8
C. Alat dan Bahan..................................................................... 8
D. Skema Kerja berisikan Alur Kerja ........................................ 8
E. Pengolahan Data dan Analisis Data ...................................... 9
BAB IV Hasil dan Pembahasan
A. Hasil ................................................................................. 10
B. Pembahasan ..................................................................... 11

BAB V Penutup
A. Kesimpulan ....................................................................... 13

ii
B. Saran................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 14
LAMPIRAN ................................................................................. 15

iii
DAFTAR TABEL

Gambar 4.1 Tabel hasil analisis kadar vitamin E ...................................... 10

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Skema Kerja analisis kadar vitamin E………….........................8

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tubuh membutuhkan jumlah yang berbeda untuk setiap vitamin ,
setiap orang punya kebutuhan vitamin yang berbeda. Anak anak, orangtua,
orang yang menderita penyakit atau wanita hamil membutuhkan jumlah yang
lebih tinggi akan beberapa vitamin dalam makanan mereka sehari-hari.
Vitamin termasuk kelompok zat pengatur pertumbuhan dalam pemeliharaan
kehidupan. Tiap vitamin mempunyai tugas spesifik di dalam tubuh, karena
vitamin adalah zat organik maka vitamin dapat rusak karena penyimpanan dan
pengolahan vitamin merupakan nutrisi tanpa kalori yang penting dan
dibutuhkan untuk metabolisme tubuh manusia.Vitamin tidak dapat diproduksi
oleh tubuh manusia, tetapi diperoleh dari makanan sehari-hari. Fungsi khusus
vitamin adalah sebagai kofaktor(elemen pembantu) untuk reaksi enzimatik.
Vitamin juga berperan dalam berbagai macam fungsi tubuh lainnya, termasuk
regenerasi kulit, penglihatan, sistem susunan syaraf dan system kekebalan
tubuh dan pembekuan darah. Lama tidak diketahuinya mengenai vitamin
karena bahan-bahan makanan mengandung vitamin yang cukup untuk
mencegah timbulnya gangguan yang hebat terhadap kesehatan. Bahan
makanan yang disajikan olehalam mengandung berbagai vitamin dan bila
dimakan secara bersama-sama akan saling melengkapi satu sama lain
(Almatsier,2008)
Vitamin E dapat membantu mengurangi kolesterol, stroke, dan
penyakit jantung, mengencerkan darah dan meningkatkan aliran darah.
Vitamin E mampu mempertahankan kelembaban kulit sehingga kulit tidak
kering (Almatsier, 2001). Defisiensi vitamin E pada bayi prematur di tandai
dengan gejala anemia hemolitik, trombosis dan kelainan kulit. Defisiensi pada

1
2

orang dewasa ditandai dengan kelesuhan, sulit berkonsentrasi dan lemah otot
(Triana,2009)
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat spesies
oksigen reaktif, spesies nitrogen, dan radikal bebas lainnya sehingga mampu
mencegah penyakit-penyakit degeneratif seperti kardiovaskular, kanker, dan
penuaan. Senyawa antioksidan merupakan substansi yang diperlukan tubuh
untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan
oleh radikal 11 bebas terhadap sel normal, protein, dan lemak. Salah satu
vitamin yang berfungsi sebagai antioksidan adalah vitamin e. Vitamin e
adalah antioksidan untuk dua kelas molekul zat yaitu tokoferol dan tokotrienol
yang mempunyai aktivitas dalam nutrisi tubuh. Vitamin e melawan radikal
bebas dengan menghambat perioksidasi lipid (Almatsier,2008).

B. Tujuan Praktikum
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menganalisis kadar vitamin e secara baik dan
benar sesuai prosedur kerja.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu dapat melakukan cara menganalisis kadar Vitamin
E pada sampel.
b. Mahasiswa mampu menghitung hasil analisis kadar Vitamin E pada
sampel.
C. Manfaat Praktikum
1. Mahasiswa dapat terlatih kemampuannya dalam melakukan analisis kadar
vitamin e pada praktikum analisis zat gizi pangan.
2. Mahasiswa dapat menghitung jumlah kadar vitamin e dari sampel yang di
uji cobakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Vitamin E
Vitamin E disebut juga sebagai tokoferol. Vitamin E murni tidak berbau
dan tidak berwarna, sedangkan vitamin E sintetik yang dijual secara komersial
biasanya berwarna kuning muda hingga kecoklatan. Vitamin E tidak larut
dalam air, larut dalam lemak, alkohol serta pelarut organik seperti aseton,
kloroform, eter dan sebagainya serta minyak nabati (Almatsier,2008).
Tokoferol tersusun atas cincin aromatik tersubstitusi oleh metal dan rantai
panjang isoprenoid sebagai rantai samping. Ada empat jenis tokoferol yang
penting dalam makanan yaitu alfa-, beta-, gama-, delta- tokoferol dan
tokotrienol. Jenis tokoferol ini ditentukan oleh jumlah dan letak metil yang
tersubstitusi pada cincin aromatik (Ball,2007).
Stabilitas Tokoferol stabil terhadap pengaruh asam, panas, dan alkali
tetapi dapat rusak oleh oksigen dan proses oksidasi. adanya ikatan tidak jenuh
pada tokoferol membuatnya mudah teroksidasi. Oksidasi vitamin E dipercepat
dengan adanya cahaya, panas, kondisi alkali dan adanya mineral kelumit
seperti besi (Fe3+) dan tembaga (Cu2+). Kehadiran asam askorbat akan
mencegahefek katalitik dari ion besi dan tembaga terhadap reaksi oksidasi
vitamin E. Vitamin E stabil terhadap panas dan alkali dalam kondisi tanpa
oksigen dan tidak dipengaruhi asam pada suhu di atas 100oC. (Ball, 2007)
B. Sumber Makanan Mengandung Vitamin E
Sumber Vitamin E banyak terdapat dalam bahan makanan. Sumber utama
vitamin E adalah minyak tumbuh-tumbuhan, terutama minyak kecambah
gandum dan biji-bijian. umber vitamin E lainnya adalah minyak tumbuh -
tumbuhan, susu, telur, daging, ikan, padi-padian, dan sayuran hijau (Bieri,
2007).

3
4

Sumber vitamin E lainnya adalah minyak tumbuh-tumbuhan, susu, telur,


daging, ikan, padi-padian, dan sayuran hijau. Kandungan vitamin E yang
tinggi dijumpai pada jaringan-jaringan berwarna hijau gelap, masa
pertengahan pertumbuhan, daun-daun hijau, dan buah-buahan berwarna.
Produk-produk hewani seperti daging, ikan, unggas, dan produk-produk
hewani turunan seperti susu dan telur memiliki kandungan tokoferol yang
lebih rendah dibandingkan dengan produk serealia dan sayuran. Minyak
kelapa dan zaitun hanya sedikit mengandung vitamin E yaitu sebesar 33-73
mg. (Lehninger, 2010)
C. Fungsi Vitamin E Bagi Tubuh
Vitamin E tidak larut dalam air, tapi larut dalam lemak.Sehingga
vitamin E dalam tubuh hanya dapat dicerna oleh bantuan empedu hati, sebagai
pengemulsi minyak saat melaluiduodenum (salah satu nama usus dalam tubuh
kita). Hal ini memiliki keuntungan tersendiri.Dimana vitamin E larut dalam
lemak ini dapat mencegah dari kerusakan radikal bebas, karena radikal bebas
terjadi di membran sel dan lipoprotein yang terbuatdari molekul lemak.
Mengkonsumsi vitamin E ini bisa menjadifungsi antioksidan bagi tubuh.
Sayangnya kebutuhan akan vitamin E ini dalam makanan alami di Indonesia
tidak terpenuhi bagi masyarakat secara harian. Terutama pada wanita.Banyak
wanita akhirnya mengkonsumsi vitamin E sintesis atau suplemen ini untuk
memenuhi konsumsi vitamin E harian.Sangat baik bagitubuh untuk
menkonsumsi lebih banyak vitamin E ini (Bintang,2010).
Menurut penelitian di Amerika (AAD) manfaat vitamin E untuk kulit
yaitu menjaga kesegaran dan keremajaan kulit, mencegah kerusakan kulit
akibat paparan sinar ultraviolet langsung, menjaga kelembapaan dan
mencegah kekeringan kulit.Vitamin E ini sangat dibutuhkan bagi masyarakat
perkotaan. Dimana radikal bebas sangat banyak di kota, sehingga vitamin E
ini akanmemberikan manfaat untuk melindungi kulit dari hal-hal yang dapat
merusaknya secara lebih cepat. Biasanya selain dalam bentuk suplemen,
vitamin E ini juga sudah sering diberikan dalam pelembab lotion untuk kulit.
5

Jadi pemberian manfaat vitamin E ini baik secara dari dalam tubuh maupun
luar tubuh. Dengan konsumsi hariansetidaknya 100 sampai 400 UI setiap hari
untuk memenuhi kebutuhan vitamin E ini.Untuk pemenuhan vitamin E ini
diperlukan suplemen. Karena makanan alami tidak mencapai pemenuhan
vitamin E hingga 400 UI. Standar yang dikonsumsi paling sedikit untuk
manusia adalah 10 sampai 30 mg dalamdarah. Sehingga vitamin E ini akan
meningkatkan imunitas tubuh dengan menjadi antioksidan. Menghalangi
radikal bebas, udara kotor, dan lainnya untuk merusak sistem dalam tubuh
(Youngson, 2009).
Fungsi vitamin E di dalam tubuh adalah melindungi asam-asam lemak
tak jenuh pada membran sel, mampu meningkatkan respon imun, sebagai zat
pengatur (regulasi) pada aktivasi protein kinase C, fungsi mitokondria,
metabolisme protein dan produksi hormon. Vitamin E juga melindungi
vitamin A dari kerusakan yang terjadi di dalam tubuh. Fungsi vitamin E
sangat penting bagi tubuh seperti dapat mencegah kanker, penyakit
kardiovaskuler, proses penuaan, osteoporosis dan meningkatkan kinerja
sistem kekebalan tubuh (Youngson, 2009).
Defisiensi Akibat kekurangan vitamin E :
1. Perubahan degeneratif pada sistem saraf dan otot
2. Kelemahan dan kesulitan berjalan
3. Nyeri pada otot betis
4. Gangguan penglihatan
5. Anemia
6. Retensi cairan
7. Kelainan kulit (Youngson R, 2009)
Pada bayi, kekurangan vitamin E dapat menyebabkan kelainan yang
mengganggu penyerapan lemak pada bayi yang prematur dan kekurangan
gizi. Namun kekurangan vitamin E sesungguhnya sangat jarang terjadi karena
vitamin ini banyak terdapat dalam makanan, terutama dalam minyak sayur.
(Dewanti, 2012)
6

Kelebihan Menggunakan vitamin E secara berlebihan dapat


menimbulkan keracunan. Gangguan pada saluran cerna terjadi bila memakan
lebih dari 600 mg sehari (60-75 kali kecukupan). Dosis tinggi juga dapat
meningkatkan efek obat antikoagulan yang digunakan untuk mencegah
penggumpalan darah (Almatsier, 2008).
D. Analisis Kadar Vitamin E
Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer.
Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang
tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
ditransmisikan atau yang diabsorbsi (Pambudi, 2009). Spektrofotometer
digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut
ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang
gelombang (Poedjiadji, 2008).
Analisis kadar total tokoferol Sampel ditimbang dengan tepat sebanyak
200 ± 10 mg ke dalam labu takar 10 ml, lalu ditambahkan 5 ml toluena
untuk melarutkan sampel. Kemudian ditambahkan 3.5 ml 2.2-bipiridin (00.7
% b/v dalam etanol 95%) dan 0.5 ml FeCl3.6H2O (0.2% b/v dalam etanol
95%) dan ditepatkan dengan etanol 95% sampai volume total 10 ml (kira-kira
1 ml). Setelah didiamkan selama 1 menit dalam ruang gelap, absorbansinya
diukur pada panjang gelombang 520 nm. Larutan blanko dibuat seperti
prosedur di atas tetapi tanpa sampel. Absorbansi blanko diukur dengan
spektrofotometer dengan panjang gelombang yang sama (Winarno, 2007).
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Waktu
Waktu :Praktikum Analisis Kadar vitamin E dilakukan pada
hari rabu 17 Mei 2017. Praktikum dilaksanakan pada
pukul 09.30 pagi WIB
B. Tempat
Tempat :Laboratorium Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan
Masyarakat (FKM) Univeristas Diponegoro
C. Alat dan Bahan
a. Alat
1. Timbangan Analitik
2. Stirer
3. Kertas Saring Whatman No 1
4. Corong Gelas
5. Erlenmeyer
6. Pipet Volumetric
7. Alumunium Foil
8. Spectrofotometer UV-VIS
b. Bahan
1. Kloroform : methanol
2. NaCl 0,88 %
3. Gas N2
4. Toluene
5. Ethanol 95%
6. 2,2’ bipiridin
7. Fecl3.6H2O
8. Sampel Natur-e

7
8

D. Skema Kerja Analisis Kadar Protein

Dimulai

Dipersiapkan alat dan bahan

Ditambahakan 200 ± 10 mg ekstrak dan 5 ml toluene

Ditambahkan 3,5 ml 2,2’bipiridin

Ditambahkan 0,5 ml larutan Fecl3.6H2O

Ditepatkan menjadi 10ml dengan etanol 95%

Didiamkan selama 1 menit didalam ruang gelap

Diukur absorbansinya dengan spektofotometer UV-VIS


pada panjang gelombang 520 nm

Dilakukan blanko dengan prosedur yang sama

Selesai

Gambar 3.1 Skema Kerja Analisis Kadar Vitamin E


9

E. Pengolahan dan Analisis Data


a. Pengolahan Data
Pengolahan data yang digunakan dalam praktikum kadar vitamin E ini
menggunakan rumus :
Total tokoferol =
(Absorbansi sampel – absorbansi blanko)
(M x Berat sampel (mg))
Total Tokoferol (mg/100g) =
(𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑡𝑜𝑘𝑜𝑓𝑒𝑟𝑜𝑙 (𝑝𝑝𝑚) (𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 (𝑔))
𝑥 𝑥100
1000 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)
Keterangan :
M = Gradient Kurva standar
b. Analisis Data
Analisis data dalam praktikum analisis kadar vitamin E menggunakam
metode spektofotometer dan dibandingkan dengan hasil dari kelompok
lain.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Tabel hasil analisis kadar vitamin E
Kelompok Asorbansi Absorbansi Berat Hasil IU
Blanko Sampel Sampel (mg)
(mg)
1 0,728 3,436 201,1 202 300,98
2 1,490 3,214 206,8 125,4 186,85
3 0,984 3,436 191,8 192 286,08
4 2,737 3,436 182,5 57 84,93
5 0,147 3,612 196,8 264,7 394,40
6 0,465 3,311 183 233 347,17
7 0,338 3,311 190,3 235 350,50
8 0,288 0,388 188,8 7,96 11,8604
Hasil perhitungan Total Tokoferol (ppm) dari kelompok 1 yaitu :
= (Absorbansi sampel – absorbansi blanko)
(M x Berat sampel (mg))
3,436−0,728
=
0,0665 𝑥 201,1 𝑚𝑔
2,708
= = 0,202 mg
13,373 𝑚𝑔
1 𝑚𝑔
1 PPM = 1000 𝑔
1 𝑚𝑔
0,202 =
1000 𝑔
Mg = 0,202 x 1000 = 202 mg
1 mg = 202 x 1,49 IU = 300,98 IU

10
11

B. Pembahasan
Vitamin E dapat membantu mengurangi kolesterol, stroke, dan
penyakit jantung, mengencerkan darah dan meningkatkan aliran darah.
Vitamin E mampu mempertahankan kelembaban kulit sehingga kulit tidak
kering (Almatsier, 2001). Defisiensi vitamin E pada bayi prematur di tandai
dengan gejala anemia hemolitik, trombosis dan kelainan kulit. Defisiensi pada
orang dewasa ditandai dengan kelesuhan, sulit berkonsentrasi dan lemah otot
(Bintang, 2010).
Analisis kadar total tokoferol Sampel ditimbang dengan tepat sebanyak
200 ± 10 mg ke dalam labu takar 10 ml, lalu ditambahkan 5 ml toluena untuk
melarutkan sampel. Kemudian ditambahkan 3.5 ml 2.2-bipiridin (00.7 % b/v
dalam etanol 95%) dan 0.5 ml FeCl3.6H2O (0.2% b/v dalam etanol 95%) dan
ditepatkan dengan etanol 95% sampai volume total 10 ml (kira-kira 1 ml).
Setelah didiamkan selama 1 menit dalam ruang gelap, absorbansinya diukur
pada panjang gelombang 520 nm. Larutan blanko dibuat seperti prosedur di
atas tetapi tanpa sampel. Absorbansi blanko diukur dengan spektrofotometer
dengan panjang gelombang yang sama (Winarno, 2007).
Pembahasan Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh
hasil kadar tokoferol total kelompok 1 adalah 202 mg dengan absorbansi
sampel sebesar 3,436 dan aborbansi blanko sebesar 0,728. Hasil kadar
tokoferol totaol dalam natur-e yang diperoleh kelompok 1 berbeda dengan
kelompok lainnya. Kelompok 2 memperoleh hasil kadar tokoferol total
sebesar 125,4 mg, kelompok 3 192 mg, kelompok 4 57 mg, kelompok 5
264,7 mg, kelompok 6 233 mg, kelompok 7 233 mg, kelompok 8 7,96 mg.
Perbedaan hasil kadar total tokoferol terjadi mungkin karena kesalahan pada
praktikan yang kurang teliti dalam menimbang berat awal natur-e sehingga
mempengaruhi hasil kadar tokoferol total.
Selain itu perbedaan lamanya penyimpanan dalam ruang gelap juga
mempengaruhi karena tokoferol mudah teroksidasi dan tidak stabil terhadap
sinar ultra violet, dan suhu ruang seperti yang dikemukakan oleh Dewanti
12

2012 bahwa tokoferol bersifat stabil pada proses perebusan asam tanpa
adanya oksigen dan juga akan stabil terhadap sinat tampak (visible light).
Tokoferol bersifat tidak stabil pada suhu kamar dengan adanya oksigen,
alkali, garam feri dan ketika terekspos pada sinar ultra violet. Sehingga jika
terlalu lama disimpan dalam suhu ruang maka tokoferol akan mudah
teroksidasi, itu yang menyebabkan terjadinya perbedaan hasil kadar total
tokoferol tiap kelompok (Dewanti,2012)
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Analisa kadar vitamin E atau Tokoferol dilakukan dengan menggunakan
alat spektrofotometer. Hal yang dilakukan pertama yaitu menimbang
sampel berupa nature-e sebanyak 200 mg yang kemudian dimasukkan
dalam tabung reaksi dan dibungkus alumunium foil. Kemudian sampel
ditambah 5 ml toluene, 3,5 ml 2,2’ bipiridin, 0,5 ml FeCl36.H2O. Setelah
itu ditepatkan menjadi 10 ml dengan etanol 95%. Sampel kemudian
dikocok agar merata, barulah sampel diperiksa dengan menggunakan alat
spektrofotometer.
2. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil kadar
tokoferol total kelompok satu adalah 202 mg dengan absorbansi sampel
sebesar 3,436 dan aborbansi blanko sebesar 0,728. Hasil kadar tokoferol
totaol dalam natur-e yang diperoleh kelompok 1 berbeda dengan
kelompok lainnya. Kelompok dua memperoleh hasil kadar tokoferol total
sebesar 125,4 mg, kelompok tiga 192 mg, kelompok empat 57 mg,
kelompok lima 264,7 mg, kelompok enam 233 mg, kelompok tujuh 233
mg, kelompok delapan 7,96 mg. Perbedaan hasil kadar total tokoferol
terjadi mungkin karena kesalahan pada praktikan yang kurang teliti dalam
menimbang berat awal natur-e sehingga mempengaruhi hasil kadar
tokoferol total
B. Saran
1. Diharapkan fasilitas seperti alat dan bahan yang digunakan untuk
praktikum lebih dilengkapi lagi agar hasil yang diperoleh dalam
pengambilan data lebih maksimal
2. Diharapkan pada saat praktikum lebih teliti lagi dalam mencatat data
sehingga data yang didapatkan akurat dan dapat sesuai dengan referensi.

13
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier 2008, Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Media Utama.

Ball, G.F.M. 2007. Fat Soluble VitaminsAssay in Food Analysis. Elsevier Science
Publish. Co. Inc., New York.

Bieri, J.G. 2007 Vitamin E. Di dalamR.E Olson dan H.P Broquist (eds). Vitamin.
PT.Gramedia, Jakarta.

Bintang M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta (ID) : Erlangga.

Dewanti, 2012, Pengaruh Pengolahan Terhadap Zat Gizi, diakses tanggal 5 Mei 2017
< http://tridewanti.lecture.ub.ac.id/files/2012/05/Pengaruh-pengol.-thd-
gizi.ppt1_.ppt>

Lehninger, A.L.2010. Dasar-dasar Biokimia Jilid I. Worth Publ. Inc., New York.
Terjemahan. M. Thenawijaya. 1993. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Poedjiadi, Anna. 2008. Dasar – Dasar Biokimia. UI-Pres: Jakarta.

Sudarmadji, S. 2007 . Analisa Bahan Makanan dan Pertanian, Liberty; Yogyakarta.

Triana, V. 2009. Macam-macam Vitamin dan Fungsinya dalam Tubuh Manusia.


Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2006, 1 (I): 40-47. Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Padang

Winarno, F.G. 2007. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Youngson R. 2009. Antioksidan, Manfaat Vitamin C & E Bagi Kesehatan. Cet.1.


Jakarta: Arcan

14
LAMPIRAN

15
16
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Dari praktikum pengenalan alat alat laboratorium di atas, dapat
disimpulkan bahwa Laboratorium merupakan tempat untuk melatih
mahasiswa dalam hal ketrampilan melakukan praktik, demonstrasi,
percobaan, penelitian, dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Kesalahan penggunaan alat dan bahan dalam praktikum dapat
menimbulkan hasil yang salah dan tidak akurat.
2. Pengenalan alat-alat laboratorium yang digunakan dalam praktikum ini
antara lain baeker glass, tabung erlenmeyer, labu takar, gelas ukur,
corong, tabung reaksi, rak tabung reaksi, spatula besi, spatula kaca,
pipet volume, bulb, pipet tetes, cawan petri, cawan porselen, mortar,
bunsen, kaki tiga, gegep, buret, statip, Heating Magnetic Stirrer,
Moisture Analyzer, refractometer, spektrofotometer UV-Vis, destilator,
soxhlet, ruang asam, desikator, timbangan analitik, timbangan digital,
oven, dan tanur.
3. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan
bahan dalam oven pada suhu 105-110ºC selama 3 jam atau Sampai
didapat berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah
pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan.
4. Penentuan Kadar Sukrosa pada sampel dilakukan dengan
menggunakan alat yang bernama Refraktometer. Refraktometer
bekerja menggunakan prinsip pembiasan cahaya ketika melalui suatu
larutan. Ketika cahaya datang dari udara ke dalam larutan maka
kecepatannya akan berkurang.
a. Metode ekstraksi lemak terdiri dari ekstaksi lemak kering dan ekstraksi
lemak basah. Ekstraksi lemak kering dapat dilakukan dengan
menggunakan metode Soxhlet. Pada prinsipnya metode Soxhlet ini
menggunakan sampel lemak kering yang diekstraksi secara terus-
menerus dalam pelarut dengan jumlah yang konstan.
5. Prinsip kerja analisis kadar abu yaitu sampel diabukan sampai beebas
dari karbon dan sisa pengabuan adalah dari sampel tersebut. Terdapat
dua metode pengabuan antara lain metode pengabuan kering dan
metode pengabuan basah. Cara kering dilakukan untuk mengoksidasi
zat-zat organik pada suhu 500-6000C dan penimbangan zat-zat yang
tertinggal, sedangkan cara basah dilakukan dengan memeberikan
penambahan senyawa tertentu pada bahan yang akan diabukan seperti
gliserol.
6. Analisis kadar vitamin C pada minuman dilakukan dengan
menerapkan prinsip kerja metode titrasi iodometri. Titrasi merupakan
suatu proses analisis dimana suatu volum larutan standar ditambahkan
ke dalam larutan dengan tujuan mengetahui komponen yang tidak
dikenal. Larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah
diketahui secara pasti. Hasil akhir titrasi pada sampel ABC sari buah
jeruk adalah berwarna biru
7. Penentuan analisis kadar protein pada sampel kacang kedelai
dilakukan dengan menggunakan metode Kjeldahl. Prinsip metode
Kjeldahl adalah senyawa yang mengandung nitrogen mengalami
oksidasi dan dikonversi menjadi ammonia dan bereaksi dengan asam
pekat membentuk garam amonium. Kemudian ditambahkan basa untuk
menteralkan suasana reaksi dan kemudian didestilasi dengan asam dan
dititrasi untuk mengetahui jumlah N yang dikonversi. Metode Kjeldahl
yang dilakukan melalui tiga tahapan kerja, yaitu Tahap Destruksi,
Tahap Destilasi dan Tahap Titrasi.
8. Analisa kadar vitamin E atau Tokoferol dilakukan dengan
menggunakan alat spektrofotometer. Hal yang dilakukan pertama yaitu
menimbang sampel berupa nature-e sebanyak 200 mg yang kemudian
dimasukkan dalam tabung reaksi dan dibungkus alumunium foil.
Kemudian sampel ditambah 5 ml toluene, 3,5 ml 2,2’ bipiridin, 0,5 ml
FeCl36.H2O. Setelah itu ditepatkan menjadi 10 ml dengan etanol 95%.
Sampel kemudian dikocok agar merata, barulah sampel diperiksa
dengan menggunakan alat spektrofotometer.
B. Saran
1. Diharapkan fasilitas seperti alat dan bahan yang digunakan untuk
praktikum lebih dilengkapi lagi agar hasil yang diperoleh dalam
pengambilan data lebih maksimal
2. Diharapkan pada saat praktikum lebih teliti lagi dalam mencatat data
sehingga data yang didapatkan akurat dan dapat sesuai dengan
referensi.
3. Diharapkan pada saat praktikum lebih berhati-hati dalam penggunaan
alat yang mudah pecah.
4. Diharapkan praktikan dapat melakukan segala proses analisis dengan
baik dan benar agar tidak terjadi kesalahan yang dapat mempengaruhi
hasil analisis yang akurat.

Você também pode gostar