Você está na página 1de 24

BAB I

PENDAHULUAN

Kehidupan merupakan anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa yang harus
dihormati oleh setiap manusia. Abortus (keguguran/gugur kandungan) dapat terjadi dimana saja,
baik di negara maju maupun di negara yang sedang berkembang, dapat terjadi kapan saja, dan
dapat dilakukan oleh berbagai kalangan. Abortus dapat terjadi karena sebab-sebab alamiah,
yakni terjadi dengan sendirinya bukan karena perbuatan manusia (abortus spontanea), dapat pula
terjadi karena dibuat/disengaja (abortus provokatus).
Abortus provokatus selalu menjadi perbincangan, baik dalam forum resmi maupun tidak
resmi yang menyangkut bidang kedokteran, hukum maupun disiplin ilmu lain. Alasan abortus
provokatus sebagian besar adalah karena kehamilan yang tidak dikehendaki. Hal ini merupakan
fenomena sosial yang semakin hari semakin memprihatinkan. Berbicara mengenai abortus,
tentunya kita berbicara tentang kehidupan manusia, sebab abortus erat kaitannya dengan wanita
dan janin yang ada dalam kandungan. Keprihatinan pada kejadian abortus provokatus bukan
tanpa alasan, karena sejauh ini perilaku pengguguran kandungan banyak menimbulkan efek
negatif baik untuk diri pelaku mapun pada masyarakat luas.
Abortus provokatus memiliki sejarah panjang dan telah dilakukan dengan berbagai
metode termasuk natural atau herbal, obat-obatan kimiawi, penggunaan alat-alat tajam, ataupun
dengan prosedur operasi dengan teknologi yang canggih. Legalitas, normalitas, budaya dan
pandangan mengenai abortus provokatus secara substansial berbeda di seluruh negara. Di banyak
negara di dunia, isu ini adalah permasalahan menonjol dan memecah belah publik atas
kontroversi etika dan hukum. Abortus provokatus dan masalah yang berhubungan dengan hal ini
menjadi topik menonjol dalam politik nasional di banyak negara seringkali melibatkan gerakan
menentang abortus pro-kehidupan dan pro-pilihan atas abortus provokatus di seluruh dunia.
Adanya pertentangan baik secara moral, kemasyarakatan, agama dan hukum membuat abortus
provokatus menjadi suatu permasalahan yang mengandung kontroversi.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Abortus adalah suatu proses kehamilan yang terhenti atau pengeluaran hasil konsepsi
(pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup diluar kandungan, yaitu pada
umur kehamilan di bawah 20 minggu, atau berat fetus yang lahir 500 gram atau kurang.
Sedangkan menurut Llewollyn & Jones (2002), definisi abortus adalah keluarnya janin
sebelum mencapai viabilitas, dimana masa gestasi belum mencapai 22 minggu dan beratnya
kurang dari 500 gram. WHO merekomendasikan viabilitas apabila masa gestasi telah mencapai
22 minggu atau lebih dan berat janin 500 gram atau lebih.
Dari aspek kedokteran forensik, yang diartikan dengan abortus adalah pengeluaran hasil
konsepsi pada setiap stadium perkembangannya sebelum masa kehamilan yang lengkap tercapai
(38-40 minggu).

Abortus provokatus merupakan istilah lain yang secara resmi dipakai dalam kalangan
kedokteran dan hukum. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi
kesempatan untuk bertumbuh. Selanjutnya, menurut WHO, abortus yang tidak aman (unsafe
abortion) adalah abortus yang dilakukan dengan menggunakan metode yang berisiko tinggi,
bahkan fatal, dilakukan oleh orang tidak terlatih atau tidak terampil serta komplikasinya yang
merupakan penyebab langsung kematian wanita usia reproduksi. Dengan demikian, ada tiga
kriteria abortus yang tidak aman, yaitu metode berisiko tinggi, dilakukan oleh orang yang tidak
terlatih dan komplikasinya merupakan penyebab langsung kematian ibu.

EPIDEMIOLOGI

Dari hasil World Fertility Survey tahun 1987, diketahui bahwa di seluruh dunia ada
sekitar 300 juta pasangan usia subur yang tidak ingin mempunyai anak lagi, tetapi tidak
menggunakan alat kontrasepsi apapun. Mereka adalah kelompok yang sangat berisiko untuk
mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Keadaan seperti ini paling mencolok ditemukan di
negara-negara di Afrika, Asia, dan Amerika Latin, yang tingkat ketersediaan fasilitas pelayanan
jasa abortus sangat rendah. Program Keluarga Berencana di Afrika, Asia, dan Amerika latin

2
secara berturut-turut hanya mampu mencakup 23%, 43%, dan 57% dari para pasangan yang
tidak menginginkan anak tersebut.

Selain itu, kehamilan yang tidak diinginkan dalam jumlah yang besar juga terjadi pada
kelompok remaja. Para remaja yang dihadapkan pada realitas pergaulan bebas masyarakat
modern tidak dibekali dengan pengetahuan tentang fisiologi reproduksi dan perilaku seksual
yang benar. Berdasarkan data WHO, diketahui bahwa di seluruh dunia setiap tahunnya
diperkirakan ada sekitar 15 juta remaja yang mengalami kehamilan. Sekitar 60% di antaranya
tidak ingin melanjutkan kehamilan tersebut dan berupaya mengakhirinya.

Di dunia, setiap tahun diperkirakan sekitar 40-60 juta ibu yang tidak menginginkan
kehamilannya melakukan abortus atau sekitar 40-70 kasus abortus per 1000 wanita usia
reproduksi. Sekitar 500.000 ibu di setiap tahunnya mengalami kematian yang disebabkan oleh
kehamilan dan persalinan serta sekitar 30-50% diantaranya meninggal akibat komplikasi abortus
yang tidak aman. Yang lebih memprihatinkan, sekitar 90% dari kematian tersebut terjadi di
negara berkembang, termasuk Indonesia, yang jumlah dan penyebaran fasilitas pelayanan
kesehatan profesionalnya masih relatif kecil dan tidak merata. Di wilayah Asia tenggara, WHO
memperkirakan 4,2 juta aborsi dilakukan setiap tahunnya, di antaranya 750.000 sampai 1,5 juta
terjadi di Indonesia. Risiko kematian akibat aborsi tidak aman di wilayah Asia diperkirakan
antara 1 dari 250, negara maju hanya 1 dari 3700. Angka tersebut memberikan gambaran bahwa
masalah aborsi di Indonesia masih cukup besar.

Di Tunisia yang melegalkan tindakan abortus, sekitar 33% kejadian abortus masih
tergolong sebagai abortus yang tidak aman. Di Zambia yang mengizinkan pelaksanaan abortus
dengan mempertimbangkan alasan sosial yang luas, sebagian besar ibu yang melakukan tindakan
abortus tidak memenuhi persyaratan profesional. Dalam hal ini, kelonggaran yang diberikan
terhadap abortus tidak diikuti dengan kemudahan sistem administrasi penyelenggaraannya.
Misalnya, setiap abortus yang akan dilakukan harus mendapat persetujuan 3 orang dokter, yang
salah satunya adalah dokter spesialis.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan di 19 negara Amerika Latin, setiap tahun
dilakukan sekitar 34 juta abortus atau sebesar 45 per 100 wanita usia produktif. Di Chili, sekitar

3
10-30% tempat tidur di bangsal kebidanan dan kandungan diisi oleh wanita yang mengalami
komplikasi abortus.

Dari Zimbabwe, Afrika, dilaporkan bahwa sekitar 28% seluruh kematian ibu
berhubungan dengan abortus. Sementara di Tanzania dan Adis Adaba, masing-masing sebesar
21% dan 54%. Hal ini diperkirakan merupakan bagian kecil dari kejadian yang sebenarnya,
sebagai akibat ketidakterjangkauan pelayanan kedokteran modern yang ditandai oleh
kesenjangan informasi. Di Mesir yang mayoritas berpenduduk muslim, penduduk yang
berpeluang untuk melakukan abortus dinyatakan sangat kecil. Di Irak, perawatan kasus abortus
dan komplikasinya dikatakan melebihi perawatan persalinan. Di daerah pedesaan Libanon, pada
tahun 1961 diketahui bahwa 0,2% kehamilan diakhiri dengan abortus, sementara di perkotaan 8-
14%.

Meskipun status abortus di negara-negara Asia umumnya ilegal, insiden abortus


umumnya dianggap tinggi. Di Korea, pada 1978 insidens abortus ditemukan sebesar 235 per
1000 wanita yang berkeluarga yang berusia 15-44 tahun. Di Thailand yang mengizinkan abortus
secara terbatas, didapatkan angka 37 per 1000 wanita usia reproduktif dan ratio 245 per 1000
kelahiran hidup. Di Singapura, pada 1981 dilaporkan insiden abortus 28,4 per 1000 wanita usia
reproduktif dan rasio 371 per 1000 kelahiran hidup. Di India yang melegalkan aborsi tapi dengan
fasilitas pelayanan yang tidak merata, ditemukan angka 55 per 1000 wanita usia 15-44 tahun.

JENIS-JENIS ABORTUS

Jenis abortus menurut terjadinya:


 Abortus spontanea  Peristiwa gugur kandungan yang terjadi dengan sendirinya tanpa
adanya pengaruh dari luar baik faktor mekanis ataupun medisinalis (misal karena trauma
kecelakaan atau sebab-sebab alami). Abortus spontan ini dibagi menjadi beberapa tipe
abortus berdasarkan peristiwa yaitu:
a. Abortus imminens: Peristiwa terjadinya perdarahan per vaginam pada kehamilan
sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya
dilatasi serviks. Dalam kondisi seperti ini kehamilan masih mungkin berlanjut atau
dipertahankan.

4
b. Abortus insipiens: Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu
dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih
dalam uterus.
c. Abortus inkompletus: Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20
minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
d. Abortus kompletus: Semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan.
e. Missed abortion: Keadan di mana janin sudah mati tetapi tetap berada dalam rahim
dan tidak dikeluarkan selama dua bulan atau lebih.
f. Abortus habitualis (keguguran berulang): Keadaan dimana penderita mengalami
keguguran berturut-turut 3 kali atau lebih.
g. Abortus infeksious dan Abortus septic: Abortus yang disertai infeksi genital.

Tipe abortus di atas disebabkan oleh faktor-faktor berikut:


1. Adanya infeksi yang terjadi pada sang ibu.
2. Adanya penyakit kronik yang diderita sang ibu yang kemudian akan melemahkan ibu.
3. Adanya kekurangan gizi pada ibu.
4. Adanya kelelahan fisik sang ibu.
5. Adanya trauma psikologis dari si ibu.
6. Adanya kelainan rahim pada ibu.
7. Adanya kelainan sistem pertahanan tubuh (imun) pada ibu.
8. Adanya kelainan kromosom pada janin sehingga janin tidak berkembang dan mati di
dalam rahim si ibu.

 Abortus provokatus (abortus yang sengaja dibuat)  Menghentikan kehamilan sebelum


janin dapat hidup diluar tubuh ibu.
a. Abortus provokatus medicinalis/artificialis/therapeuticus: Abortus yang dilakukan
atas dasar indikasi medik.
Di Indonesia yang dimaksud dengan indikasi medik adalah demi menyelamatkan nyawa ibu.
Syarat-syaratnya:

5
1. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya (yaitu seorang
dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan) sesuai dengan tanggung jawab profesi.
2. Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama, hukum, psikologi).
3. Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga terdekat.
4. Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga/peralatan yang memadai yang
ditunjuk oleh pemerintah.
5. Prosedur tidak dirahasiakan.
6. Dokumen medik harus lengkap.

Ditinjau dari segi usia kehamilan, abortus provokatus medicinalis dibedakan menjadi 3,yaitu:

1. Abortus pada triwulan pertama sampai dengan 12 minggu.


Pada kehamilan sampai batas 7 minggu pengeluaran isi rahim dilakukan dengan kuret
tajam, agar ovum kecil tidak tertinggal, maka ovum uteri dikerok seluruhnya. Apabila
kehamilan melebihi 6 sampai 7 minggu digunakan kuret tumpul sebesar yang dapat
dimasukkan. Setelah hasil konsepsi sebagian besar lepas dari dinding uterus, maka hasil
tersebut dapat dikeluarkan dengan cunam abortus dan kemudian dilakukan kerokan hati-
hati dengan kuret tajam yang cukup besar, apabila diperlukan dapat dimasukkan tampon
ke dalam uteri dan vagina yang akan dikeluarkan esok harinya.
2. Abortus pada kehamilan 12 sampai 16 minggu.
Abortus dilakukan dengan menggunakan perpaduan antara dilatasi, kuret dan
penghisapan. Bahaya dari cara ini adalah terbentuknya luka-luka yang menimbulkan
pendarahan.
3. Abortus pada triwulan kedua (Kehamilan sampai 16 minggu).
Abortus dilakukan dengan menimbulkan kontraksi-kontraksi uterus supaya janin dan
plasenta dapat dilahirkan secara spontan. Cara yang dilakukan adalah dengan melakukan
esantasi (pembiusan lokal).

Indikasi dilakukannya abortus provokatus medicinalis adalah:

o Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai dengan perdarahan yang terus
menerus, atau jika janin telah meninggal (missed abortion).
o Mola Hidatidosa atau hidramnion akut.

6
o Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis.
o Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker serviks atau jika dengan
adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk penyakit keganasan lainnya pada
tubuh seperti kanker payudara.
o Prolaps uterus gravid yang tidak bisa diatasi.
o Telah berulang kali mengalami operasi caesar.
o Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya penyakit jantung organik
dengan kegagalan jantung, hipertensi, nephritis, tuberkulosis paru aktif, atau toksemia
gravidarum yang berat.
o Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol yang disertai
komplikasi vaskuler, hipertiroid, dll.
o Epilepsi, sklerosis yang luas dan berat.
o Hiperemesis gravidarum yang berat, dan chorea gravidarum.
o Gangguan jiwa, disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus seperti ini
sebelum melakukan tindakan abortus harus berkonsultasi dengan psikiater.
b. Abortus provokatus kriminalis: Pengguguran kandungan yang sengaja dilakukan
tanpa adanya indikasi medik (ilegal), baik oleh ibu maupun oleh orang lain dengan
persetujuan si ibu hamil. Biasanya pengguguran dilakukan dengan menggunakan
instrumen (alat) atau obat-obat tertentu. Sering abortus ini dilakukan oleh tenaga yang
tidak kompeten serta tidak memenuhi syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh
undang-undang. Abortus ini disebut dengan abortus provokatus kriminalis karena di
dalamnya mengandung unsur kriminal atau kejahatan. Kurang lebih 40% dari semua
kasus abortus termasuk golongan ini.
Pelaku abortus provokatus kriminalis biasanya adalah:

o Wanita bersangkutan
o Dokter/ tenaga medis lain (demi keuntungan atau demi rasa simpati)
o Orang lain yang bukan tenaga medis yang karena suatu alasan tidak menghendaki
kehamilan seorang wanita

Bila pelakunya adalah wanita bersangkutan, sering timbul akibat yang tidak diinginkan,
sehingga sering pula harus berurusan dengan polisi. Sebaliknya bila dilakukan oleh tenaga medis

7
yang ahli biasanya tidak sampai berurusan dengan pihak berwajib, karena dikerjakan dengan
ahli, sehingga hampir selalu berhasil dengan baik tanpa efek sampingan.

Abortus provokatus kriminalis sering terjadi pada kehamilan yang tidak


dikehendaki.

Ada beberapa alasan wanita tidak menginginkan kehamilannya:

o Alasan kesehatan, di mana ibu tidak cukup sehat untuk hamil.


o Alasan psikososial, di mana ibu sendiri sudah enggan/tidak mau untuk punya anak lagi.
o Kehamilan di luar nikah.
o Masalah ekonomi, menambah anak berarti akan menambah beban ekonomi keluarga.
o Masalah sosial, misalnya khawatir adanya penyakit turunan, janin cacat.
o Kehamilan yang terjadi akibat perkosaan atau akibat incest (hubungan antar keluarga).
o Selain itu tidak bisa dilupakan juga bahwa kegagalan kontrasepsi juga termasuk tindakan
kehamilan yang tidak diinginkan.

Sesuai dengan tujuan dari abortus itu sendiri yaitu ingin mengakhiri kehamilan, maka nasib
janin pada kasus abortus provokatus kriminalis sebagian besar meninggal. Kalaupun
bisa hidup, itu berarti tindakan abortus gagal dilakukan dan janin kemungkinan besar
mengalami cacat fisik. Secara garis besar tindakan abortus sangat berbahaya bagi ibu dan juga
janin yaitu bisa menyebabkan kematian pada keduanya.

Cara-cara melakukan abortus provokatus kriminalis:

1. Kekerasan mekanik
 Umum
i. Latihan olahraga berlebihan
ii. Naik kuda berlebihan
iii. Mendaki gunung, berenang, naik turun tangga
iv. Tekanan / trauma pada abdomen

Pada kekerasan secara umum ini biasanya tidak ditemukan tanda-tanda


kekerasan, tapi cara ini jarang berhasil pada kehamilan yang sehat dan normal

8
 Lokal
i. Memasukkan alat-alat yang dapat menusuk ke dalam vagina : pensil, paku,
jeruji sepeda, atau bahkan jari tangan
ii. Alat merenda, kateter, atau alat penyemprot untuk menusuk atau
menyemprotkan cairan ke dalam uterus untuk melepas kantung amnion
(biasanya dilakukan dengan menggunakan Higginson type syringe,
sedangkan cairannya adalah air sabun, desinfektan atau air biasa/air
panas). Penyemprotan ini dapat mengakibatkan emboli udara.
iii. Alat untuk memasang IUD
iv. Alat yang dapat dilalui arus listrik

Abortus provokatus dengan kekerasan mekanik lokal ini dapat berakhir dengan kematian
dalam waktu yang variabel dengan kematian sebagai berikut:

 Immediate
o Vagal reflek
o Emboli udara (± 10 cc)
o Perdarahan
o Keracunan anastesi
 Delayed
o Septicemia
o Pyaemia
o General peritonitis
o Toxemia
o Tetanus
o Perforasi uterus dan viscera abdomen
o Emboli lemak (penyemprotan lisol)
 Remote (lama sekali setelah tindakan abortus)
o Jaundice
o Renal failure
o Bacterial endocarditis
o Pneumonia, emphysema

9
o Meningitis

Metode hisapan sering digunakan pada abortus yang merupakan cara yang ilegal secara
medis walaupun dilakukan oleh tenaga medis. Tabung suntik yang besar dilekatkan pada ujung
kateter yang dapat dilakukan penghisapan yang berakibat ruptur dari chorionic sac dan
mengakibatkan abortus. Cara ini aman asalkan metode aseptic dijalankan, jika penghisapan tidak
lengkap dan masih ada sisa dari hasil konsepsi maka dapat mengakibatkan infeksi.

Tujuan dari merobek kantong kehamilan adalah jika kantong kehamilan sudah rusak
maka secara otomatis janin akan dikeluarkan oleh kontraksi uterus. Ini juga dapat mengakibatkan
dilatasi saluran cerviks, yang dapat mengakhiri kehamilan. Semua alat dapat digunakan dari
pembuka operasi sampai jari-jari dari ban sepeda.

Paramedis yang melakukan abortus suka menggunakan kateter yang kaku. Jika
digunakan oleh dokter maupun suster, yang melakukan mempunyai pengetahuan anatomi dan
menggunakan alat yang steril maka risikonya semakin kecil. Akan tetapi orang awam tidak
mengetahui hubungan antara uterus dan vagina. Alat sering digunakan dengan cara didorong ke
belakang yang orang awam percayai bahwa keadaan cerviks di depan vagina. Permukaan dari
vagina dapat menjadi rusak dan alat mungkin masuk ke usus bahkan hepar.

Penetrasi dari bawah atau tengah vagina dapat juga terjadi perforasi. Jika cerviks
dimasuki oleh alat, maka cerviks dapat ruptur dan alat mungkin masuk lewat samping.
Permukaan luar dapat cedera dengan pengulangan, usaha yang ceroboh yang berusaha
mengeluarkan benda yang terlalu tebal ke saluran yang tidak membuka. Jika sukses melewati
saluran dari uterus, mungkin langsung didorong ke fundus, yang akan merusak peritoneal cavity.
Bahaya dari penggunaan alat adalah pendarahan dan infeksi.

Perforasi dari dinding vagina atau uterus dapat menyebabkan pendarahan, yang mungkin
diakibatkan dari luar atau dalam. Sepsis dapat terjadi akibat penggunaan alat yang tidak steril
atau kuman berasal dari vagina dan kulit. Bahaya yang lebih ringan (termasuk penggunaan jarum
suntik) adalah cervical shock. Ini dapat membuat dilatasi cerviks, dalam keadaaan pasien yang
tidak dibius, alat mungkin menyebabkan vagal refleks, yang melalui sistem saraf parasimpatis,
yang dapat mengakibatkan cardiac arrest. Ini merupakan mekanisme yang berpotensi
menimbulkan ketakutan yang dapat terjadi pada orang yang melakukan abortus kriminalis.
10
2. Kekerasan kimiawi/ obat-obatan atau bahan-bahan yang bekerja pada uterus

Bahan-bahan yang sifatnya biasa terdapat dalam jamu peluntur, nenas muda, bubuk beras
dicampur lada hitam, dan lain lain. Ada juga yang agak beracun seperti garam logam berat,
laksans dan lain lain; atau bahan yang beracun, seperti strichnin, prostigmin, pilokarpin,
dikumarol, kina dan lain lain.

Jenis obat-obatan yang dipakai untuk menginduksi abortus antara lain:

 Emmenagogum: Obat untuk melancarkan haid.

Cara kerja: Indirect Congesti + engorgement mucosa  Bleeding  Kontraksi


Uterus  Foetus dikeluarkan

 Direct: Bekerja langsung pada uterus/saraf motorik uterus.

Misal: Aloe, Cantharides (racun irritant), Caulopylin, Borax, Apiol, Potassium


permanganate, Santonin, Senega, Mangan dioksida, dll.

 Indirect: Tonicum, hematinin (obat penambah darah)


 Purgativa/Emetica: Obat-obatan yang menimbulkan kontraksi GI tract.

Misal:

- Colocynth: Aloe
- Castor oil: Magnesim sulfate, Sodium sulfate
 Ecbolica: Menimbulkan kontraksi uterus secara langsung.

Misal: Apiol, Ergot, Ergometrine, Extract secale, Extract pituatary, Pituitrine,


Exytocin.

Cara kerja ergot: Merangsang alpha 1 receptor pada uterus  Kontraksi uterus yang
kuat dan lama

 Garam dari logam: Biasanya sebelum mengganggu kehamilannya sudah


membahayakan keselamatan ibu.
Tujuan: Menimbulkan tonik kontraksi pada uterus.

Misal : Arsenicum, HgCl, Potassium bichromate, Ferro sulfate, Ferri chloride

11
Obat-obatan yang sering digunakan di tempat praktek dokter misalnya:

 Misoprostol (cytotec, gastrul)


Tablet misoprostol merupakan salah satu obat penting yang masuk dalam daftar
WHO. Tablet ini dapat digunakan secara mandiri oleh para perempuan untuk
menyelamatkan hidupnya.

Misoprostol menyebabkan kontraksi pada rahim dan dapat digunakan sebagai berikut:
 Pengguguran kandungan secara aman
 Membersihkan sisa-sisa keguguran
 Mencegah dan mengobati pendarahan berat setelah melahirkan
 Induksi kelahiran
 Methyestradiol + Methylestrenolone (gynaecosid)
Terapi hormonal estrogen dan progesterone untuk secondary amenorrhoe.
 Methotrexate (indikasi obat kanker).
 Oxytocin (cytitec)  Merangsang kontraksi uterus.

PEMERIKSAAN

1. Korban Hidup

a. Ibu
 Tanda-tanda kehamilan: striae gravidarum, uterus yang membesar,
hiperpigmentasi areola mammae, G.M.
 Tanda-tanda partus: lochia, kesadaran osteum uteri.
 Golongan darah.
b. Janin
 Umur janin.
 Golongan darah.

2. Korban Mati

Pemeriksaan post mortem korban abortus kriminalis bertujuan:

- Mencari bukti dan tanda kehamilan.

12
- Mencari bukti abortus dan kemungkinan adanya tindakan criminal dengan obat-obatan
atau instrumen.
- Menentukan kaitan antara sebab kematian dengan abortus.
- Menilai setiap penyakit wajar yang ditemukan.
a. Pemeriksaan Ibu
 Pemotretan sebelum memulai pemeriksaan
 Identifikasi umum: tinggi badan, berat badan, umur, pakaian: cari tanda-
tanda kontak dengan suatu cairan, terutama pada pakaian dalam.
 Catat suhu badan, warna, dan distribusi lebam jenasah.
 Periksa dengan palpasi uterus untuk kepastian adanya kehamilan.
 Cari tanda-tanda emboli udara, gelembung sabun, cairan pada: arteria
coronaria, ventrikel kanan, arteria pumonalis, arteri dan vena di permukaan
otak, vena-vena pelvis.
 Vagina dan uterus diinsisi pada dinding anterior untuk menghindari jejas
kekerasan yang biasanya terjadi pada dinding posterior misalnya perforasi
uterus. Cara pemeriksaan: uterus direndam dalam larutan formalin 10%
selama 24 jam, kemudian direndam dalam alcohol 95% selama 24 jam. Iris
tipis untuk melihat saluran perforasi. Periksa juga tanda-tanda kekerasan
pada cervix (abrasi, laserasi).
 Ambil sampel semua organ untuk pemeriksaan histopatologis.
 Buat swab dinding uterus untuk pemeriksaan mikrobiologi.
 Ambil sampel untuk pemeriksaan toksikologis: isi vagina, isi uterus, darah
dari vena cava inferior dan kedua ventrikel, urine, isi lambung, rambut
pubis.
 Periksa golongan darah.
b. Pemeriksaan Janin
 Umur janin.
 Golongan darah.

13
Penentuan Umur Janin

1. Berdasarkan panjang badan (Rumus Haase)


Umur Panjang Badan (cm)
(Bulan) (Puncak kepala – tumit)
1 1x1=1
2 2x2=4
3 3x3=9
4 4 x 4 = 16
5 5 x 5 = 25
6 6 x 5 = 30
7 7 x 5 = 35
8 8 x 5 = 40
9 9 x 5 = 45
10 10 x 5 = 50

2. Berdasarkan pertumbuhan bagian-bagian tubuh


Umur Kelamin (Bulan) Ciri-Ciri Pertumbuhan
2 Hidung, telinga, jari mulai terbentuk (belum sempurna), kepala
menempel ke dada
3 Daun telinga jela, kelopak mata masih melekat, leher mulai
terbentuk, belum ada deferensiasi genetalia
4 Genetalia externa terbentuk dan dapat dikenali, kulit merah dan
tipis sekali
5 Kulit lebih tebal, tumbuh bulu lanugo
6 Kelopak mata terpisah, terbentuk alis dan bulu mata, kulit keriput
7 Pertumbuhan lengkap/sempurna

14
3. Berdasarkan inti penulangan:
- Calcaneus: ± 5-6 bulan
- Talus: ± 7 bulan
- Femur: ± 8-9 bulan
- Tibia: ± 9-10 bulan

ASPEK HUKUM DAN MEDIKOLEGAL ABORTUS PROVOKATUS KRIMINALIS

Abortus telah dilakukan oleh manusia selama berabad-abad, tetapi selama itu belum ada
undang-undang yang mengatur mengenai tindakan abortus. Peraturan mengenai hal ini pertama
kali dikeluarkan pada tahun 4 M di mana telah ada larangan untuk melakukan abortus. Sejak itu
maka undang-undang mengenai abortus terus mengalami perbaikan, apalagi dalam tahun-tahun
terakhir ini dimana mulai timbul suatu revolusi dalam sikap masyarakat dan pemerintah di
berbagai negara di dunia terhadap tindakan abortus.

Hukum abortus di berbagai negara dapat digolongkan dalam beberapa kategori sebagai berikut:

 Hukum yang tanpa pengecualian melarang abortus, seperti di Belanda.


 Hukum yang memperbolehkan abortus demi keselamatan kehidupan penderita (ibu), seperti
di Perancis dan Pakistan.
 Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi medik, seperti di Kanada, Muangthai
dan Swiss.
 Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi sosio-medik, seperti di Eslandia,
Swedia, Inggris, Scandinavia, dan India.
 Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi sosial, seperti di Jepang, Polandia, dan
Yugoslavia.
 Hukum yang memperbolehkan abortus atas permintaan tanpa memperhatikan indikasi-
indikasi lainnya (Abortion on request atau Abortion on demand), seperti di Bulgaria,
Hongaria, USSR, Singapura.
 Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi eugenistis (aborsi boleh dilakukan bila
fetus yang akan lahir menderita cacat yang serius) misalnya di India.
 Hukum yang memperbolehkan aborsi atas indikasi humanitarian (misalnya bila hamil akibat
perkosaan) seperti di Jepang.

15
Negara-negara yang mengadakan perubahan dalam hukum abortus pada umumnya
mengemukakan salah satu alasan/tujuan seperti yang tersebut di bawah ini:

 Untuk memberikan perlindungan hukum pada para medisi yang melakukan abortus atas
indikasi medik.
 Untuk mencegah atau mengurangi terjadinya abortus provokatus kriminalis.
 Untuk mengendalikan laju pertambahan penduduk.
 Untuk melindungi hal wanita dalam menentukan sendiri nasib kandungannnya.
 Untuk memenuhi desakan masyarakat.

Di Indonesia, baik menurut pandangan agama, Undang-Undang Negara, maupun Etik


Kedokteran, seorang dokter tidak diperbolehkan untuk melakukan tindakan pengguguran
kandungan (abortus provokatus). Bahkan sejak awal seseorang yang akan menjalani profesi
dokter secara resmi disumpah dengan Sumpah Dokter Indonesia yang didasarkan atas Deklarasi
Jenewa yang isinya menyempurnakan Sumpah Hippokrates, di mana ia akan menyatakan diri
untuk menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan.

Dari aspek etika, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) telah merumuskannya dalam Kode Etik
Kedokteran Indonesia mengenai kewajiban umum, pasal 7d: Setiap dokter harus senantiasa
mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani. Pada pelaksanaannya, apabila ada
dokter yang melakukan pelanggaran, maka penegakan implementasi etik akan dilakukan secara
berjenjang dimulai dari panitia etik di masing-masing RS hingga Majelis Kehormatan Etika
Kedokteran (MKEK). Sanksi tertinggi dari pelanggaran etik ini berupa "pengucilan" anggota dari
profesi tersebut dari kelompoknya. Sanksi administratif tertinggi adalah pemecatan anggota
profesi dari komunitasnya.

Apabila dilihat dari aspek hak asasi manusia, setiap orang berhak untuk hidup maupun
mempertahankan hidupnya, sehingga pengakhiran kandungan (aborsi) dapat dikualifikasikan
sebagai tindakan yang melanggar hak asasi manusia. Dengan kata lain paradigma yang
digunakan adalah paradigma yang mengedepankan hak anak (pro life).

Ditinjau dari aspek hukum, pelarangan abortus justru tidak bersifat mutlak.
Abortus buatan atau abortus provokatus dapat digolongkan ke dalam dua golongan yakni:

16
1. Abortus buatan legal
Yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan menurut syarat dan cara-cara yang
dibenarkan oleh undang-undang. Populer juga disebut dengan abortus provokatus
therapeticus, karena alasan yang sangat mendasar untuk melakukannya adalah untuk
menyelamatkan nyawa ibu. Abortus atas indikasi medik ini diatur dalam Undang Undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan:
PASAL 15: 1) Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu
hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu. 2) Tindakan medis
tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan: a. Berdasarkan
indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut; b. Oleh
tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenanga n untuk itu dan
dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli;
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya; d. Pada
sarana kesehatan tertentu. 3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Pada penjelasan UU no 23 tahun 1992 pasal 15 dinyatakan sebagai berikut:
Ayat (1): Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun,
dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan
norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan
jiwa ibu atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu.
Ayat (2) Butir a: Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan
diambil tindakan medis tertentu sebab tanpa tindakan medis tertentu itu,ibu hamil dan
janinnya terancam bahaya maut. Butir b: Tenaga kesehatan yang dapat melakukan
tindakan medis tertentu adalah tenaga yang memiliki keahlian dan wewenang untuk
melakukannya yaitu seorang dokter ahli kandungan seorang dokter ahli kebidanan dan
penyakit kandungan. Butir c: Hak utama untuk memberikan persetujuan ada ibu hamil
yang bersangkutan kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan
persetujuannya ,dapat diminta dari semua atau keluarganya. Butir d: Sarana kesehatan
tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan yang memadai
untuk tindakan tersebut dan ditunjuk oleh pemerintah.

17
Ayat (3): Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanan dari pasal ini dijabarkan antara
lain mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau
janinnya,tenaga kesehatan mempunyai keahlian dan wewenang bentuk persetujuan,
sarana kesehatan yang ditunjuk.

2. Abortus Provokatus Kriminalis (Abortus buatan ilegal)


Yaitu pengguguran kandungan yang tujuannya selain untuk menyelamatkan atau
menyembuhkan si ibu, dilakukan oleh tenaga yang tidak kompeten serta tidak memenuhi
syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang. Abortus golongan ini sering
juga disebut dengan abortus provocatus criminalis karena di dalamnya mengandung
unsur kriminal atau kejahatan. Beberapa pasal yang mengatur abortus provocatus dalam
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP):
PASAL 299: 1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh
supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena
pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun atau denda paling banyak empat pulu ribu rupiah. 2) Jika yang bersalah,
berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai
pencaharian atau kebiasaan atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya
dapat ditambah sepertiga. 3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam
menjalankan pencaharian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencaharian.

PASAL 346: Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan


kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun.

PASAL 347: 1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita tanpa persetujuan, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun. 2) Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.

PASAL 348: 1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seseorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling

18
lama lima tahun enam bulan. 2) Jika perbuatan tersebut mengakibatkan
matinya wanita tersebut, dikarenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

PASAL 349: Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan
yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu
kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan
dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk
menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.

PASAL 535: Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu sarana untuk
menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta
menawarkan, ataupun secara terang-terangn atau dengan menyiarkan tulisan tanpa
diminta, menunjuk sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan yang demikian itu,
diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah.

Dari rumusan pasal-pasal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan:

1. Seorang wanita hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia menyuruh orang
lain, diancam hukuman empat tahun.
2. Seseorang yang sengaja melakukan abortus terhadap ibu hamil, dengan tanpa
persetujuan ibu hamil tersebut diancam hukuman 12 tahun, dan jika ibu hamil itu mati
diancam 15 tahun.
3. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara dan
bila ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara.
4. Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan abortus tersebut seorang dokter,
bidan atau juru obat (tenaga kesehatan) ancaman hukumannya ditambah sepertiganya
dan hak untuk praktek dapat dicabut.

Meskipun dalam KUHP tidak terdapat satu pasal pun yang memperbolehkan seorang
dokter melakukan abortus atas indikasi medik, sekalipun untuk menyelamatkan jiwa ibu, dalam
prakteknya dokter yang melakukannya tidak dihukum bila ia dapat mengemukakan alasan yang
kuat dan alasan tersebut diterima oleh hakim (Pasal 48).

19
Selain KUHP, abortus buatan yang ilegal juga diatur dalam Undang Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan:
PASAL 80: Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap
ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1)
dan ayat (2), dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Para ahli dari berbagai disiplin ilmu seperti ahli agama, ahli hukum, sosial dan ekonomi
memberikan pandangan yang berbeda terhadap dilakukannya abortus buatan. Begitu pula dengan
ahli ekonomi, mereka sepakat bahwa alasan ekonomi tidak dapat dijadikan alasan untuk
membenarkan dilakukannya pengguguran kandungan. Ditinjau dari sudut pandang kesehatan,
abortus merupakan masalah kesehatan masyarakat karena memberikan dampak pada kesakitan
dan kematian ibu. Sebagaimana diketahui penyebab utama kematian ibu hamil dan melahirkan
adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia. Namun sebenarnya abortus juga merupakan penyebab
kematian ibu, hanya saja muncul dalam bentuk komplikasi perdarahan dan sepsis . Kematian ibu
yang disebabkan komplikasi abortus sering tidak muncul dalam laporan kematian, tetapi sering
dilaporkan sebagai perdarahan atau sepsis. Hal itu terjadi karena hingga saat ini abortus masih
merupakan masalah kontroversial di masyarakat. Di satu pihak, abortus dianggap ilegal dan
dilarang oleh agama sehingga masyarakat cenderung menyembunyikan kejadian abortus, di lain
pihak abortus justru terjadi di masyarakat. Ini terbukti dari berita yang ditulis di surat kabar
tentang terjadinya abortus di masyarakat, selain dengan mudahnya didapatkan jamu dan obat-
obatan peluntur serta dukun pijat untuk mereka yang terlambat datang bulan.

Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan (International Conference on


Population and Development/ICPD) di Kairo tahun 1994 dan Konferensi Wanita di Beijing
tahun 1995 menyepakati bahwa akses pada pelayanan abortus yang aman merupakan bagian dari
hak perempuan untuk hidup, hak perempuan untuk menerima standar pelayanan kesehatan yang
tertinggi dan hak untuk memanfaatkan kemajuan teknologi kesehatan dan informasi. Dengan
demikian, diperlukan perlindungan hukum dalam menyelenggarakan pelayanan abortus yang
aman untuk menjamin hak perempuan dalam menentukan fungsi reproduksi dan peran
reproduksi tubuhnya sendiri. Penelitian menunjukkan bahwa dilegalkannya abortus aman di

20
sebuah negara justru berperan dalam menurunkan angka kejadian abortus itu sendiri. Mungkin
salah satunya karena efektivitas konseling pasca abortus yang mewajibkan pemakaian
kontrasepsi bagi mereka yang masih aktif seksual namun tidak ingin mempunyai anak untuk
jangka waktu tertentu. Selain itu juga ditunjang oleh efektivitas alat kontrasepsi itu sendiri yang
hampir mencapai 100% sehingga mengurangi angka kehamilan tidak diinginkan yang berakhir
pada tindak abortus.

Held dan Adriaansz mengemukakan hasil meta-analisis tentang kelompok risiko tinggi
terhadap kehamilan yang tidak direncanakan dan abortus tidak aman berdasarkan persentasenya,
yaitu:
1) kelompok unmet need dan kegagalan kontrasepsi (48%);

2) kelompok remaja (27%);

3) kelompok praktisi seks komersial;

4) kelompok korban perkosaan, incest dan perbudakan seksual (9%).

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa ternyata kelompok unmet need dan
gagal KB merupakan kelompok terbesar yang mengalami kehamilan tidak direncanakan
sehingga konseling kontrasepsi merupakan salah syarat mutlak untuk dapat mengurangi kejadian
abortus, terutama abortus berulang, selain faktor lainnya. Konseling kontrasepsi bertujuan untuk
membantu klien memilih salah satu kontrasepsi yang sesuai bagi mereka, dalam kaitannya
dengan risiko fungsi reproduksi dan peningkatan kualitas kesehatan. Pada intinya, konseling ini
akan memberi informasi bagi klien tentang: 1) Kemungkinan menjadi hamil sebelum datangnya
menstruasi berikut, 2) Adanya berbagai metode kontrasepsi yang aman dan efektif untuk
mencegah atau menunda kehamilan, 3) Dimana dan bagaimana mereka mendapatkan pelayanan
dan alat kontrasepsi.

Ditinjau dari segi agama, terutama agama Islam, tidak ada satupun ayat didalam Al-
Quran yang menyatakan bahwa abortus boleh dilakukan oleh umat Islam. Sebaliknya, banyak
sekali ayat-ayat yang menyatakan bahwa janin dalam kandungan sangat mulia. Dan banyak ayat-
ayat yang menyatakan bahwa hukuman bagi orang-orang yang membunuh sesama manusia
adalah sangat mengerikan.

21
BAB III

KESIMPULAN

Banyak orang yang melakukan aborsi dengan alasan-alasan tertentu. Sebagian besar
orang yang melakukan abortus adalah karena alasan kesehatan, ekonomi, sosial. Melakukan
aborsi apapun alasannya mengandung suatu persoalan yang mengancam keselamatan dan
kesehatan ibu, yang lebih parah adalah resiko gangguan psikologis.

Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan
dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat
terhadap keadaan mental seorang wanita. Semua agama sangat tidak berkenan atas
pembunuhan seperti yang dilakukan dalam tindakan aborsi, karena ini adalah kejahatan yang
terbesar. Hidup manusia dari dalam kandungan itu layak untuk mendapatkan segala usaha untuk
memastikan kelahirannya. Kelahiran seorang bayi adalah anugerah yang teramat luar biasa dari
Allah. Aborsi menjadi fenomena dan problem sosial yang telah menjadi budaya di masyarakat.
Aborsi hukumnya haram dan merupakan tindakan kriminal atau jarimah, kecuali dalam
kondisi darurat/indikasi medis, Walaupun aborsi dilarang secara undang- undang tapi banyak
yang melakukannya secara sembunyi-sembun

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Abdul Mun’im Idries. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik (Edisi Pertama). Jakarta.
Binarupa Aksara

2. Chadha, PV. Abortus dalam Catatan Kuliah Ilmu Forensik dan Toksikologik. 1995. Jakarta :
Widya Medika. 91 – 9.
3. Prawirohardjo, Sarwono. 2002.Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

4. Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 246.

5. Varney, Helen, dkk. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC, 604-605.

6. Walsh, Linda V. 2008. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC, 447-449.

7. Kontroversi Seputar Aborsi, available at http ://www.kesrepro.info.gendervaw/Mei/


2003/gendervaw 02. htm, accessed on may 2, 2004

8. Pradono, Julianty et al. Pengguguran yang Tidak Aman di Indonesia, SDKI 1997. Jurnal
Epidemiologi Indonesia. Volume 5 Edisi I-2001. hal. 14-19Adami Chazawi. 2002. Kejahatan
Terhadap Tubuh dan Nyawa. Jakarta. Raja Grafindo Persada

9. World Health Organization.Unsafe Abortion: Global and Regional Estimates of Incidence of


and Mortality due to Unsafe Abortion with a Listing of Available Country Data. Third Edition.
Geneva: Division of Reproductive Health (Technical Support) WHO, 1998.

10. Cunningham, Gary, F. dkk. 2006. Obstetri Williams Vol. 2. Jakarta: EGC, 951-964.

11. Wiknjosastro, Hanifa. Gangguan Bersangkutan dengan Konsepsi dalam Ilmu Kandungan.
Edisi kedua. 1999. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiohardjo. 246 – 9

12. Apuranto, H dan Hoediyanto. 2006. Ilmu Kedokteran Forensik Dan Medikolegal. Surabaya:
Bag. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran UNAIR

23
13. Hamzah, Andi, Dr.SH., 1984, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Ghalia Indonesia,
Jakarta.

14. Hanafiah, M. Yusuf., Prof.Dr.SPOG & Amri Amir, Dr.SpF., 1999, Etika Kedokteran
&Hukum Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

15. Abbas Syauman. 2004. Hukum Aborsi Dalam Islam. Jakarta. Cendekia Sentra Muslim

24

Você também pode gostar