Você está na página 1de 2

Artikel Penyakit TBC pada kehamilan.

Penyaki TBC bisa menimpa siapa saja. Tak terkecuali dengan ibu hamil. Bahkan, ibu hamil yang
memang sedang dalam keadaan rentan akibat daya tahan tubuhnya yang sedang menurun, sangat
berisiko terkena serangan TBC. Baik TBC laten maupun TBC aktif. Seperti apakah risiko TBC
dan kehamilan itu? Yuk kita simak semuanya dalam uraian berikut ini.

Seorang ibu yang sedang hamil dan mengidap penyakit TBC, jika TBC-nya itu tidak diobati
dengan benar, dia akan berisiko melahirkan bayi yang prematur atau melahirkan bayi yang
berpenyakit TBC juga.

Untuk mengetahui ada tidaknya penyakit TBC pada tubuh ibu hamil, perlu dilakukan
pengetesan. Tesnya berupa tes tuberculin, tes ada tidaknya bakteri Mycobacterium tuberculosis
di dalam darah, atau tes yang lainnya. Akan tetapi utuk ibu hamil lebih aman menggunakan tes
darah. Tes ini bisa memberikan hasil positif tidaknya ibu hamil terinfeksi TBC baik fase laten
maupun fase aktif.

Pengobatan TBC untuk ibu hamil dan orang biasa itu berbeda. Hal ini didasarkan pada tingkat
bahaya tidaknya obat terhadap janin bayi yang dikandungnya. Dokter biasanya memberikan obat
berupa isoniasid (INH) setiap hari atau 2 kali seminggu selama 9 bulan kehamilan untuk ibu
hamil yang menderita TBC laten (Laten TB Infection = LTBI). Selain itu, mereka juga diberi
suplemen piridoksin (vitamin B6). Adapun untuk ibu hamil penderita penyakit TBC aktif, dokter
biasanya memberi INH, rifampin (RIF), dan juga etambutol (EMB) setiap hari selama 2 bulan
yang diikuti INH dan RIF per hari atau dua kali seminggu selama bulan berikutnya.

Dokter mengatakan bahwa selain obat-obatan yang tersebut di atas, obat lain akan
membahayakan janin di dalam perut ibunya. Misalnya saja seperti sterptomisin, kanamisin,
amikasin, kapreomisin, dan fluoroquinolones. Sehingga jika sakit apapun, tak hanya TBC, ibu
hamil harus selalu berkonsultasi dengan dokter mengenai obat yang dikonsumsinya.

Pengobatan TBC dan kehamilan berlanjut setelah si ibu melahirkan. Jika si ibu
hamil yang menderita TBC laten melahirkan, dia masih bisa menyusui bayinya dengan ASI. Hal
ini karena konsentrasi obat yang ada di dalam ASI-nya sangat sedikit untuk menyebabkan racun.
Dan ini juga berarti tidak efektifnya pengobatan bayi yang mengidap TBC laten melalui ibunya
lewat ASI. Jadi di sini, walau pun si ibu menyussi, jika si ibu belum sembuh TBC-nya, si ibu
bisa mengonsumsi INH dan juga piridoksin.
Lain halnya jika si ibu menderita TBC aktif, apalagi sudah di level parah. Tidak memberi ASI
ditengarai bisa menjadi jalan yang aman buat bayinya. Tentu saja karena obat yang
dikonsumsinya berkemungkinan menjadi racun bagi bayinya

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=103392&val=4804 Tb perinatal

https://www.univmed.org/ejurnal/index.php/medicina/article/viewFile/306/259

http://staff.ui.ac.id/system/files/users/retno.asti/material/patodiagklas.pdf

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/54380/Cover.pdf;jsessionid=B660D043A23551
3E264AB6E2C3CF343D?sequence=7 ( pengaruh pengetahuan ibu hamil terhadap penyakit tuberculosis)

Você também pode gostar