Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PADA ANAK
MAKALAH
diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Oleh
Albertus Budi Arianto (30120110001)
BANDUNG
2011
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit saluran pernapasan merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian yang
paling sering dan penting pada anak, terutama pada bayi, karena saluran pernafasannya masih
sempit dan daya tahan tubuhnya masih rendah. Disamping faktor organ pernafasan , keadaan
pernafasan bayi dan anak juga dipengaruhi oleh beberapa hal lain, seperti suhu tubuh yang
tinggi, terdapatnya sakit perut, atau lambung yang penuh.
Penilaian keadaan pernafasan dapat dilaksanakan dengan mengamati gerakan dada dan
atau perut. Neonatus normal biasanya mempunyai pola pernafasan abdominal. Bila anak
sudah dapat berjalan pernafasannya menjadi thorakoabdominal. Pola pernafasan normal
adalah teratur dengan waktu ekspirasi lebih panjang daripada waktu inspirasi, karena pada
inspirasi otot pernafasan bekerja aktif, sedangkan pada waktu ekspirasi otot pernapasan
bekerja secara pasif.Pada keadaan sakit dapat terjadi beberapa kelainan pola pernapasan yang
paling sering adalah takipneu..
Ganguan pernafasan pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh berbagai kelainan organic,
trauma, alargi, insfeksi dan lain-lain. Gangguan dapat terjadi sejak bayi baru lahir. Gangguan
pernapasan yang sering ditemukan pada bayi baru lahir (BBL) termasuk respiratory distress
syndrome (RDS) atau idiopatic respiratory distress syndrome (IRDS) yang terdapat pada bayi
premature. Sindrom gawat nafas pada neonatus (SGNN) dalam bahasa inggris disebut
respiratory disstess syndrome, merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispeu atau
hiperpneu.
Sindrom ini dapat trerjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru. Oleh karena itu,
tindakannya disesuaikan sengan penyebab sindrom ini. Beberapa kelainan dalam paru yang
menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membram
hialin (PMH), pneumonia, aspirasi, dan sindrom Wilson- Mikity (Ngastiyah, 1999).
RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena produksi surfaktan, yang
dimulai sejak kehamilan minggu ke 22, makin muda usia kehamilan, makin besar pula
kemungkinan terjadi RDS dan kelainan ini merupakanpenyebab utama kematian bayi
prematur.
Banyak teori yang menerangkan patogenesis dari syndrom yang berhubungan dengan
kerusakan awal paru-paru yang terjadi dimembran kapiler alveolar.
Adanya peningkatan permeabilitas kapiler dan akibat masuknya cairan ke dalam ruang
interstitial, seolah-olah dipengaruhi oleh aktifitas surfaktan. Akibatnya terjadi tanda-tanda
atelektasis. Cairan juga masuk dalam alveoli dan mengakibatkan oedema paru. Plasma dan
sel darah merah keluar dari kapiler-kapiler yang rusak, oleh karena itu mungkin perdarahan
merupakan manifestasi patologi.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. TUBERCULOSIS
1. Definisi
Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis
yang ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1982.
2. Etiologi
disebabkan oleh bakteri mycobacterium
tuberculosis biasanya melalui udara,
. Selain itu, penularan dapat juga melalui peroral
misalnya minum susu yang mengandung basil
tuberculosis, biasanya mycobacterium bovis.
Selain mycobacterium tuberculosis perlu juga
dikenal golongan mycobacterium lain yang dapat
menyebabkan kelainan yang menyerupai tuberculosis,
golongan ini disebut mycobacterium atipic atau disebut
juga unclassified mycobacterium ( Sri Rezeki
S.Hadinegoro, dkk,2005)
3. Penularan
Cara penularan bagi anak yang terinfeksi tuberculosis antara lain :
1. Dari orang dewasa dengan sputum TB positif. Kuman terdapat di tetesan ludah
atau cairan yang tersembur ke udara saat orang dewasa yang menderita
tuberculosis paru tersebut batuk. Hal tersebut dapat tertular pada anak- anak
terutama bila ditempat tertutup. Anak yang terinfeksi hampir selalu tertular oleh
anggota keluarganya atau tetangga dekat yang menderita Tuberkulosis paru.
2. Dari makanan atau susu. Anak-anak bisa menderita TB dari susu atau makanan
dimana infeksi bisa di mulai pada mulut atau usus. Susu dapat mengandung TB
dari sapi, bila sapi didaerah tersebut menderita tuberculosis dan susu tidak direbus
sebelum diminum. Hal ini bisa menyebabkan infeksi primer pada usus atau
terkadang pada amandel.
3. Melalui kulit. Kuman TBC dapat masuk dan menyebabkan infeksi yang serupa
dengan yang ditemukan pada paru, bila terdapat luka atau goresan pada kulit dan
kuman TBC masuk kedalamnya. Infeksi kulit terutama timbul pada permukaan
yang paling terpajan seperti wajah, tungkai atau kaki. ( jhon, Crofton, Norman
Home dan Fred Miller,2002)
Epidemiologi Dan Penularan TBC
Dalam penularan infeksi Mycobacterium tuberculosis hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah:
1. Reservour, sumber dan penularan
Manusia adalah reservoar paling umum, sekret saluran pernafasan dari
orang dengan lesi aktif terbuka memindahkan infeksi langsung melalui droplet.
2. Masa inkubasi
Yaitu sejak masuknya sampai timbulnya lesi primer umumnya memerlukan
waktu empat sampai enam minggu, interfal antara infeksi primer dengan reinfeksi
bisa beberapa tahun.
3. Masa dapat menular
Selama yang bersangkutan mengeluarkan bacil Turbekel terutama yang
dibatukkan atau dibersinkan.
4. Immunitas
Anak dibawah tiga tahun paling rentan, karena sejak lahir sampai satu bulan
bayi diberi vaksinasi BCG yang meningkatkan tubuh terhadap TBC.
4. Patofisiologi
Kuman Mycobacterium Tuberculosis masuk melalui saluran pernapasan dan
masuk kedalam paru-paru. Kuman yang masuk itu kemudian diatasi oleh mekanisme
imunologis nonspesifik. Makrofag alveolus akan memfagosit kuman Myobacterium
Tuberculosis (TB) dan akan menghancurkan sebagian besar kuman TB. Magrofag pada
sebagian kecil kasus tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman-kuman itu akan
bereplikasi di dalam magrofag yang lama kelamaan menyebabkan magrofag lisis. Kuman
TB kemudian akan keluar dan membentuk koloni di paru-paru. Lokasi utama koloni
kuman TB di jaringan paru adalah focus primer ghon (Flor M. Munoz and Jeffrey Starke,
2000). Kuman TB dari focus primer menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional. Penyebaran ini menyebabkan inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan
inflamasi pada kelenjar limfe regional (limfadenitis). Gabungan antara focus primer,
saluran limfe yang mengalami inflamasi dan kelenjar limfe yang mengalami inflamasi
disebut kompleks primer.
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks
primer disebut masa inkubasi TB. Masa inkubasi biasanya berlangsung 4-8 minggu. Pada
masa ini kuman akan tumbuh dan menghasilkan kuman mencapai jumlah 1.000-10.000.
Jumlah ini cukup merangsang imunitas seluler. Pada saat terbentuknya kompleks primer
inilah infeksi kuman TB primer telah terjadi, yang ditandai dengan terbentuknya
hipersensitifitas terhadap tuberkuloprotein (respon positif terhadap uji tuberculin). (Unit
Kerja Koordinasi Pulmonologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2005)
Apa yang kemudian terjadi tergantung dari kemampuan sang anak untuk melawan
perkembangbiakan kuman, dan untuk membatasi proses yang terjadi. Kemampuan
tersebut berbeda-beda pada setiap usia. Anak yang masih kecil adalah individu yang
paling lemah. Kemampuan tersebut juga dipengaruhi keadaan gizi, gizi yang buruk dapat
menurunkan kekebalan tubuh. (Jhon Crofton, Norman Home dan Fred Miller, 2002)
Sebagian besar individu dengan system imun yang berfungsi dengan baik,
imunitas selulernya akan berkembang , dan proliferasi kuman TB terhenti. Namun
sebagian kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. (Unit Kerja Koordinasi
Pulmonologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2005). Setelah imunitas seluler terbentuk,
focus primer dijaringan paru mengalami resolusi dan membentuk kalsifikasi atau fibrosis
setelah mengalami nekrosis perkejuan atau enkapsulisasi. Kelenjar limfe juga akan
mengalami fibrosis dan enkapsulisasi, tetapi penyembuhannya kurang sempurna, dan
kuman TB dapat tetap idup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini. (Flor
M.Munoz and Jeffrey Starke,2000)
Penyebaran kuman melalui darah dimana kuman akan terbawa oleh aliran darah ke
bagian-bagian tubuh yang lebih jauh, seperti hati, limfa, tulang, otak, ginjal. Kebanyakan
kuman-kuman tersebut membentuk tuberel-tuberkel kecil, hal ini tidak menimbulkan
penyakit secara klinis dan sembuh oleh kekebalan tubuh anak sendiri. Tetapi pada anak yang
masih kecil dimana kekebalan tubuh masih lemah dan pada anak-anak yang kekurangan gizi
atau menderita infeksi seperti campak, batu rejan, HIV dan lainnya, infeksi primer dapat
segera diikuti tuberculosis milier dan TB meningitis.
Bila system kekebalan anak tersebut lebih baik, atau jumlah kuman yang tersebar
tidak terlalu banyak, salah satu lesi kronis setelah beberapa bulan atau tahun dapat
menimbulkan gejala, yaitu tuberculosis pada tulang, sendi, ginjal dan sebagainya.(Jhon
Crofton, Norman Home dan Fred Miller,2002). Menurut Wallgren, TB paru pada anak
memiliki tiga bentuk dasar, yaitu :
Lesi paru pada anak dapat terjadi dimanapun, terutama di perifer dekat pleura, namun
lebih banyak terjadi di lapangan bawah paru dibandingkan dengan lapangan atas paru,
sedangkan pada orang dewasa lapangan atas paru merupakan predileksi. Pembesaran kelenjar
regional lebih banyak terdapat pada anak dibandingkan orang dewasa. Penyembuhan pada
anak terutama kearah kalsifikasi, sedangkan pada orang dewasa terutama kearah fibrosis.
Penyebaran hematogen lebih banyak terjadi pada bayi dan anak kecil. Sebagian besar
komplikasi tuberculosis primer terjadi dalam 12 bulan setelah terjadinya penyakit.
Penyebaran hematogen atau milier dan meningitis biasanya terjadi dalam 4 bulan setelah
terjadinya kompleks primer. Efusi pleura dapat terjadi 6-12 bulan setelah terbentuknya
kompleks primer. (Erwin Sarwono,1982)
TUBERCULOSIS PATHWAY
Masa
Fagositosis oleh magrofag alveolus Inkubasi
Kuman mati
paru 2-12 minggu
Uji Tuberkulin
Penyebatran Limfogen
Penyebaran hematogen
Kompleks primer
Terbentuk imunitas spesifik seluler
Sakit TB Infeksi TB
Reaktivasi infeksi
5. Penanganan
a. Promotif
1) Penyuluhan kepada masyarakat tentang TBC
2) Pemberitahuan kepada masyyarakat baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya
TBC, cara penularan, cara pencegahan, faktor resiko (kampanye)
3) Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
b. Preventif
1) Vaksinasi BCG
2) Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
3) Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat diketahui secara
dini.
c. Kuratif
1) .Isoniazid (INH)
INH mempunyai 2 efek toksisk utama, yaitu hepatotoksisk dan neritis perifer.
3-10 % anak yang menggunakan INH mengalami peningkatan kadar transaminase
darah.Hepatotoksis akan meningkat apabila INH diberikan bersama dengan rifampsin
dan PZA. INH tidak dilanjutkan bila kadar transaminase serum meningkat 3 kali
harga normal atau terjadi manifestasi klinik hepatis berupa mual, muntah, nyeri perut
dan kuning.Manifestasi klinis neuritis perifer yang paling sering adalah mati rasa atau
kesemutan pada tangan dan kaki. Pencegahannya adalah pemberian piridoksin satu
kali sehari 25 mg atau 10 mg piridoksin setiap 100 mg INH.
2. Rifampisin
4. Etambutol
Etambutol jarang diberikan pada anak- anak karena mempunyai efek toksik
pada mata.Dosis 15-20 mg/kgBB/hr dengan dosis maksimal 1,25 gr/hr,dengan dosis
tunggal.Kadar serum puncak 5 ug/ml dlam waktu 2-4 jam.Ekskresi melalui ginjal dan
saluran cerna tersedia dlam tablet 250 mg dan 500 mg,dan bersifat
bakteriostatik.Toksisitas utamanya adalah neuritis optik dan buta warna merah
hijau.Etambutol biasanya diberikan pada anak dengan TB resisten obat jika obat- obat
lain tidak tersedia atau tidak dapat digunakan .Etambutol bersifat bakeriosid, jika
diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten.
5. Sterptomis
Steroptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik kuman ektraseluler,
biasanya diberikan hanya pada keadaan pengobatan TB yang resisten
obat.Streptomisin diberikan dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hr dan dosis maksimal 1
gr/hr , kadar puncak 40-50 ug/ml dalam waktu 1-2 jam.Streptomisin dapat melewati
selaput otak yang meradang , berdifusi dengan baik pada jaringan dan cairan pleura
dan diekresi melali ginjal .Toksisitas utama pada nervus VIII yang menyebabkan
gangguan keseimbangan dan pendengaran.
Sediaan obat kombinasi dengan dosis yang telah ditentukan (Fixed dose combination)
dapat diberikan untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan
TB yang relatif lama dan jumlah obat yang banyak.
6. Manifestasi Klinis
a. Manifestasi klinis sistemik
Demam lama (> 2 minggu), yang dapat disertai dengan keringat malam.
Demam umumnya tidak tinggi dan tanpa sebab yang jelas
Batuk lama > 3 minggu
BB turun tanpa sebab yang jelas
Nafsu makan tidak ada dengan gagal tumbuh dan BB tidak naik dengan
adekuat
Lesu atau malaise
Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan baku diare.
7. Diagnosis
Pemeriksaan Radiologi
Foto toraks posisi AP dan lateral
Gambarannya tidak khas dan tidak dapat digunakan secara tunggal
untuk diagnosis TB pada anak.
Gambaran sugestif :
o Pembesaran kelenjar hilus dan paratrakea dengan atau tanpa
infiltrat
o Konsolidasi segmental/lobar
o Milier
o Kalsifikasi dengan infiltrat
o Atelektasis
o Efusi pleura
o Tuberkuloma
Pemeriksaan Mikrobiologis
B. EFUSI PLEURA
1. Definisi
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam
rongga pleura. Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses
penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain.
Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau
dapat berupa darah atau pus.
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang
pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas
yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi.
Gambar 2.1 Anatomi Rongga Pleura Gambar 2.2 Anatomi Rongga Pleura (Mikro)
2. Etiologi
Disebabkan oleh :
Pneumonia (parapneumonic effusion) 50% - 70%
Renal disease 9%
Trauma 7%
Viral disease 7%
Malignancy 5% - 10%
Congenital heart disease 5% - 11%
Others (liver failure, sickle cell anemia, meningitis) 3%
Peradangan
permukaan Tekanan kapiler paru Transudasi cairan
pleuradrainase limfatik meningkat intravaskulerdrainase
limfatik
EFUSI PLEURA
Penumpukan cairan
dalam rongga pleura
Ekspansi paru
menurun
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati
menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan dengan
permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.
Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan
tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan
posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah
(hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa
transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).
Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam
(untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase,
laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH.
Pada pemeriksaan fisik, dengan bantuan stetoskop akan terdengar adanya
penurunan suara pernafasan. Untuk membantu memperkuat diagnosis, dilakukan
pemeriksaan berikut:
a. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
b. CT-Scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor
c. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang
jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
d. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara
sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
Pada orang dewasa, torakosentesis sebaiknya dilakukan pada setiap pasien
dengan efusi pleura yang sedang-berat, namun pada anak-anak tidak semuanya
memerlukan torakosentesis sebagai prosedur yang sama. Efusi parapneumonik yang
dihubungkan dengan sudut costoprenicus yang tumpul minimal tidak seharusnya
mendapat prosedur torakosentesis.
Torakosentesis atau penyaluran saluran dada (chest tube drainage)
dianjurkan pada pasien anak-anak yang memiliki demam menetap, toksisitas,
organism tertentu (misalnya S.aereus atau pneumococcus), nyeri pleura, kesulitan
dalam bernafas, pergeseran mediastinum, gangguan pernafasan yang
membahayakan. Chest tube drainage semestinya segera dilakukan apabila dari hasil
analisa cairan pleura menunjukkan pH kurang dari 7,2 kadar glukosa < 40mg/dl dan
kadar LDH lebih dari 1000 U/mL.
e. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka
dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh,
penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
Pada anak dilakukan apabila peradangan efusi pleura tidak bisa dijelaskan.
Teknik ini memiliki peran yang terbatas pada anak-anak namun memiliki
kepentingan yang besar dalam membedakan TB atau keganasan. Yang menjadi
komplikasi utama adalah pneumotoraks dan perdarahan.
f. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan
yang terkumpul.
7. Terapi
Kebanyakan pasien anak-anak yang memiliki efusi parapneumonik memberikan
respon yang baik dengan pemberian terapi antibiotic sehingga tidak memerlukan
torakostomi. Pengobatan empyema (efusi parapneumonik yang telah mengalami
komplikasi) pada anak dimulai dengan terapi konservatif. Pemberian awal terapi antibiotic
didasari pada infeksi penyebab yang mendasarinya dan pengurasan/pengeluaran cairan
yang terinfeksi dengan torakosentesis atau torakostomi tertutup.
Saat pengurasan cairan dengan pipa di dada mencapai kurang dari 30-50 ml/L
dan tingkat konstitusional pasien mengalami perbaikan, pipa di dada bisa dilepaskan.
Pengobatan untuk lokulasi efusi parapenumonik (khususnya tahap 2 dan 3) atau anak-
anak yang masih ada demam, sakit/sedih, dan kehilangan nafsu makan beberapa hari
setelah terapi antibiotic secara intravena jauh bervariasi.
Terapi efektif lainnya yang sedang diperkenalkan adalah streptokinase (SK) atau
urokinase (UK) ke dalam rongga empyema, yang telah menunjukkan
mengurangi/mengecilkan perlekatan/adhesi, meningkatkan pengurasan, dan memutus
gejala. SK adalah protein turunan bakteri yang aktifitas tidak langsungnya di system
fibrinolisis. Masalah yang ikut menyertai pengobatan ini adalah reaksi alergi dan
neutralisasi antibody terhadap SK. Secara umum pemberian SK adalah efektif dan aman,
dan bisa membantu menyingkirkan kemungkinan operasi/pembedahan pada kebanyakan
kasus. Kombinasi dari terapi mesti diberikan seawall mungkin setelah diganosa efusi
parapneumonik ditegakkan.8
UK adalah aktifator plasminogen langsung. Tidak seperti SK, pada UK ada satu
per satu hubungan dari produksi plasmin dari setiap molekul UK, membuatnya
penggunaannya semakin efisien. UK bukan antigen. Beberapa penelitian mencatatkan
penyelesaian yang lengkap dari pengambilan cairan dengan lokulasi yang menetap
dengan mengikuti pemasukan UK ke dalam pipa dada. Tidak ada komplikasi yang
dilaporkan baik pada kedua seri. Indikasi dasar untuk UK pada efusi pleura termasuk :
a. Lokus yang multiple (banyak), sesuai yang digambarkan oleh USG atau Ct-Scan
b. Dugaan lokus multiple, sesuai dengan indikasi melalui pengurasan dengan hasil
yang kurang seperti diharapkan.
8. Prognosis
Anak-anak yang memiliki efusi parapneumonik tanpa komplikasi memberikan respon
yang baik dengan penanganan yang konservatif tanpa tampak sisa kerusakan paru. Virus
dan mikoplasma penyebab penyakit pleura secara umum sembuh spontan. Pasien dengan
empyema memerlukan perawatan yang lebih lama di Rumah Sakit. Secara nyata tidak
ada kematian yang muncul dengan terapi yang benar. Kasus kematian rata-rata 3-6%
telah dilaporkan pada beberapa seri saat ini, dengan angka tertinggi muncul diantara bayi
usia kurang dari 1 tahun
C. HMD
1. Definisi
Hyaline membrane disease merupakan keadaan akut yang terutama ditemukan
pada bayi prematur saat lahir atau segera setelah lahir, lebih sering pada bayi
dengan usia gestasi dibawah 32 minggu yang mempunyai berat badan dibawah
1500 gram.
Hyaline membrane disease merupakan perkembangan yang imatur pada sistem
pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru.
Hyaline Membrane Disease (HMD) merupakan sindrom gawat napas yang
disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa
gestasi kurang.
Jadi, Hyaline membrane disease merupakan hal yang paling sering terjadi pada
bayi premature yang disebabkan karena defisiensi surfaktan akibat
perkembangan imatur pada system pernafasan.
4. Manifestasi klinis
Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan
kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli
sehingga menghambat fungsi surfaktan.
Gejala klinis yang timbul yaitu :
Adanya sesak napas pada bayi prematur segera setelah lahir yang ditandai dengan
Takipnea (> 60 x/menit).
Pernapasan cuping hidung
Grunting
Retraksi dinding dada
Sianosis
Gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir.
Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :
Stadium 1. Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram
udara,
Stadium 2. Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan
gambaran airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer
menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.
Stadium 3. Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan
paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram
udara lebih luas.
Stadium 4. Seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat
dilihat.
5. Komplikasi
Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi :
6. Tes Diagnostik
Kajian foto toraks
Analisa Gas Darah
Imaturs lecithin-sphingomiolin
Darah lengkap
Elektrolit : Kalium,calsium,Natrium dan lain-lain.
D. ASMA
1. Definisi
Asma adalah gangguan inflamasi kronis pada jalan nafas tempat banyak sel (sel mast,
eosinofil dan limfosit T) memegang peranan pada anak yang rentan, inflamasi menyebabkan
episode mengi kambuhan, sesak napas, dada sesak, dan batuk, terutama pada malam hari
atau pagi hari.
2. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma bronkhial.
Faktor Predisposisi
a. Genetik
Yang diturunkan adalah bakat alergi meskipun belum diketahui bagaimana
cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga
dekat yang juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita
sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus
Faktor Presipitasi
a. Alergen
Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Contoh: debu, bulu binatang,
serbuk bunga, spora jamur, bakteri, dan polusi.
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut. Contoh: makanan dan obat-obatan
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh: perhiasan, logam,
dan jam tangan.
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan,
musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin, serbuk
bunga, dan debu.
c. Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus asma dan memperberat
serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan motivasi untuk menyelesaikan
masalah pribadinya karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum
bisa diobati.
d. Olah raga/aktivitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita akan mendapat serangan juka melakukan aktivitas
jasmani atau olahraga yang berat.lari cepat paling mudah menimbulkan serangan
asma.
3. Patofisiologi
Asma pada anak terjadi adanya penyempitan pada jalan nafas dan hiperaktif dengan
respon terhadap bahan iritasi dan stimulus lain.
Dengan adanya bahan iritasi atau allergen otot-otot bronkus menjadi spasme dan zat
antibodi tubuh muncul ( immunoglobulin E atau IgE ) dengan adanya alergi. IgE di
muculkan pada reseptor sel mast dan akibat ikatan IgE dan antigen menyebabkan
pengeluaran histamin dan zat mediator lainnya. Mediator tersebut akan memberikan gejala
asthma.
Respon astma terjadi dalam tiga tahap : pertama tahap immediate yang ditandai
dengan bronkokontriksi ( 1-2 jam ); tahap delayed dimana brokokontriksi dapat berulang
dalam 4-6 jam dan terus-menerus 2-5 jam lebih lama ; tahap late yang ditandai dengan
peradangan dan hiperresponsif jalan nafas beberapa minggu atau bulan.
Astma juga dapat terjadi faktor pencetusnya karena latihan, kecemasan, dan udara
dingin. Selama serangan asthmatik, bronkiulus menjadi meradang dan peningkatan sekresi
mukus. Hal ini menyebabkan lumen jalan nafas menjadi bengkak, kemudian meningkatkan
resistensi jalan nafas dan dapat menimbulkan distres pernafasan
Anak yang mengalami astma mudah untuk inhalasi dan sukar dalam ekshalasi karena
edema pada jalan nafas.Dan ini menyebabkan hiperinflasi pada alveoli dan perubahan
pertukaran gas.Jalan nafas menjadi obstruksi yang kemudian tidak adekuat ventilasi dan
saturasi 02, sehingga terjadi penurunan p02 ( hipoxia).Selama serangan astmati, CO2 tertahan
dengan meningkatnya resistensi jalan nafas selama ekspirasi, dan menyebabkan acidosis
respiratory dan hypercapnea. Kemudian sistem pernafasan akan mengadakan kompensasi
dengan meningkatkan pernafasan (tachypnea), kompensasi tersebut menimbulkan
hiperventilasi dan dapat menurunkan kadar CO2 dalam darah (hypocapnea).
4. Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan asma bronkhial adalah:
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera.
2. Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan
3. Memberikan penerangan kepada penderita atau keluarganya mengenai penyakit
asma. Meliputi pengobatan dan perjalanan penyakitnya sehingga penderita
mengerti tujuan pengobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau
perawat yang merawat.
Pengobatan-pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:
1. Pengobatan non farmakologik.
a. Memberikan penyuluhan
b. Menghindari faktor pencetus
c. Pemberian cairan
d. Fisioterapi
e. Beri O₂ bila perlu
2. Pengobatan farmakologik
Bronkodilator: obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan:
1. Simpatomimetik/andrenergik (adrenalin dan efedrin)
Nama obat: Orsiprenalin (Alupent), fenoterol (berotec), terbutalin (bricasma).
2. Santin (teofilin).
Nama obat: Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin (Euphilin Retard), Teofilin
(Amilex). Penderita dengan penyakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum
obat ini.
Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan tetapi merupakan obat pencegah
serangan asma. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain
dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian 1 bulan.
Ketolifen
Mempunya efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan
dosis 2 kali 1 mg/hari. Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan secara oral.
E. POLIPS
1. Definisi
Polip nasi adalah massa lunak yang tumbuh di dalam rongga hidung.
Kebanyakan polip berwarna putih bening atau keabu – abuan, mengkilat, lunak
karena banyak mengandung cairan (polip edematosa). Polip yang sudah lama dapat
berubah menjadi kekuning – kuningan atau kemerah – merahan, suram dan lebih
kenyal (polip fibrosa).
2. Etiologi
Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain :
1. Alergi terutama rinitis alergi.
2. Sinusitis kronik.
3. Iritasi.
4. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi
konka.
3. Patofisiologi
Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan terdapat
di daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler,
sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, mukosa
yang sembab makin membesar dan kemudian akan turun ke dalam rongga hidung
sambil membentuk tangkai, sehingga terbentuk polip.
Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama. Penyebab
tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka waktu yang lama,
vasodilatasi lama dari pembuluh darah submukosa menyebabkan edema mukosa.
Mukosa akan menjadi ireguler dan terdorong ke sinus dan pada akhirnya membentuk
suatu struktur bernama polip. Biasanya terjadi di sinus maksila, kemudian sinus
etmoid. Setelah polip terrus membesar di antrum, akan turun ke kavum nasi. Hal ini
terjadi karena bersin dan pengeluaran sekret yang berulang yang sering dialami oleh
orang yang mempunyai riwayat rinitis alergi karena pada rinitis alergi terutama rinitis
alergi perennial yang banyak terdapat di Indonesia karena tidak adanya variasi musim
sehingga alergen terdapat sepanjang tahun. Begitu sampai dalam kavum nasi, polip
akan terus membesar dan bisa menyebabkan obstruksi di meatus media.
4. Manifestasi Klinik
Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa sumbatan di
hidung. Sumbatan ini tidak hilang – timbul dan makin lama semakin berat
keluhannya. Pada sumbatan yang hebat dapat menyebabkan gejala hiposmia atau
anosmia. Bila polip ini menyumbat sinus paranasal, maka sebagai komplikasinya akan
terjadi sinusitis dengan keluhan nyeri kepala dan rinore.
Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala yang utama ialah bersin dan
iritasi di hidung. Pasien dengan polip yang masif biasanya mengalami sumbatan
hidung yang meningkat, hiposmia sampai anosmia, perubahan pengecapan, dan
drainase post nasal persisten. Sakit kepala dan nyeri pada muka jarang ditemukan dan
biasanya pada daerah periorbita dan sinus maksila. Pasien polip dengan sumbatan
total rongga hidung atau polip tunggal yang besar memperlihatkan gejala sleep apnea
obstruktif dan pernafasan lewat mulut yang kronik.
Manifestasi polip nasi tergantung pada ukuran polip. Polip yang kecil
mungkin tidak menimbulkan gejala dan mungkin teridentifikasi sewaktu pemeriksaan
rutin. Polip yang terletak posterior biasanya tidak teridenfikasi pada waktu
pemeriksaan rutin rinoskopi posterior. Polip yang kecil pada daerah dimana polip
biasanya tumbuh dapat menimbulkan gejala dan menghambat aliran saluran sinus,
menyebabkan gejala-gejala sinusitis akut atau rekuren.
Gejala Subjektif:
Gejala Objektif:
F. ISPA
1. Definisi
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah radang akut saluran pernafasan
atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus,
maupun reketsia tanpa atau disertai dengan radang parenkim paru.
ISPA adalah masuknya mikroorgamisme (bakteri, virus, riketsia) ke dalam
saluran pernafasan yang menimbulkan gejala penyakit yang dapat berlangsung
sampai 14 hari.
2. Etiologi
Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur. Bakteri
penyebabnya antara lain dari genus streptokokus, stafilokokus, pnemokokus,
hemofilus, bordetella, dan korinebacterium. Virus penyebabnya antara lain
golongan mikovirus, adenovirus, koronavirus, pikornavirus, mikoplasma,
herpesvirus.
Bakteri dan virus yang paling sering menjadi penyebab ISPA diantaranya
bakteri stafilokokus dan streptokokus serta virus influenza yang di udara bebas
akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitu
tenggorokan dan hidung.
3. Manifestasi Klinik
Tanda-tanda klinis
1. Pada sistem respiratorik: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding
thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting
expiratoir dan wheezing.
2. Pada sistem cardial: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan cardiac
arrest.
3. Pada sistem cerebral: gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil
bendung, kejang dan coma.
4. Pada keadaan umum: letih dan berkeringat banyak.
Tes diagnostik
1. hypoxemia,
2. hypercapnia dan
3. acydosis (metabolik dan atau respiratorik)
4. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan
Perawatan dirumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang
menderita ISPA.
Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan memberikan
parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera
dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya,
tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan
kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
• Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk
nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali
sehari.
• Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu
lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang
menyusu tetap diteruskan.
• Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak
dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan
menambah parah sakit yang diderita.
G. SINUSITIS
1. Definisi
Sinusitis adalah peradangan mukosa sinus paranasal yang dapat berupa
sinusitis maksilaris, sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sfenoid. Bila yang
terkena lebih dari satu sinus disebut multisinusitis, dan bila semua sinus terkena
disebut pansinusitis.
2. Etiologi
a. Rinogen
Obstruksi dari ostium Sinus (maksilaris/paranasalis) yang disebabkan oleh :
• Rinitis Akut (influenza)
• Polip, septum deviasi
b. Dentogen
Penjalaran infeksidari gigi geraham atas
Kuman penyebab :
- Streptococcus pneumoniae
- Hamophilus influenza
- Steptococcus viridans
- Staphylococcus aureus
- Branchamella catarhatis
3. Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran
klirens dari mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM). Disamping itu mukus
juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai
pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan.
Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga
mukosa yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak dapat
bergerak dan juga menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan tekanan
negatif didalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi atau
penghambatan drainase sinus. Efek awal yang ditimbulkan adalah keluarnya cairan
serous yang dianggap sebagai sinusitis non bakterial yang dapat sembuh tanpa
pengobatan. Bila tidak sembuh maka sekret yang tertumpuk dalam sinus ini akan
menjadi media yang poten untuk tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan sekret akan
berubah menjadi purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang membutuhkan
terapi antibiotik. Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan terjadi
hipoksia dan bakteri anaerob akan semakin berkembang. Keadaan ini menyebabkan
perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan
kista.
4. Manifestasi Klinis
Demam yang berlangsung lebih dari 10-14 hari. Terkadang demam tidak terlalu
tinggi.
Hidung tersumbat
Keluar lendir yang berwarna kuning kehijauan dari hidung.
Lelehan lendir dari hidung, kadang mengarah ke atau terlihat seperti sakit
tenggorokan, batuk, nafas yang berbau, pusing dan atau muntah-muntah.
Sakit kepala, biasanya sebelum umur 6 tahun
Mudah tersinggung/ tidak senang atau kelelahan
Bengkak di sekitar mata
Pada sinus alergi gejala utamanya adalah bersin-bersin, pengeluaran cairan
terhambat, hidung terasa panas dan gatal. Infeksi sinus alergi berhubungan
dengan alergi rhinitis (radang selaput lendir hidung). Gejala sinusitis lainnya
adalah nafas berbau tidak sedap.
Pada infeksi sinus akut gejala utamanya selain hidung tersumbat juga diikuti
ingusan sesudah 24 – 48 jam dan akhirnya mengeluarkan cairan nasal disertai nanah.
Gejala lainnya yaitu badan terasa sakit, sakit tenggorokan dan pusing.
5. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan
Pencegahan Sinusitis :
H. BRONKOPNEUMONIA
1. Definisi
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau
beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat
(Whalley and Wong, 1996).
Bronchopneumina adalah frekwensi komplikasi pulmonary, batuk produktif
yang lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat,
pernapasan meningkat (Suzanne G. Bare, 1993).
Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru
yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing (Sylvia Anderson,
1994).
2. Etiologi
Bakteri : Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus Hemoliticus
Aureus, Haemophilus Influenza, Basilus Friendlander (Klebsial Pneumoni),
Mycobacterium Tuberculosis.
Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik.
Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices
Dermatides, Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp, Candinda Albicans,
Mycoplasma Pneumonia. Aspirasi benda asing.
Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah daya tahan
tubuh yang menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit
menahun, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.
3. Patofisiologi
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan
oleh virus penyebab Bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga
terjadi peradangan broncus dan alveolus. Inflamasi bronkus ditandai adanya
penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan
mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang
terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.
Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas, dan
napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan
produksi surfaktan sebagai pelumas yang berpungsi untuk melembabkan rongga
fleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak
lanjut dari pembedahan. Atelektasis mngakibatkan peningkatan frekuensi napas,
hipoksemia, acidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan
yang akan mengakibatkan terjadinya gagal napas. Secara singkat patofisiologi dapat
digambarkan pada skema proses.
4. Manifestasi Klinis
Biasanya didahului infeksi traktus respiratorius bagian atas. Penyakit ini
umumnya timbul mendadak, suhu meningkat 39-40O C disertai menggigil, napas
sesak dan cepat, batuk-batuk yang non produktif “napas bunyi” pemeriksaan paru
saat perkusi redup, saat auskultasi suara napas ronchi basah yang halus dan nyaring.
Batuk pilek yang mungkin berat sampai terjadi insufisiensi pernapasan
dimulai dengan infeksi saluran bagian atas, penderita batuk kering, sakit kepala,
nyeri otot, anoreksia dan kesulitan menelan.
5. Penatalaksanaan
Kemotherapi untuk mycoplasma pneumonia, dapat diberikan Eritromicin 4 X
500 mg sehari atau Tetrasiklin 3 – 4 mg sehari.
Obat-obatan ini meringankan dan mempercepat penyembuhan terutama pada
kasus yang berat. Obat-obat penghambat sintesis SNA (Sintosin Antapinosin
dan Indoksi Urudin) dan interperon inducer seperti polinosimle, poliudikocid
pengobatan simtomatik seperti :
Istirahat, umumnya penderita tidak perlu dirawat, cukup istirahat dirumah.
Simptomatik terhadap batuk.
Batuk yang produktif jangan ditekan dengan antitusif
Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris, diberikan
broncodilator.
Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus berat.
Antibiotik yang paling baik adalah antibiotik yang sesuai dengan penyebab yang
mempunyai spektrum sempit.
I. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Riwayat Perjalanan Penyakit
b. Pola nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.
c. Respirasi
Subjektif :Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif :Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent,
mukoid
kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar
bunyi
ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau
fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan
pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan
penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal
(penyebaran bronkogenik).
d. Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa
Timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul
pleuritis.
e. Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada
harapan.
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah
tersinggung.
2.Data Penunjang
a. Kultur sputum: Mikobakterium Tuberkulosis positif pada tahap akhir penyakit.
b. Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 48-72
jam).
c. Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas ; Pada tahap dini tampak
gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas ; Pada kavitas
bayangan, berupa cincin ; Pada kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat
dengan densitas tinggi.
d. Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena TB
paru.
e. Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
f. Spirometri: penurunan fuagsi paru dengan kapasitas vital menurun
B.Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
2. Gangguan pertukaran gas
3. Resiko Infeksi
4. Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
5. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi,pengobatan,pencegahan
C.Intervensi
3. Resiko infeksi
Bernafas merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi. Jika hal ini
tidak terpenuhi, maka akan menghambat proses kimiawi dan mekanik dalam tubuh dimana oksigen
(H2O) merupakan komponen yang penting dalam proses metabolisme tubuh.
http://viethanurse.wordpress.com/2009/02/25/asuhan-keperawatan-anak-preschool-
dengan-ispa/
http://www.scribd.com/document_downloads/direct/51584015?extension=doc&ft=131
7426154<=1317429764&uahk=53qs5RdYeGbYB2fIfpYd9mObFz8
http://www.scribd.com/document_downloads/direct/58944681?extension=docx&ft=1
317425601<=1317429211&uahk=siexovFZWYeFPEa+Zhl/nLtyXzA
http://www.scribd.com/document_downloads/direct/51444966?extension=docx&ft=13174
26965<=1317430575&uahk=uxKk9xKhR++ZFMSHBWDSwMRQcjk’
http://www.scribd.com/document_downloads/direct/46109102?extension=docx&ft=13174256
42<=1317429252&uahk=W3A5cD7QDkeOWlNLDKhCpfH7EJg
http://www.scribd.com/document_downloads/direct/48736821?extension=docx&ft=13174
26912<=1317430522&uahk=ateKntAx0yeLJAHxDGpvIun23s8