Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
1. Pengkajian
A. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. M
Umur : 31 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/bangsa : Sasak/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak bekerja (Ibu Rumah tangga)
Pendidikan : SMA (tamat)
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. As
Umur : 38 tahun
Pendidikan : SMU ( tamat )
Pekerjaan : Kuli Batu
Alamat : Jl. Banyu urip I / 24 A Mataram
B. Riwayat penyakit
a. keluhan utama : -
b. Riwayat penyakit sekarang :
Klien datang ke rumah sakit dengan keluhan terasa nyeri di perut kanan bawah, di sertai
mual, muntah.
c. Riwayat penyakit dahulu :
Klien sebelumnya pernah mengalami sakit maag, dan klien baru pertama kali di rawat di
rumah sakit.
d. Riwayat penyakiit keluarga
Klien mengatakan di dalam keluarga pasien juga tidak ada riwayat penyakitmaag, hanya
pasien sendiri yang mamiliki penyakit tersebut.
C. Pemerisaan Fisik
1. Keadaan umum : lemah
2. Tanda-tanda vital :
TD : 110/70 mmHg RR : 20 x/menit
N : 88 x/menit S : 36,70C
3. GCS : E4 V5 M6
4. Kepala : Rambut ikal, hitam, tidak rontok dan tidak berketombe
5. Wajah : /sclera/ konjungtiva= simetris/ normal/ normal/
Mata : konjungtiva tidak oramis + sclera tidak icterik
Hidung : Bersih (tidak ada lendir)
Mulut : Bersih, glukosa bibir lembab
Leher : Tidak ada benjolan dan tidak ada pembesaran jup
6. Abdomen : Inspeksi : Normal
Palpasi : Nyeri tekan
Palpasi (kulit : turgor kulit baik), Auskultasi (irama jantung teratur), Perkusi (reflek patela
(+))
D. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
- Glukosa sewaktu : 108 mg/dl <160
- Kreatinin : 1,3 mg/dl 0,6-1,3
- Leukosit : 10.000 - 18.000 / mm3
- Netrofil meningkat 75 %
- WBC yang meningkat sampai 20.000 mungkin indikasi terjadinya perforasi (jumlah sel
darah merah).
2. Diagnosa
a. Resiko terjadinya cedera atau resiko lainnya sebagai dampak dari tindakan pembedahan.
3. Intervensi Keperawatan
Hari / No Intervensi Keperawatan
Tanggal Dx Tujuan dan Kriteria
Intervensi Rasional
Hasil
Senin, 1 Dengan dilakukannya 1. Observasi TTV. 1. Menunjukkan
26 tindakan intraoperatif, keadaan pasien
Maret diharapkan secara utuh.
2012 pelaksaanaannya
memenuhi kriteria 2. Gunakan semua alat 2. Keadaan yang
hasil : atau instrument untuk steril dapat
- Klien tidak mengeluh tindakan pembedahan meminimalisir
nyeri / nyeri seperti pemakaian baju terjadinya infeksi.
terkontrol. bedah, tutup kepala,
- TTV dalam batas masker, penutup
normal, sepatu, celemek, dan
TD : 120/70 mmHg, sarung tangan, serta
N : 80 x/menit, S : pencucian tangan.
36,5oC
- Warna kulit normal. 3. Persiapan Ruang 3. Persiapan
Pembedahan. dilakukan demi
kelancaran
intraoperasi.
4. Lakukan 4. Pemberian
persiapananastesi anastesi diberikan
sebelum tindakan untuk mengurangi
pembedahan. rasa nyeri saat
operasi.
4. Implementasi Keperawatan
Hari /
No
Tanggal / Implementasi Respon Hasil Paraf
Dx
Jam
6. Memberikan anastesi
kepada klien. 6. Pemberian anastesi
umum kepada klien.
5. Evaluasi Keperawatan
Hari /
No
Tanggal Catatan Perkembangan Paraf
Dx
/ Jam
Senin, 1 S: -
26 O: Mampu mempertahankan status kesehatan :
Maret S : 36.5o C
2012 TD : 120/70 mmHg
18.30 N : 80x/menit
A: Masalah apendiks teratasisebagian.
P : intervensi dilanjutkan:
Kaji keadaan umum dan tanda-tanda vital
http://poponsweet.blogspot.co.id/2012/03/askep-apendisitis-intra-operatif.html
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NN.B INTRA OPERATIF LAPARASCOPY
APPENDIKTOMY DENGAN INDIKASI APPENDICSITIS DIRUANG OPERASI
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NN.B INTRA
OPERATIF LAPARASCOPYAPPENDIKTOMY DENGAN INDIKASI
APPENDICSITIS
DIRUANG OPERASI
DISUSUN OLEH :
HASMIAH
001.10.002
PRODI SI KEPERAWATAN
STIKES AWAL BROS BATAM
2012
A. Pengertian
Appendisitis adalah Appendiks yang mengalami obstruksi dan rentan terhadap infeksi.
Appendisitis dapat terjadi pada setiap usia, perbandingan antara pria dan wanita mempunyai
kemungkinan yang sama untuk menderita penyakit ini. Namun penyakit ini paling sering
dijumpai pada dewasa muda antar umur 10-30 tahun (Smeltzer, 2002). Satu dari 15 orang
pernah menderita apendisitis dalam hidupnya. Insiden tertinggi terdapat pada laki-laki usia
10-14 tahun dan wanita yang berusia 15-19 tahun. Laki-laki lebih banyak menderita
apendisitis dari pada wanita pada usia pubertas dan pada usia 25 tahun. Apendisitis jarang
terjadi pada bayi dan anak-anak dibawah 2 tahun (Smeltzer, 2002).
(Brunner & Suddarth, 1995 : 45 ).
Appendisitis mengacu pada radang appendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tidak
berfungsi terletak pada bagian inferior dari seikum ( Barbara Engram, 1998:215).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab abdomen akut yang
paling sering (Mansjoer,2000).
Apendisitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi
terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah
abstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa
menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989). Appendiktomi adalah pembedahan
untuk mengangkat appendiks yang meradang (Smeltzer, 2002).
B. Etiologi
1. Faktor sumbatan
Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang diikuti oleh
infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan lymphoid sub mukosa,
35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan
oleh parasit dan cacing. Obsrtruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada
bermacam-macam apendisitis akut diantaranya ; fekalith ditemukan 40% pada kasus
apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur dan
90% pada kasus apendisitis akut dengan rupture.
2. Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut. Adanya
fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan memperberat infeksi,
karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks, pada kultur didapatkan
terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu
Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang
menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob<10%.
3. Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ, apendiks yang
terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah terjadi apendisitis.
Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam keluarga terutama dengan diet
rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekolith dan mengakibatkan obstruksi lumen.
4. Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari. Bangsa kulit putih
yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih tinggi dari Negara yang pola
makannya banyak serat. Namun saat sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah
merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru Negara berkembang yang
dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat, memiliki resiko
apendisitis yang lebih tinggi.
5. Faktor infeksi saluran pernapasan
Setelah mendapat penyakit saluran pernapasan akut terutama epidemi influenza dan
pneumonitis, jumlah kasus apendisitis ini meningkat. Namun, hati-hati karena penyakit
infeksi saluran pernapasan dapat menimbulkan seperti gejala permulaan apendisitis.
C. Patofisiologi
Menurut Mansjoer, 2000:
Apendiksitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya,
atau neoplasma. Feses yang terperangkap dalam lumen apendiks akan menyebabkan
obstruksi dan akan mengalami penyerapan air dan terbentuklah fekolit yang akhirnya sebagai
kausa sumbatan. Obstruksi yang terjadi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi
mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus semakin banyak, namun elastisitas
dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukus.
ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis.
Peradangan apendiks tersebut akan menyebabkan abses atau bahkan menghilang.
Tahapan Peradangan Apendisitis adalah
1. Apendisitis akuta (sederhana, tanpa perforasi)
2. Apendisitis akuta perforate (termasuk apendisitis gangrenosa, karena dinding apendiks
sebenarnya sudah terjadi mikroperforasi)
D. Manifestasi klinis
1. Menurut Betz, Cecily, 2000 :
1) Sakit, kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kanan bawah
2) Anoreksia
3) Mual
4) Muntah,(tanda awal yang umum, kuramg umum pada anak yang lebih besar).
5) Demam ringan di awal penyakit dapat naik tajam pada peritonotis.
6) Nyeri lepas.
7) Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali.
8) Konstipasi.
9) Diare.
10) Disuria.
11) Iritabilitas.
12) Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam setelah
munculnya gejala pertama.
E. Komplikasi
Menurut Hartman, dikutip dari Nelson, 1994 :
1) Perforasi.
2) Peritonitis.
3) Infeksi luka.
4) Abses intra abdomen.
5) Obstruksi intestinum.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan apendiksitis menurur Mansjoer, 2000 :
1. Sebelum operasi
Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
Rehidrasi
Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena.
Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil untuk
membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai.
Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
2. Operasi
Apendiktomi.
Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka abdomen
dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin
mengecil,atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa
hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu
sampai 3 bulan.
3. Pasca operasi
Observasi TTV.
Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan
lambung dapat dicegah.
Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien
dipuasakan.
Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan
sampai fungsi usus kembali normal.
Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30
ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan
makanan lunak.
Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur
selama 2×30 menit.
Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
1. PENGKAJIAN
1.1 IDENTITAS
Nama Pasien : Nn. B
No. RM : 0193114
Tanggal lahir : 4 Desember 1998
Umur : 13 tahun
Agama : Islam
Alamat : Taman Duta Mas Blok B.4
2. PEMERIKSAAN FISIK
Sebelum dilakukan operasi
a. Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Compos mentis
GCS E 4, M 5, V 6 = 15
Tanda vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Suhu : 36.4oc
Nadi : 83 x/menit
Pernafasan : 21 x/menit
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan dilakukan di RR
1. Kepala
a) Inspeksi
Rambut bewarna hitam panjang, rambut kelihatan bersih, tidak ada ketombe dan tidak ada
kutu, rambut tidak berminyak.
b) Palpasi
Tidak ada lesi dan edema, tekstur lembut.
2. Mata
a) Inspeksi
Posisi mata simetris, konjungtiva pucat, tidak ada secret, warna sclera putih, , tidak
menggunakan alat bantu kaca mata ataupun soft lensa
b) Palpasi
Edema tidak ada.
3. Hidung
a) Inspeksi
Bentuk simetris.
b) Palpasi
Tidak ada nodul atau masa .
4. Mulut dan Tenggorokan
a) Inspeksi
Warna bibir merah, bibir tidak kering, bibir tidak pecah.
5. Telinga
a) Inspeksi
Bentuk telinga simetris, tidak adanya serumen, tidak ada edema, tidak adanya lesi, kondisi
bersih.
6. Wajah dan Leher
a) Inspeksi
Wajah berbentuk simetris, tidak ada lesi maupun edema, tidak ada benjolan pada leher,
b) Palpasi
Tidak ada pembengkakan pada leher dan vena jugularis.
7. Dada
a) Inspeksi
Pernafasan teratur,ekspansi dadasimetris, tidak ada lesi, payudara simetrisdan kelihatan
simetris.
b) Palpasi
Tidak ada pembekakan pada payudara.
8. Abdomen
a) Inspeksi
Bentuk simetris, adanya bekas luka operasi pada bagian pusat, abdomen bawah sebelah kiri
dan sebelah kanan
10. Ekstremitas
a) Inspeksi
Jumlah jari-jari tangan dan kaki sama, tidak ada fraktur, lesi tidak ada, tidak ada odema dan
tidak ada pembekakan.
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Tanggal : 09 mei 2012
Jam : 19.27 WIB
Hasil :
Jenis pemeriksaan Nilai hasil Nilai normal
Hemoglobin 9,8 g/dl 11-15
LED 30 mm /1 jam <20mm/1 jam
Lekosit 8,390/ul 5000 - 11.000
Hitung jenis
Basofil 0,2% 0-1
Eosinofil 0,4 % 1-3
Batang -
Segmen 63,7 % 50-70
Limfosit 25,7 % 20-40
Monosit 10,0 % 2-10
Hematokrit pcv 30,5 vol % 37-43
Trombosit 399,000 /ul 150.000-500.000
Eritrosit 4,33 juta/ul 4-5
Nilai eritrosit (MCV,
MCH, MCHC)
Ver (MCV) 70,4 fl 82-92
Her (MCH) 22,6 pg 27-31
Kher (MCHC) 32,0 g/dl 32-36
Hemostasis
4. Operasi Sekarang
a. Pre op ( jam 10.20 WIB)
Dx pre op : Appendisitis
Jenis operasi : Pro laparaskopi appendektomi
Pasien sampai d OK : Jam 10.20 WIB
Mulai anastesi : Jam 10.30 WIB
Jenis anastesi : General
Operasi di mulai : 11.15 WIB
Operasi selesai : 12.00 WIB
Pindah ke ruangan : 12.20 WIB
b. Intraoperatif
Pada jam 11.15 WIB dilakukan operasi dengan menggunakan laparaskopi, operasi dilakukan
pada bagian pusat, abdomen Left Lower Quadran (LLQ) dan Right Lower Quadran (RLQ).
Operasi dilakukan selama 45 menit dengan posisi telentang.
Jam 11.15 WIB
TTV
TD : 90/70 mmHg
R : 23 x / menit
N : 89 x / menit
Saturasi : 95 %
c. Post bedah
Di recovery room :
TTV :
TD : 100/88 mmHg
N : 89 x / menit
R : 21 x / menit
Saturasi : 98 %
Pasien kembali ke ruangan : jam 12.20 WIB
DATA FOKUS
No Data Etiologi Masalah
1 Ds : - Pemajanan tubuh Resiko
Do : dan jaringan perubahan
- Terpasang internal terhadap suhu tubuh
pendingin ruangan lingkungan :hipotermi
AC ↓
- Pemajan tubuh dan Paparan suhu
jaringan interval yang dingin
terhadap ↓
lingkungan di Resiko perubahan
dalam ruang suhu tubuh
operasi
- Pengaruh obat-
obatan anastesi
2 Ds : - Proses Resiko
Do : pembedahan infeksi
- Dilakukanya
prosedur
pembedahan Luka pada daerah
laparaskopi pada abdomen
area
abdomen/prosedur
invasive Masuknya
- Terpajan organism
lingkungan diruang kedalam jaringan
operasi tubuh
Mikroorganisme
berkembang
dalam jaringan
tubuh
Resiko infeksi
3 Ds : - Prosedur Resiko
Do : pembedahan perubahan
- Penggunaan ↓ pola nafas
obat – obatan Penggunaan obat tidak efektif
anastesi – obatan anastesi
Sedacum ( 10.30 ↓
WIB ) Resiko perubahan
Fentanyl ( 10.30 pola nafas
WIB )
Recofol ( 10.30
WIB )
reculax( 10.30 WIB
)
keterrogen ( 10.30
WIB)
farmadol( 11.00
WIB)
Jam
11.15 WIB
R : 23 x / menit
4. DS : - Proses Resiko
DO : pembedahan cedera
- Terdapat ↓
instrument bedah Penggunaan
dekat dangan klien instrument bedah
- Posisi klien ↓
yang terlentang Pengaruh obat
dengan kepala di anastesi
hiperekstensi saat ↓
di operasi Resiko cedera
- Penggunaan
obat anastesi
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Intervensi kolaborasi
3. Pertahanka1. Dilakukan untuk
n jalan meningkatkan dan
napas memaksimalkan
dengan pengambilan oksigen.
memiringka
n kepala,
hipereksten
si rahang.
Intervensi
kolaborasi
1. Berikan
tambahan
oksigen bila
diperlukan
4. Resiko Setelah dilakukan Intervensi Intervensi mandiri
cedera b.d tindakankeperawatan resikoceder mandiri 1. Benda-benda yang
pemajanan a tidak terjadi 1. Lepaskan terbuat dari logam akan
peralatan Dengan kriteria hasil : perhiasan berkonduksi dengan
dan - Tmengidentifikasi faktor-faktor pada alat-alat elektrik dan
instrument resiko cedera individu praoperasi membahayakan tubuh
, terhadap pemakaian
penggunaa elektrokauter
n obat
anastesi 2. Memastikan pasien dan
prosedur yang tepat
2. Periksa
identitas 3. Meja di ruang operasi
klien, dan papan lengan
pastikan sangat sempit dan
secara pasien ataupun lengan
verbal dan kaki dapat terjatuh
nama, dan yang akan
nama menyebabkan
dokter. perlukaan
3. Amankan
pasien
dimaja
operasi
dengan
sabuk
pengaman
pada paha
sesuai
indikasi
CATATAN KEPERAWATAN
TANGGAL JAM NO. IMPLEMENTASI & NAMA
DX RESPON/HSIL PERAWAT
10 Mei 11.15WIB 1 1. Mencatat TTV pre Hasmiah
2012 operatif
Hasil : Hasil : suhu
36,4 oc, TD 110/70
mmHg, RR 20x/menit,
nadi 88x/menit
2. Memantau suhu
lingkungan diruang
operasi
Hasil : suhu ruangan di
ruang operasi 16oc ( 16-
20oc)
3. menyediakan selimut
penghangat pada saat-
saat darurat untuk
anastesi
Hasil : selimut
penghangat sudah
tersediakan di RR
Intervensi kolaborasi
- Memberikan tambahan
oksigen bila diperlukan
Hasil : telah diberikan
oksigen melalui simple
mask
11.25 4 Intervensi mandiri Hasmiah
WIB 1. Melepaskan perhiasan
pada praoperasi
Hasil : melepaskan
perhiasan yang dipakai
klien
2. Memeriksa identitas
klien, pastikan secara
verbal nama, dan nama
dokter.
Hasil : nama Nn.B, doter
yang melakukan
pembedahan Dr. M,
dokter anastesi Dr. B
3. Mengamankan pasien
dimaja operasi dengan
sabuk pengaman pada
paha sesuai indikasi
Hasil : telah di pasangan
sabuk pengaman pada
bagian paha dan kedua
lengan
Catatan Perkembangan
Tanggal Jam No.Dx Perkembangan klien (SOAP) Nama Perawat
10 mei 12.00 WIB 1 S:- Hasmiah
2012 O:-
TTV
TD : 100/88 mmHg
N : 89 x / menit
R : 21 x / menit
Saturasi : 98 %
- Tubuh tidak menggigil
- Klien menggunakan selimut penghangat.
A:
resiko perubahan suhu : hipotermi tidak
terjadi
P:
Intervensi di lanjutkan di ruangan ursinia.
10 mei 12.00WIB 2 S:- Hasmiah
2012 O:
TTV
TD : 100/88 mmHg
N : 89 x / menit
R : 21 x / menit
Saturasi : 98 %
- Tidak terdapat pus pada lukabekas
laparaskopi
- Balutan luka di bagian abdomenterlihat
kering
A:
Resiko infeksi tidak terjadi
P:
Intervensi di lanjutkan di ruangan ursinia
DAFTAR PUSTAKA
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Tindakan operasi adalah sebuah tindakan yang bagi sebagian besar klien adalah sesuatu yang menakutkan dan mengancam
jiwa klien. Hal ini dimungkinkan karena belum adanya pengalaman dan dikarenakan juga adanya tindakan anestesi yang
membuat klien tidak sadar dan membuat klien merasa terancam takut apabila tidak bisa bangun lagi dari efek anestesi.
Tindakan operasi membutuhkan persiapan yang matang dan benar-benar teliti karena hal ini menyangkut berbagai organ,
terutama jantung, paru, pernafasan. Untuk itu diperlukan perawatan yang komprehensif dan menyeluruh guna mempersiapkan
tindakan operasi sampai dengan benar-benar aman dan tidak merugikan klien maupun petugas.
2. Tujuan
Tujuan penyusunan laporan pendahuluan ini adalah:
a. Mengerti dan memahami berbagai persiapan tindakan operasi
b. Mengerti dan memahami asuhan keperawatan pre operasi
c. Mengerti dan memahami asuhan keperawatan intra operasi
d. Mengerti dan memahami asuhan keperawatan post operasi.
B. TINJAUAN TEORI
PENGKAJIAN
Hal penting dalam riwayat keperawatan pre operatif:
a. Umur
b. Alergi terhadap obat, makanan
c. Pengalaman pembedahan
d. Pengalaman anestesi
e. Riwayat pemakaian tembakau, alcohol, obat-obatan
f. Lingkungan
g. Kemampuan self care
h. Support system
PEMERIKSAAN FISIK
Pengkajian dasar pre operatif dilakukan untuk:
1. Menentukan data dasar
2. Masalah pengobatan yang tersembunyi
3. Potensial komplikasi berhubungan dengan anestesi
4. Potensial komplikasi post operasi
Psikososial asesment
Tujuan: menentukan kemampuan coping
Informasi
Support
Laboratorium
Analisa:
1. Pengetahuan kurang berhubungan dengan pengalaman pre operasi
2. Kecemasan berhubungan dengan pengalaman pre operasi
3. Mempermudah intervensi
Informed Consent:
- Alasan pembedahan
- Pilhan dan resikonya
- Resiko pembedahan
- Resiko anestesi
Pembatasan diit NPO (nothing per oral ) 6 – 8 jam sebelum pembedahan GI (gastro intestinal ) preparasi:
- Mencegah perlukaan colon
- Melihat jelas area
- Mengurangi bacteri intestinal
Skin preparasi
Tube, drain, IV line
Post operatif exercise:
- Diaphragmatic breating
- Incestive spirometri
- Cougling and spinting the surgical wound
- Turning and leg exercise
2. Kecemasan :
1. Mempermudah intervensi
2. Mengurangi kecemasan
3. Membantu ps dlam meningkatkan pengetahuan tentang status kes dan meningkatkan kontrol kecemasan
4. Pasien merasa dihargai
5. Dukungan akan memberikan keyakinan thdp peryataan harapan untuk sembuh/masa depan
6. Penggunaan Strategi adaptasi secara bertahap ( dari mekanisme pertahan, coping, samapi strategi penguasaan) membantu
ps cepat mengadaptasi kecemsan
Keamanan klien diatur dengan adanya ikat klien dan pengunci meja operasi. Dua faktor penting yang berhubungan dengan
keamanan kamar pembedahan: lay out kamar operasi dan pencegahan infeksi.
1). Lay Out pembedahan
Ruang harus terletak diluar gedung RS dan bersebelahan dengan RR dan pelayanan pendukung (bank darah, bagian
pathologi dan radiology, dan bagian logistik).
Alur lalu lintas yang menyebabkan kontaminasi dan ada pemisahan antara hal yang bersih dan terkontaminasi design
(protektif, bersih, steril dan kotor).
Besar ruangan tergantung pada ukuran dan kemampuan rumah sakit.
Umumnya:
• Kamar terima
• Ruang untuk peralatan bersih dan kotor
• Ruang linen bersih
• Ruang ganti
• Ruang umum untuk pembersihan dan sterilisasi alat
• Scrub area
Ruang operasi terdiri dari:
• Stretcher atau meja operasi
• Lampu operasi
• Anesthesia station
• Meja dan standar instrumen
• Peralatan suction
• System komunikasi
2). Kebersihan dan Kesehatan Team Pembedahan
Sumber utama kontaminasi bakteri team pembedahan yang hygiene dan kesehatan ( kulit, rambut, saluran pernafasan).
Pencegahan kontaminasi:
» Cuci tangan
» Handscoen
» Mandi
» Tidak memakai perhiasan
3). Pakaian bedah
Terdiri : Kap, Masker, gaun, Tutup sepatu, baju OK
Tujuan: Menurunkan kontaminasi
4). Surgical Scrub
Cuci tangan pembedahan dilakukan oleh:
• Ahli Bedah
• Semua asisten
• Scrub nurse.
• sebelum menggunakan sarung tangan dan gaun steril
Alat-alat:
• Sikat cucin tangan reuable / disposible
• Anti microbial : betadine
• Pembersih kuku
Waktu : 5 – 10 menit dikeringkan dengan handuk steril
C. ANASTHESIA
TYPE ANASTHESIA:
Perawat perlu mengenal ciri farmakologic terhadap obat anesthesia yang digunakan dan efek terhadap klien selama dan
sesudah pembedahan.
1. Anasthesia Umum
Adalah keadaan kehilangan kesadaran yang reversible karena inhibisi impulse saraf otak.
Misal : bedah kepala, leher. Klien yang tidak kooperatif.
1) Stadium Anesthesia
- Stadium I : Relaksasi
Mulai klien sadar dan kehilangan kesadaran secara bertahap.
- Stadium II : Excitement
Mulai kehilangan kesadaran secara total sampai dengan pernafasan yang iregulair dan pergerakan anggota badan tidak
teratur.
- Stadium III : Ansethesi pembedahan
Ditandai dengan relaksasi rahang, respirasi teratur, penurunan pendengaran dan sensasi nyeri.
- Stadium IV : Bahaya
Apnoe, Cardiapolmunarry arrest, dan kematian.
2) Metode Pemberian
Inhalasi , IV injection. Instilasi rectal
(1) Inhalasi
Metode yang paling dapat dikontrol karena intak dan eliminasi secara primer oleh paru.
Obat anesthesia inhalasi yang diberikan:
1. Gas: Nitrous Axida ( N20).
Paling sering digunakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau. Non iritasi dengan masa induksi dan pemulihan yang cepat.
a. Folatile: Cairan yang dapat menguap.
b. Halotan: Non iritasi terhadap saluran pernafasan dan menghasilkan mual dan muntah yang minimal pada post op. Halotan
dapat menekan pada system cardiovaskuler (Hypotensi dan Bradicardia). Dan berpengaruh terhadap hypotalanus.
c. Ethrane: Anasthesi inhalasi yang menghasilkan relaksasi otot yang adekwat. Ethrane mengurangi ventilasi klien.dan
menurunkan tekanan darah.
d. Penthrane: Pelemas otot yang efektif dan memberikan efek analgetik pada konsentrasi rendah, toksik pada ginjal dan hanya
digunakan untuk pembedahan waktu pendek.
e. Forane: Muscle relaksan, cardio vascular tetap stabil.
(2) Anesthesi Injeksi IV
Memberikan perasaan senang., cepat dan pelepasan obat secara pelan.
a. Barbiturat. Sering digunakan, bekerja langsung pada CNS dari sedasi sedang sampai kehilangan kesadaran, sedikit
mengurangi nyeri.
Thiophental sodium;
- Skart acting
- Suplement N20 pada operasi singkat.
- Hipnotik pada anesthesia regional.
- Depresan paten terhadap sistem jantung dan paru
b. Narcotik
- Suplement anesthesia inhalasi
- Narkotik yang sering digunakan Morphin Sulfat, Meperidine, dan Fentanil Sitrate.
- Analgesia post op yang adekwat.
- Menurunkan ventilasi alveolar dan depresan pernafasan.
c. Inovar
- Kombinasi Fentonil sitrat dan Tranguilizer Dropreridol.
- Digunakan dosis kecil untuk supplement N20 dan anesthesia regional.
- Durasi panjang depresi pernafasan, hypoventilasi, apnea, hypotensi selama posat op.
d. Ketamine
- Obat anesthesia yang tersendiri.
- Bekerja pada bagian syaraf tertentu.
- Diberikan pada IV atau IM.
- Menyebabkan penurunan kesadaran secara cepat, analgetika tanpa depresi pernafasan atau kehilangan tonus otot.
- Merangsang sitem cardiovascular.
- Digunakan : Diagnostik, pembedahan singkat, supplement N20.
- Selama pemberian: mimpi buruk, halusinasi, tindakan irrational.
e. Neuromusculer Brochler
- Muscle relaksan selama pembedahan.
- Mempermudah pemasangan GT Tube
- Bekerja pada garis otot tubuh dengan mempengaruhi impuls pada motor end plate.
Komplikasi anesthesia umum:
Komplikasi jarang tetapi dapat mengancam jiwa.
- Komplikasi sebagian besar minor sebagai akibat tehnik intubasi seperti gigi patah atau trauma vocal cord. Dapat terjadi akibat
hyperektensi leher, rongga mulut kecil, sendi mandibuler yang kaku.
- Anesthesia overdosis pada orang tua atau kelainan klien.
- Hypertermia Maligna. Kerusakan pada membran sel otot circulasi calcium , rata-rata mertabolisme meningkat dan suhu
tubuh 46 derajad celcius. Terjadi pada klien yang sensitip pada halothane, penthran, succinyl clorida .
Gejala: tacicardi, peningkatan suhu tubuh yang kontinus, sianosis, hipotensi, kaku otot, aritmia.
Tindakan:
- Operasi dihentikan, pendinginan dengan cairan es IV.
- Lavage es nasogastric
- Secara simultan diberikan diuretic dan oksigen 100 %.
TEKNIK PEMBERIAN
Anestesi Topikal
Pemberian secara langsung pada permukaan area yang dianestesi
Bentuk: Salep atau spray.
Sering digunakan : prosedur diagnotik atau intubasi, laringoskopi, cistocopi.
Masa kerja 1 (satu ) menit, lama kerja 20 – 30 menit.
Lokal Anestesi
Injeksi obat anestesi secara I C dan S C ke jaringan sekitar insisi, luka atau lesi.
Field Block
Injeksi secara bertahab pada sekeliling daerah yang dioperasi
( hernioraphy , dental prosedur ,bedah plstik )
Nerve Block
Injeksi obat anestesi local ke dalam atau sekitar saraf atau saraf yang mempesarafi daerah yang dioperasi. Block saraf
memutus transmisi sensasi, motor, sympatis.
Tujuan : mencegah nyeri selama prosedur dianostik, mengurangi nyeri dan meningkatkan sirkulasi pada penyakit vascular.
Contoh : lidocain ( xilocain )
Bupivacain ( makain )
Ephineprin potensiasi
Spinal Anestesi / Intra Techal
Dicapai dengan injecsi obat anestesi ke dalam ruang sub orachonoid.
Pada L 2 – 3 atau L 3 – 4.
Absorsi ke urat saraf terjadi secara cepat dan menghasilkan analgesia dengan relaksasi.
Efektif untuk operasi abdomen dan panggul.
PENGKAJIAN :
Di ruang penerimaan perawat sirkulasi:
- Memvalidasi identitas klien
- Memvalidasi inform concent
Chart Review:
- Memberikan informasi yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi kebutuhan actual dan potensial selama pembedahan.
- Mengkaji dan merencanakan kebutuhan klien selama dan sesudah operasi.
Perawat menanyakan:
- Riwayat allergi, reaksi sebelumnya terhadap anesthesia atau tranfusi darah.
- Check riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik.
- Check pengobatan sebelumnya : therapy, anticoagulasi.
- Check adanya gigi palsu, kontaks lens, perhiasan, wigs dan dilepas.
- Kateterisasi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN.
Stadium ketiga dan terakhir dari preoperasi adalah bila klien masuk ruang pulih sadar, ruang PAR, atau PACU. Selama periode
post operative, klien dirawat oleh perawat di ruang PAR ( Post Anesthesia Recovary ) dan unit setelah di pindah dari ruang
pemulihan.
Waktu yang diperlukan tergantung umur dan kesehatan fisik, type pembedahan, anesthesia dan komplikasi post operasi.
Perawat sirkulasi, anesthesiologist / perawat anesthesia dan ahli bedah mengantar klien ke area recovery awal periode post
operasi.
Ahli bedah atau anesthesiologist mereview catatan klien dengan perawat PACU dan menjelaskan type dan luasnya
pembedahan, type anesthesia, kondisi patologis, darah, cairan intra vena, pemberian obat, perkiraan kehilangan darah dan
beberapa trauma intubasi.
PENGKAJIAN
Setelah menerima laporan dari perawat sirkulasi, dan pengkajian klien, perawat mereview catatan klien yang berhubungan
dengan riwayat klien, status fisik dan emosi, sebelum pembedahan dan alergi.
Pemeriksaan Fisik Dan Manifestasi Klinik
System Pernafasan
Ketika klien dimasukan ke PACU, Perawat segera mengkaji klien:
- Potency jalan nafas, meletakan tangan di atas mulut atau hidung.
- Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR < 10 X / menit depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal
gangguan cardiovasculair atau rata-rata metabolisme yang meningkat.
- Auscultasi paru keadekwatan expansi paru, kesimetrisan.
- Inspeksi: Pergerakan didnding dada, penggunaan otot bantu pernafasan diafragma, retraksi sternal efek anathesi yang
berlebihan, obstruksi.
Thorax Drain.
Sistem Cardiovasculer
Sirkulasi darah, nadi dan suara jantung dikaji tiap 15 menit ( 4 x ), 30 menit (4x). 2 jam (4x) dan setiap 4 jam selama 2 hari jika
kondisi stabil.
Penurunan tekanan darah, nadi dan suara jantung depresi miocard, shock, perdarahan atau overdistensi.
Nadi meningkat shock, nyeri, hypothermia.
Kaji sirkulasi perifer (kualitas denyut, warna, temperatur dan ukuran ektremitas).
Homan’s saign trombhoplebitis pada ekstrimitas bawah (edema, kemerahan, nyeri).
Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit
- Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan.
- Ukur cairan NG tube, out put urine, drainage luka.
- Kaji intake / out put.
- Monitor cairan intravena dan tekanan darah.
Sistem Persyarafan
- Kaji fungsi serebral dan tingkat kersadaran semua klien dengan anesthesia umum.
- Klien dengan bedah kepala leher : respon pupil, kekuatan otot, koordinasi. Anesthesia umum depresi fungsi motor.
Sistem Perkemihan
- Kontrol volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post anesthesia inhalasi, IV, spinal.
Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi retensio urine.
Pencegahan : Inspeksi, Palpasi, Perkusi abdomen bawah (distensi buli-buli).
- Dower catheter kaji warna, jumlah urine, out put urine < 30 ml / jam komplikasi ginjal.
Sistem Gastrointestinal
- Mual muntah 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat
meningkatkan TIK pada bedah kepala dan leher serta TIO meningkat.
- Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus.
- Kaji paralitic ileus suara usus (-), distensi abdomen, tidak flatus.
- Insersi NG tube intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan decompresi dan drainase lambung.
• Meningkatkan istirahat.
• Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah.
• Memonitor perdarahan.
• Mencegah obstruksi usus.
• Irigasi atau pemberian obat.
Jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam.
Sistem Integumen
- Luka bedah sembuh sekitar 2 minggu. Jika tidak ada infeksi, trauma, malnutrisi, obat-obat steroid.
- Penyembuhan sempurna sekitar 6 bulan – satu tahun.
- Ketidak efektifan penyembuhan luka dapat disebabkan:
• Infeksi luka.
• Diostensi dari udema / palitik ileus.
• Tekanan pada daerah luka.
• Dehiscence.
• Eviscerasi.
Drain dan Balutan
Se
http://pande-krisna.blogspot.co.id/2012/12/asuhan-keperawatan-pre-intra-dan-post.html
ASKEP APENDITIS (Lengkap)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui tercipta
masyarakat bangsa dan negara Indonesia ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat
untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang optimal
di seluruh Republik Indonesia (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1998)
Kesehatan adalah milik yang sangat berharga bagi seseorang tanpa berarti segala aktivitas akan berhenti dengan
menyadari bagi hal itu setiap orang akan dituntut untuk meningkatkan dan mempertahankan kondisi tubuhnya yang kuat
sehingga tidak akan mudah diserang berbagai penyakit, diantaranya apendisitis.
Penyakit apendisitis merupakan salah satu masalah kesehatan dimana angka prevalensi yang tinggi dan akibat yang
ditimbulkannya juga merupakan salah satu penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas.
Berdasarka hal tersebut di atas maka penulis tertarik untuk menyusun karya tulis ilmiah dengan judul Asuhan
Keperawatan pada Tn “P” dengan apendisitis di rumah sakit Syekh Yusuf Kabupaten Gowa.
B. Tujuan Penulisan
C. Manfaat Penulisan
D. Metode Penulisan
Untuk memperoleh data bahan penulisan yang dibutuhkan dalam penyusunan karya tulis ini, maka penulis
menggunakan beberapa metode sebagai berikut :
1. Studi kasus, yaitu dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada
klien yang meliputi pengkajian data, analisa data, penetapan diagnosa keperawatan, penyusunan perencanaan, pelaksanaan
serta evaluasi asuhan keperawatan.
2. Studi kepustakaan yaitu dilakukan dengan cara membaca literatur-literatur yang berkaitan dengan karya tulis ini.
3. Diskusi dengan perawat yang ada di ruangan, tenaga kesehatan, yang terlibat, dosen dan pembimbing dari institusi pendidikan.
E. Ruang Lingkup Penulisan
Adapun ruang lingkup pembahasan dari karya tulis ini adalah mencakup pelaksanaan asuhan keperawatan yang
diterapkan pada klien Tn “P” dengan pre op apendisitis.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memberi gambaran karya tulis maka ini, secara sistematika diuraikan sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan
Bab ini membahas tentang latar belakang, tujuan, manfaat, metode, ruang lingkup dan sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Teoritis
Bab ini membahas tentang konsep dasar medik dan konsep dasar keperawatan. Konsep dasar medik terdiri dari : pengertian,
anatomi, fisiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan dan komplikasi. Konsep
dasar keperawatan terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan dan evaluasi.
Bab III Tinjauan Kasus
Pada bab ini membahas tentang asuhan keperawatan pada Tn “P” dengan apendisitis di ruang interna RSUD Syekh Yusuf
Kabupaten Gowa yang terdiri dari pengkajian, klasifikasi data, analisa data, prioritas masalah, perencanaan, pelaksanaan,
mengevaluasi tindakan keperawatan yang diberikan.
Bab IV Pembahasan
Bab ini menguraikan tentang adanya kesenjangan antara landasan teori dengan praktek pada klien Tn “P” dengan apendisitis.
Bab V Penutup
Kesimpulan dan saran.
BAB II
KONSEP TEORITIS
A. Tinjauan Medis
1. Pengertian
Apendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (4 inci), melekat pada sekomi tepat dibawah
katup iloesekal. Apendisitis berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosonannya
tidak efektif dan lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi (apendisitis),
(Brunner dan Suddarth, 2002).
Apandisitis mengacu pada radang apendiks, suatu tambahan seperti kantong yang tak berfungsi terletak pada
bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah obstruksi luman oleh fases yang akhirnya
merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson dan Goldman 1989).
2. Etiologi
Penyebab apendisitis paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah dan rongga abdomen, adalah
penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat, kira-kira 7% dari populasi akan mengalami apendisitis pada waktu yang
bersamaan dalam hidup mereka, pria lebih sering dipengaruhi daripada wanita dan remaja lebih sering pada orang dewasa.
Meskipun ini dapat terjadi pada usia berapa pun, apendisitis paling sering terjadi antara usia 10 dan 30 tahun.
3. Patofisiologi
Apendisitis terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat, kemungkinan oleh fekalit
(massa keras dari feses), tumor, atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intra luminal, menimbulkan nyeri
abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam, terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari
abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus.
4. Manifestasi Klinis
Nyeri kuadran kanan bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ruangan, mual, muntah, dan hilangnya nafsu
makan. Nyeri tekan lokal pada titik McBurneg (gambar 37.2) bila dilakukan tekanan nyeri tekan lepas (hasil atau intensifikasi
dari nyeri bila tekanan dilepaskan) mungkin dijumpai. Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau
diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan nyeri
tekan dapat terasa di daerah lumber, bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini dapat diketahui hanya pada pemeriksaan
rectal. Nyeri pada defekasi menunjukkan ujung apendiks berada dekat rektum, nyeri pada saat berkemih atau uretes, adanya
kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan dapat terjadi.
Tanda Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksial menyebabkan
nyeri yang terasa di kuadran kanan bawah/ apabila apendiks telah rupture, nyeri menjadi lebih menyebar, distensi abdomen
terjadi akibat ileus paralitik, dan kondisi pasien memburuk.
Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi. Tanda-tanda tersebut dapat sangat
meragukan. Menunjukkan obstriksi usus atau proses penyakit lainnya. pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai ia
mengalami reptor apendiks. Insidens perforasi pada apendiks lebih tinggi pada lansia karena banyak dari pasien-pasien ini
mencari bantuan perawatan kesehatan tidak secepat pasien-pasien yang lebih mudah.
5. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnostik diagnosa didasarkan pada pemeriksaan fisik lengkap dan tes laboratorium dan sinar-X hitung darah
lengkap dilakukan dan akan menunjukkan peningkatan jumlah darah putih. Jumlah leukosit mungkin lebih besar dari
10.000/mm3 dan pemeriksaan ultrasound dapat menunjukkan densitas kuadran kanan bawah atau kadar aliran udara
terlokalisasi.
6. Penatalaksanaan
Pembedahan di indikasikan bila didiagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai
pembedahan dilakukan analgesic dapat diberikan setelah didiagnosa ditegakkan.
Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkap apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan risiko
perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi emon atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan
lapareskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif.
7. Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses.
Insidens perforasi adalah 10% sampai 32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24
jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,7 oC atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau
nyeri tekan abdomen yang kontinyu.
B. Tinjauan Keperawatan
Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencanakan dan
melaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatannya
seoptimal mungkin. Proses keperawatan terdiri dari lima tahap, yaitu : pangkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi dan evaluasi.
1. Pengkajian
a. Aktivitas istirahat
1). Gejala : kelemahan, kelelahan
2). Tanda : tachikardi, tachipnea
b. Eliminasi
). Gejala : Konstiipasi pada awitan awal
). Tanda : nyeri abdomen
c. Makanan/Cairan
). Gejala : mual/muntah, anoreksia
). Tanda : mempertahankan keseimbangan cairan.
d. Nyeri/kenyamanan
). Gejala : nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus.
). Tanda : Perilaku berhati-hati, berbaring ke samping atau terlentang dengan lutut ditekuk.
2. Diagnosa Keperawatan
Sesuai dengan taori ada beberapa diagnosa keperawatan yang dapat kita angkat, yaitu :
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peradangan pada apendisitis.
b. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatannya berhubungan dengan kurang informasi.
c. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah praoperasi.
3. Perencanaan
a. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada apendisitis
Tujuan : Distensi jaringan usus oleh inflamasi
Kriteria hasil : Melaporkan nyeri hilang/terkontrol
Intervensi :
1. Kaji nyeri, lokasi, karakteristik, integritas nyeri dengan (skala 0-10)
Rasional : Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan, perubahan pada karakteristik nyeri.
2. Kaji tanda-tanda vital
Rasional : Perubahan tanda-tanda vital merupakan indikator terjadinya nyeri.
3. Ajarkan teknik relaksasi misalnya napas dalam.
Rasional : teknik relaksasi (napas dalam) dapat meningkatkan suplai O2 ke jaringan sehingga nyeri berkurang.
4. Lakukan massa pada daerah nyeri
Rasional : dapat mengurangi nyeri
5. Penatalaksanaan pemberian obat analgetik
Rasional : Obat analgetik dapat mengurangi nyeri.
b. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatannya berhubungan dengan kurang informasi.
uan : Kurang terpajan atau mengingat, salah informasi, tidak mengenal sumber informasi.
eria hasil : Komplokasi, berpartisipasi dalam program pengobatan
Intervensi :
1. Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penyakitnya
Rasional : Sebagai dasar untuk intervensi dan lanjutannya.
2. Dikusikan tentang pengobatan yang diberikan dan efek samping obat
Rasional : Pemahaman tentang penyakit dapat meningkatkan kerja sama dengan program terapi.
3. Berikan informasi untuk membatasi efektifitas guna mencegah kelelahan.
Rasional : Berikan penjelasan tentang penyakit dan proses pengobatannya.
c. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan : Kecemasan berkurang
Intervensi :
1. Beri penjelasan kepada klien tentang penyakitnya.
Rasional : Meningkat pengetahuan klien tentang penyakitnya.
2. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan keluhannya
Rasional : Mendengarkan keluhan agar klien merasa lega dan merasa diperhatikan, beban yang dirasakan dapat berkurang.
3. Libatkan keluarga klien dalam rencana keperawatan terhadap penyakitnya.
Rasional : Keterlibatan keluarga dalam perawatan dapat mengurangi kecemasan
4. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang
Rasional : agar klien tidak merasa bosan dalam menghadapi perawatan.
d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah praoperasi
Tujuan : inflamasi peritoneum
Kriteria hasil : mempertahankan keseimbangan cairan
Intervensi :
1. Awasi TD dan nadi
Rasional : tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi volume intravaskuler
2. Awasi masukan dan haluara : catat warna urine /konsentrasi, berat jenis
Rasional : penurunan haluara urine pekat dengan peningkatan berat jenis diduga dehiderasi /kebutuhan peningkatan cairan
3. Auskultasi bising usus catat kelancaran flatus , gerakan usus
Rasional : indikator kembalinya peristaltik, kesiapan untuk pemasukan per oral
4. Berikan perwatan mulut sering dengan perhatian khusus pada perlindungan bibir
Rasional : dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut kering dan pecah-pecah
4. Implementasi
Pelaksanaan perawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan untuk memperoleh
pelaksanaan yang efektif dituntut pengetahuan, keterampilan dan kemampuan berhubungan/komunikasi dengan anak dan
keluarga.
Ada 2 hasil diharapkan dalam pelaksanaan perawatan, yaitu
a. Adanya bukti bahwa klien sedang dalam proses menuju kepada tujuan atau telah mencapai tujuan tersebut.
b. Adanya bukti bahwa tindakan-tindakan perawatan yang diterima oleh klien.
Proses pelaksanaan perawat mencakup 3 hal :
a. Melaksanakan rencana keperawatan yaitu segala informasi yang mencakup dalam rencana keperawatan merupakan dasar
atau pedomen dalam intervensi perawatan.
b. Mengidentifikasi reaksi/tanggapan klien dalam mengidentifikasi reaksi klien dituntut upaya yang tidak tergesa-gesa dan cermat
serta teliti, agar menemukan reaksi-reaksi klien sebagai akibat tindakan perawatan yang diberikan.
c. Mengevaluasi tanggapan/reaksi klien dengan cara membandingkan terhadapsyarat-syarat dengan hasil yang diharapkan.
5. Evaluasi
Untuk mengetahui sejauh mana pencapaian tujuan dalam asuhan keperawatan yang telah dilakukan sebagai berikut :
a. Apakah tujuan keperawatan sudah tercapai atau belum
b. Apakah masalah yang ada telah teratasi
c. Apakah perlu pengkajian kembali
d. Apakah timbul masalah baru.
C. Penyimpangan KDM
Faeces yang terperangkap dalam
lumen app menyerap air meningkat
Obstruksi lumen apendiks
Hyperplasia jaringan limfoid sub
mukosa
Lumen menyempit
Perubahan
Invasi kuman E. coli status
kesehatan
Kurang informasi tentang penyakitnya
Udema, diapedesis bakteri dan
dan prosedur tindakan Ada rencana
ulserasi mukosa
operasi
kurang pengetahuan
Kurang
Apendisitis
informasi
Pengeluaran mediator kimia oleh
Kecemasan
sel radang
Merangsang nociceptor
Medula spinalis
Corteks Serebri
Nyeri
BAB III
TINJAUAN KASUS
Pada bab ini akan dibahas pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien Tn “P” dengan pre op apendisitis. Klien
masuk rumah sakit tanggal 5 April 2005, dirawat di ruang interna selama 2 hari dengan data yaitu : pengkajian, intervensi,
implementasi dan evaluasi.
A. Pengkajian Data
I. Biodata
a. Identitas Pasien
1. Nama : TN “P”
2. Umur : 50 tahun
3. Agama : Islam
4. Suku/Bangsa : Makassar/Indonesia
5. Pendidikan : Sarjana
6. Pekerjaan : Pensiunan
7. Status : Kawin
8. Alamat : Jl. Malino BT Kaluku
9. Pendapatan : Tidak tentu
10. Jenis Kelamin : Laki-laki
b. Nama Penanggung
1. Nama : Ny “M”
2. Umur : 33 tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Pekerjaan : IRT
5. Hubungan dengan klien : Istri
II. Riwayat Kesehatan
Keterangan : : Laki-Laki
: Perempuan
: Meninggal
: Klien
: Serumah
Komentar :
a. Tidak ada riwayat penyakit keturunan
b. Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien.
III. Pemeriksaan Fisik
5. Telinga
a. Inspeksi
- Struktur telinga simetris ki/ka
- Lubang telinga tidak berisi serumen
- Pendengaran baik
- Tidak memakai alat bantu pendengaran
b. Palpasi
- Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan
6. Mulut
a. Inspeksi
- Keadaan gigi lengkap
- Tidak memakai gigi palsu
- Tidak terdapat peradangan pada gusi
- Bibir kering
- Kemampuan bicara baik
- Keadaan lidah bersih
7. Tenggorokan
a. Inspeksi
- Tidak nyeri pada saat menelan
- Tidak ada keculitan saat menelan
8. Leher
a. Inspeksi
- Tidak nampak pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar limfa
- Tidak ada distensi venajubularis
- Tidak terdapat pelebaran venajubularis
b. Palpasi
- Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar limfe
- Tidak ada pelebaran venajubularis
9. Thorax dan pernapasan
a. Inspeksi
- Bentuk dada simetris ki/ka
- Irama pernapasan mengikuti gerakan dada
- Frekuensi pernapasan 16 x/m
- Tipe pernapasan : normal
b. Palpasi
- Tidak ada nyeri tekan
c. Auskultasi
- Suara napas vesikuler
- Bunyi tambahan tidak ada
d. Perkusi
- Sonor
10. Jantung
a. Inspeksi
- Tidak nampak ictus cerdis
b. Palpasi
- Tidak teraba denyut apek 3 jari dibawah papilla mammae pada intra kostalis.
c. Perkusi
- Tidak teraba pembesaran jantung
d. Auskultasi
- Bunyi jantung I dan II murni
- Bunyi jantung pekak
- Bunyi tambahan tidak ada.
11. Abdomen
a. Inspeksi
- Tidak ada pembesaran pada abdomen
- Tidak ada bekas luka pada abdomen
b. Palpasi
- Teraba benjolan pada abdomen kanan bawah
- Ada nyeri tekan abdomen kanan bawah
c. Auskultasi
-Penstaltik 11 x/m
d. Perkusi
- Tympani.
12. Genitalia
Tidak dilakukan pengkajian karena keluarga klien mengatakan tidak ada masalah.
13. Ekstremitas
Ekstremitas atas
- Motorik : pergerakan terbatas
- Kekuatan otot : 4
- Sensori : peka terhadap ransangan suhu
- Refleks : normal
Ekstremitas bawah
- Motorik : pergerakan terbatas
- Refleks : patella
b. Eliminasi BAB
Kebiasaan Sebelum Sakit Selama sakit
- Frekuensi BAB + 2 kali/haro - Tidak pernah BAB
- Konsistensi Kuning kecoklatan -
- Frekuensi BAK + 3-4 kali/haro 1-2 kali/hari
d. Personal Hygiene
Kebiasaan Sebelum Sakit Selama sakit
- Mandi 2 kali/hari, pagi dan Tidak pernah
sore
- Sikat gigi 2 kali/hari, pagi dan Tidak pernah
sore
- kebersihan rambut 2-3 kali/minggu Belum pernah
V. Kesehatan Sosial
- Interaksi dengan keluarga, perawat atau tim kesehatan lain dan pasien yang lainnya.
- Orang yang paling terdekat dengan klien adalah istri dan anak-anaknya.
- Pengobatan
a. Amoxan
b. Dulcolax
Data Fokus
DS DO
- Klien mengeluh nyeri- Klien nampak meringis
abdomen kanan bawah
- Klien menanyakan- Klien nampak sering
tentang proses bertanya.
penyakitnya. - Klien nampak khawatir
- Klien mengatakan- Klien nampak gelisah.
cemas bila mengingat- Ekspresi wajah tegang
penyakitnya. - Klien dan keluarga selalu
- Klien merasa khawatir bertanya tentang
tentang kondisi yang kondisnya
dialaminya sekarang.
- Klien mengeluh mual - Klien mengeluh muntah-
muntah
- Turgor bibir nampak
kering
- Tanda tanda vital
TD : 120/80 mmHg
N : 16 kali per menit
P : 24 kali per menit
S : 36oC
B. Analisa Data
Vital Signs
TD : 120/80
mmHg
N : 16 x/m
P : 24 x/m
S : 36oC
3. DS : Perubahan status Kecemasan
- Klien kesehatan
menyatakan
cemas bila Ada rencana operasi
mengingat
penyakitnya Kurang informasi
- Klien merasa
khawatir Kecemasan
tentang kondisi
yang
dialaminya
sekarang
DO :
- Klien nampak
gelisah
- Ekspresi wajah
tegang
- Klien dan
keluarga selalu
bertanya
tentang
kondisinya.
Vital Signs
TD : 120/80
mmHg
N : 16 x/m
P : 24 x/m
S : 36oC
4. DS : Peningkatan Kekurangan
- Klien metabolisme tubuh volume cairan
mengeluh mual
DO :
- Perporasi jaringan
Klien mengel
uh muntah- rangsangan medulla
muntah spinalis
- Turgor bibir
nampak kering
Tanda –tanda Mual/muntah
vital
TD : kekurangan volume
120/80 mmHg cairan
N : 16 x /m
P : 24 x /m
S : 36 oC
C. Prioritas Masalah
5. Obat analgetik
dapat
mengurangi
nyeri.
Catatan Perkembangan
A. Pengkajian
Secara garis besar tampak ada persamaan antara teori yang dibahas dalam bab II dengan laporan kasus bab III.
Dalam teori dijelaskan bahwa tanda dan gejala apendisitis adalah malaise, takikardi, konstipasi pada awitan awal, distensi
abdomen, nyeri tekan, anoreksia, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan ambilikus yang meningkat berat dan terlokalisasi
pada titik Mc Burney (Setengah jarak antara umbilicus dan tulang ileum kanan).
Sedangkan pada kasus yang diangkat dimana gejala klinik yang ada seperti, konstipasi pada awitan awal, tachikardi,
malaise, nyeri abdomen, anoreksia, mual dan muntah.
B. Diagnosa Keperawatan
D. Pelaksanaan
Pada pelaksanaan asuhan keperawatan kasus nyata, semua rencana intervensi yang telah disusun untuk ketiga
diagnosa dapat dilaksanakan pada kasus nyata. Hal-hal yang mendukung implementasi yang direncenakan dapat
dilaksanakan karena adanya kerjasama yang baik dengan klien dan keluarga serta tim kesehatan yang lainnya yang ada di
ruangan dan tersedianya sarana dan prasarana di ruangan untuk kelancaran dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada
klien Tn “P”.
E. Evaluasi
Tahap ini merupakan respon umpan balik dari tindakan yang dilakukan dimana setiap tindakan pengobatan
menyebabkan timbulnya respon. Evaluasi dilakukan tiap hari untuk mengetahui pencapaian tujuan dan sejauh mana respon
klien setelah dilakukan intervensi keperawatan. Dari 4 (empat) diagnosa yang diangkat oleh penulis belum teratasi :
1. Nyeri berhubungan dengan peradangan apendisitis
2. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatannya berhubungan dengan kurang informasi.
3. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah praoperasi
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan tindakan keperawatan yang diberikan belum
mampu menyelesaikan semua masalah keperawatan yang dialami klien karena masalah keperawatan yang dialami klien
cukup berat yang memerlukan perawatan yang cukup lama sementara implementasi dalam karya tulis ini hanya 2 hari, namun
hal-hal yang mendukung tercapainya tujuan yang diinginkan misalnya keterlibatan keluarga klien terhadap tindakan
keperawatan yang diberikan dan kerja sama petugas ruangan akan membantu menyelesaikan masalah klien nantinya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini penulis akan menuliskan beberapa kesimpulan dan saran dalam peningkatan pelayanan asuhan
keperawatan khususnya pada penderita pre op apendisitis.
A. Kesimpulan
1. Klien dengan pre op apendisitis memerlukan asuhan keperawatan yang sesuai dengan respon dan kebutuhan dasarnya.
2. Klien dengan pre op apendisitis proses pengobatan memerlukan perhatian khusus untuk memenuhi kebutuhan setiap hari dan
pemberian motivasi atau dukungan untuk mengurangi tingkat kecemasannya.
3. Klien dengan pre op apendisitis perlu perhatian selama perawatan dan menjaga kebersihan kulit karena umumnya mengalami
gangguan aktivitas (bedrest total).
4. Keterlibatan keluarga, orang dekat dan pelayan kesehatan khususnya perawat sangat membantu klien memenuhi kebutuhan
dasarnya.
B. Saran
1. Untuk rumah sakit perlu menyiapkan sarana dan prasarana yang lebih memadai sebagai sarana
peningkatan kualitas asuhan keperawatan khususnya klien dengan pre op apendisitis.
2. Peningkatan sumber daya manusia sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges Marilynn E, dkk, 2002. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi III, EGC.
Depkes RI, 2000, Indonesia Sehat 2010, Visi Baru, Misi Kebijakan dan Strategi Pembangunan kesehatan, Jakarta.
Smelzzer dan Bare C, 2000. Buku Ajar Medikal Brunner and Suddarth, Edisi VIII, Volume 2, EGC Jakarta.
https://budinh.blogspot.co.id/2013/03/askep-apenditis-lengkap.html
APENDIKSITIS
A.PENDAHULUAN
a) PERSIAPAN FISIK
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu :
Persiapan di unit perawatan
Persiapan di ruang operasi
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi antara lain :
2) Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit
trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen.
Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein
yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami
berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah
sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya
jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi
yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.
3) Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan.
Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit yang
biasanya dilakuakan pemeriksaan diantaranya dalah kadar natrium serum (normal : 135 -145
mmol/l), kadar kalium serum (normal : 3,5 - 5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70 - 1,50 mg/dl).
Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi
mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik
maka operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami gangguan seperti
oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, nefritis akut maka operasi harus ditunda menunggu perbaikan
fungsi ginjal. Kecuali pada kasus-kasus yang mengancam jiwa.
Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang bisa
diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan lambung dan
kolon dengan tindakan enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya
puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk
menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses
ke area pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus pada
pasien yang menbutuhkan operasi CITO (segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas. Maka
pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric tube).
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada
daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat
bersembunyi kuman dan juga mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka.
Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan pencukuran sebelum
operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus
dilakukan dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali
pasien di berikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman.
Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang akan
dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran jika yang dilakukan
operasi pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya : apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis,
operasi pemasangan plate pada fraktur femur, hemmoroidektomi. Selain terkait daerah
pembedahan, pencukuran pada lengan juga dilakukan pada pemasangan infus sebelum
pembedahan.
6) Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang kotor
dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi.
Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat diajurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah
operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal
hygiene secara mandiri maka perawat akan memeberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal
hygiene.
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat penting
sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi, seperti : nyeri daerah operasi,
batuk dan banyak lendir pada tenggorokan.
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri setelah operasi
dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih mampu beradaptasi dengan nyeri dan
dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain itu teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan
oksigenasi darah setelah anastesi umum. Dengan melakukan latihan tarik nafas dalam secara efektif
dan benar maka pasien dapat segera mempraktekkan hal ini segera setelah operasi sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan pasien. Latihan nafas dalam dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1) Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler) dengan lutut ditekuk dan perut
tidak boleh tegang.
3) Hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung dalam kondisi mulut tertutup rapat.
4) Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahan-lahan, udara dikeluarkan sedikit
demi sedikit melalui mulut.
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang mengalami
operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami pemasangan alat bantu nafas selama
dalam kondisi teranstesi. Sehingga ketika sadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada
tenggorokan. Dengan terasa banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat
bermanfaat bagi pasien setalah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret tersebut. Pasien
dapat dilatih melakukan teknik batuk efektif dengan cara :
1) Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari-jari tangan dan letakkan melintang
diatas incisi sebagai bebat ketika batuk.
2) Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali)
3) Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka dan tidak hanya batuk dengan
mengadalkan kekuatan tenggorokan saja karena bisa terjadi luka pada tenggorokan. Hal ini bisa
menimbulkan ketidaknyamanan, namun tidak berbahaya terhadap incisi.
5) Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa menambahkan dengan menggunakan
bantal kecil atau gulungan handuk yang lembut untuk menahan daerah operasi dengan hati-hati
sehingga dapat mengurangi guncangan tubuh saat batuk.
Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah operasi,
pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat proses
penyembuhan.
Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru tentang pergerakan pasien
setalah operasi. Banyak pasien yang tidak berani menggerakkan tubuh karena takut jahitan operasi
sobek atau takut luka operasinya lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru karena justru jika
pasien selesai operasi dan segera bergerak maka pasien akan lebih cepat merangsang usus
(peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat kentut/flatus. Keuntungan lain adalah
menghindarkan penumpukan lendir pada saluran pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi
dan terjadinya dekubitus. Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena
dan menunjang fungsi pernafasan optimal. Intervensi ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan
juga Range of Motion (ROM). Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya dilakukan
secara pasif namun kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan tonus otot maka pasien
diminta melakukan secara mandiri.
Status kesehatan fisik merupakan faktor yang sangat penting bagi pasien yang akan
mengalami pembedahan, keadaan umum yang baik akan mendukung dan mempengaruhi proses
penyembuhan. Sebaliknya, berbagai kondisi fisiologis dapat mempengaruhi proses pembedahan.
Demikian juga faktor usia/penuaan dapat mengakibatkan komplikasi dan merupakan faktor resiko
pembedahan. Oleh karena itu sangatlah penting untuk mempersiapkan fisik pasien sebelum
dilakukan pembedahan/operasi. Faktor resiko terhadap pembedahan antara lain :
1. Usia
Pasien dengan usia yang terlalu muda (bayi/anak-anak) dan usia lanjut mempunyai resiko lebih
besar. Hal ini diakibatkan cadangan fisiologis pada usia tua sudah sangat menurun . sedangkan pada
bayi dan anak-anak disebabkan oleh karena belum matur-nya semua fungsi organ.
2. Nutrisi
Kondisi malnutrisi dan obesitas/kegemukan lebih beresiko terhadap pembedahan dibandingakan
dengan orang normal dengan gizi baik terutama pada fase penyembuhan. Pada orang malnutisi
maka orang tersebut mengalami defisiensi nutrisi yang sangat diperlukan untuk proses
penyembuhan luka. Nutrisi-nutrisi tersebut antara lain adalah protein, kalori, air, vitamin C, vitamin
B kompleks, vitamin A, Vitamin K, zat besi dan seng (diperlukan untuk sintesis protein).
Pada pasien yang mengalami obesitas. Selama pembedahan jaringan lemak, terutama sekali sangat
rentan terhadap infeksi. Selain itu, obesitas meningkatkan permasalahan teknik dan mekanik. Oleh
karenanya dehisiensi dan infeksi luka, umum terjadi. Pasien obes sering sulit dirawat karena
tambahan beraat badan; pasien bernafas tidak optimal saat berbaaring miring dan karenanya mudah
mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmonari pascaoperatif. Selain itu, distensi abdomen,
flebitis dan kardiovaskuler, endokrin, hepatik dan penyakit biliari terjadi lebih sering pada pasien
obes.
3. Penyakit Kronis
Pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, PPOM, dan insufisiensi ginjal menjadi
lebih sukar terkait dengan pemakian energi kalori untuk penyembuhan primer. Dan juga pada
penyakit ini banyak masalah sistemik yang mengganggu sehingga komplikasi pembedahan maupun
pasca pembedahan sangat tinggi.
5. Merokok
Pasien dengan riwayat merokok biasanya akan mengalami gangguan vaskuler, terutama terjadi
arterosklerosis pembuluh darah, yang akan meningkatkan tekanan darah sistemiknya.
6. Alkohol dan obat-obatan
Individu dengan riwayat alkoholic kronik seringkali menderita malnutrisi dan masalah-masalah
sistemik, sperti gangguan ginjal dan hepar yang akan meningkatkan resiko pembedahan. Pada kasus
kecelakaan lalu lintas yang seringkali dialami oleh pemabuk. Maka sebelum dilakukan operasi
darurat perlu dilakukan pengosongan lambung untuk menghindari asprirasi dengan pemasangan
NGT.
b) PERSIAPAN PENUNJANG
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan
pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak meungkin bisa
menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang yang
dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti
ECG, dan lain-lain.
Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan operasi pada pasien, dokter melakukan
berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit pasien sehingga dokter bisa menyimpulkan
penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter bedah memutuskan untuk dilakukan operasi maka
dokter anstesi berperan untuk menentukan apakan kondisi pasien layak menjalani operasi. Untuk itu
dokter anastesi juga memerlukan berbagai macam pemrikasaan laboratorium terutama
pemeriksaan masa perdarahan (bledding time) dan masa pembekuan (clotting time) darah pasien,
elektrolit serum, Hemoglobin, protein darah, dan hasil pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks
dan EKG.
Dibawah ini adalah berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada pasien
sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan terhadap pasien, namun tergantung pada
jenis penyakit dan operasi yang dijalani oleh pasien). Pemeriksaan penunjang antara lain :
1. Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen, foto tulang (daerah fraktur),
USG (Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized Tomography Scan) , MRI (Magnrtic Resonance
Imagine), BNO-IVP, Renogram, Cystoscopy, Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKG/ECG (Electro
Cardio Grafi), ECHO, EEG (Electro Enchephalo Grafi), dll.
2. Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah : hemoglobin, angka leukosit, limfosit, LED
(laju enap darah), jumlah trombosit, protein total (albumin dan globulin), elektrolit (kalium, natrium,
dan chlorida), CT/BT, ureum kretinin, BUN, dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsun tulang
jika penyakit terkaut dengan kelainan darah.
3. Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan tubuh untuk memastikan
penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya dilakukan untuk memastikan apakah ada tumor
ganas/jinak atau hanya berupa infeksi kronis saja.
5. Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien dalan rentang
normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan
diambil darahnya jam 8 pagi) dan juga dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP (ppst prandial).
Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiuasan dilakukan untuk keselamatan selama
pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi kepentingan pembedahan, pasien akan mengalami
pemeriksaan status fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko pembiusan terhadap diri
pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan menggunakan metode ASA
(American Society of Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi
pada umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf. Berikut
adalah tabel pemeriksaan ASA.
ASA grade I
Status fisik : Tidak ada gangguan organik, biokimia dan psikiatri. Misal: penderita dengan
herinia ingunalis tanpa kelainan lain, orang tua sehat, bayi muda yang sehat.
Mortality (%) : 0,05.
ASA grade II
Status fisik : Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan diseababkan oleh penyakit
yang akan dibedah. Misal: penderita dengan obesitas, penderita dengan bronkitis dan penderita
dengan diabetes mellitus ringan yang akan mengalami appendiktomi
Mortality (%) : 0,4.
Status fisik : Penyakit sistemik berat; misalnya penderita diabetes mellitus dengan
komplikasi pembuluh darah dan datang dengan appendisitis akut.
Mortality (%) : 4,5.
ASA grade IV
Status fisik : Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa yang tidak selalu
dapat diperbaiki dengan pembedahan, misalnya : insufisiensi koroner atau infark miokard
Mortality (%) : 25.
ASA grade V
Status fisik : Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa yang tidak selalu
dapat diperbaiki dengan pembedahan, misalnya : insufisiensi koroner atau infark miokard
Mortality (%) : 50.
d)INFORM CONSENT
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain yang
sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan tanggung gugat, yaitu Inform
Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil
apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib
menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anastesi).
Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi tidak dapat dihindari dan
merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien. Dan dalam kondisi nyata, tidak semua tindakan operasi
mengakibatkan komplikasi yang berlebihan bagi klien. Bahkan seringkali pasien dapat pulang
kembali ke rumah dalam keadaan sehat tanpa komplikasi atau resiko apapun segera setelah
mengalami operasi. Tentunya hal ini terkait dengan berbagai faktor seperti: kondisi nutrisi pasien
yang baik, cukup istirahat, kepatuhan terhadap pengobatan, kerjasama yang baik dengan perawat
dan tim selama dalam perawatan.
Inform Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi aspek etik hukum,
maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhdap pasien wajib untuk menandatangani surat
pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan pada pasien terkait dengan
pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya.
Pasien maupun keluarganya sebelum menandatangani surat pernyataan tersut akan mendapatkan
informasi yang detail terkait dengan segala macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta
pembiusan yang akan dijalani. Jika petugas belum menjelaskan secara detail, maka pihak
pasien/keluarganya berhak untuk menanyakan kembali sampai betul-betul paham. Hal ini sangat
penting untuk dilakukan karena jika tidak meka penyesalan akan dialami oleh pasien/keluarga
setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak sesuai dengan gambaran keluarga.
e)PERSIAPAN MENTAL/PSIKIS
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan
operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya.
Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada integeritas seseorang
yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis (Barbara C. Long).Contoh
perubahan fisiologis yang muncul akibat kecemasan dan ketakutan antara lain :Pasien dengan
riwayat hipertensi jika mengalami kecemasan sebelum operasi dapat mengakibatkan pasien sulit
tidur dan tekanan darahnya akan meningkat sehingga operasi bisa dibatalkan. Pasien wanita yang
terlalu cemas menghadapi operasi dapat mengalami menstruasi lebih cepat dari biasanya, sehingga
operasi terpaksa harus ditunda.
Setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda dalam menghadapi pengalaman operasi sehingga
akan memberikan respon yang berbeda pula, akan tetapi sesungguhnya perasaan takut dan cemas
selalu dialami setiap orang dalam menghadapi pembedahan. Berbagai alasan yang dapat
menyebabkan ketakutan/kecemasan pasien dalam menghadapi pembedahan antara lain :
2) Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal (body image)
4) Takut/cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang mempunyai penyakit yang sama.
Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat dideteksi dengan adanya
perubahan-perubahan fisik seperti : meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan-gerakan
tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah, menayakan pertanyaan yang
sama berulang kali, sulit tidur, sering berkemih. Perawat perlu mengkaji mekanisme koping yang
biasa digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu perawat perlu mengkaji hal-hal
yang bisa digunakan untuk membantu pasien dalam menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan
ini, seperti adanya orang terdekat, tingkat perkembangan pasien, faktor pendukung/support system.
Untuk mengurangi / mengatasi kecemasan pasien, perawat dapat menanyakan hal-hal yang terkait
dengan persiapan operasi, antara lain :
Pengetahuan pasien dan keluarga tentang prosedur (pre, intra, post operasi)
Pengetahuan tentang latihan-latihan yang harus dilakukan sebelum operasi dan harus dijalankan
setalah operasi, seperti : latihan nafas dalam, batuk efektif, ROM, dll.
Persiapan mental yang kurang memadai dapat mempengaruhi pengambilan keputusan pasien dan
keluarganya. Sehingga tidak jarang pasien menolak operasi yang sebelumnya telah disetujui dan
biasanya pasien pulang tanpa operasi dan beberapa hari kemudian datang lagi ke rumah sakit
setalah merasa sudah siap dan hal ini berarti telah menunda operasi yang mestinya sudah dilakukan
beberapa hari/minggu yang lalu. Oleh karena itu persiapan mental pasien menjadi hal yang penting
untuk diperhatikan dan didukung oleh keluarga/orang terdekat pasien.
Persiapan mental dapat dilakukan dengan bantuan keluarga dan perawat. Kehadiran dan
keterlibatan keluarga sangat mendukung persiapan mental pasien. Keluarga hanya perlu
mendampingi pasien sebelum operasi, memberikan doa dan dukungan pasien dengan kata-kata
yang menenangkan hati pasien dan meneguhkan keputusan pasien untuk menjalani operasi.
Peranan perawat dalam memberikan dukungan mental dapat dilakukan dengan berbagai cara:
1. Membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang dialami pasien sebelum operasi,
memberikan informasi pada pasien tentang waktu operasi, hal-hal yang akan dialami oleh pasien
selama proses operasi, menunjukkan tempat kamar operasi, dll.
2. Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi maka diharapkan pasien mejadi lebih siap
menghadapi operasi, meskipun demikian ada keluarga yang tidak menghendaki pasien mengetahui
tentang berbagai hal yang terkait dengan operasi yang akan dialami pasien.
3. Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan persiapan operasi sesuai dengan
tingkat perkembangan. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas. Misalnya: jika pasien harus
puasa, perawat akan menjelaskan kapan mulai puasa dan samapai kapan, manfaatnya untuk apa,
dan jika diambil darahnya, pasien perlu diberikan penjelasan tujuan dari pemeriksaan darah yang
dilakukan, dll. Diharapkan dengan pemberian informasi yang lengkap, kecemasan yang dialami oleh
pasien akan dapat diturunkan dan mempersiapkan mental pasien dengan baik
4. Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan tentang segala prosedur
yang ada. Dan memberi kesempatan pada pasien dan keluarga untuk berdoa bersama-sama
sebelum pasien di antar ke kamar operasi.
5. Mengoreksi pengertian yang saah tentang tindakan pembedahan dan hal-hal lain karena pengertian
yang salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien.
6. Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi, seperti valium dan diazepam
tablet sebelum pasien tidur untuk menurunkan kecemasan dan pasien dapat tidur sehingga
kebutuhan istirahatnya terpenuhi.
7. Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar operasi, petugas kesehatan di
situ akan memperkenalkan diri sehingga membuat pasien merasa lebih tenang. Untuk memberikan
ketenangan pada pasien, keluarga juga diberikan kesempatn untuk mengantar pasien samapi ke
batas kamar operasi dan diperkenankan untuk menunggu di ruang tunggu yang terletak di depan
kamar operasi.
f) OBAT-OBATAN PRE MEDIKASI
Sebelum operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan diberikan obat-obatan
premedikasi untuk memberikan kesempatan pasien mendapatkan waktu istirahat yang cukup. Obat-
obatan premedikasi yang diberikan biasanya adalah valium atau diazepam. Antibiotik profilaksis
biasanya di berikan sebelum pasien di operasi. Antibiotik profilaksis yang diberikan dengan tujuan
untuk mencegah terjadinya infeksi selama tindakan operasi, antibiotika profilaksis biasanya di
berikan 1-2 jam sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan pasca bedah 2- 3 kali. Antibiotik yang dapat
diberikan adalah ceftriakson 1gram dan lain-lain sesuai indikasi pasien.
C.MANAJEMEN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh
(Boedihartono, 1994 : 10).
Pengkajian pasien Pre operatif (Marilynn E. Doenges, 1999) meliputi :
1) Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular perifer, atau stasis
vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus.
2) Integritas ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple, misalnya financial,
hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.
3) Makanan / cairan
Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi
(termasuk obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra
operasi).
4) Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
5) Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi immune
(peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker
terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic
(efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah /
reaksi transfuse.
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
6) Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid,
antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau
tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol
(risiko akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial
bagi penarikan diri pasca operasi).
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial
berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994 : 17).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Pre Operatif (Wilkinson, M. Judith, 2006) meliputi :
1. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap perubahan status
kesehatan, ancaman terhadap pola interaksi dengan orang yang berarti, krisis situasi atau krisis
maturasi.
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan, efek samping penanganan, factor budaya
atau spiritual yang berpengaruh pada perubahan penampilan.
6. Mobilitas fisik, hambatan berhubungan dengan penurunan rentang gerak, kerusakan saraf/otot, dan
nyeri.
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk
menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994:20)
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995:40).
Intervensi dan implementasi keperawatan pasien Pre Operatif (Wilkinson, M. Judith, 2006) adalah :
1. Ansietas adalah suatu keresahan, perasaan ketidaknyamanan yang tidak mudah atau dread yang
disertai dengan respons autonomis ; sumbernya seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh
individu ; perasaan khawatir yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya.ini merupakan tanda
bahya yang memperingatkan bahaya yang akan terjadi dan memampukan individu untuk membuat
pengukuran untuk mengatasi ancaman.
2. Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien untuk mengatasi ansietas di masa lalu.
R : mempertahankan mekanisme koping adaftif, meningkatkan kemampuan
mengontrol ansietas.
3. Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan
perasaan.
R : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk mengeksternalisasikan
4. Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini, harapa-harapan yang positif
terhadap terapy yang di jalani.
R : alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi kecemasan.
5. Berikan penguatan yang positif untuk meneruskan aktivitas sehari-hari meskipun dalam keadaan
cemas.
R : menciptakan rasa percaya dalam diri pasien bahwa dirinya mampu mengatasi masalahnya dan
memberi keyakinan pada diri sendri yang dibuktikan dengan pengakuan orang lain atas
kemampuannya.
7. Sediakan informasi factual (nyata dan benar) kepada pasien dan keluarga menyangkut diagnosis,
perawatan dan prognosis.
R : meningkatkan pengetahuan, mengurangi kecemasan.
8. Kolaborasi pemberian obat anti ansietas.
R : mengurangi ansietas sesuai kebutuhan.
2. Gangguan citra tubuh adalah konfusi pada gaambaran mental dari fisik seseorang.
Tujuan : pasien memiliki persepsi yang positif terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
Kriteria hasil :
- pasien melaporkan kepuasan terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
- memiliki keinginan untuk menyentuh bagian tubuh yang mengalami gangguan.
- menggambarkan perubahan actual pada fungsi tubuh.
1. Kaji dan dokumentasikan respons verbal dan non verbal pasien tentang tubuhnya.
R : factor yang mengidentifikasikan adanya gangguan persepsi pada citra tubuh.
3. Dengarkan pasien dan keluarga secara aktif, dan akui realitas adanya perhatian terhadap perawatan,
kemajuan dan prognosis.
R : meningkatkan perasaan berarti, memudahkan saran koping, mengurangi kecemasan.
4. Berikan perawatan dengan cara yang tidak menghakimi, jaga privasi dan martabat pasien.
R : menciptakan suasana saling percaya, meningkatkan harga diri dan perasaan berarti dalam diri
pasien.
3. Koping individu, ketidakefektifan adalah ketidakmampuan membuat penilaian yang tepat terhadap
stressor, pilihan respons untuk bertindak secara tidak adekuat, dan atau ketidakmampuan untuk
menggunakan sumber yang tersedia.
5. Libatkan sumber-sumber yang ada di rumah sakit dalam memberikan dukungan emosional untuk
pasien dan keluarga.
R : menciptakan suasana saling percaya, perasaan berarti, dan mengurangi kecemasan.
4. Proses keluarga, perubahan adalah suatu perubahan dalam hubungan dan/atau fungsi keluarga.
Tujuan : pasien dan keluarga memahami perubahan perubahan dalam peran keluarga.
Kriteria hasil :
- pasien/keluarga mampu mengidentifikasi koping.
- paien/keluarga berpartisipasi dalam proses membuat keputusan berhubungan dengan perawatan
setelah rawat inap.
3. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang tambahan ketrampilan koping yang digunakan.
R : membantu keluarga dalam memilih mekanisme koping adaptif yang tepat .
4. Dukung kesempatan untuk mendapatkan pengalaman masa anak-anak yang normal pada anak yang
berpenyakit kronis atau tidak mampu.
R : memudahkan keluarga dalam menciptakan/memelihara fungsi anggota keluarga.
5. Ketakutan adalah ansietas yang disebabkan oleh sesuatu yang dikenali secara sadar dan bahaya
nyata dan dipersepsikan sebagai bahaya yang nyata.
2. Berikan penguatan positif bila pasien mendemonstrasikan perilaku yang dapat menurunkan atau
mengurangi takut.
R : mempertahankan perilaku koping yang efektif.
3. Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan
perasaan.
R : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk mengeksternalisasikan kecemasan yang
dirasakan.
4. Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini, harapan-harapan yang positif
terhadap terapy yang di jalani.
R : alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi kecemasan.
6. Mobilitas fisik, hambatan adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakkan fisik yang
bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :
- penampilan yang seimbang..
- melakukan pergerakkan dan perpindahan.
- mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
a. 0 = mandiri penuh
c. 2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
4. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R : mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
4. EVALUASI
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian
tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan
ditetapkan (Brooker, Christine. 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan Pre Operasi Tumor adalah :
1) Ansietas berkurang/terkontrol.
2) Pasien memiliki persepsi yang positif terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
Anggota tim asuhan pasien intra operatif biasanya di bagi dalam dua bagian. Berdasarkan kategori
kecil terdiri dari anggota steril dan tidak steril :
1. Anggota steril
1) Ahli bedah utama / operator
2. Perawat sirkulasi
A. Pengaturan Posisi
1. Posisi diberikan perawat akan mempengaruhi rasa nyaman pasien dan keadaan psikologis pasien.
2. Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien adalah :
4) Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan (arthritis).
2) Sedapat mungkin jaga privasi pasien, buka area yang akan dibedah dan kakinya ditutup dengan duk.
3) Amankan pasien diatas meja operasi dengan lilitan sabuk yang baik yang biasanya dililitkan diatas
lutut. Saraf, otot dan tulang dilindungi untuk menjaga kerusakan saraf dan jaringan.
4) Jaga pernafasan dan sirkulasi vaskuler pasien tetap adekuat, untuk meyakinkan terjadinya
pertukaran udara.
5) Hindari tekanan pada dada atau bagain tubuh tertentu, karena tekanan dapat menyebabkan
perlambatan sirkulasi darah yang merupakan faktor predisposisi terjadinya thrombus.
6) Jangan ijinkan ekstremitas pasien terayun diluar meja operasi karena hal ini dapat melemahkan
sirkulasi dan menyebabkan terjadinya kerusakan otot.
9) Untuk posisi litotomi, naikkan dan turunkan kedua ekstremitas bawah secara bersamaan untuk
menjaga agar lutut tidak mengalami dislokasi.
g. Perawatan Drainase
B. Pengkajian
1. Pengkajian Fisisk
- Sistem integumentum
Pucat
Sianosis
- Sistem Kardiovaskuler
Oedema
Pucat
- Sistem pernafasan
- Sistem gastrointestinal
- Sistem saraf
Kesadaran ?
Lavement ?
Kapter ?
Perhiasan ?
Make up ?
Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien yang diberi anaesthesi total
adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan pada pasien yang diberi anaesthesi lokal ditambah dengan
pengkajian psikososial.
1. Pengkajian mental
Bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien masih sadar / terjaga maka sebaiknya perawat
menjelaskan prosedur yang sedang dilakukan terhadapnya dan memberi dukungan agar pasien tidak
cemas/takut menghadapi prosedur tersebut.
2. Pengkajian fisik
- Tanda-tanda vital
(Bila terjadi ketidaknormalan tanda-tanda vital dari pasien maka perawat harus memberitahukan
ketidaknormalan tersebut kepada ahli bedah).
- Transfusi
(Monitor flabot transfusi sudah habis apa belum. Bila hampir habis segera diganti dan juga dilakukan
observasi jalannya aliran transfusi).
- Infus
(Monitor flabot infuse sudah habis apa belum. Bila hampir habis harus segera diganti dan juga
dilakukan observasi jalannya aliran infuse).
- Pengeluaran urin
Diagnosa Kepeawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin sering muncul pada pasien selama pelaksanaan operasi adalah
sebagai berikut :
1. Cemas
1. Resiko perlukaan/injury
3. Resiko infeksi
Periode segera sesudah anaesthesi adalah gawat. Pasien harus diamati dengan jeli dan harus
mendapat bantuan fisik dan psikologis yang intensif sampai pengaruh utama dari anaesthesi mulai
berkurang dan kondisi umum mulai stabil.
Banyaknya asuhan keperawatan yang dilaksanakan segera setelah periode pasca anaesthesi
tergantung kepada prosedur bedah yang dilakukan. Hal-hal yang harus diperhatikan meliputi :
2. Berikan posisi miring atau setengah telungkup dengan kepala tengadah kebelakang dan rahang
didorong ke depan pada pasien sampai reflek-reflek pelindung pulih.
Saluran nafas pada orofaring biasanya terpasang terus setelah pemberian anaesthesi umum untuk
mempertahankan saluran tetap terbuka dan lidah kedepan sampai reflek faring pulih. Bila pasien
tidak bisa batuk dan mengeluarkan dahak dan lendir harus dibantu dengan suction.
1. Terapi oksigen
O2 sering diberikan pada pasca operasi, karena obat anaesthesi dapat menyebabkan lyphokhemia.
Selain pemberian O2 harus diberikan latihan nafas dalam setelah pasien sadar.
2. Mempertahankan sirkulasi.
Hipotensi dan aritmia adalah merupakan komplikasi kardiovaskuler yang paling sering terjadi pada
pasien post anaesthesi.
Pemantauan tanda vital dilakukan tiap 15 menit sekali selama pasien berada di ruang pemulihan.
Pemberian infus merupakan usaha pertama untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit.
Monitor cairan per infus sangat penting untuk mengetahui kecukupan pengganti dan pencegah
kelebihan cairan. Begitu pula cairan yang keluar juga harus dimonitor.
Pasien post operasi atau post anaesthesi sebaiknya pada tempat tidurnya dipasang pengaman
sampai pasien sadar betul. Posisi pasien sering diubah untuk mencegah kerusakan saraf akibat
tekanan kepada saraf otot dan persendian.
Obat analgesik dapat diberikan pada pasien yang kesakitan dan gelisah sesuai dengan program
dokter.
Pada pasien yang mulai sadar, memerlukan orientasi dan merupakan tunjangan agar tidak merasa
sendirian. Pasien harus diberi penjelasan bahwa operasi sudah selesai dan diberitahu apa yang
sedang dilakukan.
Uraian diatas telah membahas tentang hal yang diperhatikan pada pasien post anaesthesi. Untuk
lebih jelasnya maka dibawah ini adalah petunjuk perawatan / observasi diruang pemulihan :
1. Posisi kepala pasien lebih rendah dan kepala dimiringkan pada pasien dengan pembiusan umum,
sedang pada pasein dengan anaesthesi regional posisi semi fowler.
- Tekanan sistolik < 90 –100 mmHg atau > 150 – 160 mmH, diastolik < 50 mmHg atau > dari 90
mmHg.
5. Pasien harus sudah sadar kembali dan tingkat kesadaran pasien telah sempurna.
6. Urine yang keluar harus adekuat ( 1cc/ Kg/jam). Jumlahnya harus dicatat dan dilaporkan.
8. Jika keadaan pasien membaik, pernyataan persetujuan harus dibuat untuk kehadiran pasien
tersebut oleh seorang perawat khusus yang bertugas pada unit dimana pasien akan dipindahkan.
9. Staf dari unit dimana pasien harus dipindahkan, perlu diingatkan untuk menyiapkan dan menerima
pasien tersebut.
Hal-hal yang harus diperhatikan selama membawa pasien ke ruangan antara lain :
- Kepala pasien sedapat mungkin harus dimiringkan untuk menjaga bila muntah sewaktu-waktu, dan
muka pasien harus terlihat sehingga bila ada perubahan sewaktu-waktu terlihat.
A. Pengkajin awal
1. Status Respirasi
Melipuiti :
- Kedalaman pernafasaan.
- Bunyi nafas
1. Status sirkulatori
Meliputi :
- Nadi
- Tekanan darah
- Suhu
- Warna kulit
1. Status neurologis
1. Balutan
Meliputi :
- Keadaan drain
1. Kenyamanan
Meliputi :
- Terdapat nyeri
- Mual
- Muntah
1. Keselamatan
Meliputi :
1. Perawatan
Meliputi :
- Sistem drainage : bentuk kelancaran pipa, hubungan dengan alat penampung, sifat dan jumlah
drainage.
1. Nyeri
Meliputi :
- Waktu
- Tempat.
- Frekuensi
- Kualitas
A. Data Subyektif
Mual jarang timbul setelah pasca anaesthesi baru. Sangat besar kemungkinan terjadi mual
bila perut mengalami manipulasi yang ekstensif pada waktu prosedur bedah atau telah mendapat
narkotika yang cukup banyak.
B. Data Objektif
1. Sistem Respiratori
2. Status sirkulatori
3. Tingkat Kesadaran
4. Balutan
5. Posisi tubuh
C. Pengkajian Psikososial
Yang perlu diperhatikan : umur, prosedur pembedahan, efek samping dari prosedur
pembedahan dan pengobatan, body image dan pola/gaya hidup. Juga tanda fisik yang menandakan
kecemasan termasuk denyut nadi, tekanan darah, dan kecepatan respirasi serta ekspresi wajah.
Pemeriksaan Laboratorium
2. Pemeriksaann urine sekitar setiap 4 jam untuk klien dengan resiko dehidrasi dan insufisisensi ginjal.
A. Diagnosa Umum
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efek samping dari anaesthesi.
d. Resiko injury berhubungan dengan kelemahan fisik, efek anaesthesi, obat-obatan (penenang,
analgesik) dan imobil terlalu lama.
B. Diagnosa Tambahan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
b. Resiko retensi urine berhubungan dengan anaesthesi, bedah pelvis, dan kurang gerak.
g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksoia, lemah, nyeri,
mual.
DAFTAR PUSTAKA
3. Effendy, Christantie dan Ag. Sri Oktri Hastuti. 2005. Kiat Sukses menghadapi Operasi. Sahabat Setia :
Yogyakarta.
4. Effendy, Christantie. 2002. Handout Kuliah Keperawatan Medikal Bedah : Preoperatif Nursing, Tidak
dipublikasikan : Yogyakarta.
5. Marilynn E. Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian pasien, ed.3. EGC, Jakarta.
7. Shodiq, Abror. 2004. Operating Room, Instalasi Bedah Sentral RS dr. Sardjito Yogyakarta, Tidak
dipublikasikan : Yogyakarta.
8. Sjamsulhidayat, R. dan Wim de Jong. 1998. Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi. EGC : Jakarta.
9. Smeltzer, Suzanne C. and Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Brunner
Suddarth, Vol. 1. EGC : Jakarta.
10. Wibowo, Soetamto, dkk. 2001. Pedoman Teknik Operasi OPTEK, Airlangga University Press :
Surabaya.
11. Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.
12. www.elearning.unej.ac.id
Diposkan oleh bayu panpan di 15.00 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
0 komentar:
Poskan Komentar
Posting LamaBeranda
Iklan
http://nerseducation.blogspot.co.id/2012/03/asuhan-keperawatan-pre-intra-post.html