Você está na página 1de 17

Aliran-aliran Psikolinguistik

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pembelajaran bahasa, sebagai salah satu masalah kompleks manusia, selain berkenaan
dengan masalah bahasa, juga berkenaan dengan masalah kegiatan berbahasa. Sedangkan
kegiatan berbahasa itu bukan hanya berlangsung secara makanistik, tetapi juga berlangsung
secara mentalistik. Artinya, kegiatan berbahasa itu berkaitan juga dengan proses atau kegiatan
mental (otak). Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa, studi linguistik
perlu dilengkapi dengan studi antardisiplin antara linguistik dan psikologi, yang lazim disebut
psikolinguistik.
Wundt adalah Bapak Psikologi Eksperimen yang pertama kali membangun Laboratorium
Psikologi di Leipzig, Jerman pada abad ke-19. Di samping itu, Wundt telah memperkenalkan
apa yang pada waktu itu di sebut Psikologi Bahasa (Psychologie Der Sprache) yang materinya
tidak jauh berbeda dengan apa yang dibahas dalam Psikolinguistik dewasa ini. Istilah
Psikolinguistik merupakan istilah lain dari Psikologi Bahasa yang muncul setelah Perang Dunia
Kedua.

Pada tahun 1900 Wundt menulis buku tentang psikolingistik yang berjudul ”Die
Sprache” terdiri atas dua jilid. Die Sprache inji merupakan bagian dari satu set buku karangan
Wundt yang berjudul ”Volker Psychologie” (Psikologi Bangsa) yang membahas tentang
kebudayaan, struktur sosial bahasa, moral, dan lain-lain dari pelbagai bangsa yang berbeda di
dunia. Isinya semacam antropologi terhadap kebanyakan para psikolog yang tidak menyadari
atau mengetahuinya.
Dalam bukunya itu, Wundt berusaha dengan keras mennabungkan dua aliran yang sangat
kuat pada abad ke-19, yaitu aliran idealisme atau rasionalisme dengan alirn empirisme.

1.2 Tujuan Penulisan


Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Apakah yang dimaksud dengan psikologi?
2. Apakah yang dimaksud dengan lingustik?
3. Apakah yang dimaksud dengan psikolinguistik?
4. Aliran-aliran apa sajakah yang terdapat dalam psikolinuistik?
BAB II
PEMBAHASANA.
Psikologi
Secara etimologi kata psikologi berasal dari bahasa Yunani Kuno psyche dan logos. kata
psyche berarti jiwa, roh, atau sukma, sedangkan kata logos berarti ilmu. Jadi, secara harfiah
berarti ilmu jiwa atau ilmu yang objek kajiannya adalah jiwa. dulu ketika psikologi adalah ilmu
yang mengkaji jiwa masih bisa dipertahankan. Dalam kepustakaan pada tahun 50an nama ilmu
jiwa lazim digunakan sebagai padanan kata psikologi. Namun, kini istilah ilmu jiwa tidak
digunakan lagi karena bidang ilmu ini memang tidak meneliti jiwa, roh, atau sukma, sehingga
istilah itu kurang tepat.
Dalam perkembangan lebih lanjut, psikologi lebih membahas atau mengkaji sisi – sisi
manusia dari segi yang bisa diamati. Kareba jiwa itu bersifat abstrak, sehingga tidak dapat
diamati secara empiris, padahal objek kajian setiap ilmu harus dapat diobservasi secara indrawi.
Dalam hal ini jiwa atau keadaan jiwa hanya bisa diamati melalui gejala – gejalanya seperti orang
yang sedih akan berlaku murung, dan orang yang gembira tampak dari gerak – geriknya yang
riang atau dari wajahnya yang binar – binar. Meskipun demikian, kita juga sering mendapat
kesulitan untuk mengetahui keadaan jiwa seseorang dengan hanya melihat tingkah lakunya saja.
Tidak jarang kita jumpai seseorang yang sebenarnya sedih tetapi tetap tersenyum. Atau
seseorang yang sebenarnya jengkel atau marah tetapi tetap tenang atau malah tertawa.
Walaupun besar gerak – gerik lahir seseorang belum tentu menggambarkan keadaan jiwa
yang sebanarnya, namun, secara tradisional, psikologi lazim diartikan sebagai satu bidang ilmu
yang mencoba mempelajari perilaku manusia. Caranya adalah dengan mengkaji hakikat
rangsangan, hakikat reaksi terhadap rangsangan itu dan mengkaji hakikat proses – proses akal
yang berlaku sebelum reaksi itu terjadi. Para ahli psikologi belakangan ini juga cenderung untuk
menganggap psikologi sebagai suatu ilmu yang mecoba mengkaji proses akal manusia dan
segala manifestasinya yang mengatur perilaku manusia itu. Tujuan pengkajian akal ini adalah
untuk menjelaskan, memprediksikan, dan mengontrol perilaku manusia.
Dalam perkembangannya, psikologi telah menjadi beberapa aliran sesuai dengan paham
filsafat yang dianut. Karena itulah dikenal adanya psikologi yang mentalistik, yang bahavioristik,
dan yang kognitifistik.
Psikologi yang mentalistik melahirkan aliran yang disebut psikologi kesadaran. Tujuan
utama psikologi kesadaran adalah mencoba mengkaji proses – proses akal manusia dengan cara
mengintrospeksi atau mengkaji diri. Oleh karena itu, psikologi kesadaran lazim juga disebut
psikologi introspeksionisme. Psikologi ini merupakan suatu proses akal dengan cara melihat
kedalam diri sendiri setelah suatu rangsangan terjadi.
Psikologi yang behavioristik melahirkan aliran yang disebut psikologi perilaku. Tujuan
utama psikologi perilaku ini adalah mencoba mengkaji perilaku manusia yang berupa reaksi
apabila suatu rangsangan terjadi, dan selanjutnya bagaimana mengawasi dan mengontrol
perilaku itu. Para pakar psikologi behavioristik ini tidak berminat mengkaji proses – proses akal
yang membangkitkan perilaku tersebut karena proses – proses akal ini tidak dapat diamati atau
diobservasi secara langsung. Jadi, para pakar psikologi perilaku ini tidak mengkaji ide – ide,
pengertian, kemauan, keinginan, maksud, pengharapan, dan segala mekanisme fisiologi. Yang
dikaji hanyalah peristiwa – peristiwa yang dapat diamati, yang nyata dan konkret, yaitu kelakuan
atau tingkah laku manusia.
Psikologi yang kognitifistik dan lazim disebut psikologi kognitif mencoba mengkaji
proses–proses kognitif manusia secara ilmiah. Yang dimaksud kognitif adalah proses–proses
akal (pikiran, berpikir) manusia yang bertanggung jawab mengatur pengalaman dan perilaku
manusia. Hal utama yang dikaji oleh psikologi kognitif adalah bagaimana cara manusia
memperoleh, menafsirkan, mengatur, menyimpan, mengeluarkan, dan menggunakan
pengetahuannya, termasuk perkembangan dan penggunaan pengetahuan bahasa. Perbedaannya
dengan psikologi kesadaran adalah bahwa menurut paham mentalisme proses–proses akal itu
berlangsung setelah terjadinya rangsangan. Sedangkan menurut psikologi kognitif proses– proses
akal itu dapat terjadi karena adanya kekuatan dari dalam, tanpa adanya rangsangan terlebih
dahulu.kekuatan dari dalam, tanpa adanya rangsangan terlebih dahulu. Perilaku yang muncul
sebagai hasil proses akal seperti ini disebut perilaku atau tindakan bertujuan sebagai hasil
kreativitas organisme manusia itu sendiri.

Psikologi sangat berkaitan erat dengan kehidupan manusia dalam segala kegiatannya
yang sangat luas. Oleh karena itu, muncullah berbagai cabang psikologi yang diberi nama sesuai
dengan penarapannya. Diantara cabang–cabang itu adalah psikologi sosial, psikologi
perkembangan, psikologi klinik, psikologi komunikasi, dan psikologi bahasa.
B. Linguistik
Secara umum linguistik lazim diartikan sebagai ilmu bahasa atau ilmu yang mengambil
bahasa sebagai objek kajiannya. Pakar linguistik disebut lingui, dalam bahasa inggris juga berarti
orang yang mahir menggunakan beberapa bahasa, selain bermakna pakar linguistik. Seseorang
linguis mempelajari bahasa bukan dengan tujuan utama untuk mahir menggunakan bahasa itu,
melainkan untuk mengetahui secara mendalam mengenai kaidah – kaidah struktur bahasa,
beserta dengan berbagai aspek dan segi yang menyangkut bahasa itu. Andaikata si linguis ingin
memahirkan penggunaan bahasa bahasa itu tentu juga tidak ada salahnya. Bahkan akan menjadi
lebih baik. Sebaiknya, seseorang yang mahir dan lancar dalam menggunakan beberapa bahasa,
belum tentu dia seorang linguis kalau dia tidak mendalami teori tentang bahasa. Orang seperti ini
lebih tepat disebut seorang poliglot ”berbahasa banyak”, sebagai dikotomi dari monoglot
”berbahasa satu”.
Kalau dikatakan bahwa linguistik atu adalah ilmu yang objek kajiannya adalah bahaasa,
sedangkan bahasa itu sendiri merupakan fenomena yang hadir dalam segala aktivitas kehidupan
manusia, maka linguistik itu pun menjadi sangat luas bidang kajiannya. Oleh karena itu, kita bisa
lihat adanya berbagai cabang linguistik yang dibuat berdasarkan berbagai kriteria atau
pandangan. Secara umum pembidangan linguistik itu adalah sebagai berikut.

1. Menurut objek kajian, linguistik dapat dibagi atas dua cabang besar, yaitu linguistik
mikro dan linguistik makro. Objek kajian linguistik mikro adalah struktur internal bahasa
itu sendiri, mencakup struktur fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Sedangkan
objek kajian linguistik makro adlah bahasa dalam hubungannya dengan faktor di luar
bahasa seperti faktor sosiologis, psikologis, antropologi, dan neurologi. Berkaitan dengan
faktor – faktor di luar bahasa itu muncullah bidang – bidang seperti sosiologistik,
psikologistik, neurolinguistik dan etnolinguistik. Disini, linguistik dipandang sebagai
disiplin utama, sedangkan ilmu-ilmu lain sebagai disiplin bawahan.
2. Menurut tujuan kajiannya, linguistik dapat dibedakan atas dua bidang besaar yaitu
linguistik teoteris dan linguistik terapan. Kajian teoteris hanya ditujukan untuk mencari
atau menentukan teori – teori linguistik. Hanya untuk membuat kaidah – kaidah linguistik
secara deskriptif. Sedangkan kajian terapan ditujukan untuk menerapkan kaidah – kaidah
linguistik dalam kegiatan praktis, seperti dalam pengajaran bahasa, penerjemahan,
penyusunan kamus, dan sebagainya.
3. Adanya yang disebut linguistik sejarah dan sejarah linguistik. Linguistik sejarah
mengkaji perkembangan dan perubahan suatu bahasa atau sejumlah bahasa, baik dengan
diperbandingkan maupun tidak. Sejarah linguiatik mengkaji perkembangan ilmu
linguistik, baik mengenai tokoh – tokohnya, aliran – aliran teorinya, maupun hasil – hasil
kerjanya.

Dalam kaitannya dengan psikologi, linguistik lazim diartikan sebagai ilmu yang muncoba
mempelajari hakikat bahasa, atruktur bahasa, bagaimana bahasa itu diperoleh, bagaimana bahasa
itu bekerja, dan bagaimana bahasa itu berkembang. Dalam konsep ini tampak bahwa yang
namanya psikolinguistik dianggap sebagai cabang dari linguistik, sedangkan linguistik itu sendiri
dianggap sebagai cabang dari psikologi.

C. Psikolinguistik
Psikolinguistik terbentuk dari kata psikologi dan kata linguistic, yakni dua bidang ilmu
yang berbeda, yang masing – masing berdiri sendiri, dengan prosedur dan metode yang
berlainan. Namun, keduanya sama – sama meneliti bahasa sebagai objek formalnya. Hanya
materinya yang berbeda, linguistik mengkaji struktur bahasa, sedangkan psikologi mengkaji
perilaku berbahasa atau proses berbahasa. Dengan demikian cara dan tujuannya juga berbeda.
Meskipun cara dan tujuan berbeda, tetapi banyak juga bagian – bagian objeknya yang
dikaji dengan cara yang sama dan dengan tujuan yang sama, tetapi dengan teori yang berlainan.
Hasil kajian kedua disiplin ini pun banyak yang sama, meskipun tidak sedikit yang berlainan.
Oleh karena itulah, telah lama dirasakan perlu adanya kerja sama di antara kedua disiplin ini
untuk mengkaji bahasa dan hakikat bahasa. Dengan kerja sama kedua disiplin itu diharapkan
akan diperoleh hasil kajian yang lebih baik dan lebih bermanfaat.
Sebagai hasil kerjasama yang baik, lebih terarah, dan lebih sistematis diantara kedua ilmu
itu, lahirlah satu disiplin ilmu baru yang disebut psikolinguistik, sebagai ilmu antardisiplin antara
psikologi dan linguistik. Istilah psikolinguistik itu sendiri baru lahir tahun 1945, yakni tahun
terbitnya buku psycholinguistics : A Survey of Theory and Reserch Problems yang disunting oleh
Charles E. Osgood dan Thomas A. sebeok, di Bloomington, Amerika Serikat.
Psikolinguistik mencoba menguraikan proses – proses psikologi yang berlangsung
jika seseorang mengucapkan kalimat – kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi,
dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia (Slobin, 1974; Meller, 1964;
Slama Cazahu, 1973). Maka secara teoteris tujuan utama psikolinguistik adalah mencari satu
teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan secara psikologi dapat menerangkan hakikat
bahasa dan pemeerolehannya. Dengan kata lain, psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat
struktur bahasa, dan bagaimana struktur ini diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada
waktu memahami kalimat– kalimat dalam pertuturan itu. Dalam prakteknya psikolinguistik
mencoba menerapkan pengetahuan linguistik dan psikologi pada masalah – masalah seperti
pengajaran dan pembelajaran bahasa, pengajaran membaca permulaan dan membaca lanjut,
kedwibahasaan dan kemultibahasaan, penyakit bertutur seperti afasia, gagap, dan sebagainya;
serta masalah – masalah sosial lain yang menyangkut bahasa, seperti bahasa dan pendidikan,
bahasa dan pembangunan nusa dan bangsa.

D. Sejarah Perkembangan Psikolnguistik


Istilah psikolinguistik baru muncul pada tahun 1954 dalam buku Thomas A. Sebeok dan
Charles E. Osgood yang berjudul Pshycolinguiatics: A Survey of Theory and Research
Problems, namun sebenarnya sejak zaman panini, ahli bahasa dari India, dan Sokrates ahli
filsafat dari Yunani, pengkajian bahasa telah dilakukan orang. Kajian mereka tidak terlepas dari
paham/aliran filsafat yang mereka anut, karena filsafat merupakan induk dari semua disiplin
ilmu.
Pada abad yang lalu terdapat dua aliran filsafat yang saling bertentangan dan saling
memengaruhi perkembangan linguistik dan psikologi. Yang pertama adalah aliran empirisme
yang erat kaitannya dengan psikologi asosiasi. Aliran empirisme melakukan kajian terhadap data
empiris atau objek yang dapat diobservasi dengan cara menganalisis unsur – unsur
pembentukannya sampai yang sekecil – kecilnya. Oleh karena itu, aliran ini disebut bersifat
atomistik, dan lazim dikaitkan dengan asosianisme dan positivisme.
Aliran kedua dikenal dengan nama rasionalisme. Aliran ini mengkaji akal sebagai satu
keseluruhan dan menyatakan bahwa faktor – faktor yang ada dalam akal inilah yang patut diteliti
untuk bisa memahami perilaku manusia itu. Oleh karena itu, aliran ini disebut bersifat holistik,
dan biasa dikaitkan dengan paham nativisme, idealisme, dan mentalisme.
Psikolinguistik bermula dari adanya pakar linguistik yang berminat pada psikologi, dan
adanya pakar psikologi yang berkecimpung dalam linguistik. Dilanjutkan dengan adanya
kerjasama antara pakar linguistik dan pakar psikologi, dan kemudian muncullah pakar – pakar
psikolinguistik sebagai disiplin mandiri.

a. Psikologi dalam Linguistik


Dalam sejarah linguistik ada sejumlah pakar linguistik yang menaruh perhatian besar
pada psikologi. Von Humboldt (1767-1835), pakar linguistik berkebangsaan Jerman telah
mencoba mengkaji hubungan antara bahasa (linguistik) dengan pemikiran manusia (psikologi).
Caranya, dengan membandingkan tata bahasa dari bahasa – bahasa yang berlainan dengan tabiat
– tabiat bangsa – bangsa penutur itu. Von Humboldt sangat dipengaruhi oleh aliran rasionalisme.
Dia menganggap bahasa bukanlah sesuatu yang sudah siap untuk dipotong – potong dan
diklasifikasikan seperti aliran empirisme. Menurut Von Humboldt bahasa itu merupakan satu
kegiatan yang memiliki prinsip – prinsip sendiri.
Ferdinand de Saussure (1858-1913), pakar linguistik berkembangsaan Swiss, telah
berusaha menerangkan apa sebenarnya bahassa itu (linguistik) dan bagaimana keadaan bahasa
itu dalam otak (psikologi). Beliau memperkenalkan tiga istilah tentang bahasa yaitu langage
(bahasa pada umumnya yang bersifat abstrak), langue (bahasa tertentu yang bersifat abstrak),
dan parole (bahasa sebagai tuturan yang bersifat konkret). Dia menegaskan objek kajian
linguistik adalah langue., sedangkan objek kajian psikologi adalah parole. Ini berarti, kalau ingin
mengkaji bahasa secara lengkap, maka kedua disiplin, yakni linguistik dan psikologi harus
digunakan. Hal ini dikatakannya karena dia menganggap segala sesuatu yang ada dalam bahasa
itu pada dasarnya bersifat psikologis.
Edward Sapir (1884-1939), pakar linguistik dan antropologi bangsa Amerika, telah
mengikutsertakan psikologi dalam pengkajian bahasa. Menurut Sapir, psikologi dapat
memberikan dasar ilmiah yang kuat dalam pengkajian bahasa. Beliau juga mencoba mengkaji
hubungan bahasa (linguistik) dengan pemikiran (psikologi). Dari kajian itu beliau berkesimpulan
bahwa bahasa, terutama strukturnya, merupakan unsur yang menentukan struktur pemikiran
manusia. Beliau juga menekankan bahwa linguistik dapat memberikan sumbangan yang penting
kepada psikologi Gestalt, dan sebaliknya psikologi Gestalt dapat membantu disiplin linguistik.
b. Linguistik dalam Psikologi
Dalam sejarah perkembangan psikologi ada sejumlah pakar psikologi yang menaruh
perhatian pada linguistik. John Dewey (1859-1952), pakar psikologi berkebangsaan Amerika,
seorang empirisme murni. Beliau telah mengkaji bahasa dan perkembangannya dengan cara
menafsirkan analisis linguistik bahasa kanak – kanak berdasarkan prinsip – prinsip psikologi.
Umpamanya, beliau menyarankan agar penggolongan psikologi akan kata – kata yang diucapkan
kanak – kanak dilakukan berdasarkan makna seperti yang dipahami kanak – kanak, dan bukan
seperti yang dipahami orang dewasa dengan bentuk – bentuk tata bahasa orang dewasa. Dengan
cara ini, maka berdassarkan prinsip – prinsip psikologi akan dapat ditentukan hubungan antara
kata – kata berkelas adverbia dan preposisi disatu pihak dengan kata – kata berkelas nomina dan
adjektiva dipihak lain. Jadi, dengan pengkajian kelas kata berdasarkan pemahaman kanak –
kanak kita akan dapat menentukan kecenderungan akal (mental) kanak – kanak yang
dihubungkan dengan perbedaan – perbedaan linguistik. Pengkajian seperti ini, menurut Dewey,
akan memberi bantuan yang besar kepaada psikologi bahasa pada umumnya.

Watson (1878-1958), ahli psikologi behaviorisme berkebangsaan Amerika. Beliau


menempatkan perilaku atau kegiatan berbahasa sama dengan perilaku atau kegiatan lainnya,
seperti makan, berjalan, dan melompat. Pada mulanya Watson hanya menghubungkan perilaku
berbahasa yang implisit, yakni yang terjadi didalam pikiran, dengan yang eksplisit, yakni yang
berupa tuturan. Namun, kemudian dia menyamakan perilaku berbahasa itu dengan teori stimulus-
respons yang dikembangkan oleh Povlov. Maka, penyamaan ini memperlakukan kata – kata
sama dengan benda – benda lain sebagai respons dari suatu stimulus.
Weiss, ahli psikolodi behaviorisme Amerika. Beliau mengakui adanya aspek mental dalm
bahasa. Namun, karena wujudnya tidak memiliki kekuatan bentuk fisik, maka wujudnya itu
sukar dikaji atau ditunjukkan. Oleh karena itu, Weiss lebih cenderung mengatakan bahwa bahasa
itu sebagai satu bentuk perilaku apabila seseorang menyesuaikan dirinya dengan lingkungan
sosialnya. Weiss adalah salah seorang tokoh yang terkemuka yang telah merintis jalan kearah
lahirnya psikolinguistik. Karena dialah yang telah berhasil mengubah Bloomfield dari penganut
aliran mentalistik menjadi penganut aliran behaviorisme. Weiss juga telah mengemukakan
sejumlah masalah yang harus dipecahkan oleh linguistik dan psikologi yang dilihat dari sudut
behaviorisme. Di antara masalah – masalah itu adalah sebagai berikut :

1. Bahasa merupakan satu kumpulan respons yang jumlahnya tidak terbatas terhadap suatu
stimulus.
2. Pada dasarnya perilaku bahasa menyatukan anggota suatu masyarakat ke alam organisasi
gerak saraf.
3. Perilaku bahasa adalah sebuah alat untuk mengubah dan meragam-ragamkan kegiatan
seseorang sebagai hasil warisan dan hasil perolehan.
4. Bahasa dapat merupakan stimulus terhadap satu respons, atau merupakan satu respons
terhadap satu stimulus.
5. Respons bahasa sebagai satu stimul pengganti untuk benda dan keadaan yang sebenarnya
memungkinkan kita untuk memunculksn kembali suatu hal yang pernah terjadi, dan
menganalisis kejadian ini dalam bagian – bagiannya.

c. Kerjasama Psikologi dan Linguistik


Kerjasama secara langsung antara linguistik dan psikologi sebanarnya sudah dimulai
sejak 1860 yaitu, oleh Heyman Steintthal, seorang ahli psikologi yang beralih menjadi ahli
linguistik, dan Moriz Lazarus seorang ahli linguistik yang beralih menjadi ahli psikologi dengan
menrbitkan sebuah jurnal yang khusus membicarakan masalh psikologi bahasa dari sudut
linguistik dan psikologi.
Dasar – dasar psikolinguistik menurut beberapa pakar didalam buku yang disunting oleh
Osgood dan Sebeok diatas adalah berikut ini :

1. Psikolinguistik adalah satu teori linguistik berdasarkan bahasa yang dianggap sebagai
sebuah sistem elemen yang saling berhubungan erat.
2. Psokolinguistik adalah satu teori pembelajaran (menurut teori behaviorisme) berdasarkan
bahasa yang dianggapnsebagainsatu sistem tabiat dan kemampuan yang menghubungkan
isyarat dengan perilaku.
3. Psikolinguistik adalah satu teori informasi yang menganggap bahasa sebagai sebuah alat
untuk menyampaikan suatu benda.
d. Tiga Generasi dalam Psikolinguistik

1. Psikolinguistik Generasi pertama


Psikolinguistik generasi pertama adalah psikolinguistik dengan para pakar yang
menulis artikel dalam kumpulan karangan berjudul psycholinguistics: A Survey of Theory and
Reserch Problems yang disunting oleh Charles E. Osgood dan Thomas A. Sebeok. Titik pandang
Osgood dan Sebeok berkaitan erat dengan aliran behaviorisme (aliran perilaku) atau lebih tepat
lagi aliran neobehaviorisme. Teori – teori ini mengidentifikasikan bahasa sebagai stu sistem
respon yang langsung dan tidak langsung terhadap stimulus verbal dan nonverbal. Orientasi
stimulus respons ini adalah orientasi psikologi.
Tokoh lain dari generasi pertama ini adalah L. Bloomfield. Beliau adalah tokoh
linguistik Amerika yang menerima dan menerapkan teori – teori behaviorisme dalam analisis
bahaa. Teknik analisis bahasa dan pandangannya tentang hakikat bahasa sama dengan pandangan
dan teori psikolinguistik perilaku.
Manusia yang normal sejak lahir telah dilengkapi dengan kemampuan belajar. Oleh sebab
itu, kemampuan berbahasa didapat atau dicapai melalui proses belajar. Hal ini menunjukkan
bahwa itu harus dipelajari. Dengan kata lain, kemampuan berbahasa adalah satu kemampuan
hasil belajar, dan bukan sebagai sesuatu yang diwarisi.
Tokoh lain dari psikolinguistik generasi pertama, dan yang dianggap sebagai tokoh utama
adalah B. F. Skonner. Beliau menjadi tokoh yang kemudian ditentang oleh Noam Chomsky yang
menganut aliran kognitif dalam proses berbahasa. Namun, teori – teori Skinner inilah yang
dianut oleh teori – teori linguistik aliran Bloomfield.

2. Psikolinguistik Generasi Kedua


Karena pada psikolinguiatik generasi pertama tidak menjawab banyak masalah proses
berbahasa, dan teori – teori itu kekurangan daya penjelas, maka diperlukan teori yang lain dalam
psikolinguistik. Lahirlah teori –teori psikolinguiatik generasi kedua, dengan dua tokoh utamanya
yakni Noam Chomsky dan George Miller.
Menurut Mehler dan Noizet, psikolinguistik generasi kedua telah dapat mengatasi ciri – ciri
atomistik dari psikolinguistik Osgood-Sebeok. Psikolinguistik generasi kedua berpendapat
bahwa dalam proses berbahasa bukanlah butir – butir bahasa yang diperoleh, melainkan kaidah
dan sistem kaidahlah yang diperoleh.
3. Psikolinguistik Generasi Ketiga
Kelahiran psikolinguistik generasi ketiga ini oleh G. Werstch dalam bukunya Two
Problems for the New Psycholinguistics diberi nama New Psycholinguistics. Ciri – ciri
psikolinguistik generasi ketiga ini adalah sebagai berikut :
Pertama, orientasi mereka kepada psikologi, tetapi bukan psikologi perilaku. Mereka
berorientasi kepada psikologi seperti yang dikemukakan oleh Fresse dan Al Vallon dari perancis,
dan mungkin juga kepada psikologi aktivitas dari Uni Sovyet atau seperti ditekankan oleh G.
Werstch bahwa terjadi proses yang serempak dari informasi linguistik dan psikologi.
Kedua, keterlepasan mereka dari kerangka psikolinguistik kalimat dan keterlibatan dalam
psikolinguistik yang berdasarkan situasi dan konteks. Ini berarti, analisis psikolinguistik bbukan
lagi menentukan kalimat hubungan antara struktur gramatikal dan kaidah semantik model Noam
Chomsky dengan teori generatif transformasinya, tetapi hubungan ini diperluas dengan
memperhitungkan situasi dan konteks.
Ketiga, adanya satu pergeseran dari analisis mengenai proses ujaran yang abstrak ke satu
analisis psikologis mengenai komunikasi dan pikiran. Pergeseran dari ujaran yang abstrak ke
komunikasi dan pikiran ini dikemukakan oleh J. S. Bruner dalam artikelnya berjudul Frol
Communication to Language yang dimuat dalam Cognition tahun 1974-5.

Ketiga ciri utama dari psikolinguistik generasi ketiga ini menunjukkan telah terjadinya
satu peningkatan kualitatif dalam perkembangan psikolinguistik di negara – negara Barat.
Namun, menurut Leontive (1981) dibandingkan dengan perkembangan linguistik di Eropa, maka
osikolinguistik di Rusia sudah lebih dulu berkembang karena sejak awal psikolinguistik di Rusia
telah memperhitungkan jurus komunikasi dan pikiran dalam analisas psikolinguistik.

E. Aliran-aliran Psikolinguistik
1) Aliran Behavioristik
Teori Behavioristik pertama kali dimunculkan oleh Jhon B.Watson (1878-1958). Dia
adalah seorang ahli psikologi berkebangsaan amerika. Dia mengembangkan teori Stimulus-
Respons Bond (S – R Bond) yang telah diperkenalkan oleh Ivan P.Pavlov. Menurut teori ini
tujuan utama psikologi adalah membuat prediksi dan pengendalian terhadap prilaku, dan
sedikitpun tidak ada hubungannya dengan kesadaran. Yang dikaji adalah benda-benda atau hal-
hal yang diamati secara langsung, yaitu rangsangan (stimulus) dan gerak balas(respons) 1[1][1].
Eksperimen yang dilakukan oleh Watson dalam membuktikan kebenaran teori
behaviorismenya terhadap manusia adalah percobaan terhadap bayi yang bernama albert berusia
11 tahun dan tikus putih. Dimana kesimpulan akhirnya adalah pelaziman dapat merubah prilaku
seseorang secara nyata.
Dalam pembelajaran yang didasarkan pada hubungan stimulus respon, Watson
mengemukakan dua hal penting:
1. Recency Principle (prinsip kebaruan)
Yaitu Jika suatu stimulus baru saja menimbulkan respons, maka kemungkinan stimulus
itu untuk menimbulkan respons yang sama apabila diberikan umpan lagi akan lebih besar
daripada kalau stimulus itu diberikan umpan setelah lama berselang.
2. Frequency Principle (prinsip frekuensi)
Menurut prinsip ini apabila suatu stimulus dibuat lebih sering menimbulkan satu respons,
maka kemungkinan stimulus itu akan menimbulkan respons yang sama pada waktu yang lain
akan lebih besar.
Selain itu. Watson mengatakan bahwa keyakinan pada adanya kesadaran berkaitan
dengan keyakinan masa-masa nenek moyang mengenai tahayul. Magis-magis senantiasa hidup.
Konsep-konsep warisan masa praberadab ini telah membuat kebangkitan dan pertumbuhan
psikologis ilmiah menjadi sangat sulit. Kriteria Watson dalam menentukan apakah sesuatu itu
ada atau tidak ada adalah berdasarkan apakah hal tersebut dapat diamati atau tidak dapat diamati.
Selanjutnya Bell (1981: 24) mengungkapkan pandangan aliran behaviorisme yang
dianggap sebagai jawaban atas pertanyaan bagaimanakah sesungguhnya manusia memelajari
bahasa, yaitu:
1. Dalam upaya menemukan penjelasan atas proses pembelajaran manusia, hendaknya
para ahli psikologi memiliki pandangan bahwa hal-hal yang dapat diamati saja yang
akan dijelaskan, sedangkan hal-hal yang tidak dapat diamati hendaknya tidak
diberikan penjelasan maupun membentuk bagian dari penjelasan.
2. Pembelajaran itu terdiri dari pemerolehan kebiasaan, yang diawali dengan peniruan.
3. Respon yang dianggap baik menghasilkan imbalan yang baik pula.
4. Kebiasaan diperkuat dengan cara mengulang-ulang stimuli dengan begitu sering
sehingga respon yang diberikan pun menjadi sesuatu yang bersifat otomatis.

2) Aliran Kognitif
Menurut teori ini bahasa bukanlah suatu ciri ilmiah yang terpisah, melainkan salah satu
diantara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Bahasa di instruksikan
oleh nalar. Perkembangan bahasa harus berlandaskan pada percobaan yang lebih mendasar dan
lebih umum di dalam kognisi. Jadi urutan-urutan perkembnagan kognitif menentukan
perkembangan bahasaMenurut teori kognitif yang utama sekali harus dicapai adalah
perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk keterampilan berbahasa
semenjak lahir sampai umur 18 bulan bahasa belum ada, si anak memahami dunia melalui
indranya.
Adapun tokoh yang terkenal dengan teori kognitif ini adalah Noam Chomsky
menyatakan bahwa manusia dilahirkan dengan akal yang berisi pengetahuan batin yang berkait
dengan sejumlah bidang yang berbeda-beda. Salah satu dari pengetahuan tersebut berkait dengan
bahasa. Chomsky menyebut pengetahuan batin yang berkait dengan bahasa ini sebagai Language
Acquisition Device atau yang lebih populer sebagai LAD, yang dalam modul disebut sebagai
Alat Pemerolehan Bahasa atau APB. Chomsky berpendapat bahwa daya-daya dalam bidang
yang berbeda yang disebut di atas, relatif mandiri satu sama lain. Artinya tidak saling berkait.
Bahkan dalam kaitan dengan pemerolehan bahasa, Chomsky berpendapat bahwa bagi
pemerolehan bahasa, pengetahuan batin saja sudah cukup dan pengetahuan matematis serta
pengetahuan logika tidak diperlukan dalam kegiatan ini.
Masih menurut Chomsky behaviorisme (S-R), sangat tidak memadai untuk menerangkan
proses pemerolejhan bahasa. Sebab masukan data linguistiknya sangat sedikit untuk
membangkitkan rumus-rumus linguistic. pada bagian akhir subpokok bahasan diketengahkan
argumen-argumen yang dikemukakan Chomsky dalam mempertahankan APB yang tertuang
dalam bentuk empat argumen, yakni (1) keunikan tata bahasa, (2) data masukan yang tidak
sempurna, (3) ketidakselarasan intelegensi, dan (4) kemudahan dan kecepatan pemerolehan
bahasa anak.

3) Aliran Mentalistik
Pada subpokok bahasan ini, kita telah membahas sejumlah konsep pendapat-pendapat
para teorisi mengenai bagaimana seseorang memahami dan merespons terhadap apa-apa yang
ada di alam semesta ini. Kita telah berbicara mengenai pandangan-pandangan kaum mentalis dan
kaum bahavioris, terutama dalam kaitan dengan keterhubungan antara bahasa, ujaran dan
pikiran. Menurut kaum mentalis, seorang manusia dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang
berbeda dari badan (body) orang tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap sebagai dua
hal yang berinteraksi satu sama lain, yang salah sati di antaranya mungkin menyebabkan atau
mungkin mengontrol peristiwa-peristiwa yang terjadi pada bagian lainnya. Dalam kaitan dengan
perilaku secara keseluruhan, pandangan ini berpendapat bahwa seseorang berperilaku seperti
yang mereka lakukan itu bisa merupakan hasil perilaku badan secara tersendiri, seperti bernapas
atau bisa pula merupakan hasil interaksi antara badan dan pikiran. Mentalisme dapat dibagi
menjadi dua, yakni empirisme dan rasionalisme.
Kedua pendapat ini pun memiliki pandangan-pandangan yang berbeda dalam memahami
persoalan gagasan-gagasan batin atau pengetahuan. Semua kaum mentalis bersepakat mengenai
adanya akal dan bahwa manusia memiliki pengetahuan dan gagasan di dalam akalnya. Meskipun
demikian, mereka tidak bersepakat dalam hal bagaimana gagasan-gagasan tersebut bisa ada di
dalam akal. Apakah gagasan-gagasan tersebut seluruhnya diperoleh dari pengalaman (pendapat
kaum empiris) atau gagasan-gagasan tersebut sudah ada di dalam akal sejak lahir (gagasan kaum
rasional). Bahkan di dalam kedua aliran ini pun, terdapat perbedaan pendapat yang rinciannya
akan kita bahas nanti.
Kemudian, diketengahkan pembahasan mengenai empirisme. Dalam kaitan ini telah
dibahas kenyataan bahwa kata empiris dan empirisme telah berkembang menjadi dua istilah yang
memiliki dua makna yang berbeda. Setelah itu, dibahas pula isu lain yang mengelompokkan
kaum empiris, yakni isu yang berkenaan dengan pertanyaan apakah gagasan-gagasan di dalam
akal manusia yang membentuk pengetahuan bersifat universal atau umum di samping juga
bersifat fisik.
PENUTUP

1. Kesimpulan

Teori/Aliran Behavioristik tujuan utama psikologi adalah membuat prediksi dan


pengendalian terhadap prilaku, dan sedikitpun tidak ada hubungannya dengan kesadaran.
Yang dikaji adalah benda-benda atau hal-hal yang diamati secara langsung, yaitu
rangsangan (stimulus) dan gerak balas(respons)
Teori Kognitif berpandangan Menurut teori ini bahasa bukanlah suatu ciri ilmiah
yang terpisah, melainkan salah satu diantara beberapa kemampuan yang berasal dari
kematangan kognitif
Kaum mentalis berpendapat seorang manusia dipandang memiliki sebuah akal
(mind) yang berbeda dari badan (body) orang tersebut. Artinya bahwa badan dan akal
dianggap sebagai dua hal yang berinteraksi satu sama lain,
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Dardjowidjojo, Soenjono. 2010. Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa
Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Mar’at, Samsunuwiyati. 2009. Psikolingustik Suatu Pengantar. Jakarta: Refika Aditama.


http://prasastie.multiply.com/journal/item/38
[1] http://massofa.wordpress.com/2008/01/24/menengok-bahasan-psikolinguistik/ OLEH
PAKDE SOFA
http.//www.scrib.com

Você também pode gostar