Você está na página 1de 8

Sumber : https://alfilail.wordpress.

com/pemeriksaan-pendengaran/audiometry-speach-
audiometry/ (Akses 23 feb 2018, 22.25)

AUDIOMETRI
Audiometri adalah pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahui tingkat/ambang batas
pendengaran seseorang dan jenis gangguannya bila ada. Pemeriksaan dilakukan dengan memakai
alat audiogram nada murni di dalam ruang kedap suara.

Prinsip pemeriksaannya adalah bermacam-macam frekuensi dan intensitas suara (dB) ditransfer
melalui headset atau bone conducter ke telinga atau mastoid dan batasan intensitas suara (dB)
pasien yang tidak dapat didengar lagi dicatat, melalui program computer atau diplot secara
manual pada kertas grafik.

Kegunaan audiometri :

– untuk mengetahui derajat ketulian ringan, sedang atau berat

– untuk mengetahui jenis tuli konduktif, tuli syaraf (sensorineural) atau tuli campuran

Indikasi pemeriksaan :

1. Adanya penurunan pendengaran


2. Telinga berbunyi dengung (tinitus)
3. Rasa penuh di telinga
4. Riwayat keluar cairan
5. Riwayat terpajan bising
6. Riwayat trauma
7. Riwayat pemakaian obat ototoksik
8. Riwayat gangguan pendengaran pada keluarga
9. Gangguan keseimbangan

Derajat parameter ketulian :

– Tuli ringan : 25-40 dB


– Tuli sedang : 41-70 dB

– Tuli berat : 71 – 90 dB

– Tuli sangat berat : > 90 dB

Pelaporan hasil berupa ambang dengar normal, ambang dengar dengan tuli konduktif, ambang
dengar dengan tuli sensorineural, ambang dengar tuli campuran

Contoh hasil pemeriksaan audiometri yang mengalami gannguanpendengaran

SPEECH AUDIMETI (AUDIOMETRI TUTUR)

Pada audiometric tutur dites seberapa banyak kemampuan mengerti percakapan pada intensitas
yang berbeda. Tes terdiri dari sejumlah kata-kata tertentu yang diberikan melalui headphone atau
pengeras suara free field. Kata-kata tersebut harus diulangi oleh orang yang dites. Setelah selesai,
persentase berapa kata yang dapat diulang dengan benar dapat diketahui.

Tes speech dapat digunakan untuk tujuan yang bervariasi: mengevaluasi seberapa besar sisa
kemampuan mengerti percakapan tanpa menggunakan alat bantu dengar, memprediksi dan
mengevaluasi peningkatan kemampuan mendengar dengan alat bantu dengar dan
membandingkan kemampuan dengan penggunaan alat bantu dengar yang berbeda.
Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui cara menggunakan audiometri
2. Mahasiswa mengetahui tingkat pendengarannya
3. Mahasiswa dapat menganalisa hasil audiogram

Dasar teori
Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini menghasilkan
nada-nada murni dengan frekuensi melalui earphone. Pada sestiap frekuensi ditentukan
intensitas ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai prsentasi dari pendengaran normal.
Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif derajat ketulian dan gambaran mengenai rentang nada
yang paling terpengaruh.
Audiometer adalah perangkat elektro-akustik untuk tes tingkat kemampuan pendengaran
(Hearing Level) manusia (pasien), yang hasilnya dinyatakan oleh audiogram. Audiometer
menghasilkan nada murni (pure tone) sebagai sinyal uji dan white noise sebagai sinyal masking.
Pada test pendengaran, audiogram merupakan grafik frekuensi terhadap dBHL (desibel Hearing
Level) yang menyatakan ambang dengar dari pasien. Dengan ambang dengar ini maka
pemeriksa dapat menentukan jenis, derajat, dan lokasi gangguan pendengaran pada penderita
gangguan pendengaran.
Prinsip kerja audiometer berbasis komputer mengacu pada audiometer konvensional, yaitu
menghasilkan nada murni yang akan direspon oleh pasien (naracoba) pada frekuensi-frekuensi
125 Hz hingga 8000 Hz dalam pita satu oktaf. Pada audiometer, intensitas suara dapat dirubah-
ubah sesuai dengan prosedur dan kebutuhan pengujian dalam rentang pendengaran -10dBHL
s.d 110dBHL. Beberapa keunggulan audiometer berbasis computer dibandingkan dengan
audiometer konvensional antara lain memiliki sistem database untuk pasien yang dapat
memudahkan untuk mencari, menyimpan serta analisis data pasien, serta fungsi-fungsi lain yang
dapat dioperasikan pada komputer. Kemudahan-kemudahan yang lain dapat diperoleh jika
digunakan komputer portable.

Klasifikasi tingkat pendengaran :


Pendengaran Normal : dapat mendengar pada intensitas < 25 dB
Gangguan pendengaran Ringan : dapat mendengar pada intensitas 25 - 40 dB
Gangguan pendengaran Sedang : dapat mendengar pada intensitas 40-60 dB
Gangguan pendengaran Berat : dapat mendengar pada intensitas 60-80 dB
Gangguan pendengaran Berat sekali : dapat mendengar pada intensitas > 80 dB

Alat dan bahan


1. Komputer
2. Audiometer
3. Printer
4. Earphone
5. Kertas

Prosedur kerja
1. Memakai earphone
2. Klik icon audiometer pada komputer
3. Klik data ID
4. Mengisi ID Pasien yang berisi Umur dan jenis kelamin kemudian klik keluar
5. Pilih mode auto test
6. Klik mulai kemudian apabila mulai terdengar suara tekan spasi begitu seterusnya
7. Klik stop
8. Klik audiogram maka akan keluar grafik kemudian klik simpan/cetak
9. Klik print kiri atas
10. Klik print kanan atas kemudian klik close
Pembahasan
Dari hasil audiogram dapat dilihat bahwa semua pasien memiliki penguatan pendengaran
dibawah 25 dB artinya semua pasien memiliki tingkat pendengaran yang normal. Tingkat
penguatan pendengaran paling tinggi adalah pasien WK dengan rata-rata penguatan telingan
kanan 10,25 dB dan telinga kiri 7,875 dB. Hal ini dikarenakan pada waktu praktikum tidak
dilakukan didalam box melainkan diluar box dengan keadaan ruang penuh oleh orang-orang
sehingga pasien tidak dapat berkonsentrasi karena masih dapat mendengar suara dari luar
earphone yaitu suara dari orang-orang yang didalam ruangan.

Kesimpulan
Dari hasil audiogram dapat dilihat bahwa semua pasien memiliki penguatan pendengaran
dibawah 25 dB sehingga dapat disimpulkan semua pasien memiliki tingkat pendengaran yang
normal.

Daftar pustaka
http://k3pilihanku.blogspot.com/2012/03/evaluasi-hasil-audiometri.html

(yang diakses pada tanggal 08 Juni 2013 pukul 20.07 WIB)

http://pemeriksaantespendengaran.blogspot.com/

(yang diakses pada tanggal 08 Juni pukul 20.25 WIB)


Sumber : https://halosehat.com/review/tindakan-medis/audiometri (diakases 23 feb, 22.40)

Audiometri – Jenis, Cara Kerja, Manfaat


dan Indikasi
Audiometri merupakan sebuah kata yang berasal dari kata audir dan metrios di mana audir
sendiri memiliki makna mendengar sedangkan metrios berarti mengukur. Kalau digabungkan,
maka hal ini disebut juga dengan proses uji pendengaran. Penggunaan audiometri tak hanya
untuk mengukur seberapa tajam pendengaran seseorang memakai audiometer, tapi tujuan
penggunaan juga sebagai penentu lokalisasi rusaknya anatomis yang menyebabkan pendengaran
terganggu.

Audiometri sendiri merupakan sebuah alatdi mana penggunaannya yang paling utama adalah
sebagai pengukur level pendengaran dan seberapa tajam pendengaran seseorang mampu dinilai
dengan alat tersebut. Orang yang membutuhkan tes audiometri adalah yang mempunyai masalah
pada pendengarannya. Biasanya, orang-orang yang bekerja dengan bekal ketajaman
pendengaranlah yang memerlukan tes semacam ini.

(Baca juga: infeksi telinga – kuping kemasukan air – bahaya kapas tertinggal di telinga)

Jenis dan Cara Kerja

1. Audiometri Nada Murni

Pada jenis audiometri ini, uji pendengaran bakal dilakukan dengan memanfaatkan alat listrik
yang diketahui dapat memroduksi nada-nada murni sebagai bunyi. Bunyi tersebut pun memiliki
berbagai frekuensi, seperti 4000-8000, 1000-2000, dan 250-500. Pengaturan intensitas dapat
dilakukan dalam satuan (dB).

Headphone adalah salah satu dari alat untuk menyalurkan bunyi yang sudah dihasilkan ke telinga
pasien yang tengah diperiksa pendengarannya. Ada audiogram yang kiranya lebih membantu
dalam memperoleh informasi detil akan gambaran dari pendengaran yang normal berdasarkan
usia seseorang. Pada normalnya, telinga manusia memiliki kemampuan pendengaran akan bunyi
dengan frekuensi 20-20000 Hz dan 500-2000 Hz adalah frekuensi yang vital dalam melakukan
percakapan sehari-hari.

 Pendengaran dianggap normal ketika kehilangan pendengaran dalam desibel 0-15.


 Kehilangan pendengaran kecil adalah >15-25 desibel.
 Kehilangan pendengaran ringan adalah >25-40 desibel.
 Kehilangan pendengaran sedang adalah >40-55 desibel.
 Kehilangan pendengaran sedang hingga berat adalah >55-70 desibel.
 Kehilangan pendengaran berat adalah >70-90 desibel.
 Kehilangan pendengaran berat sekali adalah >90 desibel.
Pada uji pendengaran ini kemudian akan dihasilkan grafik nilai ambang pendengaran pasien
yang didasarkan pada stimulus nada murni. Pengukuran nilai ambang dilakukan dengan
frekuensi yang berbeda-beda dan grafik pun dibuat berdasar pada skala desibel.

(Baca juga: obat sakit telinga keluar cairan – gendang telinga pecah)

2. Audiometri Tutur

Uji pendengaran jenis ini merupakan sebuah sistem pengujian pendengaran dengan memakai
kata-kata terpilih yang tentunya telah melewati proses pembakuan. Lalu dituturkan lewat sebuah
alat yang dinyatakan telah melalui kaliberasi dengan tujuan untuk mengukur sejumlah aspek
kemampuan pendengaran.

Audiometri pada jenis ini mirip dengan audiometri nada murni, hanya saja memang di sini
sarana yang dipakai adalah daftar kata yang sudah dipilih dan penderita perlu menuturkannya.
Pemeriksa melalui mikrofon dapat menuturkan langsung kata-kata terpilih tersebut dan
kemudian dihubungkan dengan audiometri tutur. Kata-kata tersebut disalurkan lewat headphone
ke telinga pasien.

Atau, biasanya kata-kata ada yang sudah direkam lebih dulu dan setelah itu dilakukan pemutaran
kembali dan lewat audiometer tutur disalurkanlah suara berisi kata-kata terpilih tersebut. Pasien
yang diperiksa pun diminta untuk bisa menirukan setiap kata yang sudah didengar secara jelas.
Ketika kata-kata tersebut dilemahkan dan makin tak kedengaran oleh pasien, maka penguji
biasanya akan meminta pasien untuk menebak apa kata-kata yang disalurkan tersebut.

Kemudian pada proses pengujian ini penguji atau pemeriksa biasanya bakal melakukan
pencatatan akan persentase dari kata-kata yang mampu pasien tirukan dengan benar di setiap
intensitas juga. Gambaran hasil ada pada sebuah diagram yang absisnya merupakan intensitas
suara kata-kata yang pasien telah dengar, sementara itu ordinatnya merupakan presentasi kata-
kata yang pasien turunkan secara sempurna.

Diketahui bahwa ada 2 dimensi kemampuan pendengaran apabila melihat dari audiogram tutur,
yakni:

 Kemampuan optimal pendengaran pasien dalam proses pendiskriminasian tiap satuan bunyi
atau fonem dalam penuturan kata-kata yang dinyatakan melalui NDT atau nilai diskriminasi
tutur. Persentasi maksimal peniruan kata-kata yang dilakukan secara sukses dinyatakan dalam
satuan pengukuran NDT. Jadi bisa dibedakan antara jenis audiometri ini dengan audiometri
nada murni; pada jenis ini pengukuran pendengaran rupanya memiliki intensitas yang tak hanya
ada di tingkat nilai ambang atau NPT, tapi juga di atasnya jauh.
 Kemampuan pendengaran pasien ketika proses penangkapan 50 persen kata-kata yang
dituturkan dengan intensitas yang terbilang minimal secara tepat dan sempurna. Inilah yang
juga disebut dengan istilah NPT atau persepsi tutur di mana desibel atau satuan untuk
menyatakannya.
Prinsip dasar dari audiometri tutur ini pasien akan diminta untuk mendengar kata-kata yang
sebenarnya dibuat secara jelas. Pengujian dilakukan mulai dari intensitas yang tinggi hingga 50
persen tak mampu menirukan kembali kata-kata secara benar. Di bawah ini adalah kriteria di
mana menggambarkan bahwa kondisi seseorang tak bisa mendengar alias tuli.

 Pada intensitas 20-40 dB masih bisa mendengar (level ringan).


 Pada intensitas 40-60 dB masih bisa mendengar (level sedang).
 Pada intensitas 60-80 dB sudah tak mampu mendengar (level berat).
 Pada intensitas >80 dB sudah tak mampu mendengar sama sekali (level berat sekali).

Ketulian atau kehilangan pendengaran jelas akan mengakibatkan gangguan ketika melakukan
komunikasi dengan orang lain. Hanya saja, ABD/hearing AID biasanya bisa menjadi alat bantu
bagi seseorang yang masih mempunyai sisa pendengaran. Penggunaan alat ABD tersebut
tujuannya adalah untuk membuat suara yang diamplifikasi menjadi lebih keras.

Pada audiometri, jenis uji pendengaran ini tetap perlu dilakukan di ruang kedap suara agar
hasilnya menjadi lebih akurat. Penilaian akan terganggu ketika tes sedang dilakukan pada
frekuensi tertentu dan lemahnya intensitas diganggu oleh suara lain. Audiometri tutur pada
umumnya dilakukan dengan intensitas pemeriksaan mulai dari 20 dB dan ketika tak jelas, maka
akan dinaikkan menjadi 40 dB, serta seterusnya.

Ketika intensitas tersebut bisa didengar dengan baik oleh penderita, maka pemeriksa biasanya
akan mencoba menurunkan 0 dB dan itu artinya pendengaran masih terbilang sangat baik.
Sebelum audiometri dilakukan, ada pula tes yang perlu ditempuh oleh pasien, yakni pemeriksaan
telinga.

Tujuan pemeriksaan telinga ini adalah untuk mengecek ada cairan atau tidak di dalam telinga,
ada lubang gendang telinga atau tidak, dan ada kotoran telinga atau tidak. Ini karena faktor-
faktor tersebut jelas mampu membuat pendengaran pasien nantinya menjadi kurang.

(Baca juga: jenis penyakit yang menyerang telinga – radang telinga)

Manfaat dan Tujuan

Ada serangkaian manfaat yang bisa diperoleh dari proses audiometri. Manfaat dari penggunaan
audiometri antara lain adalah:

 Untuk kedokteran klinik yang menangani penyakit telinga.


 Untuk kedokteran klinik kehakiman.
 Untuk kedokteran klinik pencegahan di mana pendeteksian ketulian dilakukan pada anak-anak.

Sementara itu, tujuan dari audiometri ini tentu ada kaitannya erat dengan pemeriksaan telinga,
yaitu antara lain:

 Mendiagnosa jenis sakit telinga.


 Melakukan skrining anak-anak di bawah usia 5 tahun dan anak SD.
 Melakukan pengukuran kemampuan pendengaran melalui proses menangkap percakapan
harian.
 Melakukan pemonitoran terhadap pekerja-pekerja yang khusus bekerja di tempat yang sangat
bising.

Indikasi Pengujian Pendengaran

Ada sejumlah indikasi pemeriksaan yang perlu diketahui dan diwaspadai oleh orang-orang.
Audiometri perlu ditempuh ketika:

 Riwayat trauma.
 Terjadi penurunan kualitas pendengaran.
 Telinga terus berbunyi atau mendengung di mana ini juga diketahui dengan istilah tinitus.
 Gangguan keseimbangan.
 Riwayat kesehatan keluarga di mana mungkin ada anggota keluarga yang mengalami gangguan
pendengaran.
 Riwayat penggunaan obat-obatan jenis ototoksik.
 Riwayat terlalu sering terpajan kebisingan (kemungkinan faktor tempat kerja).
 Riwayat keluarnya cairan dari telinga atau telinga berair.
 Telinga terasa penuh.

(Baca juga: telinga berdenging terus-terusan – cara mengatasi telinga bindeng – bahaya telinga
bernanah)

Selain audiometri, diagnosa yang dilakukan pada pasien yang diduga mengalami gangguan
pendengaran adalah dengan pemeriksaan fisik serta uji garpu tala. Pada pemeriksaan fisik, jelas
dokter biasanya bakal melakukan pemeriksaan telinga agar penyebab gangguan pada telinga
dapat diketahui. Contoh gangguan tersebut adalah kerusakan pada gendang telinga, infeksi dan
kotoran telinga.

Sementara itu, uji garpu tala adalah contoh proses diagnosa di mana ini dilakukan untuk
mendeteksi adanya gangguan pendengaran serta sebagai proses penentu kerusakan terjadi di
bagian telinga sebelah mana. Dengan prosedur diagnosa ini, maka nantinya akan diketahui secara
jelas tingkat keparahan dari ketulian yang diderita oleh pasien. Maka dari itu, penting untuk
mengetahui cara menjaga telinga agar tetap sehat dan berfungsi dengan baik.

Você também pode gostar