Você está na página 1de 22

LAPORAN PRAKTIKUM

MIKROBIOLOGI VETERINER 2
INOKULASI VIRUS POX
-----------------------------------------------------------------------------

Nama : Aditya Fernando


NIM : 155130101111080
Kelas : 2015/D
Kelompok :8
Asisten : Julian Mantara

LABORATORIUMMIKROBIOLOGI DAN IMUNOLOGI


FAKULTASKEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITASBRAWIJAYA
MALANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
Tujuan pada praktikum kali ini adalah untuk melakukan inokulasi virus
pox (cacar) pada chorioallantois membran telur ayam berembrio yang
berumur 10-12 hari.
1.2 Prinsip
Prinsip kerja pada praktikum kali ini adalah telur ayam berembrio yang
diinokulasikan dengan virus pox akan terbentuk plaque atau bintik putih pada
membran chorioallantoisnya.
1.3 Alat dan Bahan
1. Peneropong telur
2. Pengebor atau pelubang telur
3. spuit 1 ml
4. Gunting
5. Pinset
6. Inkubator telur 37oC dengan kelembaban 60-70%
7. Telur ayam berembrio berumur 10-12 hari
8. Virus pox
9. Alkohol 70%
10. NaCl fisiologis
11. Selotip kertas

1.4 Langkah Kerja

Telur Ayam Berembrio

Diteropong TAB dengan peneropong serta


tandai letak kantung udara dan letak embrio

Dibersihkan telur dengan alkohol 70%


Dilubangi pada bagian kantung udara dan
lubang kedua pada letak embrio.
Diteropong TAB dengan peneropong serta tandai letak
kantung udara dan letak embrio dan ditetesi larutan
fisiologis steril pada lubang ke dua
Disedot udara melalui lubang kantung udara
dan selanjutnya diteropong lagi telurnya untuk
melihat apakah membrannya turun atau tidak.
Disuspensikan virus pox sebanyak o,2 ml pada
lubang kedua.

Ditutup kedua lubang dengan selotip kertas

Diinkubasi pada inkubator telur 37o C

Diamati TAB selama 5 hari

Disimpan pada suhu 4o C dan kemudian


diidentifikasi virus

Hasil
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1. Hasil

Tabel pengamatan

NO HARI,TANGGAL WAKTU KETERANGAN


Embrio Hidup dan diinokulasikan
1 Jumat, 19 mei 2017 15. 45
virus pox
Embrio masih hidup pada hari
2 Sabtu, 20 Mei 2017 14.41 pertama setelah diinokulasikan
dengan virus pox.
Embrio masih hidup pada hari
Minggu, 21 Mei
3 13.50 kedua setelah diinokulasikan
2017
dengan virus pox.
Embrio masih hidup pada hari
4 Senin, 22 Mei 2017 18.07 ketiga setelah diinokulasikan
dengan virus pox.
Embrio Hidup kemudian
Selasa, 23 Mei
5 17. 10 dikeluarkan dari cangkang untuk
2017
diamati

Proses pelubangan kerabang Proses penyedotan udara


Inkubasi telur Proses candling

Penutupan lubang dengan selotip Inokulasi virus pox

Membran chorioallantois ada plaque Membuka kerabang telur

2.2. Pembahasan

2.2.1. Analisa Prosedur

Pada praktikum kali ini dilakukan inokulasi virus pox pada telur ayam
berembrio. Pertama disediakan embrio berumur 9-11 hari. Kemudian telur di
candling untuk melihat viabilitas. Ditandai sebuah area sekitar ¼ inci di bawah
dan sejajar dengan dasar kantung udara. Desinfeksi telur dengan alkohol. Dibuat
lubang pada lokasi kantung hawa dan di lokasi embrio dengan hati-hati agar tidak
merobek selaput kulit. Kemudian posisikan embrio secara horizontal, dengan
lubang menghadap ke atas. Menggunakan bulb karet, hisap udara melalui lubang
yang dibuat pada kantung udara dimana tindakan ini akan membuat terbentuknya
kantung udara buatan dengan menarik CAM ke bawah. Kamudian inokulasikan
virus melalui lubang yang dibuat pada lokasi embrio. Tutup semua lubang dengan
parafin dan telur di inkubasi selama 5 hari pada suhu 37˚C serta diamati setiap
hari. Pada hari kelima telur dibuka dan diamati hasilnya. (Villegas, 2011)

2.2.2. Analisa Hasil

a. Interpretasi Hasil

Pada uji ini, hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya pocks atau
bintil pada membran chorioallantois dan apabila diperiksa secara histopatologi
maka akan ditemukan benda inklusi intra sitoplasmik. Sedangkan hasil negatif
ditandai dengan tidak terbentuknya bintil pada membran chorioallantois.
Identifikasi virus dapat dilakukan terhadap partikel virus dengan memeriksa
secara langsung terhadap lesi atau eksudat dengan cara pemeriksaan di bawah
mikroskop elektron. ( Pudjiatmoko dkk, 2014)

b. Karakteristik dan Spesifikasi TAB Untuk Inokulasi Virus Pox

Telur ayam berembrio yang digunakan adalah telur ayam berembrio yang
berumur 11 hari. Selain itu embrio dalam keadaan hidup dengan pembuluh darah
yang tampak jelas ketika di candling. Selain itu telur ayam juga tidak boleh
berasal dari induk yang telah divaksin. (Yadav et al, 2007)

c. Karakteristik Virus Pox

Virus pox memiliki bentukan sperikal, berwarna eosinofilik dan memiliki


ukuran 330 x 280 nm. Badan inklusi menempati hampir seluruh bagian dari sel,
sehingga timbul nekrosis pada sel. Semua virus pox memiliki antigen
nucleoprotein, tetapi tidak ada hubungan imunologis antara avian pox dengan
virus vaccinia atau virus pox lainnya. Adanya varian di antara avian pox
ditunjukkan dengan adanya reaksi silang. ( Pudjiatmoko dkk, 2014)
d. Perbedaan Metode CAS dan CAM

Perbedaan metode CAS dan CAM terdapat pada prosedurnya, dimana


pada metode CAS hanya dibuat lubang pada kantung hawa dan kemudian virus di
inokulasikan di cairan korioalantois. Pada metode ini ditumbuhkan virus yang
akan menimbulkan gejala klinis pada tubuh embrio. Sedangkan pada metode
CAM dibuat dua lubang yaitu pada kantung hawa dan lokasi embrio, dimana
lubang ini diperlukan untuk pembuatan kantung hawa buatan. Kemudian virus di
inokulasikan di kantung udara buatan yang dibuat. Pada metode ini dapat
ditumbuhkan virus yang akan menimbulkan gejala klinis pada membran
korioalantois telur ayam berembrio seperti pox virus. (Villegas, 2011)

2.2.3. Tambahan

a. Ciri-ciri Ayam Terinfeksi Virus Pox

Ciri-ciri ayam yang terserang pox terbagi menjadi bentuk cutaneus dan
bentuk difterik. Bentuk Cutaneus (bentuk kulit) biasanya dilaporkan pada unggas
liar, ciri-cirinya adalah Pada area yang tidak berbulu biasanya timbul kutil yang
menyerupai nodul-nodul, termasuk pada kaki, jengger, pial dan kelopak mata.
Unggas terlihat lemah dan kurus, karena terjadi penurunan nafsu makan. Unggas
juga terlihat susah bernapas karena saluran udara tertutup. Bentuk Difterik (wet
pox) biasanya dilaporkan pada ayam lokal dan kalkun, ditandai dengan lesi
difterik, warna kekuningan muncul pada membran mukosa mulut, esofagus dan
trakea. Apabila lesi ditemukan di daerah trakea, gejala klinis disertai gejala
gangguan pernafasan mirip gejala klinis yang timbul akibat coryza ringan atau
parah. ( Pudjiatmoko dkk, 2014)

b. Virus-Virus Yang Dapat Ditanam Pada CAM

Beberapa virus yang dapat ditanam pada CAM diantaranya adalah


Infectious Bursal Disease (IBD), Bovine Herpes Virus dan Pox Virus.

Infectious Bursal Disease (IBD) dikenal juga sebagai penyakit Gumboro


karena pertama kali diisolasi di kota Gumboro, Delaware, Amerika pada tahun
1957, merupakan penyakit viral yang bersifat akut, mudah menular dan
menyerang ayam muda kurang dari 4 bulan. Target infeksi virus IBD adalah sel
pertahanan dalam Bursa Fabrisius dan berbagai organ limfoid, oleh karena itu
infeksi virus IBD dapat mengakibatkan penekanan terhadap sistem pertahanan
ayam atau imunosupresi. Infeksi virus IBD mempunyai arti penting dalam industri
perunggasan karena dapat menyebabkan angka morbiditas tinggi, bervariasi antara
10-90% dan mortalitasnya mencapai 20%, gangguan pertumbuhan, meningkatnya
biaya pemakaian obatobatan dan desinfektan. (Wibowo dkk, 2015)
Bovine Herpesvirus-1 (BHV-1) pada sapi dapat menyebabkan penyakit
Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) yang ditandai dengan penurunan
produksi susu, kehilangan bobot badan, dan kluron/abortus. Gejala klinis IBR
yang terlihat berupa rhinotrakheitis, infectious pustular vulvovaginitis,
balanofostitis, keratokonjungtivitis, kluron, enteritis, dan ensefalitis. Telur ayam
berembrio, umur 9-10 hari diinjeksi dengan sampel swab nasal sebanyak 0.5 mL
pada membran korioallantois. Selanjutnya, telur berembrio tersebut diinkubasi
selama tiga hari dalam inkubator suhu 37˚C. Membran korioallantois dan embrio
diamati perubahannya. (Kristianingrum dkk, 2015)
Cacar unggas (fowl pox, FP) merupakan penyakit viral pada ayam yang
terbagi menjadi dua bentuk, yakni infeksi kutaneus (kulit) dari jaringan epitel kulit
yang tidak tertutup bulu, atau infeksi difterik pada membran mukosa mulut,
hidung dan mata. Bentuk kutaneus ditandai dengan adanya nodul pada jengger,
pial, tepi paruh, kelopak mata, kaki dan sayap, sedangkan bentuk difterik ditandai
dengan adanya pseudomembran difterik pada paruh, faring dan laring. Penyakit
ini tersebar luas di dunia termasuk di Indonesia dan merupakan penyakit yang
umum terjadi. Isolasi virus dapat dilakukan pada hewan percobaan dan membran
chorio allantois(CAM) telur ayam bertunas (TAB) umur 8-12 hari atau pada
biakan sel. Inokulasi pada CAM dari TAB menyebabkan terbentuknya pocks
(bintil) pada CAM dan apabila CAM diperiksa secara histopatologi maka akan
ditemukan benda inklusi intra sitoplasmik. (Pudjiatmoko dkk, 2014)
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pada praktikum kali ini dilakukan inokulasi virus pox pada telur ayam
berembrio. Setelah virus diinokilasikan, TAB di inkubasi selama 5 hari dan
diamati setiap harinya. Pada pengamatan hari pertama hingga kelima embrio
masih dalam keadaan hidup. Pada hari kelima dilakukan pembedahan embrio dan
setelah diamati ternyata terdapat plaque pada membran chorioallantois TAB.
Keberadaan plaque pada membran chorioallantois ini menyatakan bahwa
didapatkan hasil positif pada praktikum kali ini.

3.2. Saran

Pada praktikum kali ini diharapkan bagi setiap praktikan untuk lebih
memahami prosedur kerja yang dilaksanakan, sehingga memperkecil
kemungkinan terjadinya kesalahan dan mendapatkan hasil yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Kristianingrum, Yuli P dkk. 2015. Deteksi Bovine Herpesvirus-1 secara


Immunohistokimia pada Membran Korioallantois Telur Ayam
Berembrio. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Gadjah Mada.

Pudjiatmoko dkk. 2014. Manual Penyakit Unggas. Direktorat Jenderal Peternakan


dan Kesehatan Hewan.

Villegas, Pedro. 2011. Value Beyond The Label : Chicken Embryo Inoculation
Route. Merial Selection Vol. 7 No. 2

Wibowo, Michael Haryadi dkk. 2015. Deteksi Molekuler Virus Infectious Bursal
Disease (IBD) pada Samp l Bursa Fabrisius yang Diperoleh dari
Ayam Terdiagnosa Penyakit IBD. Jurnal Sain Veteriner ISSN : 0126 –
0421

Yadav, Shakuntla dkk. 2007. Pathogenicity study of different avipoxviruses in


embryonated chicken eggs and cell cultures. Indian J. Vet. Pathol.,
31(1): 17-20

Você também pode gostar