Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pembelajaran bahasa, sebagai salah satu masalah kompleks manusia, selain berkenaan
dengan masalah bahasa, juga berkenaan dengan masalah kegiatan berbahasa. Sedangkan
kegiatan berbahasa itu bukan hanya berlangsung secara makanistik, tetapi juga berlangsung
secara mentalistik. Artinya, kegiatan berbahasa itu berkaitan juga dengan proses atau kegiatan
mental (otak). Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa, studi linguistik
perlu dilengkapi dengan studi antardisiplin antara linguistik dan psikologi, yang lazim disebut
psikolinguistik.
Wundt adalah Bapak Psikologi Eksperimen yang pertama kali membangun Laboratorium
Psikologi di Leipzig, Jerman pada abad ke-19. Di samping itu, Wundt telah memperkenalkan
apa yang pada waktu itu di sebut Psikologi Bahasa (Psychologie Der Sprache) yang materinya
tidak jauh berbeda dengan apa yang dibahas dalam Psikolinguistik dewasa ini. Istilah
Psikolinguistik merupakan istilah lain dari Psikologi Bahasa yang muncul setelah Perang Dunia
Kedua.
Pada tahun 1900 Wundt menulis buku tentang psikolingistik yang berjudul ”Die
Sprache” terdiri atas dua jilid. Die Sprache inji merupakan bagian dari satu set buku karangan
Wundt yang berjudul ”Volker Psychologie” (Psikologi Bangsa) yang membahas tentang
kebudayaan, struktur sosial bahasa, moral, dan lain-lain dari pelbagai bangsa yang berbeda di
dunia. Isinya semacam antropologi terhadap kebanyakan para psikolog yang tidak menyadari
atau mengetahuinya.
Dalam bukunya itu, Wundt berusaha dengan keras mennabungkan dua aliran yang sangat
kuat pada abad ke-19, yaitu aliran idealisme atau rasionalisme dengan alirn empirisme.
Psikologi sangat berkaitan erat dengan kehidupan manusia dalam segala kegiatannya
yang sangat luas. Oleh karena itu, muncullah berbagai cabang psikologi yang diberi nama sesuai
dengan penarapannya. Diantara cabang–cabang itu adalah psikologi sosial, psikologi
perkembangan, psikologi klinik, psikologi komunikasi, dan psikologi bahasa.
B. Linguistik
Secara umum linguistik lazim diartikan sebagai ilmu bahasa atau ilmu yang mengambil
bahasa sebagai objek kajiannya. Pakar linguistik disebut lingui, dalam bahasa inggris juga berarti
orang yang mahir menggunakan beberapa bahasa, selain bermakna pakar linguistik. Seseorang
linguis mempelajari bahasa bukan dengan tujuan utama untuk mahir menggunakan bahasa itu,
melainkan untuk mengetahui secara mendalam mengenai kaidah – kaidah struktur bahasa,
beserta dengan berbagai aspek dan segi yang menyangkut bahasa itu. Andaikata si linguis ingin
memahirkan penggunaan bahasa bahasa itu tentu juga tidak ada salahnya. Bahkan akan menjadi
lebih baik. Sebaiknya, seseorang yang mahir dan lancar dalam menggunakan beberapa bahasa,
belum tentu dia seorang linguis kalau dia tidak mendalami teori tentang bahasa. Orang seperti ini
lebih tepat disebut seorang poliglot ”berbahasa banyak”, sebagai dikotomi dari monoglot
”berbahasa satu”.
Kalau dikatakan bahwa linguistik atu adalah ilmu yang objek kajiannya adalah bahaasa,
sedangkan bahasa itu sendiri merupakan fenomena yang hadir dalam segala aktivitas kehidupan
manusia, maka linguistik itu pun menjadi sangat luas bidang kajiannya. Oleh karena itu, kita bisa
lihat adanya berbagai cabang linguistik yang dibuat berdasarkan berbagai kriteria atau
pandangan. Secara umum pembidangan linguistik itu adalah sebagai berikut.
1. Menurut objek kajian, linguistik dapat dibagi atas dua cabang besar, yaitu linguistik
mikro dan linguistik makro. Objek kajian linguistik mikro adalah struktur internal bahasa
itu sendiri, mencakup struktur fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Sedangkan
objek kajian linguistik makro adlah bahasa dalam hubungannya dengan faktor di luar
bahasa seperti faktor sosiologis, psikologis, antropologi, dan neurologi. Berkaitan dengan
faktor – faktor di luar bahasa itu muncullah bidang – bidang seperti sosiologistik,
psikologistik, neurolinguistik dan etnolinguistik. Disini, linguistik dipandang sebagai
disiplin utama, sedangkan ilmu-ilmu lain sebagai disiplin bawahan.
2. Menurut tujuan kajiannya, linguistik dapat dibedakan atas dua bidang besaar yaitu
linguistik teoteris dan linguistik terapan. Kajian teoteris hanya ditujukan untuk mencari
atau menentukan teori – teori linguistik. Hanya untuk membuat kaidah – kaidah linguistik
secara deskriptif. Sedangkan kajian terapan ditujukan untuk menerapkan kaidah – kaidah
linguistik dalam kegiatan praktis, seperti dalam pengajaran bahasa, penerjemahan,
penyusunan kamus, dan sebagainya.
3. Adanya yang disebut linguistik sejarah dan sejarah linguistik. Linguistik sejarah
mengkaji perkembangan dan perubahan suatu bahasa atau sejumlah bahasa, baik dengan
diperbandingkan maupun tidak. Sejarah linguiatik mengkaji perkembangan ilmu
linguistik, baik mengenai tokoh – tokohnya, aliran – aliran teorinya, maupun hasil – hasil
kerjanya.
Dalam kaitannya dengan psikologi, linguistik lazim diartikan sebagai ilmu yang muncoba
mempelajari hakikat bahasa, atruktur bahasa, bagaimana bahasa itu diperoleh, bagaimana bahasa
itu bekerja, dan bagaimana bahasa itu berkembang. Dalam konsep ini tampak bahwa yang
namanya psikolinguistik dianggap sebagai cabang dari linguistik, sedangkan linguistik itu sendiri
dianggap sebagai cabang dari psikologi.
C. Psikolinguistik
Psikolinguistik terbentuk dari kata psikologi dan kata linguistic, yakni dua bidang ilmu
yang berbeda, yang masing – masing berdiri sendiri, dengan prosedur dan metode yang
berlainan. Namun, keduanya sama – sama meneliti bahasa sebagai objek formalnya. Hanya
materinya yang berbeda, linguistik mengkaji struktur bahasa, sedangkan psikologi mengkaji
perilaku berbahasa atau proses berbahasa. Dengan demikian cara dan tujuannya juga berbeda.
Meskipun cara dan tujuan berbeda, tetapi banyak juga bagian – bagian objeknya yang
dikaji dengan cara yang sama dan dengan tujuan yang sama, tetapi dengan teori yang berlainan.
Hasil kajian kedua disiplin ini pun banyak yang sama, meskipun tidak sedikit yang berlainan.
Oleh karena itulah, telah lama dirasakan perlu adanya kerja sama di antara kedua disiplin ini
untuk mengkaji bahasa dan hakikat bahasa. Dengan kerja sama kedua disiplin itu diharapkan
akan diperoleh hasil kajian yang lebih baik dan lebih bermanfaat.
Sebagai hasil kerjasama yang baik, lebih terarah, dan lebih sistematis diantara kedua ilmu
itu, lahirlah satu disiplin ilmu baru yang disebut psikolinguistik, sebagai ilmu antardisiplin antara
psikologi dan linguistik. Istilah psikolinguistik itu sendiri baru lahir tahun 1945, yakni tahun
terbitnya buku psycholinguistics : A Survey of Theory and Reserch Problems yang disunting oleh
Charles E. Osgood dan Thomas A. sebeok, di Bloomington, Amerika Serikat.
Psikolinguistik mencoba menguraikan proses – proses psikologi yang berlangsung
jika seseorang mengucapkan kalimat – kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi,
dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia (Slobin, 1974; Meller, 1964;
Slama Cazahu, 1973). Maka secara teoteris tujuan utama psikolinguistik adalah mencari satu
teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan secara psikologi dapat menerangkan hakikat
bahasa dan pemeerolehannya. Dengan kata lain, psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat
struktur bahasa, dan bagaimana struktur ini diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada
waktu memahami kalimat– kalimat dalam pertuturan itu. Dalam prakteknya psikolinguistik
mencoba menerapkan pengetahuan linguistik dan psikologi pada masalah – masalah seperti
pengajaran dan pembelajaran bahasa, pengajaran membaca permulaan dan membaca lanjut,
kedwibahasaan dan kemultibahasaan, penyakit bertutur seperti afasia, gagap, dan sebagainya;
serta masalah – masalah sosial lain yang menyangkut bahasa, seperti bahasa dan pendidikan,
bahasa dan pembangunan nusa dan bangsa.
1. Bahasa merupakan satu kumpulan respons yang jumlahnya tidak terbatas terhadap suatu
stimulus.
2. Pada dasarnya perilaku bahasa menyatukan anggota suatu masyarakat ke alam organisasi
gerak saraf.
3. Perilaku bahasa adalah sebuah alat untuk mengubah dan meragam-ragamkan kegiatan
seseorang sebagai hasil warisan dan hasil perolehan.
4. Bahasa dapat merupakan stimulus terhadap satu respons, atau merupakan satu respons
terhadap satu stimulus.
5. Respons bahasa sebagai satu stimul pengganti untuk benda dan keadaan yang sebenarnya
memungkinkan kita untuk memunculksn kembali suatu hal yang pernah terjadi, dan
menganalisis kejadian ini dalam bagian – bagiannya.
1. Psikolinguistik adalah satu teori linguistik berdasarkan bahasa yang dianggap sebagai
sebuah sistem elemen yang saling berhubungan erat.
2. Psokolinguistik adalah satu teori pembelajaran (menurut teori behaviorisme) berdasarkan
bahasa yang dianggapnsebagainsatu sistem tabiat dan kemampuan yang menghubungkan
isyarat dengan perilaku.
3. Psikolinguistik adalah satu teori informasi yang menganggap bahasa sebagai sebuah alat
untuk menyampaikan suatu benda.
d. Tiga Generasi dalam Psikolinguistik
Ketiga ciri utama dari psikolinguistik generasi ketiga ini menunjukkan telah terjadinya
satu peningkatan kualitatif dalam perkembangan psikolinguistik di negara – negara Barat.
Namun, menurut Leontive (1981) dibandingkan dengan perkembangan linguistik di Eropa, maka
osikolinguistik di Rusia sudah lebih dulu berkembang karena sejak awal psikolinguistik di Rusia
telah memperhitungkan jurus komunikasi dan pikiran dalam analisas psikolinguistik.
E. Aliran-aliran Psikolinguistik
1) Aliran Behavioristik
Teori Behavioristik pertama kali dimunculkan oleh Jhon B.Watson (1878-1958). Dia
adalah seorang ahli psikologi berkebangsaan amerika. Dia mengembangkan teori Stimulus-
Respons Bond (S – R Bond) yang telah diperkenalkan oleh Ivan P.Pavlov. Menurut teori ini
tujuan utama psikologi adalah membuat prediksi dan pengendalian terhadap prilaku, dan
sedikitpun tidak ada hubungannya dengan kesadaran. Yang dikaji adalah benda-benda atau hal-
hal yang diamati secara langsung, yaitu rangsangan (stimulus) dan gerak balas(respons) 1[1][1].
Eksperimen yang dilakukan oleh Watson dalam membuktikan kebenaran teori
behaviorismenya terhadap manusia adalah percobaan terhadap bayi yang bernama albert berusia
11 tahun dan tikus putih. Dimana kesimpulan akhirnya adalah pelaziman dapat merubah prilaku
seseorang secara nyata.
Dalam pembelajaran yang didasarkan pada hubungan stimulus respon, Watson
mengemukakan dua hal penting:
1. Recency Principle (prinsip kebaruan)
Yaitu Jika suatu stimulus baru saja menimbulkan respons, maka kemungkinan stimulus
itu untuk menimbulkan respons yang sama apabila diberikan umpan lagi akan lebih besar
daripada kalau stimulus itu diberikan umpan setelah lama berselang.
2. Frequency Principle (prinsip frekuensi)
Menurut prinsip ini apabila suatu stimulus dibuat lebih sering menimbulkan satu respons,
maka kemungkinan stimulus itu akan menimbulkan respons yang sama pada waktu yang lain
akan lebih besar.
Selain itu. Watson mengatakan bahwa keyakinan pada adanya kesadaran berkaitan
dengan keyakinan masa-masa nenek moyang mengenai tahayul. Magis-magis senantiasa hidup.
Konsep-konsep warisan masa praberadab ini telah membuat kebangkitan dan pertumbuhan
psikologis ilmiah menjadi sangat sulit. Kriteria Watson dalam menentukan apakah sesuatu itu
ada atau tidak ada adalah berdasarkan apakah hal tersebut dapat diamati atau tidak dapat diamati.
Selanjutnya Bell (1981: 24) mengungkapkan pandangan aliran behaviorisme yang
dianggap sebagai jawaban atas pertanyaan bagaimanakah sesungguhnya manusia memelajari
bahasa, yaitu:
1. Dalam upaya menemukan penjelasan atas proses pembelajaran manusia, hendaknya
para ahli psikologi memiliki pandangan bahwa hal-hal yang dapat diamati saja yang
akan dijelaskan, sedangkan hal-hal yang tidak dapat diamati hendaknya tidak
diberikan penjelasan maupun membentuk bagian dari penjelasan.
2. Pembelajaran itu terdiri dari pemerolehan kebiasaan, yang diawali dengan peniruan.
3. Respon yang dianggap baik menghasilkan imbalan yang baik pula.
4. Kebiasaan diperkuat dengan cara mengulang-ulang stimuli dengan begitu sering
sehingga respon yang diberikan pun menjadi sesuatu yang bersifat otomatis.
2) Aliran Kognitif
Menurut teori ini bahasa bukanlah suatu ciri ilmiah yang terpisah, melainkan salah satu
diantara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Bahasa di instruksikan
oleh nalar. Perkembangan bahasa harus berlandaskan pada percobaan yang lebih mendasar dan
lebih umum di dalam kognisi. Jadi urutan-urutan perkembnagan kognitif menentukan
perkembangan bahasaMenurut teori kognitif yang utama sekali harus dicapai adalah
perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk keterampilan berbahasa
semenjak lahir sampai umur 18 bulan bahasa belum ada, si anak memahami dunia melalui
indranya.
Adapun tokoh yang terkenal dengan teori kognitif ini adalah Noam Chomsky
menyatakan bahwa manusia dilahirkan dengan akal yang berisi pengetahuan batin yang berkait
dengan sejumlah bidang yang berbeda-beda. Salah satu dari pengetahuan tersebut berkait dengan
bahasa. Chomsky menyebut pengetahuan batin yang berkait dengan bahasa ini sebagai Language
Acquisition Device atau yang lebih populer sebagai LAD, yang dalam modul disebut sebagai
Alat Pemerolehan Bahasa atau APB. Chomsky berpendapat bahwa daya-daya dalam bidang
yang berbeda yang disebut di atas, relatif mandiri satu sama lain. Artinya tidak saling berkait.
Bahkan dalam kaitan dengan pemerolehan bahasa, Chomsky berpendapat bahwa bagi
pemerolehan bahasa, pengetahuan batin saja sudah cukup dan pengetahuan matematis serta
pengetahuan logika tidak diperlukan dalam kegiatan ini.
Masih menurut Chomsky behaviorisme (S-R), sangat tidak memadai untuk menerangkan
proses pemerolejhan bahasa. Sebab masukan data linguistiknya sangat sedikit untuk
membangkitkan rumus-rumus linguistic. pada bagian akhir subpokok bahasan diketengahkan
argumen-argumen yang dikemukakan Chomsky dalam mempertahankan APB yang tertuang
dalam bentuk empat argumen, yakni (1) keunikan tata bahasa, (2) data masukan yang tidak
sempurna, (3) ketidakselarasan intelegensi, dan (4) kemudahan dan kecepatan pemerolehan
bahasa anak.
3) Aliran Mentalistik
Pada subpokok bahasan ini, kita telah membahas sejumlah konsep pendapat-pendapat
para teorisi mengenai bagaimana seseorang memahami dan merespons terhadap apa-apa yang
ada di alam semesta ini. Kita telah berbicara mengenai pandangan-pandangan kaum mentalis dan
kaum bahavioris, terutama dalam kaitan dengan keterhubungan antara bahasa, ujaran dan
pikiran. Menurut kaum mentalis, seorang manusia dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang
berbeda dari badan (body) orang tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap sebagai dua
hal yang berinteraksi satu sama lain, yang salah sati di antaranya mungkin menyebabkan atau
mungkin mengontrol peristiwa-peristiwa yang terjadi pada bagian lainnya. Dalam kaitan dengan
perilaku secara keseluruhan, pandangan ini berpendapat bahwa seseorang berperilaku seperti
yang mereka lakukan itu bisa merupakan hasil perilaku badan secara tersendiri, seperti bernapas
atau bisa pula merupakan hasil interaksi antara badan dan pikiran. Mentalisme dapat dibagi
menjadi dua, yakni empirisme dan rasionalisme.
Kedua pendapat ini pun memiliki pandangan-pandangan yang berbeda dalam memahami
persoalan gagasan-gagasan batin atau pengetahuan. Semua kaum mentalis bersepakat mengenai
adanya akal dan bahwa manusia memiliki pengetahuan dan gagasan di dalam akalnya. Meskipun
demikian, mereka tidak bersepakat dalam hal bagaimana gagasan-gagasan tersebut bisa ada di
dalam akal. Apakah gagasan-gagasan tersebut seluruhnya diperoleh dari pengalaman (pendapat
kaum empiris) atau gagasan-gagasan tersebut sudah ada di dalam akal sejak lahir (gagasan kaum
rasional). Bahkan di dalam kedua aliran ini pun, terdapat perbedaan pendapat yang rinciannya
akan kita bahas nanti.
Kemudian, diketengahkan pembahasan mengenai empirisme. Dalam kaitan ini telah
dibahas kenyataan bahwa kata empiris dan empirisme telah berkembang menjadi dua istilah yang
memiliki dua makna yang berbeda. Setelah itu, dibahas pula isu lain yang mengelompokkan
kaum empiris, yakni isu yang berkenaan dengan pertanyaan apakah gagasan-gagasan di dalam
akal manusia yang membentuk pengetahuan bersifat universal atau umum di samping juga
bersifat fisik.
PENUTUP
1. Kesimpulan