Você está na página 1de 39

BAB I

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS
Nama : Ny.P
Usia : 51 tahun
Alamat : Bendan Duwur RT 03/ RW 01, Gajah Mungkur,
Semarang
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Tanggal Masuk : 19 Februari 2015
Tanggal Keluar : 23 Februari 2015
Bangsal Perawatan : Cempaka

B. ANAMNESA
1. Keluhan Utama : Nyeri pada pangkal paha kiri
2. Keluhan tambahan : Nyeri saat digerakkan
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli orthophaedic RST dr.Soedjono rujukan dari RST
Semarang dengan keluhan nyeri pangkal paha kiri sejak 2 minggu SMRS.
Terdapat riwayat terjatuh saat berjalan 2 minggu SMRS. Saat terjatuh
posisi pasien miring ke kiri. Keluhan mual, muntah dan nyeri kepala
disangkal oleh pasien.
4. Riwayat Penyakit Dahulu :
Hipertensi disangkal, DM disangkal. Pasien tidak memiliki alergi terhadap
obat-obatan.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Primary Survey
A: Clear
B: Spontan, RR 22 x/menit
C: TD 130/80 mmHg, N 88 x/menit, Suhu 36,7 ˚C.

1
D: GCS 15 (E4M6V5), compos mentis
2. Status Generalis
a. Kepala : Normocephal
b. Mata :
 Konjungtiva/Sklera : Conjungtiva Anemis -/-, Sklera Ikterik -/-,
 Kornea : Jernih pada kedua mata kanan dan kiri
 Pupil : Isokor +/+, refleks cahaya +/+
c. THT :
 Telinga : Lubang telinga lapang , cairan (-), darah(-)
 Bibir : Vulnus(-), hematom (-)
 Hidung : Deformitas (-/-), sekret (-/-)
 Tenggorokan : Hiperemis (-), Tonsil T0 – T0
d. Leher : trakea terletak di tengah, tidak ada deviasi, tidak
ada luka
e. Thoraks :
 Bentuk : Tidak ada kelainan, jejas (-)
 Pergerakan : Pergerakan hemithorax kiri dan kanan simetris
dalam keadaan statis dan dinamis
f. Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis teraba, tidak kuat angkat
 Perkusi :
- Batas kanan atas : ICS II LPS dekstra
- Batas kiri atas : ICS II LPS sinistra
- Batas kanan bawah : ICS IV LPS dekstra
- Batas kiri bawah : ICS V LMC sinistra
 Auskultasi : Bunyi jantung I – II murni reguler, murmur (-),
gallop (-)
g. Paru
Inspeksi : Pergerakan dada simetris, statis dan dinamis

2
Palpasi : Fremitus vokal : kanan = kiri
Perkusi : Perkusi sonor pada seluruh lapang paru kanan dan
kiri
Auskultasi : Suara nafas vesikular pada lapang paru kanan dan
kiri, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
h. Abdomen
Inspeksi : Perut datar, jejas (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Defans muscular (-), nyeri tekan epigastrium (-)
 Hepar : Tidak teraba pembesaran
 Lien : Tidak teraba pembesaran
Perkusi : Tympani, Nyeri ketuk (-)

3. Status Lokalis (Regio Femoralis Sinistra)


Look : Tampak deformitas (+)
Feel : Nyeri (+), teraba a. Poplitea, a. dorsalis pedis, akral hangat
Move : Range of Movement terbatas

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Radiologi

Foto pelvis AP
Kesan : Fraktur Collum Femur Sinistra

3
D. DIAGNOSIS
Fraktur collum femur sinistra

E. PLANNING

Pro operasi ganti sendi hip sinistra

F. MONITORING DAN EDUKASI

Monitoring
• Keadaan umum, tanda vital, perbaikan tanda dan gejala, pola makan, hasil
pemeriksaan penunjang, kondisi luka operasi, perbaikan movement.
Edukasi
• Penjelasan mengenai penyakit dan prognosisnya, minum obat teratur,
makanan tinggi protein, vitamin dan mineral, menjaga kebersihan luka,
cukup istirahat, tenangkan pikiran.

G. PROGNOSIS
• Quo ad vitam : dubia ad bonam
• Quo ad sanam : dubia ad bonam
• Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

H. FOLLOW UP
Pre op Kamis, 19 Februari 2015
S : nyeri pangkal paha kiri (+), mual (-), muntah (-), BAB (N),
BAK(N),
O : SG : dbn (TD : 130/80 mmHg); Status Lokalis 
Look = deformitas (+)
Feel = Nyeri (+), teraba a. Poplitea, a. dorsalis pedis, akral hangat
Move = ROM terbatas
A: Fraktur Collum Femur Sinistra
P : Pro op ganti sendi hip sinistra, puasa 6 jam, kalfoxim 1gr, skin test

4
Laboratorium pre op
Tanggal 19 Februari 2015
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
- WBC 10.4 x 103/µl 4.0 – 10.0
- RBC 5.50 x 106/µl 3.50 – 5.50
- HGB 13.9 gr/dL 11.0 – 15.0
- HCT 42.6 % 36.0 – 48.0
- PLT 596 x 103/µl 150 – 450
- PCT 0.54 % 0.10 – 0.20
- CT 4 Menit
- BT 2 Menit
- GDS 66 mg/dL 70 – 115
- Ureum 22 mg/dL 17 – 43
- Creatinin 0.7 0.670 – 1.300
- SGOT 29 U/L 0.000 – 37.00
- SGPT 36 U/L 0.000 – 41.00

Pelaksaanaan Operasi ganti sendi Hip sinistra (20 Februari 2015)

5
Instruksi Post Op
- Infus RL 20-30 tpm
- Inj. Ketesse 3x1 amp.
- Inj. Kalnex 2x 500g
(Obat jika sudah habis diganti oral)
- Tambah VIP Albumin 2x1 sachet
- Tambah DCM Forte 2x1 tablet
- Boleh makan/minum setelah operasi
- Foto ulang : Pelvis AP
- Mobilisasi bertahap : besok mulai duduk

Kesan RO Post Op I:
Terpasangnya AMP di femur
sinistra, posisi baik.

6
Post op Hari + 1 Tanggal 21 Februari 2015
S O A P
- Nyeri bekas op (+).  Keadaan Umum : sakit sedang. Post op ganti sendi Hip  Terapi lanjut
 Kesadaran : E4V5M6 sinistra H+1  Mobilisasi pelan-
 Tanda Vital pelan : setengah
o TD : 120/60 mmHg duduk-duduk
o N : 80 x/menit  Besok mulai untuk
o RR : 20 x/menit duduk
o S : 36,70 C  Dilatih jalan pakai

 Kepala dan leher walker

o Ca : -/-
o Si : -/- Monitoring

 Thoraks  Keadaan umum

Jantung :  Tanda vital

o I : Iktus kordis tidak tampak.


o P : Iktus kordis tidak kuat angkat. 

o P : Batas jantung dalam batas normal.


o A : S2 = S1, reguler, murmur (-).
Paru :

7
o Inspeksi : Simetris kanan-kiri.
o Palpasi : Vokal fremitus +/+.
o Perkusi : Sonor +/+.
o Auskultasi : SDV +/+, Rh -/-, Wh -/-.
 Abdomen :
o I : Datar
o A : Bising usus (+).
o P : Supel, jar parut (-), nyeri tekan (-), hepar
dan lien tidak teraba adanya pembesaran.
o P: Timpani.
 Ekstremitas :
Status lokalis :
L : terdapat luka tertutup perban post operasi,
darah (-), pus (-)
F :Nyeri tekan (+), a. poplitea teraba
M : ROM terbatas

8
Post op Revisi Hari + 2 Tanggal 22 Februari 2015
S O A P
- Nyeri bekas op (+)  Keadaan Umum : sakit sedang. Post op ganti sendi  Terapi lanjut
berkurang.  Kesadaran : E4V5M6 Hip sinistra H+2  Monitoring :
 Tanda Vital  Keadaan umum
o TD : 120/60 mmHg  Tanda vital
o N : 80 x/menit  Program fisioterapi
o RR : 20 x/menit
o S : 36,70 C 
 Kepala dan leher
o Ca : -/-
o Si : -/-
 Thoraks
Jantung :
o I : Iktus kordis tidak tampak.
o P : Iktus kordis tidak kuat angkat.
o P : Batas jantung dalam batas normal.
o A : S2 = S1, reguler, murmur (-).
Paru :

9
o Inspeksi : Simetris kanan-kiri.
o Palpasi : Vokal fremitus +/+.
o Perkusi : Sonor +/+.
o Auskultasi : SDV +/+, Rh -/-, Wh -/-.
 Abdomen :
o I : Datar
o A : Bising usus (+).
o P : Supel, jar parut (-), nyeri tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba adanya pembesaran.
o P: Timpani, asites (-).
 Ekstremitas :
Status lokalis :
L : terdapat luka tertutup perban post operasi, darah
(-), pus (-)
F :Nyeri tekan (+),a. poplitea teraba
M : ROM terbatas

10
Post op Revisi Hari + 3 Tanggal 23 Desember 2014
S O A P
- Nyeri bekas op (-).  Keadaan Umum : baik. Post op ganti sendi  Aff DC
- Sudah bisa duduk  Kesadaran : E4V5M6 Hip sinistra H+3  Latihan jalan pakai
sendiri.  Tanda Vital walker
o TD : 130/80 mmHg  Terapi Lanjut
o N : 80 x/menit  Bila sudah bisa jalan
o RR : 20 x/menit pakai walker boleh
o S : 36,70 C pulang
 Kepala dan leher
o Ca : -/- 
o Si : -/-
 Thoraks
Jantung :
o I : Iktus kordis tidak tampak.
o P : Iktus kordis tidak kuat angkat.
o P : Batas jantung dalam batas normal.
o A : S2 = S1, reguler, murmur (-).
Paru :

11
o Inspeksi : Simetris kanan-kiri.
o Palpasi : Vokal fremitus +/+.
o Perkusi : Sonor +/+.
o Auskultasi : SDV +/+, Rh -/-, Wh -/-.
 Abdomen :
o I : Cembung.
o A : Bising usus (+).
o P : Supel, jar parut (-), nyeri tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba adanya pembesaran.
o P: Timpani, asites (-).
 Ekstremitas :
Status lokalis :
L : terdapat luka tertutup perban post operasi, darah
(-), pus (-)
F :Nyeri tekan (+), a. radialis teraba
M : ROM terbatas

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI HIP JOINT


Os femur merupakan os longum yang merupakan tulang terpanjang didalam
tubuh kita. Femur atau tulang paha adalah tulang terpanjang dari tubuh. Tulang itu
bersendi dengan asetabulum dalam formasi persendian panggul yang disebut dengan
hip joint. Hip joint pada manusia terdiri dari tiga bagian utama, yaitu: femur,
femoral head, dan rounded socked.

Pada bagian Os femur terdapat dua bagian yang sangat terkait dalam
pergerakan sendi Hip Joint, bagian itu adalah :
A. Caput femur
Caput femur merupakan tulang yang berbentuk setengah bola
dilapisi hyalin cartilage, kedistal sebagai collum femoris (sering
fraktur), kedistal terdapat trochanter mayor dan minor, selanjutnya
kedistal sebagai (shaff of) femur.

B. Collum Femur

Collum femur merupakan processus tulang yang berbentuk


piramidal yang menghubungkan corpus dengan caput femur dan
membentuk sudut pada bagian medial. Sudut terbesar terjadi pada saat

13
bayi dan akan berkurang seiring dengan pertumbuhan, sehingga pada
saat pubertas akan membentuk suatu kurva pada aksis corpus kurva.
Pada saat usia dewasa, collum femur membentuk sudut sebesar 1250
dan bervariasi tergantung pada perkembangan pelvis wanita lebih
besar.
Ada beberapa ligament pembentuk hip joint, dimana ligamen-ligament ini
sangat kuat sebagai penyambung antara acetabulum dan caput femur. Ada lima
ligament terkuat pada hip joint, antara lain :
1. Ligamentum Capitis Femoris
Ligament ini diliputi oleh membran sinovial yang terbentang dari fosa
acetabuli dimana terdapat bantalan lemak menuju ke caput femoris, selain
itu ligament ini mengandung arteria yang menuju caput femoris yang
datang dari r.acetabuli arteria abturatoria. Caput femoris disuplai oleh A
circumfleksa medialis dan A circumfleksa lateralis.
2. Ligamentum Pubofemoral
Berasal dari crista obturatoria dan membrana obturatoria yang
berdekatan. Ligament ini memamcar kedalam capsula articularis zona
orbicularis pada khususnya melanjukan diri melalui jalan ini ke femoris.
3. Tranverse Acetabulum Ligament
Ligament ini berfungsi menjembatani incisura acerabuli dan seluruh
permukaan caput femoris.
2. Iliofemoral Ligament
Berasal dari spina iliaca anterior inferior dan pinggiran acetabulum
serta membentang ke linea intertrochanterica. Ligament ini mempunyai
daya rengang sebesar 350 kg.
3. Ischiofemoral Ligament
Berasal dari ischium di bawah dan berjalan hampir horizontal
melewati collum femoris menuju ke perlekatan pars lateralis ligament
iliofemoral. Ligamnet ini mencegah rotasi medial paha.

14
Hip merupakan sendi Ball and Socked joint sehingga gerakan sendinya sangat
luas kesegala arah, adapun gerakan yang terjadi pada hip joint adalah :
a. Fleksi
- M. Iliacus
- M. Psoas mayor
- M. Sartorius
b.Ekstensi
- M. Gluteus Maksimus
- M. Semitendinosus
- M. Semimembrannosus
- M. Biceps Femoris
c. Abduksi
- M. Gluteus medius
- M. Gluteal Minimus
- M. Tensor Facia Latae
d. Adduksi
- M. Adductor Magnus
- M. Adductor longus
- M. Adductor brevis
- M. Pectineus
- M. Gracilis

15
e. Medial rotasi
- M. Tensor facia latae
- M. Gluteaus minimus
- M. Gluteus medius

f. Lateral rotasi
- M. Piriformis
- M. Gemellus superior
- M. Obturator internus
- M. Obturator Eksternus
- M. Quadrratus femoris

B. FRAKTUR COLLUM FEMUR


1. Definisi

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan


tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis baik bersifat total ataupun
parsial yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan, sering
diikuti oleh kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat,
mengenai pembuluh darah, otot dan persarafan. Trauma yang menyebabkan
tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung.
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi
fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung, apabila trauma
dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh
dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula, pada
keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.

Fraktur collum femur adalah fraktur yang terjadi diantara ujung


permukaan articular dari caput femur dan regio intertrochanterica. Fraktur
collum femur merupakan jenis fraktur yang sering terjadi pada lanjut usia (
>70 tahun). Fraktur ini banyak terjadi pada orang ras Kaukasian, wanita, dan

16
pada orang dengan osteoporosis. Faktor risiko lainnya adalah adanya penyakit
yang mengakibatkan kelemahan atau penurunan kekuatan tulang, seperti
osteomalasia, diabetes mellitus, stroke, dan konsumsi alcohol. Selain itu,
orang lanjut usia sering kali memiliki otot-otot yang lebih lemah dan
keseimbangan yang kurang baik sehingga memiliki tendensi yang lebih tinggi
untuk jatuh yang mengakibatkan fraktur collum femur ini.

2. Faktor Risiko

Insidensi fraktur kolum femur meningkat sejalan dengan meningkatnya


usia; insidensi tertinggi terjadi pada usia antara 70 – 80 tahun. Fraktur ini
terjadi lebih sering pada wanita dibandingkan dengan laki-laki, yakni dengan
rasio sekitar 5 : 1. Hal ini dikarenakan arsitektur dari upper end of femur
sehubungan dengan osteoporosis dimana prevalensinya lebih tinggi pada
wanita dibandingkan laki-laki. Lesi ini jarang terjadi pada orang yang
menderita osteoarthritis pada panggulnya.

3. Klasifikasi
a. Berdasarkan Letak Anatomis

Berdasarkan lokasi anatomis dari garis frakturnya, fraktur collum


femur diklasifikasikan menjadi dua bagian besar, yaitu fraktur intracapsular
dan fraktur ekstracapsular.

Gambar : Klasifikasi Fraktur Femur Bagian Proksimal


(A) Fraktur Intracapsular, (B) Fraktur Ekstracapsular

17
Fraktur collum femur meliputi:
a. Fraktur intracapsular

Fraktur intracapsular disebut juga sebagai fraktur letak tinggi collum


femur. Pada kelompok ini, fragmen proksimal sering kehilangan bagian
pembuluh darahnya dan oleh karena itu, penyatuan kembali (union) fraktur
sangatlah sulit. Frakturintracapsular diklasifikasikan lagi berdasarkan daerah
collum femur yang dilalui oleh garis fraktur, antara lain:

1. Subcapital
Garis frakturnya melintasi collum femur tepat di bawah caput femur.
2. Transcervical
Garis fraktur biasanya melewati setengah panjang collum femur.
Seperti pada fraktursubcapital, bila terjadi displaced pada fraktur, caput
femur biasanya akan kehilangan suplai darahnya dan ikut mengalami
kerusakan. Oleh karena itu, pada penanganan sebagian besarfraktur ini
juga harus dilakukan penggantian caput femur dengan implantasi metal,
daripada berusaha menyatukan fraktur yang sulit sembuh dan akhirnya
menjadi kolaps.

3. Basilar (basiservikal)
Garis frakturnya melintasi bagian basis collum femur. Jenis fraktur ini
berada pada perbatasan collum femur sehingga sempat diperdebatkan
apakah termasuk frakturintracapsular atau fraktur ekstracapsular. Pada
daerah ini mempunyai suplai darah yang baik dan bila terjadi fraktur disini
tidak mungkin mempengaruhi viabilitas dari caput femur. Biasanya fraktur
ini ditangani dengan internal fixation, sering hasilnya baik.

18
b. Fraktur ekstracapsular
Fraktur yang terjadi pada daerah intertrochanteric dan daerah
subtrochanteric.
1. Fraktur intertrochanteric
Garis fraktur melintang dari trochanter mayor ke trochanter minor.
Resiko untuk terjadinya komplikasi non-union dan nekrosis avaskular
pada tipe fraktur ini sangat kecil jika dibandingkan dengan resiko pada
fraktur intracapsular.
Fraktur dapat terjadi akibat trauma langsung pada trochanter
mayor atau akibat trauma tidak langsung yang menyebabkan twisting pada
daerah tersebut.

Berdasarkan klasifikasi Kyle (1994), fraktur intertrochanteric dapat


dibagi menjadi 4 tipe menurut kestabilan fragmen-fragmen
tulangnya.Fraktur dikatakan tidak stabil jika:

1. Hubungan antarfragmen tulang kurang baik.


2. Terjadi force yang berlangsung terus menerus yang menyebabkan
displaced tulang menjadi semakin parah.
3. Fraktur disertai atau disebabkan oleh adanya osteoporosis.

19
2. Subtrochanteric
Fraktur ini biasanya terjadi pada orang usia muda yang disebabkan
oleh trauma berkekuatan tinggi atau pada orang lanjut usia dengan
osteoporosis atau penyakit-penyakit lain yang mengakibatkan
kelemahan pada tulang.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada fraktur ini, antara
lain:

1. Perdarahan cenderung lebih massif dibandingkan perdarahan


pada fraktur collum femur lainnya. Hal ini terjadi karena pada
daerah subtrochanteric terdapat anastomosis dari cabang-cabang
arteri femoral bagian medial dan lateral.
2. Fragmen fraktur dapat terekstensi ke region intertrochanteric
yang mungkin menyulitkan pelaksanaan internal fixation.
3. Bagian proksimal mengalami abduksi, eksorotasi, dan fleksi
akibat psoas sehingga corpus femur harus diposisikan
sedemikian rupa untuk menyamai posisi tersebut. Jika tidak,
maka resiko untuk terjadinya non-union atau malunion akan
sangat tinggi..

Pada X-ray dapat ditemukan gambaran-gambaran fraktur yang


perlu diperhatikan sebagai suatu bentuk warning sign.

(a) Comminution,
dengan ekstensi ke fossa
piriformis
(b) Displacement pada
fragmen medial, termasuk
trochanter minor
(c) Lytic lesion pada
femur

20
b. Klasifikasi Menurut Garden

Klasifikasi fraktur collum femur intracpsular ini banyak digunakan


sejak tahun 1961. Garden mengklasifikasikannya secara simple dan logis
berdasarkan berbagai stadium dari displacement yang terlihat pada foto x-ray
sebelum tereduksi. Fraktur collum femur dibagi menjadi 4 stadium
berdasarkan derajat displacement dari fragmen fraktur.

Klasifikasi ini juga memberikan informasi yang jelas tentang derajat


kehancuran korteks posterior dan inferior dan apakah retinakulum posterior
masih menempel atau tidak (stuktur dimana pembuluh darah utama menuju ke
caput femoris) dan membantu dalam menentukan prognosis dari setiap
stadium fraktur yang terjadi.

 Stadium I :

Pada fraktur collum femur stadium I akan ditemukan:

1. Fraktur inkomplet pada collum

2. Eksternal rotasi dari fragmen distal

3. Fragmen proksimal di dalam valgus

4. Trabekula tulang medial dari caput membuat sudut lebih dari


180o dengan korteks medial dari femur.

Bila fraktur ini tidak di fiksasi ke posisi semula, maka akan


menjadi fraktur komplet dan memberikan gambaran fraktur pada stadium
II, III, atau IV, tergantung dari eksorotasi pada fragmen-fragmen distal.
Merupakan fraktur stabil dengan prognosis yang baik.

 Stadium II :

Pada stadium II ini akan ditemukan:

21
1. Fraktur oblik komplet melalui collum

2. Fragmen kapital tidak displaced

3. Fragmen distal pada posisi yang normal dengan fragmen proximal

4. Trabekula medial pada caput membuat sudut sekitar 160o dengan


korteks femur medial

Rotasi lateral pada fragmen distal dapat menyebabkan pergeseran


fragmen, yang menyebabkan fraktur menjadi stadium III atau Korteks
posterior dari femur masih belum kolaps dan retinaculum posterior masih
intact.Fraktur ini stabil dan mempunyai prognosis yang baik.

 StadiumIII :

Pada stadium III ini akan ditemukan:

1. Fragmen distal berotasi ke arah lateral

2. Fragmen proximal miring ke varus dan berotasi ke arah medial

3. Trabekula medial dari caput tidak pada tempatnya pada pelvis

Korteks posterior collum tidak kolaps; retinakulum posterior masih


intact memegang fragmen-fragmen bersama, tapi masih bisa
terluka.Rotasi ke arah lateral yang lebih jauh dari fragmen distal akan
membuat fraktur ini menjadi stadium IV. Fraktur ini, bila dapat ditangani,
dapat menjadi fraktur stabil dengan prognosis yang baik.

 Stadium IV :

Pada stadium IV ini akan ditemukan:

22
1. Fragmen kapital terpisah sempurna dari fragmen distal dan kembali
ke posisi normalnya pada acetabulum; saat ini trabekula medial
berada pada tempatnya pada pelvis.

2. Fragmen distal berotasi lateral

3. Fragmen distal bergeser ke atas dan ke anterior ke fragmen proximal

Korteks posterior dari collum kolaps dan retinakulum posterior


stripped or torn dari bagian posterior collum femur.Fraktur ini sulit
ditangani dengan sempurna; dan bahkan bila reduksi tercapai, defek pada
korteks posterior membuatnya tidak stabil.Prognosis sangat buruk.

Gambar : klasifikasi fraktur menurut Garden

c. Klasifikasi Menurut Pauwell

Klasifikasi Pauwell berdasarkan besarnya sudut yang dibentuk


oleh garis fraktur dengan sumbu horizontal pada corpus femur, Pauwell
mengklasifikasikan fraktur collum femur, sebagai berikut:

 Tipe I :Garis fraktur membentuk sudut <30o dari sumbu horizontal.

23
 Tipe II :Garis fraktur membentuk sudut 30o – 50o dari sumbu
horizontal.
 Tipe III :Garis fraktur membentuk sudut >70o dari sumbu horizontal.

Gambar : Klasifikasi Pauwell

d. Klasifikasi Menurut Hence

Hence mengklasifikasikan fraktur collum femur intracapsular


menjadi 2 bagian besar dan lebih sederhana, yaitu:

1. Fraktur non-displaced

Fraktur tanpa disertai adanya pergeseran fragmen-fragmen tulang.

2. Fraktur displaced

Fraktur dengan disertai adanya pergeseran fragmen-fragmen


tulang, baik sebagian ataupun seluruhnya.

e. Klasifikasi Menurut Linton

Klasifikasi Linton membagi fraktur collum femur


intracapsularberdasarkan garis fraktur dan posisi fragmen-fragmen
tulangnya dengan pembagian sebagai berikut:

1. Stage I : frakturincomplete
2. Stage II : frakturcomplete, undisplaced

24
3. Stage III : frakturcomplete dengan displaced parsial
4. Stage IV : frakturcomplete dengan displaced total

4. Patologi

Caput femoris mendapat suplai darah dari tiga sumber, yaitu pembuluh
intramedula pada collum femur (arteri-arteri metafiseal inferior), pembuluh
servikal asendens pada retinakulum kapsular (arteri-arteri epifiseal lateralis);
dan pembuluh darah pada ligamentum kapitis femoris (arteri ligamentum
teres). Pasokan intramedula selalu terganggu oleh fraktur; pembuluh
retinakular juga dapat terobek kalau terdapat banyak pergeseran. Pada manula,
pasokan yang tersisa dalam ligamentum teres sangat kecil dan pada 20% kasus
tidak ada. Itulah yang menyebabkan tingginya insidensi nekrosis avaskular
pada fraktur collum femur yang disertai pergeseran.

Pada Fraktur trans-servikal yang bersifat intracapsular


penyembuhannya kurang baik karena:

1. Dengan robeknya pembuluh darah intrakapsul, cedera itu


melenyapkan persediaan darah utama pada caput
2. Tulang intra-articular hanya mempunyai periosteum yang tipis dan
tidak ada kontak dengan jaringan lunak yang dapat membantu
pembentukan kalus
3. Cairan sinovial mencegah pembekuan hematoma akibat fraktur itu.
Karena itu ketepatan aposisi dan impaksi fragmen tulang menjadi
lebih penting dari biasanya. Terdapat bukti bahwa aspirasi
hemartrosis dapat meningkatkan aliran darah dalam caput femoris
dengan mengurangi tamponade.

5. Diagnosa
Terdapat 3 situasi dimana fraktur collum femur dapat terlewatkan, kadang-
kadang dengan akibat yang menakutkan :
1. Fraktur-tekanan

25
Pasien lanjut usia dengan nyeri panggul yang tidak diketahui
mungkin mengalami fraktur tekanan; pemeriksaan sinar-X hasilnya
normal tetapi scan ulang akan memperlihatkan hot area.
2. Fraktur yang terimpaksi
Garis fraktur tidak terlihat, tapi bentuk caput dan collum
femoris berubah; selalu bandingkan kedua sisi.
3. Fraktur yang tidak nyeri
Pasien yang berada di tempat tidur dapat mengalami silent
fraktur.
a. Anamnesis

Anamnesis dasar harus ditanyakan seperti keluhan akhir-akhir ini


dan deskripsi lengkap dari keluhan tersebut. Seorang ahli harus
menanyakan pasien apakah gejala-gejala tersebut berhubungan dengan
olahraga tertentu ataukah pada aktivitas tertentu. Anamnesis aktivitas
secara komprehensif haruslah dilakukan, seperti perubahan aktivitas,
peralatan yang digunakan, intensitas, dan teknik yang dilakukan haruslah
dicatat. Beberapa hal penting yang perlu ditanyakan, antara lain:

1. Anamnesis mengenai riwayat menstruasi harus dilakukan juga


pada semua pasien wanita. Amenorrhea sering berhubungan
dengan penurunan level serum esterogen. Kurangnya
perlindungan esterogen dapat mencetus penurunan massa
tulang.
2. Kebiasaan makan yang buruk dapat menimbulkan gangguan
sistem endokrin, kardiovaskular, dan gastrointestinal dan dapat
menyebabkan kehilangan massa tulang yang irreversibel.
3. Kebanyakan seorang atlet mengatakan bahwa onset nyeri
yang sangat terjadi selama 2-3 minggu, dimana berhubungan
dengan perubahan segera pada aktivitas dan peralatan yang
digunakan. Secara khusus, seorang pelari (runners) selalu
menambah jarak dan intensitas lari mereka, mengubah medan

26
yang ditempuh, atau mengganti sepatu lari mereka. Disini,
seorang ahli tentunya harus menanyakan tentang catatan
latihan dan seberapa jauh jarak lari seorang atlet dengan
lengkap.
4. Pasien biasanya melaporkan riwayat nyeri yang bertambah
ataupun akut pada panggul depan,inguinal, atau lutut yang
bertambah berat bila beraktivitas.
5. Pemeriksa harus menanyakan apakah gejala-gejala tersebut
pernah terjadi di masa lalu, dan bila pernah, apakah pasien
pernah berusaha menggunakan es atau penghangat atau obat-
obat tertentu (seperti asetaminofen, aspirin, NSAID).

b. Pemeriksaan Fisik

Inspeksi

Pemeriksaan dimulai dengan observasi pasien.

1. Wajah tampak menahan sakit


2. Gaya berjalan pasien membuat pola tertentu
3. Pasien dengan displaced fraktur collum femur biasanya tidak dapat
berdiri atau biasanya dibawa dengan tempat tidur
4. Perhatikan puncak iliaca apakah ada perbedaan tinggi antara kiri dan
kanan, sehingga dapat ditentukan apakah tinggi dan fungsi dari kaki
kiri dan kanan berbeda
5. Alignment dan panjang dari ekstremitas biasanya normal; Namun,
gejala klasik pasien dengan displaced fraktur adalah ekstremitas
yang memendek dan dari luar tampak terputar. Pemeriksaan setiap
otot yang atrofi ataupun tidak simetris juga merupakan suatu hal
yang penting.

Palpasi

27
Menentukan setiap titik nyeri tekan di regio panggul dan inguinal
bagian depan

Range of Motion

Menentukan range of motion dari panggul dengan cara :

1. Fleksi
2. Ekstensi
3. Abduksi
4. Adduksi
5. Endorotasi
6. Eksternal fleksi dan ekstensi dari lutut

Hasilnya ditemukan nyeri dan keterbatasan gerak pasif pada panggul.

Gerakan ROM
Fleksi 120o
Ekstensi 30o
Abduksi 45 – 50o
Adduksi 20 – 30o
Endorotasi 35 – 45o
Eksorotasi 35 – 45o
Tabel : Range of Motion pada Sendi Panggul

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Radiologi

 Foto X-Ray

Foto polos biasa digunakan sebagai tindakan awal pada fraktur


panggul karena ini merupakan alat yang universal dan terdapat dimana-

28
mana. Tujuan utama pembuatan foto X-Ray adalah untuk menyingkirkan
fraktur dan mengindentifikasi letak dan luasnya fraktur.

Foto polos mempunyai sensitivitas yang rendah. Adanya formasi


tulang periosteal, sklerosis, kalus, atau garis fraktur memberi petunjuk
terjadinya stress fraktur; walaupun demikian, pemeriksaan radiologi foto
polos dapat memberikan gambaran normal pada pasien dengan
frakturcollum femur, dan perubahan radiografi tidak akan pernah berubah.

Tension fracture harus dibedakan dari compression fracture,


biasanya perbedaan terletak pada aspek inferior collum femur.
Pemeriksaan radiografi dapat menunjukkan garis fraktur pada aspek
superior dari collum femur, yang merupakan lokasi terjadinya tension
fracture.

Pemeriksaan radiologi standar pada panggul meliputi foto AP


(Antero-Posterior) dari panggul dan pelvis dan Foto Lateral. Bila fraktur
collum femur dicurigai, foto endorotasi dari panggul dapat membantu
mengindentifikasi fraktur yang non-displaced atau fraktur impaksi. Bila
dicurigai adanya fraktur panggul tetapi tidak terlihat pada pemeriksaan X-
ray standar, scanning tulang atau MRI harus dilakukan.

Gambar : Foto X-Ray FractureCollum Femur FractureSubcapital, Garden IV

29
 CT-Scan

CT-Scan berperan penting dalam mengevaluasi panggul setelah


terjadi fraktur. CT sangat baik dan berguna untuk abnormalitas tulang itu
sendiri. CT-Scan berguna untuk mendeteksi fraktur comminution
preoperatif dan mendeteksi seberapa jauh terjadinya penyatuan union
pada post operatif.

Gambar : CT ScanFracture Collum Femur Sinistra

 MRI (Magnetic Resonance Imaging)

MRI telah menunjukkan keakurasian pada kejadian fraktur yang


segera dan wajar dilakukan dalam waktu 24 jam setelah kejadian;
walaupun harganya mahal. MRI memiliki sifat sensitif dan spesifik pada
pendeteksian fraktur collum femur, karena dapat menunjukkan garis
fraktur dengan jelas dan adanya edema pada sumsum tulang. Kontras
Superior dari MRI dengan pulse yang teratur biasanya digunakan, resolusi
spasial intrinsik, dan kemampuan dalam membuat berbagai potongan
(coronal, axial, dan yang terjarang, sagittal) membuat MRI sebagai alat
penunjang yang sangat baik, khususnya pada stress fracture, yang pada
foto polos dapat memberikan gambaran yang normal.Dengan MRI, stress
fracture nampak sebagai fraktur yang berupa garis pada korteks yang
dikelilingi oleh daerah yang edema di kavitas medularis.

30
Gambar : MRI Fracture Collum Femur Sinistra

 Ultrasonografi (USG)

USG tidak memegang peranan penting pada evaluasi rutin fraktur


panggul. Walaupun demikian, USG masih digunakan dalam penelitian
untuk mengevaluasi derajat distensi pada kapsul sendi panggul setelah
terjadinya fraktur dan pada penelitian peningkatan tekanan intracapsular.
Sonogram dapat juga menggambarkan adanya hematoma intracapsular,
yang echogenik, yang dapat dibedakan secara jelas dengan cairan sinovial
(anechoic).

6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan fraktur collum femur harus dimulai secepat mungkin


setelah terjadinya trauma. Cegah semua pergerakan tungkai dan lakukan
imobilisasi. Hal ini sangat penting karena apabila kita mengangkat pasien dalam
posisi yang tidak tepat, makadapat mengubah fraktur simpel undisplaced menjadi
fraktur complete dan displaced.

Segera lakukan foto x-ray dengan posisi antero-posterior (AP) dan lateral.
Hasil x-ray akan dijadikan sebagai patokan atau acuan untuk menentukan kualitas
dan menentukan apa yang akan dilakukan terhadap fraktur yang terjadi .Bila
memungkinkan, lakukan reduksi dan fiksasi pada fraktur pada 12 jam pertama
dan tidak melebihi 24 jam; perlu diingat bahwa insidensi nonunion akan lebih

31
rendah jika pasien dioperasi dalam 12 jam pertama daripada yang dioperasi
setelah 48 jam.

Prinsip terapi adalah reduksi yang tepat, fiksasi secara erat dan aktivitas
dini. Bila pasien dibawah anestesi, panggul dan lutut diflexikan dan paha yang
mengalami fraktur ditarik keatas, kemudian dirotasikan secara internal, lalu
diektensikan; akhirnya diikatkan pada footpiece. Pengawasan dengan sinar-X
(sebaiknya dengan penguat) digunakan untuk memastikan reduksi pada foto
antero-posterior dan lateral.

Sejak hari pertama pasien harus duduk di tempat tidur atau kursi. Dia
dilatih untuk melakukan latihan pernapasan, dianjurkan berusaha berdiri sendiri
dan mulai berjalan (dengan alat penopang) secepat mungkin.

Pada pasien lanjut usia dengan klasifikasi fraktur Garden I atau II juga
dapat dilakukan parallel cannulated screw fixation, walaupun hal ini biasanya
dilakukan secara in situ. Hemiarthroplasty merupakan prosedur yang dipilih pada
pasien usia lanjut dengan displaced fraktur collum femur. Level aktivitas pasien
sebelumnya juga sangat penting dalam menentukan tipe hemiarthroplasty yang
akan dilakukan.

Independent ambulator berguna pada cemented hemiarthroplasty, karena


nyeri setelah operasi dan hilangnya komponen sangat minimal pada pendekatan
ini. Hemiarthroplasty merupakan pendekatan yang paling sering dilakukan pada
pasien dengan posisi lateral dekubitus. Setelah insisi dibuat dan terlihat otot,
caput femorus diekstrasi dan collum femur dipotong untuk penempatan
protesisnya.

Ada berbagai macam prostetik yang dapat digunakan, dari alat yang
unipolar (Austin-Moore Protesis) sampai bipolar. Kebanyakan dari protesis ini
disemen; walupun demikian, pada pasien lanjut usia, yang biasanya mempunyai
penyakit kardiopulmonal, penekanan yang berlebihan dari semen haruslah
dihindari untuk mencegah komplikasi metabolik dan mekanik lebih lanjut.

32
Gambar : Tata Laksana Fracture Collum Femur dengan Protesis

7. Komplikasi
a. Komplikasi Umum

Pasien yang mengalami fraktur collum femur, yang sebagian besar


merupakan orang lanjut usia, beresiko untuk mengalami komplikasi yang umum
terjadi pada semua penderita fraktur, di mana mereka mengalami proses
imobilisasi yang cukup lama. Komplikasi umum akibat imobilisasi yang cukup
lama ialah terjadinya :

- Deep vein thrombosis


- Emboli pulmonal
- Pneumonia
- Ulkus dekubitus

Walaupun saat ini penangan paska operasi sudah sangat berkembang,


angka mortalitas pada orang lanjut usia masih mencapai 20%, yang terjadi
dalam 4 bulan pertama setelah trauma. Pada pasien-pasien berusia lebih dari
80 tahun yang dapat bertahan hidup, hampir setengahnya tidak dapat berjalan
seperti saat sebelum trauma.

33
b. Nekrosis Avaskular

Nekrosis caput femur akibat proses iskemik terjadi pada 30% pasien yang
mengalami fraktur displaced dan pada 10% pasien dengan fraktur undisplaced.
Komplikasi ini belum dapat didiagnosis atau diketahui pada saat awal terjadinya
fraktur. Setelah beberapa minggu setelah terjadinya fraktur, melalui pemeriksaan
bone scan, baru mulai tampak dan ditemukan adanya gangguan vaskularisasi
tersebut. Pada pemeriksaan X-ray, perubahan vaskularisasi ini bahkan baru dapat
terdeteksi beberapa bulan atau beberapa tahun setelah diagnosis fraktur.

Nekrosis caput femur ini akan menimbulkan keluhan rasa nyeri dan
hilangnya fungsi struktur tersebut yang bersifat progresif, yang semakin lama
akan semakin memburuk jika tidak segera ditangani. Metode tata laksana yang
dipilih pada pasien berusia lebih dari 45 tahun untuk mengatasi komplikasi ini
ialah dengan total joint replacement. Sedangkan pada pasien dengan usia yang
lebih muda, tata laksana yang akan digunakan masih menjadi kontroversi. Terapi
core decompression tidak dapat digunakan pada kasus osteonekrosis traumatik
ini, sedangkan terapi realignment atau rotational osteotomy dapat dilakukan pada
pasien dengan segmen nekrosis yang relatif tidak terlalu luas.Terapi arthrodesis
juga banyak dikemukakan sebagai salah satu pilihan terapi, tetapi pada
prakteknya sangat jarang dilakukan.

c. Non-Union

Lebih dari 30% kasus fraktur collum femur mengalami kegagalan untuk
menyatu kembali dan resiko ini akan semakin meningkat pada fraktur-fraktur
dengan displaced yang parah. Ada beberapa penyebab terjadinya komplikasi ini,
antara lain karena suplai darah yang kurang baik, reduksi yang tidak sempurna,
fiksasi yang tidak adekuat, dan adanya tardy healing yang merupakan ciri khas
fraktur intra-articular. Pada komplikasi non-union, pasien akan mengeluhkan rasa
nyeri, tungkai yang mengalami fraktur tampak lebih pendek dari tungkai yang
sehat, dan mengalami kesulitan untuk berjalan. Hal ini dikonfirmasi melalui

34
pemeriksaan X-ray yang juga menunjukkan hasil penyatuan tulang yang kurang
baik atau tidak berhasil.

Metode terapi yang digunakan untuk mengatasi komplikasi ini sangat


bergantung pada penyebab non-union ini terjadi dan dengan mempertimbangkan
usia pasien. Pada pasien dengan usia yang relatif masih muda, ada tiga pilihan
metode terapi yang dapat digunakan, antara lain:

1. Jika garis fraktur hampir vertikal dengan caput femur yang masih baik, dapat
dilakukan subtrochanteric osteotomy dengan fiksasi internal untuk mengubah
garis fraktur agar sudutnya menjadi lebih horizontal.
2. Jika terdapat masalah pada teknik reduksi atau fiksasi, tanpa adanya tanda-
tanda nekrosis, dapat dilakukan pencabutan screw, reduksi fraktur, memasang
screw yang baru dengan cara yang tepat, dan memasang bone graft di
sepanjang garis fraktur. Bone graft dapat diambil misalnya dari segmen
tulang fibula.
3. Jika terjadi nekrosis pada caput femur tanpa adanya gangguan pada
persendian, metode yang dapat dilakukan ialah dengan prosthetic
replacement. Namun, jika disertai dengan gangguan pada persendian, makan
harus dilakukan total replacement.

Sedangkan pada pasien lanjut usia, ada dua prosedur yang mungkin dapat
dilakukan, yaitu:

1. Jika nyeri yang timbul sangat berat dan mengganggu, maka caput femur, baik
mengalami nekrosis avaskular ataupun tidak, harus segera diangkat dan
diganti melalui prosedur total joint replacement.
2. Jika pasien berusia sangat tua, tidak lagi menjalani aktivitas fisik secara aktif,
dan nyeri yang timbul tidak terlalu berat, maka hanya dengan penggunaan
raised heel dan stout stick atau elbow crutch biasanya sudah dapat mengatasi
komplikasi ini.

35
d. Osteoartritis

Nekrosis avaskular yang terjadi pada caput femur, setelah beberapa tahun
kemudian, dapat menyebabkan timbulnya osteoartritis sekunder pada panggul.Jika
terdapat gangguan berat pada pergerakan sendi dan kerusakan telah meluas hingga
permukaan articular, maka perlu dilakukan total joint replacement.

C. AUSTIN MOORE PROTHESA


1. Definisi
Austin Moore Prothesa adalah operasi dengan mengganti atau memindahkan
hanya satu dari permukaan sendi dengan bentuk yang sama, sedangkan pada
fraktur collum femur yang diganti adalah caput femur. Dengan cara memasukkan
batang protese kedalam saluran tulang sumsum (medularycanal) dari tulang
femur, biasanya juga menggunakan semen sebagai fiksasi sehingga permukaan
sendi yang normal tidak terganggu.

2. Indikasi Pemasangan
1. Kondisi Lokal
a. Trauma akut
b. Trauma terdahulu
c. Infeksi arthritis (Pyogenic)
d. Artritis seperti remathoid dan osteoartrosis

36
e. Tuberculosis sendi Hip
f. Tumor Jaringan lunak sebagaimana atau menyeluruh
Indikasi yang mutlak seperti :
a. Kekakuan kedua sendi Hip
b. Keterbatasan salah satu fungsi tungkai karena nyeri
dan kaku pada sebagaimana atau seluruh sendi
(multiple stiff Joint)
2. Kondisi Umum
Luasnya nyeri, gerak dan keterbatasan fungsi atau
mungkin ketiganya dan salah satunya menjadi pertimbangan
operasi.

3. Kontra Indikasi Operasi Austin-Moore Prothese


- Sepsis laten
- Pasien dibawah usia 60 Tahun dipertimbangkan hanya kalau operasi
lain tidak dapat dilakukan.

4. Komplikasi Post Operasi Austin-Moore Prosthesis


A. Dislokasi
Posisi terpenting yang sering terjadi dislokasi tergantung sayatan
operasi :
a. Anterolateral dan lateral : Hip dislokasi apabila ekstensi
berlebihan, eksternal rotasi dan adduksi atau kombinasi dari
ketiganya.
b. Posterolateral : Hip dislokasi apabila fleksi berlebihan,
internal rotasi dan adduksi atau kombinasi dari ketiganya.
B. Pembendungan (wear)
Bahan yang dapat menyebabkan pembendungan adalah bahan pits dan
holes atau penggalan dari runtuhan serpihan dari bahan dengan
pengulangan beban pada permukaan.
C. Trombus Vena

37
Banyak kasus program prophylactic warfirin atau aspirin memberikan
resiko penggumpalan vena.
D. Fraktur
Fraktur dapat terjadi pada bagian distal sampai dengan ujung bawah
batang protese atau pada bagian bawah dari batang dapat menonjol
keluar melalui dinding lateral dari femur.
E. Nyeri pada Post Operasi.
Nyeri dapat terjadi pada daerah yang telah dilakukan operasi yang
timbul karena adanya bekas luka sayatan operasi.
F. Kegagalan
Pada operasi total Hip replacement yang dilakukan 0,5 – 1 %
mengalami kegagalan (Dandy 1993). Penyebab dari ini adalah
kehilangan (loosening) atau karena infeksi dalam (deep infection).
G. Infeksi
Infeksi dapat terjadi pada tiap saat setelah operasi dilakukan,
walaupun operasi telah mendapatkan penanganan (pencegahan dini
untuk mencegah agar infeksi tidak terjadi). Infeksi sekunder dapat
menyerang bagian tubuh yang telah ataubekas di operasi.
H. Oedema
Oedema dapat terjadi pada saat setelah operasi dilakukan, karena
adanya bekas luka sayatan operasi yang dapat menyebabkan
terganggunya sirkulasi darah.
I. Kekuatan Otot
Biasanya terjadi karena bagian hip yang dioperasi jarang sekali
digerakan sehingga otot yang berada disekitarnya menjadi tidak
berkontraksi atau beraktifitas jika terus didiamkan akan
mengakibatkan atropi dan kekuatan dari otot tersebut menjadi
berkurang.

38
DAFTAR PUSTAKA

Aaron AD. Bone grafting and healing. In: Kasser JR,ed. Orthopaedic update
knowledge 5. Rosemont, IL: American Academy of Orthopaedic Surgeons; 1996:
21-28.

Adams JC, Hamblen DL. Outline of fractures. 10th ed. Edinburgh: Churcill
Livungstone; 1992.

Barnes R, Brown JT, Garden RS, et al. Subcapital fractures of the femur: a
prospective review. J Bone Joint Surg. 1976; 55B: 2-24.

Bonnaire FA, Weber AT. The influence of haemarthrosis on the development of


femoral head necrosis following intracapsular femoral neck fractures. Injury 2002;
33 Suppl 3: C33–40.

Bullough PG. Orthopaedic pathology. USA: Mosby; 2009.

Camacho PM. Miller PD. Osteoporosis: a guide for clinicians. 1st ed. 2007.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.

De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Fraktur. EGC: Jakarta. 2011.

Lane JM, ed. Fracture healing. Edinburgh: Churcill, Livingstone; 1987.

Netter FH, Thompson JC. Netter’s concise atlas of orthopaedic anatomy. 1st ed.
2001. Philadelphia :Elsevier Saunders.

Salter RB. Textbook of disorder and injuries of the musculoskeletal system. 3rd ed.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.

Solomon L, Warwick D, Nayagam S. Apley’s system of orthopaedics and fractures.


9th ed. UK: Hodder Arnold; 2010.

Skinner HB, Fitzpatrick M. Current essentials orthopedics. 2008. USA: McGraw-


Hills.

Wheeless CR, Nunley JA, Urbaniak JR. Wheeless textbook of orthopaedic. USA:
Duke University; 2010.

39

Você também pode gostar