Você está na página 1de 2

Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)

APRA dipimpin oleh Westerling, seorang kapten Belanda. Pada tanggal 11 Desember 1946 pernah
mengadakan pembunuhan besar-besaran di Sulawesi Selatan. Kemudian 23 Januari 1950 melancarkan
aksi pembunuhan di Bandung. Tetapi, gerakan ini dapat segera diatasi oleh Pemerintah RIS. Westerling
melarikan diri ke luar negeri.

tujuan gerakan APRA dan penumpasannya.

Gerakan APRA muncul di kalangan KNIL yang dipimpin oleh Kapten Westerling. Gerakan ini dipelopori
oleh golongan kolonialis Belanda yang ingin mengamankan kepentingan ekonominya di Indonesia dan
bermaksud mempertahankan kedudukan negara Pasundan.

Tujuan gerakan APRA sebenarnya adalah untuk mempertahankan bentuk negara federal di Indonesia
dan memiliki tentara sendiri bagi negara-negara RIS.

Pada bulan Januari 1950, APRA mengajukan ultimatum kepada pemerintah Republik Indonesia dan
negara Pasundan yang isinya tuntutan agar APRA diakui sebagai tentara Pasundan dan keberadaann
negara Pasundan tetap dipertahankan.

Ultimatum tersebut dilanjutkan dengan melakukan gerakan teror pada tanggal 23 Januari 1950. APRA
menyerang kota Bandung dan berhasil menduduki Markas Divisi Siliwangi. Akibatnya 79 orang anggota
APRIS gugur, termasuk Letnan Kolonel Lembong.

Pemerintah RIS menempuh dua cara untuk menumpas pemberontakan APRA di Bandung. Yaitu dengan
melakukan tekanan terhadap pimpinan tentara Belanda dan melakukan operasi militer.

Perdana Menteri RIS Moh. Hatta mengutus pasukannya ke Bandung dan mengadakan perundingan
dengan Komisaris Tinggi Belanda di Jakarta.
Hasil dari perundingan tersebut, Westerling didesak untuk meninggalkan kota Bandung. Gerakan APRA
semakin terdesak dan terus dikejar oleh pasukan APRIS bersama rakyat, dan akhirnya gerakan APRA
dapat ditumpas.

Latar Belakang Terjadinya Pemberontaka APRA

APRA merupakan pemberontakan yang paling awal terjadi setelah Indonesia diakui kedaulatannya oleh
Belanda. Hasil Konferensi Meja Bundar yang menghasilkan suatu bentuk negara Federal untuk Indonesia
dengan nama RIS (Republik Indonesia Serikat). Suatu bentuk negara ini merupakan suatu proses untuk
kembali ke NKRI, karena memang hampir semua masyarakat dan perangkat-perangkat pemerintahan di
Indonesai tidak setuju dengan bentuk negara federal. Tapi juga tidak sedikit yang tetap menginginkan
Indonesia dengan bentuk negara federal, hal ini menimbulkan banyak pemberontakan-pemberontakan
atau kekacauan-kekacauan yang terjadi pada saat itu. Pemberontakan- pemberontakan ini dilakukan oleh
golongan- golongan tertentu yang mendapatkan dukungan dari Belanda karena merasa takut jika
Belanda meninggalkan Indonesia maka hak-haknya atas Indonesia akan hilang.

Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) dibawah pimpinan Kapten Raymond Westerling merupakan gerakan
yang didalangi oleh golongan kolonialis Belanda. Salah satu landasan bagi gerakan APRA ini adalah
kepercayaan rakyat Indonesia akan datangnya Ratu Adil. Westerling memahami bahwa sebagian rakyat
Indonesia yang telah lama menderita karena penjajahan, baik oleh Belanda atau Jepang, mendambakan
datangnya suatu masa kemakmuran seperti yang terdapat dalam ramalan Jayabaya. Menurut ramalan itu
akan datang seorang pemimpin yang disebut Ratu Adil, yang akan memerintah rakyat dengan adil dan
bijaksana, sehingga keadaan akan aman dan damai dan rakyat akan makmur dan sejahtera. Tidak hanya
rakyat-rakyat biasa yang dihimpun Westerling untuk menjadi tentaranya tetapi mantan tentara KNIL yang
pro terhadap Belanda juga ikut menjadi bagian dari tentara APRA. Ada satu hal yang menarik bahwa
kendaraan-kendaraan yang digunakan oleh KNIL maupun KL dalam melancarkan aksinya diberi tanda
segitiga orange sebagai lambang negara Belanda

Sebenarnya organisasi ini sudah dibentuk sebelum Konferensi Meja Bundar itu disahkan. Pada bulan
November 1949, dinas rahasia militer Belanda menerima laporan, bahwa Westerling telah mendirikan
organisasi rahasia yang mempunyai pengikut sekitar 500.000 orang. Laporan yang diterima Inspektur
Polisi Belanda J.M. Verburgh pada 8 Desember 1949 menyebutkan bahwa nama organisasi bentukan
Westerling adalah "Ratu Adil Persatuan Indonesia" (RAPI) dan memiliki satuan bersenjata yang
dinamakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA). Pengikutnya kebanyakan adalah mantan anggota KNIL dan
yang melakukan desersi dari pasukan khusus KST/RST. Dia juga mendapat bantuan dari temannya orang
Tionghoa, Chia Piet Kay, yang dikenalnya sejak berada di kota Medan.

Tujuan Westerling membentuk APRA ini adalah mengganggu prosesi pengakuan kedaulatan dari
Kerajaan Belanda kepada pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS) pada 27 Desember 1949. Upaya
itu dihalangi oleh Letnan Jenderal Buurman van Vreeden, Panglima Tertinggi Tentara Belanda. Tujuan
lainnya adalah untuk mempertahankan bentuk negara federal di Indonesia dan adanya tentara tersendiri
pada negara-negara bagian RIS .

Você também pode gostar