Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PERTEMUAN 1
Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah memasukan cairan atau
obat langsung ke dalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu dengan
menggunakan infusion sets dengan tujuan pengobatan atau pemberian nutrisi.
Insersi jarum infus dapat dilakukan pada pembuluh darah vena sentral maupun perifer.
Secara umum, beberapa lokasi pembuluh darah vena yang biasa digunakan untuk insersi
jarum infus adalah sebagai berikut:
a. Vena perifer
Vena metacarpal dorsal
Vena sefalika
Vena basilika
Vena dorsalis pedis
Vena safena magna
Vena temporalis frontalis (khusus untuk anak-anak)
Vena mediana cubiti (hanya dianjurkan pada kasus gawat darurat)
b. Vena sentral
Vena subklavia
Vena Jugularis interna dan eksterna
Vena femoralis
Indikasi
1|P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
Pada kasus gangguan menelan, misalnya pada lansia, tumor leher, dan lain-lain.
Pada keadaan saluran cerna harus diistirahatkan, misalnya: pasca operasi, ileus,
perdarahan saluran cerna, dan lain-lain.
Pada kasus yang disertai dengan penurunan kesadaran, misalnya trauma kepala,
syok, intoksikasi, dan lain-lain.
Kontra Indikasi
Lokasi pemasangan infus tidak boleh dilakukan pada daerah dengan keadaan sebagai
berikut:
b. Vena yang berada di bawah daerah insersi vena sebelumnya atau di bawah area
flebitis.
2|P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
d. Daerah yang mengalami gangguan aliran balik vena, misalnya lengan yang berada
pada sisi yang sama dengan payudara yang mengalami operasi mastektomi.
e. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan untuk
pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci darah).
f. Daerah dengan pembuluh vena kecil dan aliran darahnya lambat (bila obat-obatan
yang diberikan berpotensi iritan terhadap pembuluh darah), misalnya vena di daerah
tungkai dan kaki.
Berdasarkan osmolaritasnya terhadap serum, cairan infus dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Cairan hipotonik
Cairan ini memiliki osmolaritas lebih rendah dibandingkan plasma dan mempunyai
konsentrasi partikel aktif yang secara osmotik lebih rendah dari cairan intraseluler
(konsentrasi Na lebih rendah). Akibatnya, air akan bergerak ke luar pembuluh darah
dan masuk ke dalam sel, sehingga sel akan membengkak. Cairan ini digunakan pada
keadaan dehidrasi sel, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis), dalam terapi dengan
diuretik, dan pada pasien hiperglikemia dengan ketoasidosis diabetik. Contoh cairan
hipotonik antara lain NaCl 0,45% (1/2NS), air, dan lain-lain.
b. Cairan isotonik
Cairan ini memiliki osmolaritas yang mendekati osmolaritas plasma dan mempunyai
konsentrasi partikel aktif yang secara osmotik sama dengan cairan intraseluler,
sehingga cairan akan tetap berada di dalam pembuluh darah. Cairan ini bermanfaat
pada kasus hipovolemi yang menyebabkan penurunan tekanan darah. Contoh: Ringer
Laktat, PZ atau NaCl 0,9%.
c. Cairan hipertonik
Cairan ini memiliki osmolaritas yang lebih tinggi dibandingkan plasma dan
mempunyai konsentrasi partikel aktif yang secara osmotik lebih tinggi dari cairan
intraseluler. Akibatnya, cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel akan ditarik ke
dalam pembuluh darah sehingga sel akan mengkerut. Contoh D 5, D10, D20, D5RL,
3|P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
D5+NaCl 0,9% (D5NS), D5+NaCl 0,45% (D5 1/2NS), NaCl hipertonik (3% dan 5%),
manitol 25%, dan albumin 25%.
Persiapan Alat
4|P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
Nomor 16G : digunakan pada pasien trauma atau akan menjalani prosedur bedah
mayor.
Nomor 18G : digunakan untuk pemberian darah dan produk darah serta
pemberian obat-obatan dengan viskositas tinggi (kental).
Nomor 22G : digunakan pada kebanyakan pasien, terutama pasien anak dan
orang tua.
d. Perlak kecil
e. Torniquet
f. Kapas alkohol dalam tempatnya, bisa juga dengan betadin
g. Plester, hipafix, dan gunting
h. Bengkok
i. Spalk bila perlu (untuk anak-anak)
j. Sarung tangan
k. Tiang infus
5|P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
a. Kelancaran cairan dan jumlah tetesan harus tepat sesuai dengan program pengobatan.
b. Bila terjadi hematoma, pembengkakan, atau keradangan di tempat insersi jarum, maka
infus harus dihentikan dan pemasangannya dipindahkan ke bagian tubuh lain.
c. Perhatikan reaksi pada 15 menit pertama. Bila timbul reaksi alergi (misalnya
menggigil, urtikaria, atau syok), maka tetesan infus segera diperlambat atau
dihentikan, kemudian segera dilaporkan pada penanggung jawab ruangan atau dokter
yang bersangkutan.
d. Buatlah catatan infus secara terperinci, yang meliputi:
Tanggal, hari, dan jam dimulainya pemasangan infus.
Macam dan jumlah cairan atau obat serta jumlah tetesan permenitnya.
Keadaan umum pasien (tanda vital: tensi, nadi, dan pernafasan) selama
pemberian infus.
6|P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
Reaksi pasien yang timbul akibat pemberian cairan atau obat (bila ada).
Nama dokter, petugas pelaksana atau penanggung jawab.
e. Cairan atau obat untuk pemberian selanjutnya (dipersiapkan).
f. Teknik septik dan aseptik selama pemasangan infus.
e. Tabung tetesan pada infusion set diisi cairan dengan cara menekan bagian ruang
tetesan hingga terisi sebagian dan jangan sampai penuh (gambar 1.5, Kiri), kemudian
klem selang dibuka sehingga cairan akan mengalir memenuhi selang dan udara dalam
selang keluar (gambar 1.5, Kanan). Setelah selang infus terisi cairan dan tidak
mengandung gelembung udara, klem selang ditutup kembali.
f. Meletakkan perlak di bawah tempat ( vena ) yang akan diinsersi jarum infus.
g. Melakukan pembendungan ±10 cm diatas tempat penusukan dan menganjurkan
penderita untuk menggenggam (bila penderita sadar).
h. Memakai sarung tangan steril dengan benar.
7|P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
Gambar 1.5. Kiri:Mengisi ruang tetesan infus, Kanan: Menghilangkan udara dalam selang
Gambar 1.6. Kiri: menusuk vena dengan sudut 10°, Kanan: Tampak darah pada indikator.
k. Setelah bagian jarum dari kateter IV dikeluarkan, bagian atas vena ditekan
menggunakan ibu jari tangan kiri sehingga darah tidak keluar dan kateter IV
dihubungkan ke selang infus. Tourniquet dan klem selang infus kemudian dibuka
8|P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
untuk melihat kelancaran tetesan. Bila aliran cairan infus lancar, maka daerah insersi
ditutup dengan kassa steril dan kateter IV di plester (difiksasi) pada kulit.
l. Memasang plester berikutnya untuk mengamankan selang infus, kemudian
mengatur posisi anggota gerak agar jarum tidak bergeser (bila perlu dipasang spalk).
m. Membuka pengatur tetesan (bagian klem) dan mengatur kecepatan tetesan sesuai
dengan kebutuhan cairan.
n. Menuliskan tanggal dan waktu pemasangan infus pada plester atau hipafix.
o. Merapikan peralatan, kemudian melepaskan sarung tangan dan mencuci tangan.
Pada pemberian cairan perinfus, harus dihitung jumlah tetesan permenitnya agar pasien
mendapatkan jumlah cairan sesuai dengan kebutuhan yang telah dijadwalkan. Untuk
mengetahui jumlah ml cairan yang masuk tiap jam dapat digunakan rumus:
Skenario
Pak Surip, 56 tahun tiba-tiba tidak sadarkan diri saat nonton tv bersama istri
dan anak-anaknya. Keluarga langsung membawa Pak Surip ke RS. Saat anamnesis,
istrinya mengatakan bahwa beberapa jam yang lalu suaminya usai menghadiri pesta
yang diadakan teman sekantornya. Sejak 15 tahun yang lalu suaminya didiagnosis
menderita DM. Beliau menjalani pengobatan namun tidak teratur. Pola makannya
juga tidak mengikuti anjuran dokter. Pada pemeriksaan fisik dan laboratorium
didapatkan kesadaran koma, tekanan darah 80/60mmHg, nadi 120 kali/menit,
pernapasan 40 kali/menit tipe Kussmaul, temperatur 37,8°C, GDA 540 mg/dl.
Sebagai dokter jaga IGD, dr. Untung segera menyusun rencana terapi, salah
satunya adalah tindakan pemasangan infus intravena. dr. Untung juga menentukan
jenis cairan yang dipakai, kebutuhan cairan dan kecepatan tetesannya .
9|P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
Checklist
Skor
No Aspek yang Dinilai
0 1 2
1. Melakukan informed consent dan mengatur letak serta posisi
berbaring penderita
2. Mengecek alat-alat yang diperlukan
3. Mencuci tangan dan mengeringkannya dengan handuk
4. Menghubungkan infusion set dengan botol cairan infus
kemudian menggantungkan botol cairan infus pada tiang
infus
5. Mengisi tabung infusion set dengan cairan sampai garis batas
dengan cara ditekan
6. Membuka klem pada infusion set dan mengalirkan cairan
dalam selang hingga bebas udara, kemudian menutup klem
kembali
7. Memasang perlak di bawah lokasi pemasangan dan
memasang torniquet pada regio brachium penderita
8. Memakai sarung tangan steril dengan benar
9. Mengidentifikasi vena yang akan diinsersi jarum
10. Melakukan desinfeksi permukaan kulit di atas vena yang
akan ditusuk
11. Menusukkan kateter IV ke vena dengan sudut 10° dan
melihat darah pada indicator
12. Memasukkan kateter perlahan-lahan sambil menarik keluar
bagian jarum kateter
13. Menekan vena agar darah tidak keluar dan kemudian
menghubungkan pangkal kateter dengan infusion set
14. Membuka torniquet pada penderitan dan membuka klem
pada infusion set
15. Memeriksa kelancaran aliran infus
16. Melakukan fiksasi kanula dengan kassa steril dan
plester/hipafix
17. Melakukan pengaturan kecepatan tetesan sesuai kebutuhan
cairan
18. Menuliskan tanggal dan waktu pemasangan infus pada
plester atau hipafix
19. Merapikan peralatan, melepaskan sarung tangan dan mencuci
tangan
Total Skor
Keterangan:
0 : Tidak dilakukan
1 : Dilakukan tetapi kurang sempurna
2 : Dilakukan dengan sempurna
10 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
Referensi
a. Cheever, K.H. 2008. I.V. Therapy Demystified: A Self Teaching Guide. New York:
Mc Graw Hill.
c. Rocca, et.al. 1998. Seri Pedoman Praktis: Terapi Intravena. Edisi 2. Jakarta: EGC.
11 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
PERTEMUAN II
INJEKSI
Indikasi
Indikasi lain pemberian obat dengan cara injeksi yaitu adanya beberapa obat yang
merangsang atau dirusak oleh getah lambung (hormon) atau tidak direarbsorbsi oleh usus,
misalnya streptomisin. Injeksi juga dilakukan pada pasien yang tidak sadar atau tidak
mau bekerja sama sehingga tidak dimungkinkan pemberian obat oral.
Komplikasi
a. Bahaya terkena infeksi bila injeksi tidak dilakukan dengan steril. Pada suntikan
secara intramuskular dan subkutan dapat terbentuk abses.
b. Bahaya terjadi kerusakan pembuluh darah atau saraf bila tempat injeksi tidak dipilih
dengan tepat.
c. Reaksi anafilaktik (syok anafilaktik).
12 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
Persiapan Alat-alat
a. Jarum
Saat ini, jarum yang umum digunakan bersifat sekali pakai (disposable) untuk
mencegah penularan infeksi. Ukuran jarum menggunakan satuan Gauge (G),
semakin besar nomor jarum, ukuran lumen jarum semakin kecil, dan lebih sedikit
menimbulkan rasa sakit bagi pasien. Ukuran jarum yang paling umum digunakan
adalah jarum dengan ukuran panjang ½ sampai 2 inci dan 18 sampai 25 gauge.
Macam-macam ukuran jarum dapat dilihat pada gambar 2.1.
Salah satu dasar pemilihan ukuran jarum adalah viskositas relatif obat yang akan
disuntikkan dan lokasi penyuntikan. Misalnya, sebagian besar larutan cair yang
jernih bisa diberikan secara intramuskular dengan jarum berukuran 22-23 gauge.
Injeksi subkutan dengan cairan semacam ini bisa dilakukan dengan jarum berukuran
25 atau 26 gauge. Obat yang lebih kental yang diberikan secara intramuskular
memerlukan jarum berukuran 20-21 gauge. Jarum berukuran lebih besar digunakan
terutama untuk transfusi darah dan untuk menyuntikkan beberapa cairan tertentu
secara intravena.
13 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
Spuit tersedia dalam berbagai ukuran, bentuk, dan bahan. Ukuran spuit tersedia
mulai dari 1, 3, 5, 10, 20, 30, dan 50 ml (gambar 2.2). Pemilihannya disesuaikan
dengan volume obat yang akan diberikan. Ada juga spuit yang memiliki ciri khusus,
misalnya spuit insulin dan spuit tuberkulin. Gambar 2.3 adalah bagian-bagian dari
suntikan.
c. Obat yang akan disuntikkan (dalam ampul atau vial) dan cairan pelarut seperti aqua
for injection (bila diperlukan)
Vial adalah wadah bulat kecil terbuat dari kaca dengan tutup karet yang dibatasi
dengan rim dari bahan besi. Prosedur penyedotan larutan dari vial adalah sebagai
berikut:
1. Mencuci tangan.
14 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
3. Menyiapkan spuit dan jarum (dengan ukuran sesuai kebutuhan). Jaga agar
jarum, ujung spuit, bagian dalam botol, dan sisi plunger tetap steril untuk
mencegah kontaminasi obat.
6. Memegang vial dengan salah satu tangan dalam posisi sejajar mata anda dan
ujung vial menghadap ke bawah. Kemudian menarik plunger untuk
menyedot obat dalam jumlah sesuai kebutuhan. Pastikan bahwa ujung jarum
tetap berada di dalam cairan dalam vial yang terbalik dan anda tidak
menyentuh sisi plunger ketika menyedot obat.
7. Memeriksa adanya gelembung udara dalam cairan obat. Bila ada, hilangkan
dengan cara memegang spuit secara vertikal dan menjentikkan jari anda
pada sisi barrel spuit di atas gelembung yang terjadi. Kemudian, tekan
plunger untuk membuang udara ke dalam vial. Jika gelembung tidak naik
ketika barrel spuit diketuk, maka anda harus memasukkan kembali obat ke
dalam vial lalu menyedotnya lagi.
8. Setelah seluruh udara bisa dihilangkan, pastikan bahwa jumlah obat telah
sesuai dengan kebutuhan.
10. Mengganti jarum jika obat menimbulkan iritasi pada jaringan dan jika ujung
jarum tumpul karena telah digunakan untuk menusuk vial.
Ampul adalah wadah obat dari kaca dengan bagian leher menyempit. Bagian atas
ampul harus dipecahkan untuk mengambil obat. Prosedur pengambilan larutan
dari ampul adalah sebagai berikut:
15 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
1. Mencuci tangan.
2. Jika obat berada di bagian atas ampul, pegang bagian atas ampul lalu kocok
ke atas dan ke bawah seperti mengocok termometer.
5. Membalut bagian leher ampul dengan kassa untuk mencegah agar tangan
anda tidak terluka. Pecahkan bagian atas ampul. Caranya, pegang bagian
dasar ampul dengan salah satu tangan, genggam bagian atas kuat-kuat
dengan tangan yang lain, lalu tekan. Buang bagian ujung atas pada wadah
tersendiri.
7. Memegang erat ampul dengan salah satu tangan, diantara ibu jari dan
telunjuk. Kemudian memasukkan jarum ke dalam ampul. Hati-hati agar
jarum hanya menyentuh bagian dalam ampul.
8. Menarik plunger. Jaga agar jarum tetap di dalam cairan untuk mencegah
udara masuk ke dalam spuit.
9. Menarik jarum dari ampul ketika anda telah menyedot larutan sedikit
melebihi kebutuhan.
10. Jarum dipegang dengan arah vertikal, lalu plunger ditarik perlahan untuk
menyedot cairan dari jarum ke dalam spuit.
11. Tekan plunger dengan lembut sampai 1 tetes obat nampak di ujung jarum.
Tetesan ini bisa dihilangkan dengan menggoyangkan spuit dan jarum sambil
diketukkan pada bak atau wadah.
e. Bengkok
16 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
g. Sarung tangan
d. Menghitung dosis yang tepat yang akan diberikan pada pasien. Aturan pemakaian
obat biasanya tertulis dalam jumlah miligram. Anda harus membaca label untuk
menentukan berapa miligram yang ada tiap satu mililiter cairan obat, untuk
menghitung berapa mililiter cairan obat yang perlu anda berikan.
g. Mengambil obat dalam dosis yang tepat (dengan teknik yang telah dijelaskan
sebelumnya). Untuk menjaga sterilitas alat, ampul atau vial dapat dipegang oleh
asisten.
i. Melepaskan penutup jarum. Usahakan agar tarikan dilakukan lurus dengan arah
menjauhi jarum. Jarum hanya boleh menyentuh bagian dalam pelindung. Gunakan
teknik satu tangan dalam melepaskan dan memasang tutup/pelindung jarum.
Selanjutnya, melakukan teknik injeksi sesuai urutan jalur masing-masing.
k. Buang spuit dan jarum di wadah khusus untuk benda tajam tanpa melepaskan
penutup jarum. Jika wadah tersebut terkumpul di satu tempat, lepaskan penutup
jarum dengan teknik satu tangan untuk mencegah agar tidak tertusuk.
l. Evaluasi kembali benar tidaknya lokasi yang telah dipergunakan, keefektifan obat,
dan efek samping yang terlihat yang harus segera ditangani.
m. Mencatat prosedur penyuntikan (jenis obat, dosis, jalur, waktu, dan tanda tangan)
pada rekam medis pasien.
17 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
1. Injeksi Intravena
Pengertian
Memasukkan obat dengan suntikan ke dalam pembuluh darah vena. Injeksi intravena
juga biasa dilakukan untuk pengambilan sampel darah vena (sampling).
Lokasi
Lokasi injeksi biasanya dilakukan pada pembuluh vena anggota gerak yang terletak
superfisial dan besar. Paling umum dilakukan pada anggota gerak bagian atas.
Pilihlah vena yang lurus (tanpa atau dengan cabang dalam jumlah minimal), terletak
lebih distal dari jantung, dan hindari memilih lokasi pada sendi proksimal siku.
Beberapa kontraindikasi suntikan intravena yang harus diperhatikan adalah adanya
selulitis pada lokasi penyuntikan, phlebitis, vena sulit teridentifikasi, linfangitits
tangan, dan ada pemasukan cairan intravena di bagian distal dari lokasi penyuntikan.
Cara penyuntikan
18 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
d. Menarik sedikit penghisap spuit (plunger). Bila jarum berhasil masuk ke dalam
pembuluh vena (posisi benar), maka darah akan masuk ke dalam bagian jarum
atau barrel. Torniquet segera dibuka dan obat dimasukkan dengan menekan
plunger perlahan-lahan sampai habis. Tetapi bila tidak ada darah yang keluar,
berarti jarum suntik tidak masuk ke dalam pembuluh vena dan jarum segera
dicabut. Penyuntikan dipindahkan pada bagian lain dengan prosedur yang sama.
e. Setelah semua obat telah dimasukkan, jarum dicabut dengan cepat dan bekas
tusukan jarum ditekan dengan kapas alkohol.
f. Bila pemberian cairan/obat melalui vena dilakukan dalam jumlah besar dan
waktu yang lama, maka pemberiannya dilakukan dengan cara pemasangan infus.
2. Injeksi Intramuskular
Pengertian
Memasukkan obat dengan suntikan ke dalam jaringan otot. Pemasukan obat secara
intramuskular mampu menampung dosis yang lebih banyak dibanding secara
intrakutan dan subkutan. Obat yang menimbulkan iritasi biasanya diberikan secara
intramuskular karena hanya ada sedikit urat saraf yang berpangkal di jaringan otot
bagian dalam.
Lokasi
Injeksi dipilih pada otot dengan massa yang besar, vaskularisasi baik, dan jauh dari
saraf. Pada pasien lanjut usia dan pasien berbadan kurus sering memiliki lebih
sedikit massa otot. Pada keadaan ini, dapat dilakukan ‘bunch up’ (pengumpulan) otot
sebelum injeksi dilakukan.
Ada lima lokasi untuk melakukan injeksi intramuskular. Yang harus diperhatikan
adalah mengidentifikasi penanda anatomi. Lokasi tersebut antara lain:
19 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
Otot ini biasanya digunakan untuk penyuntikan vaksin seperti Hepatitis B dan
tetanus toksoid. Meskipun mudah dicari, penggunaan lokasi ini terbatas karena
otot yang kecil tidak mampu menyerap obat dalam jumlah yang besar (hanya
dapat menampung volume cairan obat ±1 ml). Selain itu, penyuntikan di daerah
ini dapat membahayakan saraf radial. Namun, risiko ini dapat dihindari dengan
cara menusukkan jarum suntik hingga membuat sudut 45-60° mengarah pada
akromion.
Lokasi deltoid berbentuk persegi empat. Batas atas kurang lebih selebar dua atau
tiga jari di bawah acromion process di lengan bagian luar. Batas bawah
berhadapan dengan aksila. Dengan kata lain, lokasi ini berada di separuh antara
akromion dan insersi pada tengah humerus. Garis yang paralel dengan lengan,
yang berupa sepertiga atau dua pertiga bagian dari jalur di sekitar lengan bagian
samping, membentuk batas samping (gambar 2.5).
b. Otot dorsogluteal
20 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
Penanda anatomi dari dorsogluteal adalah krista iliaka bagian atas, lipatan pantat
bagian dalam, outer lateral edge dari tubuh pasien, dan di lipatan pantat inferior.
Untuk menemukan lokasi ini harus dilakukan palpasi, tidak hanya mengandalkan
penglihatan saja. Kesalahan mudah terjadi terutama pada krista iliaka.
Ada beberapa metode untuk menentukan lokasi ini. Metode pertama adalah
ketika anda telah menentukan lokasi upper outer quadran, cari tempat sekitar 5-
7,5 cm di bawah krista iliaka. Metode kedua adalah dengan cara menghubungkan
krista iliaca dan tuber ischiadika dengan sebuah garis imajiner. Garis tersebut
kemudian dibagi menjadi tiga bagian. 1/3 craniolateral adalah daerah aman
karena tidak berpotensi mencederai saraf-saraf gluteal. Metode ketiga yang dapat
digunakan untuk menentukan lokasi ini secara lebih akurat adalah dengan
meminta pasien dalam posisi miring. Kemudian, tarik garis imajiner antara spina
iliaka posterior superior (SIPS) dengan trochanter mayor tulang femur (gambar
2.6).
Area injeksi
c. Otot ventrogluteal
21 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
atau pembuluh darah besar di area ini, tidak banyak jaringan lemak, dan pasien
yang berbaring di tempat tidur tidak perlu berbalik. Selain itu, pada anak-anak,
lokasi ini lebih disukai dibanding di dorsogluteal karena otot gluteal belum
berkembang sempurna, paling tidak sampai anak tersebut bisa berjalan.
Penanda anatomi ventrogluteal adalah trochanter mayor, krita iliaca, spina iliaka
anterior superior (SIAS). Untuk menemukan lokasi ini, pertama cari penanda
tersebut. Kemudian letakkan pangkal telapak tangan anda pada trochanter mayor.
Letakkan satu jari pada SIAS dan jari di dekatnya pada krista iliaka sehingga
membentuk segitiga. Gunakan salah satu tangan anda yang non dominan untuk
menemukan lokasi ini sehingga tangan dominan anda bebas dalam mengatur
spuit.
Otot ini berada di permukaan depan paha bagian samping agak ke tengah. Untuk
penyuntikan di bagian ini, posisi pasien harus berbaring miring atau duduk. Otot
ini hanya digunakan untuk suntikan kecil (pada orang dewasa karena otot vastus
lebih besar), untuk bayi yang belum bisa berjalan, dan yang otot glutealnya
belum berkembang. Pada anak-anak dan orang yang lebih tua atau orang dewasa
yang berbadan kurus, otot mungkin perlu di bunch up agar bisa diperoleh
kedalaman otot yang memadai.
22 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
yang paling tebal dan padat. Jarum yang ditusukkan harus membuat sedut 45-60°
terhadap permukaan kulit, dengan posisi jarum mengarah ke lutut.
Cara penyuntikan
c. Menusukkan jarum suntik tegak lurus membentuk sudut 90° dengan permukaan
kulit secara hati-hati (Gambar 2.7), 2/3 jarum menembus kulit. Dengan cara ini,
jarum akan mencapai otot. Besar sudut dapat bervariasi, tergantung tebal tipisnya
jaringan lemak di bawah kulit dan otot.
d. Segera setelah jarum masuk ke kulit, gunakan ibu jari dan jari telunjuk dari salah
satu tangan anda untuk memegang spuit, dan gunakan tangan lain untuk
melakukan aspirasi dengan menarik sedikit plunger untuk memastikan tidak ada
darah yang masuk. Bila ada darah, lokasi injeksi harus dipindahkan.
23 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
Pengertian
Memasukkan obat dengan suntikan ke dalam jaringan ikat longgar di bawah kulit
(dermis). Karena tindakan ini akan menembus pertahanan pertama tubuh yaitu kulit,
maka kesterilan dalam keseluruhan proses penyuntikan wajib dijaga demi keamanan
pasien.
Lokasi
Lokasi yang paling tepat untuk melakukan injeksi SC antara lain daerah lengan atas
sebelah luar, daerah abdomen mulai dari batas bawah costa sampai krista iliaka, dan
bagian anterior paha. Lapisan subkutan pada daerah tersebut kaya akan pembuluh
darah. Namun, injeksi SC juga dapat dilakukan di tempat lain yang dianggap perlu.
Obat yang diberikan melalui rute SC hanya obat dosis kecil (jumlah maksimum
larutan sekitar 1-2 ml) yang larut dalam air karena jaringan SC sensitif terhadap
larutan yang mengiritasi dan obat dalam volume yang besar. Bila obat yang
diinjeksikan mempunyai volume yang besar, maka kumpulan obat dalam jaringan
dapat menimbulkan abses steril yang tampak seperti gumpalan yang mengeras dan
nyeri di bawah kulit. Bila penyuntikan dilakukan berulang-ulang (misalnya untuk
penyuntikan insulin pada pasien DM), sebaiknya lokasi penyuntikan berpindah-
pindah untuk mencegah terjadinya iritasi.
Perhatian khusus harus diberikan terhadap injeksi heparin yang biasanya diberikan
secara subkutan. Obat ini biasanya menimbulkan luka memar, sehingga ketika
memberikan obat, jangan melakukan aspirasi atau memijit lokasi penyuntikan.
Tindakan ini dapat meningkatkan kerusakan pembuluh kapiler dan mengakibatkan
luka memar.
Cara penyuntikan
24 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
e. Segera setelah jarum masuk ke kulit, gunakan ibu jari dan jari telunjuk dari salah
satu tangan anda untuk memegang spuit, dan gunakan tangan lain untuk
melakukan aspirasi dengan menarik sedikit plunger untuk memastikan tidak ada
darah yang masuk. Bila ada darah, lokasi penyuntikan dipindahkan.
Pengertian
Memasukkan obat dengan suntikan ke dalam kulit. Misalnya, untuk uji coba obat
(skin test antibiotik), imunisasi BCG, anestesi lokal, dan uji diagnostik pada tes
tuberkulin (Mantoux). Karena jumlah obat yang disuntikkan sangat sedikit, maka
spuit yang digunakan berukuran 1 ml atau jenis tuberkulin dengan jarum pendek
(1/4-5/8 inci) dan fine gauge (ukuran 25-27 gauge).
Lokasi
25 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
Lokasi yang ideal dan umum digunakan adalah pada lengan bawah sebelah dalam
(bagian volar) dan di daerah skapula. Dapat juga dilakukan pada daerah lain yang
dianggap perlu (lokasi penyuntikan lain sama dengan lokasi penyuntikan secara
subkutan).
Cara penyuntikan
f. Setelah semua obat sudah dimasukkan, jarum suntik dicabut dengan cepat dengan
sudut yang sama saat penusukan. Bekas suntikan dibiarkan dan tidak boleh
ditekan dengan kapas alkohol.
g. Melingkari area penyuntikan dengan pena penanda kulit bila lokasi tersebut akan
diperiksa kembali reaksinya. Jika tujuan injeksi intradermal adalah pengujian
alergi, area tersebut harus diberi label tanda antigen sehingga respon alergi bisa
dimonitor setelah jangka waktu tertentu.
h. Memeriksa kembali lokasi suntikan pada selang waktu yang tepat untuk
memeriksa adanya indurasi yang melebihi batas lingkaran.
i. Mencatat reaksi yang terjadi pada daerah tusukan sesuai dengan jangka waktu
tertentu (tergantung tujuan penyuntikan) dan melaporkan hasilnya kepada
penanggung jawab ruangan atau dokter yang bersangkutan untuk menentukan
tindakan selanjutnya.
26 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
3. Jenis, dosis, cara pemberian, dan cara mencampur atau melarutkan obat harus benar.
Jangan lupa membaca etiket obat terlebih dahulu sebelum diinjeksikan. Periksa
tanggal kadaluarsa obat sebelum digunakan.
4. Reaksi yang terjadi pada saat atau setelah penyuntikan obat harus diperhatikan dan
dicatat (misalnya: urtikaria, menggigil, syok, dan mungkin dapat terjadi abses,
nekrosis, atau hematom di daerah suntikan). Bila perlu pemberian obat dihentikan.
5. Hindari terjadinya emboli udara. Pastikan bahwa tidak ada gelembung udara yang
terhisap dalam prosedur penyuntikan, terutama injeksi intravena.
1. Beri informasi yang memadai kepada pasien tentang prosedur yang akan dilakukan
sehingga mereka memahami prosedur dan mematuhi instruksi yang diberikan.
2. Ganti jarum suntik setelah menyiapkan obat dan sebelum menyuntikkannya untuk
memastikan bahwa alat tersebut bersih, tajam, kering, dan memiliki ukuran panjang
yang tepat.
4. Atur posisi pasien sedemikian rupa sehingga kumpulan otot meregang dan menjadi
lebih rileks.
6. Pertimbangkan untuk menggunakan es atau semprotan pembeku agar kulit mati rasa
sebelum penyuntikan, terutama pada anak-anak atau pasien yang takut pada jarum
suntik.
27 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
7. Pada kasus suntikan yang harus diberikan secara teratur, misalnya suntikan insulin
pada penderita DM, lakukan rotasi lokasi penyuntikan pada sisi kanan dan kiri secara
bergantian.
8. Tusukkan ke dalam kulit dengan tekanan yang terkontrol dengan posisi jarum pada
sudut yang sedekat mungkin dengan 90°, untuk mencegah terpotong atau rusaknya
jaringan.
9. Suntikkan obat dengan mantap dan perlahan, sekitar 1 ml perdetik (atau lebih lambat
untuk obat tertentu), agar otot mampu menampung cairan.
10. Beri waktu10 detik setelah penyuntikan agar otot bisa menampung cairan yang
dimasukkan dan obat menyebar, baru kemudian jarum dicabut membentuk sudut
yang sama dengan ketika menusukkan.
11. Setelah penyuntikan, jangan memijat tempat yang disuntik, tapi siapkan alat untuk
memberikan tekanan lembut seperti kasa atau kapas.
Skenario
Checklist
Skor
No Aspek yang Dinilai
0 1 2
Prosedur Umum
28 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
29 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
Keterangan:
0 : Tidak dilakukan
1 : Dilakukan tetapi kurang sempurna
2 : Dilakukan dengan sempurna
Referensi
PEREMUAN III
30 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
Pungsi Vena
a. Dasar Teori
Pungsi vena sebaiknya dilakukan bila jumlah darah yang dibutuhkan lebih dari 0,5
ml. Pada umumnya, semua vena yang cukup besar dan terletak superfisial dapat
digunakan untuk pengambilan darah. Pada orang dewasa, lokasi tersering yang
digunakan untuk pengambilan darah adalah vena di fossa cubiti, sedangkan pada
anak kecil atau bayi, lokasi tersebut juga dapat digunakan, bila perlu lokasi
pengambilan darah juga dapat dilakukan di vena jugularis eksterna, vena femoralis,
atau bahkan dari sinus sagitalis superior. Teknik pengambilan darah vena sebenarnya
tidaklah sukar, namun bahaya yang dapat terjadi bila tidak dikerjakan dengan hati-
hati jauh lebih besar dibanding pengambilan darah kapiler.
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pungsi vena, antara lain:
1. Lokasi yang akan disampling harus memenuhi syarat dan tidak terdapat kontra
indikasi.
2. Vena yang dipilih adalah vena yang cukup besar, superfisial, dan terfiksasi.
3. Pada orang gemuk, letak vena yang agak dalam dapat ditentukan dengan
palpasi.
4. Vena-vena kecil yang terlihat sebagai garis-garis biru biasanya sukar digunakan.
5. Untuk memudahkan pengambilan darah vena, tekanan darah dalam vena dapat
dinaikkan dengan mengadakan pembendungan pada bagian proksimal dari vena
tersebut. Bila diambil dari vena di fossa cubiti, sebelumnya penderita
dianjurkan untuk mengepal dan membuka tangannya berulang-ulang.
6. Pembendungan vena tidak boleh terlalu lama karena dapat menyebabkan
hemokonsentrasi serta perubahan pada kadar elektrolit dan enzim serum.
7. Bila vena terletak agak dalam dan lokasinya sulit ditentukan, jangan berusaha
untuk melakukan pengambilan darah dengan cara coba-coba.
8. Penderita yang takut harus ditenangkan terlebih dahulu.
9. Sebelum memulai penusukan, udara di dalam spuit dibuang terlebih dahulu
hingga kedap udara.
Kesalahan yang sering dilakukan saat pungsi darah vena, antara lain:
31 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
b. Prosedur Tindakan
Alat
Besarnya spuit yang digunakan tergantung dari kebutuhan, sedangkan jarum yang
biasanya digunakan adalah jarum yang berukuran 18-21 Gauge (ukuran USA)
atau no.1 atau 2 (ukuran Eropa). Pada bayi dan anak-anak dapat digunakan jarum
dengan ukuran yang lebih kecil karena ukuran vena lebih kecil. Spuit dan jarum
harus bersih. kering, dan steril, serta ujung jarum harus lurus dan tajam. Saat ini
banyak digunakan spuit dan jarum satu kali pakai buang (disposable). Wing
needle adalah jarum yang pada pangkalnya terdapat plastik bersayap. Alat ini
dipakai untuk bayi, anak kecil, atau orang tua. Sedangkan vacutainer adalah
tabung gelas dengan tutup dari karet dan kedap udara.
2. Torniquet
Alat ini digunakan untuk melakukan pembendungan vena sementara. Bila tidak
ada,dapat diganti dengan manset tensimeter atau selang karet yang lunak.
Botol-botol ini harus bersih, kering, serta bertutup. Ukuran volumenya tidak
boleh terlalu besar dari jumlah darah akan yang ditampung karena dapat
menyebabkan hemolisis. Botol penampung ini harus diberi label.
4. Sarung tangan
Persiapan
32 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
4. Minta pasien duduk dengan lengan bawah diletakkan di atas meja dan telapak
tangan menghadap ke atas. Untuk kenyamanan, siku pasien dapat dialasi bantal
kecil.
1. Dengan memegang bagian atasnya, pasang bevel pada spuitnya. Periksa dan
pastikan bahwa bevel tidak mampat dan spuit dalam kondisi kedap udara.
2. Pasang torniquet pada lengan atas dan minta pasien untuk membuka tutup
telapak tangan beberapa kali agar vena lebih terlihat jelas.
3. Palpasi vena yang akan dipungsi dengan ujung jari telunjuk tangan kiri.
5. Fiksasi vena dengan cara menegangkan kulit pada bagian distal dari vena
tersebut dengan bantuan ibu jari dan telunjuk tangan kiri kita (jangan sampai
menyentuh area yang telah didesinfeksi).
6. Dengan lubang jarum menghadap ke atas, vena ditusuk pelan-pelan. Bila ujung
jarum telah masuk ke dalam vena, maka rasakan bahwa tekanan seolah-olah
berkurang dan darah akan memasuki spuit. Pada vena yang besar, jarum dapat
ditusuk secara langsung, sedangkan pada vena yang agak kecil lebih baik jarum
dimasukkan dulu diantara kulit dan vena kemudian vena ditembus.
7. Bila darah berhasil memasuki spuit, tari pluger pelan-pelan hingga didapatkan
jumlah darah yang diinginkan.
33 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
9. Letakkan kapas steril pada tempat penusukan, kemudian keluarkan jarum pelan-
pelan.
10. Tekan lokasi penusukan dengan kapas selama 3 menit dengan lengan
diluruskan. Penekukan siku untuk menjepit kapas tidak dianjurkan karena dapat
menyebabkan hematoma.
11. Lepaskan jarum dari spuit, masukkan darah ke dalam botol penampung secara
perlahan-lahan agar tidak timbul buih. Sebaiknya darah dialirkan melalui
dinding botol sewaktu memasukkannya.
12. Bila digunakan antikoagulansia, kocok segera darah ini pelan-pelan di meja
dengan gerakan melingkar hingga tercampur rata.
Catatan
- Pungsi darah vena pada bayi dan anak-anak lebih sulit dibanding pada orang
dewasa. Pungsi harus dilakukan minimal oleh 2 orang, 1 adalah pengambil darah
sedangkan sisanya yang memangku dan memegangi anak. Keduanya dapat
petugas laboratorium atau bila hanya ada satu petugas, orang tua dapat diminta
untuk membantu memegangi anak.
- Pada bayi atau anak, lokasi pungsi tersering adalah vena di antecubiti, vena di
dorsum manus, atau vena di dorsum pedis. Vena jugularis dan vena femoralis
kadang digunakan.
a. Dasar Teori
Pengambilan darah kapiler dilakukan bila jumlah darah yang dibutuhkan sedikit atau
bila terdapat keterbatasan untuk melakukan pungsi vena, misalnya pada neonatus
dan bayi. Wadah penampung untuk pungsi kapiler tergantung tujuan yang
digunakan, dapat tabung microtainer, tabung kapiler, atau kertas strip. Pada orang
dewasa, tempat yang dipilih untuk pengambilan darah kapiler adalah ujung jari
(lokasi terbaik adalah jari III dan IV dari tangan non dominan) atau pada cuping
telinga, sedangkan pada bayi dapat diambil dari tumit atau bantalan ibu jari kaki
(gambar 3.1).
34 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
Hal yang perlu diperhatikan dengan seksama sebelum penusukan adalah keadaan
dari lokasi penusukan. Keadaan seperti adanya bekas luka (scar), peradangan,
dermatitis, atau oedema merupakan kontra indikasi menjadi lokasi penusukan. Bila
tangan penderita pucat atau sianosis, sebelumnya perlu dipijat-pijat, digosok-gosok,
direndam dalam air hangat, atau dibungkus dengan handuk hangat 42°C supaya
peredaran darah menjadi lebih baik. Penusukan pada ujung jari sebaiknya dilakukan
pada bantalan jari bagian tengah, jangan dibagian ujung atau sisi jari karena banyak
serabut saraf dan dekat dengan tulang.
Beberapa kesalahan yang harus dihindari saat pungsi kapiler karena dapat
menyebabkan perubahan susunan darah yang akan diperiksa, antara lain:
1. Mengambil darah dari lokasi yang terdapat parut (scar) atau gangguan peredaran
darah, seperti vasokonstriksi (pucat), vasodilatasi akibat peradangan dan tauma,
serta kongesti atau sianosis setempat.
35 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
2. Tusukan yang dilakukan kurang dalam sehingga darah tidak keluar dengan lancar
dan harus diperas-peras. Usaha untuk melancarkan pengeluaran darah dengan
memijat-mijat lokasi setempat adalah sia-sia, karena darah yang keluar tidak
dapat digunakan lagi akibat telah bercampur dengan cairan jaringan dan telah
terjadi pengenceran sehingga hasil-hasil pemeriksaan seperti penentuan kadar
hemoglobin atau penghitungan sel-sel darah akan lebih rendah dari nilai yang
sebenarnya.
3. Kulit yang ditusuk basah oleh alkohol sehingga terjadi pengenceran darah dan
hemolisis. Selain itu, darah akan melebar sehingga sulit ditampung.
4. Tetes darah pertama yang digunakan untuk pemeriksaan. Tetesan pertama ini
tidak dapat digunakan untuk pemeriksaan karena banyak mengandung cairan
jaringan.
b. Prosedur Tindakan
Alat
1. Blood lancet
Bentuk alat ini bermacam-macam, namun yang terbaik adalah yang disposable
lancet. Alat ini harus tajam dan steril.
3. Sarung tangan vinyl (bila menggunakan bahan latex, harus dicuci terlebih dahulu
karena bedak pada sarung tangan dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan).
36 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
3. Peganglah bagian yang akan ditusuk supaya tidak bergerak dan tekan sedikit
supaya rasa nyeri berkurang.
4. Lakukan penusukan dengan cepat dan adekuat hingga seluruh ujung lancet
penetrasi seluruhnya pada bantalan ujung jari.
Skenario
Seorang laki-laki berusia 18 tahun mengeluh demam sejak 5 hari yang lalu disertai
mual dan muntah. Badannya terlihat lemah dan sedikit ikterik. Pasien tersebut
kemudian memeriksakan diri ke dokter. Setelah melakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik lengkap, dokter meminta pasien untuk menjalani serangkaian tes
laboratorium darah.
Tugas
Lakukan pungsi darah vena dan kapiler!
Referensi
c. WHO. 2004. Pedoman Teknik Dasar untuk Laboratorium Kesehatan. Edisi 2. Alih
bahasa oleh Chairlan dan Lestari, E. Editor Mahode, A.A. Jakarta: EGC.
37 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
PERTEMUAN 1V
a. Dasar Teori
Pada orang normal, glukosuria dapat terjadi bila mengkonsumsi makanan yang kaya
akan glukosa. Pada keadaan tersebut, skrining menggunakan sampel urine puasa
direkomendasikan. Sebaliknya, untuk tujuan monitoring diabetes, sampel urine yang
biasa digunakan adalah urine 2 jam post prandial. Pemeriksaan glukosa urine sering
dilakukan bersama-sama dengan pemeriksaan glukosa darah.
Pada penyakit dengan gangguan fungsi hormon seperti pankreatitis, kanker pankreas,
akromegali, sindrom Chusing , hipertiroid, dan feokromositoma sering terjadi
hiperglikemia dan glukosuria. Hormon-hormon pada penyakit tersebut misalnya
glukagon, epinefrin, kortisol, tiroksin, dan hormon pertumbuhan bekerja secara
berlawanan dengan efek insulin.
38 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
b. Prosedur Pemeriksaan
Prinsip
Dalam suasana alkalis, glukosa dapat mereduksi cupri menjadi cupro (Cu 2O) yang
mengendap dan berwarna merah. Intensitas warna merah ini secara kasar
menunjukkan jumlah glukosa.
1. Cara Fehling
Reagensia
Fehling A: Fehling B:
Cupri sulfat 69,3 K, Na tartrat 346
Aquadest ad 1000 ml Na hidroksida 100
Aquadest ad 1000 ml
Teknik Pemeriksaan
Interpretasi
2. Cara Benedict
39 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
Reagensia:
CuSO4 5 aq 17,3
Na sitrat 173
Na karbonat 100
Aquadest Ad 1000 ml
Teknik Pemeriksaan
a. Dasar Teori
Produksi keton meningkat bila terjadi perubahan dalam metabolisme glukosa. Keton
akan dihasilkan bila terjadi peningkatan pemecahan asam lemak. Senyawa keton
terdiri atas aseton, asam diasetat (aceto acetic acid), dan asam beta hidroksibutirat.
Pada keadaan normal, keton tidak terdeteksi di urine karena semua hasil
metabolisme lemak dipecah menjadi karbon dioksida dan air. Peningkatan produksi
dan akumulasi keton dalam darah akan menyebabkan senyawa ini dapat ditemukan
dalam urine (ketonuria).
Ketonuria paling banyak didapatkan pada pasien yang mengalami gangguan intake
akibat muntah berlebihan, malabsorbsi (pancreatic disorder), atau kelaparan
(starvation). Ketonuria juga didapatkan pada keadaan diabetes mellitus tak
terkontrol, diet rendah karbohidrat tinggi lemak (diet ketogenik), penyakit hati, olah
raga berat, serta penyakit gangguan pembentukan dan penyimpanan glikogen. Keton
bodies dapat dideteksi dalam urine menggunakan pemeriksaan Rothera, Acetest
(tablet), maupun carik celup (reagent strip).
b. Prosedur Pemeriksaan
Prinsip
40 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
Reagensia
- Na-nitroprusida
- Amonium sulfat jenuh
- NH4OH pekat (amoniak pekat)
Teknik Pemeriksaan
Interpretasi
Catatan
- Tidak mudah menentukan asam beta hidroksibutirat, namun senyawa ini selalu
terdapat bersama-sama dengan aseton dan asam diasetat.
- Sampel urine yang digunakan dalam reaksi Rothera harus baru. Hal ini karena
asam diasetat mudah teroksidasi menjadi aseton, sedangkan tes ini lebih sensitif
terhadap asam diasetat. Selain itu, aseton dalam urine mudah menguap, sehingga
apabila urine tidak segera diperiksa, akan menyebabkan hasil negatif palsu.
a. Dasar Teori
41 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
Dalam keadaan normal, sejumlah kecil albumin dan protein dengan berat molekul
rendah terfiltrasi melalui dinding kapiler glomerulus. Sebagian besar dari protein
berat molekul rendah di reabsorbsi di tubulus, sedangkan protein lain seperti
mikroglobulin serum dan tubular, protein Tamm-Horsfall, protein dari cairan prostat,
seminal, dan vagina disekresi. Dengan demikian, pada urine normal dapat
mengandung protein dalam jumlah yang sangat sedikit, kurang dari 10mg/dL atau
100 mg/24 jam.
Prinsip
42 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
Dalam suasana asam lemah, bila protein dipanaskan akan mengalami denaturasi dan
terbentuk endapan. Protein yang diperiksa adalah albumin dan globulin. Pemberian
asam asetat dilakukan untuk mencapai atau mendekati titik iso-elektrik protein.
Reagensia
Teknik Pemeriksaan
Interpretasi
Catatan
- Urine encer yang mempunyai berat jenis rendah (antara 1,003 sampai 1,006)
tidak baikdigunakan untuk tes ini. Tambahlah larutan NaCl jenuh sebanyak 1/5
dari volume urine.
43 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
- Positif palsu dapat terjadi bila urine mengandung nukleoprotein atau mucin
(kekeruhan timbul setelah pemberian asam asetat sebelum pemanasan), proteose
(presipitat oleh zat ini terjadi setelah campuran reaksi mendingin dan hilang bila
dipanaskan kembali), tolbutamide, sulfonamide, dan zat azam IVP.
- Negatif palsu dapat terjadi pada pemberian asam asetat yang berlebihan.
Kekeruhan yang halus mungkin hilang karena pemberian cairan ini.
- Adanya protein dalam jumlah sedikit, tidak selalu menunjukkan keadaan yang
patologis. Beberapa keadaan yang menyebabkan proteinuria tersebut adalah:
Albuminuria fisiologis dapat terjadi setelah latihan fisik yang agak berat,
banyak mengkonsumsi protein, dan lain-lain.
Orthostatic/ postural albuminuria dapat terjadi setelah berdiri lama dan dapat
menghilang setelah istirahat/ tidur.
- Bila pada percobaan rebus didapatkan hasil positif ++ (2+) atau lebih, harus
dilanjutkan dengan pemeriksaan protein kuantitatif menurut Esbach.
- Bila pada pemanasan sekitar 40°C - 60°C timbul endapan, dan hilang pada
pemanasan lebih lanjut (suhu lebih tinggi), kemudian timbul lagi pada
pendinginan 40°C -60°C, harus dipikirkan kemungkinan adanya protein Bence-
Jones.
44 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
Skenario
Tugas
a. Lakukan pemeriksaan kimia urine yang sesuai dengan kondisi di atas!
b. Bagaimana interpretasinya?
c. Bagaimana korelasi hasil pemeriksaan kimia urine anda dengan kasus di atas?
`
Referensi
45 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
PERTEMUAN V
Pencegahan
Mencegah seseorang dengan berat badan berlebih menjadi obes seharusnya lebih mudah,
lebih murah, dan lebih efektif daripada mengatasi obesitas yang sudah terlanjur terjadi,
yang memerlukan penurunan berat badan yang lebih banyak. Akan tetapi, pada kondisi
berat badan berlebih yang ringan, mungkin tidak ada motivasi untuk menurunkan berat
badan.
1. Perencanaan pola makan sehat dan rasional dengan mengurangi konsumsi energi
Cara paling pasti untuk mengurangi konsumsi energy adalah mengurangi makan,
tetapi agar cara ini dapat diterapkan, rasa kenyang harus dipertahankan. Hal ini dapat
dicapai dengan:
46 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
- Mengkonsumsi makanan yang berindeks glikemik (IG) yang rendah sebagai ganti
makanan yang ber-IG tinggi memperlambat absorbs glukosa dan pelepasan
insulin. Dianggap bahwa insulin pada kadar tinggi memacu penyimpanan lemak,
sehingga membuat makanan ber-IG tinggi lebih menggemukkan. Sekarang ini
belum ada data yang cukup tentang efek IG pada diet campuran karena sebagian
besar studi dilakukan pada makanan tunggal, maka pada saat ini belum ada bukti
bahwa diet ini cocok untuk mengurangi berat badan
Diet rendah lemak. Lemak dalam diet mengandung lebih banyak energy daripada
makronutrien lain dan diyakini berhubungan dengan overkonsumsi energy pasif
sehingga pengurangan asupan lemak merupakan pendekatan yang cukup logis.
Terdapat banyak diet rendah lemak, dengan asupan lemak sebesar 20 -30% energy
total dan peningkatan kandungan karbohidrat kompleks.
Cara ini memperbaiki factor risiko kardiovaskular dan dapat melindungi tubuh dari
penyakit kronik lainnya. Berfokus pada konsumsi makanan berlemak akan
membentuk kebiasaan makan yang sehat sehingga penurunan berat badan dapat
dipertahankan dalam jangka panjang. Kombinasi antara penurunan persentase lemak
dan pengurangan asupan energy keseluruhan akan lebih efektif menurunkan berat
badan daripada sekedar mengganti lemak dengan karbohidrat.
Diet rendah karbohidrat. Metode ini lebih banyak dipromosikan dengan sumber
energy berasal dari protein dan lemak. Dan yang terkenal adalah diet Atkins. Pada
mulanya terjadi penurunan berat badan yang cepat karena cadangan glikogen dan air
yang terikat padanya akan menurun. Kekurangan karbohidrat untuk keperluan
metabolism menyebabkan ketosis yang menyebabkan mual dehidrasi dan bau mulut.
Konstipasi mungkin terjadi karena rendahnya asupan serat. Asupan lemak yang tinggi
bertentangan dengan semua prinsip pola makan sehat. Penurunan berat badan
memang terjadi, tetapi hal ini disebabkan oleh efek anorektik (penekan nafsu makan)
akibat diet berprotein tinggi, dan penurunan asupan energy keseluruhan. Rendahnya
asupan mineral dan vitamin akan menyebabkan defisiensi, jika tidak diatasi dengan
pemberian suplemen.
47 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
Diet lain menganjurkan konsumsi makanan hanya sebelum waktu tertentu dalam
sehari agar tubuh dapat menyelesaikan proses pencernaan sebelum malam tiba. Pada
diet ini pun, efek utamanya adalah membatasi asupan makanan total.
Dua contoh pola makan yang disarankan adalah mengkonsumsi buah sebelum makan
untuk menyediakan enzim atau mengkonsumsi buah grapefruit untuk menghilangkan
lemak namun tak satupun yang memilki dasar ilmiah. Pada kedua kasus ini, pengisian
saluran cerna sebelum makan dapat mengurangi makanan yang dikonsumsi pada
waktu makan.
Minum air sebelum makan untuk menurunkan berat badan dapat menimbulkan
perasaan kenyang saat makan, mengurangi jumlah makanan yang dikonsumsi pada
waktu makan. Akan tetapi, air cepat diabsorbsi dari lambung sehingga efeknya hanya
berlangsung sebentar.
Diet ini mengklaim bahwa berat badan berlebih disebabkan oleh reaksi alergi tubuh
terhadap komponen makanan yang tidak cocok, termasuk mengkonsumsi berbagai
jenis makanan yang tidak cocok, termasuk mengkonsumsi berbagai jenis makanan
yang tidak cocok dengan golongan darahnya atau muatan listriknya. Keduanya
berfokus pada eliminasi seluruh kelompok makanan, berbahaya dari segi gizi, dan
tidak memiliki landasan ilmiah.
48 | P age
MODUL SKILL LAB BLOK 9
Terdapat beraneka ragam diet semacam ini yang dilaporkan dapat meningkatkan
energy, menghilangkan racun, memperbaiki aktivitas selular dan lain-lain. Kecuali
jika ada alasan medis yang jelas atas buruknya fungsi pencernaan atau absorbsi dari
lambung sehingga efeknya hanya berlangsung sebentar.
Tersedia produk diet tunggal yang berenergi sangat rendah dan bergizi seimbang yang
dapat digunakan untuk penurunan berat badan secara cepat dalam jangka pendek.
Diet popular menganjurkan konsumsi produk tunggal, seperti sup kubis (cabbage
soup), tidak memiliki kredibilitas nutrisi dan tidak dapat dijalankan dalam jangka
waktu lama.
Sifat monoton dan kebosanan dari diet ini akan membatasi asupan, dan konsumen
tidak akan belajar apa pun mengenai diet sehat seimbang untuk mengontrol berat
badannya di masa mendatang. Jika terdapat risiko defisiensi yang serius.
Ini mungkin dipandang sebagai cara termudah untuk menurunkan berat badan, tetapi
tidak bertahan lama, dan dapat menyebabkan ketidakteraturan asupan makanan
dengan akibat berupa risiko defisiensi gizi. Risiko dehidrasi dalam jangka pendek
serta gangguan makan dalam jangka panjang juga mungkin terjadi.
Daftar Pustaka
49 | P age