Você está na página 1de 6

LAPORAN HASIL BELAJAR MANDIRI

SKENARIO C BLOK 29 TAHUN 2017

ANALISIS MASALAH
1. Puskesmas Mercubuana merupakan Puskesmas Kecamatan Harumba yang memiliki 3 desa
dengan jumlah penduduk 37.200 jiwa (7000 KK). Tiap desa memiliki 1 Poskesdes dengan
Bidan Desa di tiap Poskesdes Kecamatan Harumba dibagi oleh sungai Barabara yang
merupakan sumber kehidupan bagi penduduk Mayoritas penduduk bekerja sebagai petani sawit
dan mempunyai penghasilan yang sangat rendah. Penduduk rata-rata berpendidikan rendah. Di
Kecamatan Harumba hanya terdapat 3 SD dan 1 SMP.
b. Apa saja faktor resiko dari sungai Bara-bara yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat
di kecamatan Harumba?
Sungai Barabara sebagai sumber kehidupan bagi penduduk Kecamatan Harumba berperan
penting dalam penyebaran Salmonella sp. jika sungai tersebut tercemar, karena hampir
seluruh masyarakat menggunakan air dari Sungai Barabara untuk memenuhi kebutuhan air.
Pencemaran sungai dapat terjadi jika pembuangan akhir tinja dan urin langsung ke sungai,
sehingga jika air tersebut tidak diolah dengan baik kemudian digunakan untuk konsumsi,
mencuci sayuran dan alat makanan, maka penularan demam tifoid dapat terjadi.
d. Apa peran dari poskesdes dan bidan desa dalam memberikan pelayanan kesehatan
masyarakat di kecamatan Harumba?
Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) diharapkan sebagai pusat pengembangan dan koordinator
berbagai Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dibutuhkan
masyarakat desa. Poskesdes diselenggarakan oleh tenaga kesehatan (minimal seorang bidan)
dibantu dengan sekurang-kurangnya dua orang kader). Fungsi penempatan bidan desa adalah
memberikan pelayanan ibu dan anak serta KB dalam rangka menurunkan angka kematian
ibu dan bayi serta kelahiran. Namun pada kenyataannya bidan desa dibebani dengan
berbagai macam program pelayanan kesehatan lainnya. Pada kondisi ini bidan desa
dihadapkan pada keterbatasan kemampuan dan kondisi masyarakat yang beragam
karakteristik.
Kegiatan yang dilakukan oleh poskesdes adalah:
 Pengamatan epidemiologis sederhana terhadap penyakit
 Penanggulangan penyakit
 Kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana dan kegawatdaruratan kesehatan
 Pelayanan medis dasar sesuai kompetensi
 Kegiatan-kegiatan lain, yaitu promosi kesehatan untuk peningkatan keluarga sadar gizi,
peningkatan PHBS, penyehatan lingkungan dan lain-lain
 Sebagai pusat pengembangan atau revitalisasi berbagai UKBM lain seperti Warung
Obat Desa, Kelompok Pemakai Air, Arisan Jamban Keluarga dan lain-lain

2. Pasien pertama bernama Neni, seorang anak perempuan berusia 6 tahun yang dibawa
keluarganya dengan surat dari RSUD Kabupaten. Pada surat tersebut tertulis diagnosis pasien
berupa pasca terapi Tipus Perut selama 7 hari. Pasien dibekali obat yang cukup untuk 5 hari.
b. Bagaimana pola penularan dalam kasus typhoid?
Sumber penularan penyakit demam tifoid adalah penderita yang aktif, penderita dalam fase
konvalesen dan kronik karier. Penyebaran demam tifoid terjadi secara fekal-oral melalui
makanan ataupun minuman yang terkontaminasi oleh feses. Manusia adalah satu-satunya
penjamu yang alamiah dan merupakan reservoir untuk Salmonella typhii. Bakteri tersebut
dapat bertahan hidup selama berhari-hari di air tanah, air kolam, atau air laut dan selama
berbulan-bulan dalam telur yang sudah terkontaminasi atau tiram yang dibekukan. Beberapa
kondisi kehidupan manusia yang sangat berperan pada penularan adalah:
 Higiene perorangan yang rendah, seperti tida terbiasa membudayakan cuci tangan. Hal
ini jelas pada anak-anak, penyaji makanan serta pengasuh anak.
 Higiene makanan dan minuman yang rendah merupakan faktor yang paling berperan
pada penularan tifoid. Misal makanan yang dicuci dengan air yang terkontaminasi
(seperti sayur-sayuran dan buah-buahan, sayuran yang dipupuk dengan tinja manusia,
makanan yang tercemar dengan debu, sampah dihinggapi lalat, air minum yang tida
dimasuk, dan sebagainya.
 Sanitasi lingkungan yang kumuh yaitu pengelolaan air limbah, kotoran dan sampah yang
tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan.
 Penyediaan air bersih yang tidak memadai
 Jamban keluarga yang tidak memenuhi syarat
 Pasien atau karier tifoid yang tidak diobati secara sempurna
 Belum membudaya program imunisasi untuk tifoid

3. Pasien kedua bernama Tn. Mursidi, seorang laki-laki berusia 42 tahun yang diantar oleh bidan
desa dengan keluhan panas tinggi yang disertai muntah dan diare. Sudah diterapi dengan baik,
akan tetapi, Tn. Mursidi akhirnya dirujuk ke RSUD Kabupaten dengan Kendaraan Pusling
Puskesmas.
b. Apa saja diagnosis banding dari kasus Tn. Mursidi?
Diagnosis banding demam tifoid pada daerah tropis meliputi gastroenteritis, ricketsiosis,
demam dengue, infeksi saluran kemih, leptospirosis, influenza, pneumonia, meningitis,
pielonefritis.
e. Bagaimana tatalaksana dokter umum dalam menangani typhoid?
Terapi untuk demam tifoid meliputi istirahat, pemberian anti-mikroba, antipiretika, serta
nutrisi dan cairan yang adekuat. Salah satu anti-mikroba yang saat ini dapat diberikan secara
optimal cost-effective adalah levofloxacin 500 mg 1 kali sehari selama 7 hari. Strategi
pencegahan meliputi higiene perorangan, sanitasi lingkungan, penyediaan air bersih sampai
dengan penggunaan vaksin. Kloramfenikol sampai saat ini masih merupakan obat pilihan
pertama kasus demam tifoid pada anak, walaupun menurut WHO obat ini dimasukkan
sebagai obat alternatif atau obat pilihan atau lini kedua karena obat lini pertamanya adalah
fluorokuinolon, khususnya untuk pengobatan demam tifoid pada orang dewasa. Dosis
penggunaan kloramfenikol pada anak yaitu 100mg/kgBB/ hari oral, maksimal 2 gram.

4. Saat mini lokakarya Puskesmas, dr. lndah dan UKM Puskesmas membahas rencana dan strategi
penanggulangan penyakit dari kedua kasus tersebut karena dianggap dapat menular melalui
lingkungan dan mengobati penduduk dan keluarga yang tertular penyakit tersebut.
c. Apa saja media promosi yang dapat digunakan pada kasus?
Berdasarkan bentuk umum penggunaan media promosi kesehatan dibagi menjadi bahan
bacaan (leaflet, buletin) dan bahan peragaan (poster, flipchart, slide, film). Berdasarkan cara
produksinya, media promosi kesehatan dikelompokkan menjadi media cetak (leaflet, poster,
brosur), media elektronika (video film, radio) dan media luar ruang (papan reklame,
spanduk). Penggunaan media promosi seperi leaflet, spanduk, serta media online yang
lengkap dengan audiovisual dirasakan lebih efektif dibandingkan dengan hanya penyuluhan
yang berupa seminar atau TOT saja. Namun strategi pemilihan media promosi ditekankan
pada analisis situasi terlebih dahulu.
Pada kasus dr. Indah dan tim UKM Puskesmas sebaiknya meningkatkan peran dalam
memberikan penyuluhan kesehatan tentang kualitas air bersih keluarga yang memenuhi
syarat seperti tidak berasa, tidak berwarna dan tidak berbau atau mengadakan penyuluhan
tentang teknik pengolahan air bersih secara mandiri yang murah dan efisien. Penyuluhan
tersebut dapat dilakukan dengan penyebaran leaflet, spanduk dan pelatihan langsung. Bagi
petugas kesehatan diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang
sanitasi lingkungan terutama sanitasi dasar yang meliputi jamban sehat, sumber air bersih
serta pengelolaan sampah. Mengadakan penyuluhan tentang higiene perorangan seperti
kebiasaan mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, sesudah buang air besar, mencuci
tangan dengan sabun, rutin memotong kuku jari tangan dan kaki dan teknik pencucian alat
makan dan minum. Mengadakan pengolahan air bersih yang murah dan sederhana sebelum
air kolam atau air sungai tersebut digunakan untuk keperluan sehari-hari. Diharapkan kepada
masyarakat agar selalu menjaga kebersihan sumber air dengan cara antara lain jarak letak
sumber air dengan jamban, tempat pembuangan sampah dan sumber pencemar lain paling
sedikit 10 meter. Sumber mata air harus dilindungi dari pencemaran, ember atau gayung
pengambil air harus tetap bersih.
d. Apa saja intervensi yang dapat dilakukan pada kasus? (Lingkungan dan Non Lingkungan)
Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam aspek pencegahan dan pengendalian tifoid adalah:
1) Strategis pencegahan karier, relap dan resistensi tifoid
 Monitor dan kontrol pemakaian antibiotika yang bebas
 Setiap RS atau institusi kesehatan memiliki standar medis penatalaksanaan tifoid
dan konsisten mengimplementasikannya
 Setiap RS memiliki aturan pemakaian antibiotik yang terpola
 Penatalaksaan kasus tifoid dengan adekuat (penggunaan antibiotik, dosis dan lama
pemberian yang tepat)
 Monitor kemungkinan karier dengan biakan feses serial sekurang-kurangnya pada
saat pulang, 4 minggu dan 3 bulan kemudian dilaksanakan biakan lanjutan)
 Kasus karier diterapi dengan quinolone selama 4 minggu (siprofloksasin 2x750mg
atau norfloksasin 2x400mg)
 Bila ada resistensi terhadap obat lini pertama maka terapi antibiotik sesuai hasil uji
kepekaan atau pilih seftriakson dari sefalosporin generasi ke 3.
2) Perbaikan sanitasi lingkungan
 Penyediaan air bersih untuk seluruh warga, penyediaan air yang aman, khlorinasi,
terlindung dan terawasi. Tidak tercemar oleh air limbah dan kotoran lain. Untuk air
minum masyarakat biasakan dengan memasak sampai mendidih, kurang lebih
selama 10 menit. Salmonella sp. akan mati pada suhu 60°C selama 15 – 20 menit
melalui pasteurisasi, pendidihan dan khlorinasi (Keputusan Menteri Kesehatan RI,
2006).
 Jamban keluarga yang memenuhi syarat-syarat kesehatan. Tidak terkontaminasi
oleh lalat dan serangga lain.
 Pengelolaan air limbah, kotoran dan sampah harus benar sehingga tidak mencemari
lingkungan. Selokan dan saluran limbah lainnya jangan sampai dicemari oleh tinja
manusia.
 Kontrol dan pengawasan terhadap kebersihan lingkungan, terlaksana dengan baik
dan berkesinambungan.
 Membudayakan perilaku hidup bersih dan lingkungan bersih yang berlaku untuk
seluruh lapisan masyarakat.
3) Peningkatan higiene makanan dan minuman
Golden rules of WHO dalam promosi kebersihan makanan yaitu:
 Pilih hati-hati makanan yang sudah diproses, demi keamanan
 Panaskan kembali secara benar makanan yang sudah dimasak
 Hindarkan kontak antara makanan mentah dengan yang sudah dimasak
 Mencuci tangan dengan sabun
 Permukaan dapur dibersihkan dengan cermat
 Lindungi makanan dari serangga, binatang mengerat dan binatang lainnya
 Gunakan air bersih atau air yang dibersihkan.
4) Peningkatan higiene perorangan
Budaya cuci tangan dengan air mengalir serta sabun cair. Setiap tangan kontak dengan
feses, urin atau dubur maka harus dicuci pakai sabun dan kalau dapat disikat.
5) Pencegahan dengan imunisasi

Hipotesis

Dr. Indah dan Tim Ukm puskesmas akan melakukan perencanaan dan penyusunan strategi dalam
menanggulangi kasus typhoid di kecamatan Harumba

LI
1. Community Assessment and Intervention

Berdasarkan National Networks of Libraries of Medicine (NNLM), community assessment


didefinisikan sebagai suatu deskripsi sebuah komunitas dan orang-orangnya dengan tujuan
mengidentifikasi kebutuhan komunitas dalam menyediakan pelayanan yang memadai terhadap
kebutuhan tersebut. Alat-alat community assessment terdiri dari survey, inventarisasi aset,
pemetaan masyarakat, jadwal kegiatan harian, kalender musiman, focus group, diskusi panel.
Manfaat dilakukannya community assessment adalah:
a) Dapat membuat keputusan dan perencanaan. Community assessment adalah dasar untuk
mendesain sebuah perencanaan, memilih partner komunitas, membuat kolaborasi dan
mengimplementasikan pelayanan yang komprehensif untuk menemukan kebutuhan masing-
masing keluarga dalam suatu komunitas. Dengan menggunakan data yang didapat dari
community assessment, pemerintah dapat memfasilitasi suatu proses pembuatan keputusan.
b) Pelatihan dan pengembangan sumber daya. Community assessment yang komprehensif adalah
cara yang efektif untuk mengedukasi staff, orangtua, dan pemerintah tentang apa yang mereka
butuhkan, dan kekuatan mereka, karakteristik keluarga dalam sebuah komunitas. Semua ini
dapat digunakan untuk merencanakan suatu pelatihan yang memadai.
c) Mengembangkan sumber daya komunitas. Community assessment dapat membantu
mengidentifikasi sumberdaya komunitas.
d) Advokasi. Community assessment menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk advokasi
dan menetapkan prioritas.
e) Respon terhadap perubahan kebijakan dan program. Perubahan prioritas seperti kesejahteraan
merupakan tantangan reformasi staf program. Community assessment dapat membantu
program dan menjawab tantangan tersebut dengan merumuskan tujuan dan sasaran yang tepat.
f) Dapat digunakan untuk mengajukan dana tambahan. Community assessement dapat
digunakan untuk mengembangkan program baru, membenarkan perlunya perluasan layanan,
dan mengidentifikasi dana untuk mengatasi kebutuhan.
Ada lima langkah dasar dalam proses community assessment:
1) Langkah 1: Merencanakan dan Mengatur
2) Langkah 2: Rancangan Pengumpulan Data
3) Langkah 3: Mengumpulkan Data
4) Langkah 4: Data Review dan Analisa Data
5) Langkah 5: Membuat Keputusan

Sebagai landasan dari intervensi, perencana sebaiknya mempertimbangkan environmental context


(EC), yang mampu berkontribusi langsung terhadap permasalahan kesehatan di komunitas
tersebut, sebagi contoh pada kasus demam tyhpoid, maka faktor air juga dipelajari. Perencana
program dapat menggunakan model PRECEDE dalam menjelaskan tentang morbidity-mortality
rate, prevalensi dan insidensi, serta damapk soail yang timbul akibat masalah kesehatan. Analisis
perilaku, membantu perencana program untuk memperkirakan kemungkinan peningkatan kualitas
masalah kesehatan akibat perilaku individu beresiko. Analisis lingkungan, membantu perencana
program untuk memperkirakan kemungkinan peningkatan kualitas masalah kesehata baik
langsung maupun tidak.

DAFTAR PUSTAKA
Kepmenkes RI No 364/MENKES/SK/V/2006 tentang Pedoman Pengendalian Demam Tifoid
Karyanti, M.R. 2012. Pemeriksaan Diagnostik Terkini untuk Demam Tifoid. Dalam: Prayitno, A.
et al. Update Management of Infectious Diseases and Gastrointestinal Disorders (halaman
1-8). Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM, Jakarta, Indonesia.
Prayitno, A. 2012. Pilihan Terapi Antibiotik untuk Demam Tifoid. Dalam: Prayitno, A. et al.
Update Management of Infectious Diseases and Gastrointestinal Disorders (halaman 9-15).
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM, Jakarta, Indonesia.
Nurlaila, S., E. Trisnawati dan Selviana. 2013. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Demam
Typhoid pada Pasien yang Dirawat di RSU DR Soedarso Pontianak Kalimantan Barat.
Universitas Muhammadiyah, Pontianak, Indonesia.
Nelwan, RHH. 2012. Tata Laksana Terkini Demam. CDK-192 39 (4). (http://www.kalbemed.com,
diakses 21 November 2017)

Você também pode gostar