Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Kejang Neonatus
Disusun Oleh :
Charlina Amelia Br Barus
42160073
Pembimbing :
dr. Bambang Hadi Baroto, Sp.A
B. ANAMNESIS
Alloanamnesis dilakukan dengan ibu pasien dan didukung catatan medis.
Keluhan Utama : Kejang
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Saat masuk rumah sakit (12 Desember 2017) :
Pasien dibawa ke IGD RSB pada tanggal 12 Desember 2017 pukul 22.00 WIB dengan
keluhan kejang 3 kali sejak sore dengan durasi ± 1-2 menit dan setelah kejang bayi
langsung menangis. Menurut ibu bayi, tadi pagi sudah mulai demam tapi suhunya tidak
diukur. Selain itu ada keluhan BAB cair 3-4 kali sejak pagi, dan ada bintik – bintik
kemerahan pada badan bayi ± 1 minggu, ibu belum memeriksan bayi ke dokter dan
belum diberi obat. Tidak ada keluhan batuk, pilek ataupun muntah. Bayi menjadi rewel
dan susah minum ASI.
D. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
1. Pemeriksaan darah lengkap (12 Desember 2017)
Hematologi Lengkap Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 9.3 (L) 12.2 – 17.0 g/dL
Leukosit 8.15 5.0 – 17.5 ribu/mmk
Hitung Jenis
Eosinofil 2.3 1–5%
Basofil 0.2 0–1%
Segmen Netrofil 60.8 (H) 30 – 50 %
Limfosit 22.8 (L) 30 – 72 %
Monosit 13.9 (H) 1 – 11 %
Hematokrit 27.1 (L) 38.0 - 53.0 %
Trombosit 477 (H) 150 – 450 ribu/mmk
Eritrosit 2.86 (L) 3.00 – 6.00 juta/mmk
MCV 94.8 83.0 – 107.0 fL
MCH 32.5 27.0 – 37.0 pg
MCHC 34.3 31.0 – 36.0 g/dL
RDW 15.4 (H) 11.5 – 14.5 %
E. RESUME
Pasien anak laki – laki beruasia 16 hari dibawa ke IGD RSB pada tanggal 12 Desember 2017
pukul 22.00 WIB dengan keluhan kejang 3 kali sejak sore dengan durasi ± 1-2 menit dan setelah
kejang bayi langsung menangis. Pagi hari sudah mulai demam tapi suhunya tidak diukur. Selain
itu ada keluhan BAB cair 3-4 kali sejak pagi, dan ada bintik – bintik kemerahan pada badan bayi
± 1 minggu, ibu belum memeriksakan bayi ke dokter dan belum diberi obat. Tidak ada keluhan
batuk, pilek ataupun muntah. Bayi menjadi rewel dan susah minum ASI. Riwayat penyakit
dahulu dan riwayat penyakit keluarga disangkal oleh ibu pasien. Anak lahir spontan dan ditolong
oleh dokter di Klinik Bersalin dalam masa kehamilan 37 minggu, berat badan lahir 3000 gram,
menangis spontan, dan air ketuban jernih. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nadi : 180 x/menit,
pernapasan: 60 x/menit, suhu : 390C, saturasi O2 : 96 % dan berat badan 3.940 gram, serta
pemeriksaan status generalis dalam batas normal. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan
nilai hemoglobin 9,3 g/dl, Segmen Netrofil 60.8%, Limfosit 22.8%, Monosit13.9%, Hematokrit
27.1 %, Trombosit 477 juta/mmk dan Eritrosit 2.86 juta/mmk.
F. DIAGNOSIS KERJA
Kejang Neonatus
Diare akut
Susp. Sepsis
G. PLANNING TERAPI
Infus KaEN 4B 5cc/jam
Pemasangan OGT
Farmakoterapi
- Antibiotik
Cefotaxime vial 1,0 g. Dosis: Bayi < 1 minggu : 50mg/kgBB tiap 12 jam ; 1-4
minggu : 50mg/kgBB tiap 8 jam ; 1bulan - 12 tahun dengan BB < 50 kg : 50-180
mg/kg BB sehariIM/IV; BB > 50 kg dosis dewasa.
Cefotaxime 2 x 200 mg
- Antipiretik
Paracetamol PO 10 – 15 mg/kgBB/kali , anak < 1 tahun diberikan 0,2 - 0,4 ml/kali
Paracetamol 3 x 0,4 ml
- Antikonvulsan
Fenobarbital 3 x 10 mg
Monitoring
Monitoring suhu pasien
Monitoring sirkulasi
Catat aktivitas kejang yang terjadi
H. EDUKASI
Jelaskan mengenai penyakit dan kemungkinan – kemungkinan terburuk yang ada.
Jelaskan kepada orang tua mengenai tanda bahaya secara umum dan minta segera
dilaporkan
I. PROGNOSIS
Kejang neonatus sebanyak 25%-30% berhubungan dengan gangguan perkembangan. Faktor
penentu utama prognosis adalah etiologi, neonatus dengan disgenesis serebral serta hipoksik-
iskemik sedang dan berat mempunyai prognosis yang buruk. Gangguan metabolik akut dan
perdarahan subarachnoid mempunyai prognosis yang baik, sedangkan infeksi intrakranial
dan IEM mempunyai prognosis yang bervariasi. Karakteristik kejang juga mempengaruhi
prognosis, kejang onset dini, kejang berulang dan berkepanjangan yang resisten terhadap
pengobatan mempunyai prognosis yang buruk. Kejang tonik berhubungan dengan palsi
serebral, retardasi mental dan epilepsi sedangkan kejang mioklonik berkaitan dengan
retardasi mental. Penelitian Brunquell menunjukkan bahwa dibandingkan dengan tipe kejang
yang lain kejang subtle dan tonik umum mempunyai komplikasi epilepsi, retardasi mental
dan epilepsi yang lebih tinggi. Gambaran EEG juga merupakan faktor prognosis. Hasil EEG
interiktal normal 85% mempunyai prognosis baik, sedangkan gambaran EEG yang
isoelektrik, voltase rendah atau paroksismal burst-suppression mempunyai prognosis buruk.
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Kejang adalah depolarisasi berlebihan sel-sel neuron otak, yang mengakibatkan perubahan yang
bersifat paroksismal fungsi neuron (perilaku, fungsi motorik dan otonom) dengan atau tanpa
perubahan kesadaran. Kejang pada neonatus dibatasi waktu yaitu kejang yang terjadi pada 28
hari pertama kehidupan (bayi cukup bulan) atau 44 minggu masa konsepsi (usia kronologis +
usia gestasi pada saat lahir) pada bayi premature.
Etiologi
Ada banyak penyebab kejang pada neonatus, menurut buku IDAI dan Avery’s
neonatology, ada beberapa penyebab utama kejang neonatus, yaitu :
PENYEBAB KETERANGAN
Ensefalopati Penyebab paling sering pada bayi cukup bulan (40-60%) dan
iskemik hipoksik merupakan penyebab utama dari perkembangan bayi yang buruk
Biasanya timbul dalam 24 jam
Sulit dikontrol dengan medikamentosa
Pendarahan Pendarahan intraventrikular
intrakranial Pendarahan intracerebral
Pendarahan subdural
Pendarahan subarachnoid
Infeksi SSP Meningitis bakteri
Meningitis virus
Encephalitis
Intrauterine (TORCH) infections
Bakteri patogen yang paling sering dari streptokokus grup B,
escherichia coli, listeria, staphyloccocus
Stroke perinatal Oklusi arteri atau thrombosis vena dapat menyebabkan stroke
Insidensi 1 per 4000
Metabolik Hipoglikemia
Hipokalsemia
Hipomagnesaemia
Hipo/hipernatremia
Ketergantungan pyridoxine
Kelainan metabolik Merupakan penyebab yang jarang ditemukan, namun tetap
bawaan membutuhkan perhatian khusus untuk menemukan penyebab yang
dapat di tangani
Putus obat ibu
Kelainan otak Anomali kromosom
kongenital Anomali otak kongenital
Kelainan neuro-degeneratif
Kejang neonatus Biasanya timbul sebagai kejang tonik atau klonik pada hari ke 2 atau ke
familial jinak 3
Kejang hari kelima Dengan nama lain kejang neonatus jinak idiopatik
Biasanya hilang pada hari ke 15, penyebab tidak diketahui
B. Perdarahan intrakranial
Penyebab kejang utama dan tersering pada bayi preterm. Perdarahan intra kranial
seringkali sulit disebut sebagai penyebab tunggal kejang. Biasanya berhubungan dengan
penyebab lain, yaitu :
1. Perdarahan sub arakhnoid
Perdarahan yang sering dijumpai pada neonatus, terutama sebagai akibat dari proses
partus yang lama. Awalnya bayi terlihat baik, namun tiba-tiba timbul kejang pada hari
pertama dan kedua. Pungsi lumbal merupakan indikasi absolut untuk dilakukan untuk
mengetahui adanya darah di dalam cairan serebrospinal. Biasanya bayi ditemukan
tampak sakit berat pada 1-2 hari pertama dan timbul tanda-tanda peninggian tekanan
intrakranial seperti ubun-ubun besar yang menonjol dan tegang, muntah memancar,
menangis keras dan kejang-kejang.
2. Perdarahan sub dural
Perdarahan ini biasanya terjadi akibat robekan tentorium dekat falks serebri. Biasanya
bila ada molase berlebihan di letak verteks, letak wajah dan partus lama. Manifestasi
klinik biasanya sama dengan ensefalopati hipoksik-iskemik ringan sedang. Dapat
timbul pernapasan yang tidak teratur apabila terjadi penekanan pada batang otak
disertai penurunan kesadaran, tangisan yang melengking dan ubun-ubun besar tegang
dan menonjol. Mortalitas tinggi, dan pada bayi yang hidup hidup biasanya terdapat
gejala sisa neurologis.
3. Perdarahan periventrikular/intraventrikular
Manifestasi klinis pperdarahan intraventrikuler tergantung pada seberapa beratnya
penyakit dan saat dimulainya perdarahan. Pada bayi yang mengalami trauma atau
asfiksia biasanya timbul pada hari pertama dan kedua. Pada bayi kurang bulan dapat
timbul gejala seperti gangguan napas, kejang tonik umum, pupil terfiksasi
kuadriparesis flaksid, deserebrasi dan stupor atau koma yang dalam. Pada bayi cukup
bulan biasanya ditemukan riwayat intrapartum misalnya trauma, pasca-pemberian
cairan hpertonik secara cepat terutama natrium bikarbonat dan asfiksia. Manifetasi
klinis yang timbul biasanya bervariasi mulai dari asimtomatik sampai gejala yang
hebat. Gejala neurologis yang paling sering ditemui adalah kjang yang bersifat fokal,
multifokal atau umum.
2.4 Patogenesis
Neuron di dalan sistem syaraf pusat mengalami depolarisasi sebagai hasil dari
perpindahan natrium ke arah dalam. Repolarisasi terjadi melalui keluarnya kalium. Kejang
terjadi apabila timbul depolarisasi yang berlebihan, sehingga terbentuk gelombang listrik yang
berlebihan. Volpe (2001) menjelaskan 4 kemungkinan alasan terjadinya depolarisasi berlebihan :
Kegagalan dari pompa natrium kalium dikarenakan terganggunya produksi
energi.
Terjadinya kelebihan relatif dari neurotransmiter eksitatorik melawan inhibitorik
Adanya kekurangan relatif dari neurotransmiter inhibitorik melawan eksitatorik
Perubahan dari membran neuron, menyebabkan inhibisi dari pergerakan
natrium.
Perubahan fisiologis pada saat kejang berupa penurunan kadar glukosa otak yang tajam
dibandingkan kadar glukosa darah yang tetap normal atau meningkat disertai peningkatan laktat.
Hal ini merupakan refleksi dari kebutuhan otak yang tidak dapat dipenuhi secara adekuat.
Kebutuhan oksigen dan aliran darah ke otak sangat esensial untuk mencukup kebutuhan oksigen
dan glukosa otak. Laktat terkumpul dan berakumulasi selama terjadi kejang, sehingga PH arteri
menurun dengan cepat. Hal ini menyebabkan tekanan darah sistemik meningkat dan aliran darah
ke otak naik.
Terjadinya kejang yang multifokal atau adanya perilaku yang tidak biasa berhubungan
pada kejang pada neonatus, merupakan efek dari mielinasi struktur kortikal dan subkortikal yang
masih sangat minim.
Perkembangan otak anak terjadi sangat cepat dari sejak baru lahir sampai 2 tahun yang
disebut sebagai periode emas dan pembentukan sinaps dan kepadatan dendrit pada sunsum
tulang belakang terjadi sangat aktif pada sekitar kehamilan sampai bulan pertama setelah
kelahiran. Pada saat baru lahir, merupakan periode tertinggi dari aktifitas eksitasi sinaps
fisiologis dan sinaptogenesis yang terjadi pada saat ini sepenuhnya bergantung pada aktifitas.
Selain itu, menurut penelitian, pada periode ini keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi pada
sinaps cenderung mengarah pada eksitasi untuk memberi jalan pada pembentukan sinaps yang
bergantung pada aktifitasnya.
Beberapa mekanisme penting sehubungan dengan terjadinya kejang pada neonatus adalah :
1. Peningkatan eksitabillitas pada neonatus
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada otak tikus yang diketahui homolog dengan
otak manusia, didapatkan bahwa jumlah neurotransmiter seperti glutamate, α-amino-3-
hydroxy-5-methyl-4-isoxazolepropionic acid (AMPA) dan N-methyl-D-aspartate
(NMDA) meningkat tajam pada 2 minggu awal kelahiran untuk membantu pembentukan
sinaps yang bergantung pada aktifitasnya5. Selain itu, pada periode ini merupakan saat
sesnsitifitas terhadap magnesium di titik terendah. Magnesium merupakan penghalang
reseptor endogen alamiah. Sehingga berdampak pada meningkatnya eksitabilitas otak
bayi.
2. Penurunan efektifitas inhibisi neurotansmiter pada otak imatur
Fungsi inhibisi dari reseptor GABA agonis terbentuk dan berkembang secara perlahan-
lahan. Penelitian terhadap tikus menunjukkan, fungsi pengikatan reseptor GABA,
pembentukan enzym dan ekspresi dari reseptor lebih rendah pada masa-masa awal
kehidupan5. Sehingga dengan hubungannya terhadap aktifitas sel syaraf pada neonatus
yang lebih mengakomodasi aktifitas eksitabilitas, hal ini mendukung terjadinya kejang.
3. Konfigurasi kanal ion lebih mengarah ke depolarisasi pada fase awal kehidupan
Regulasi kanal ion juga mengatur eksitabilitas neuron dan seperti reseptor
neurotransmiter, regulasinya terbentuk dan berkembang perlahan-lahan. Seperti yang
terjadi pada mutasi kanal ion K+ (KCNQ2 dan KCNQ3) yang berhubungan dengan
terjadinya kejang neonatus familial jinak, menyebabkan proses hiperpolarisasi K+ yang
berakibat terjadinya penembakan potensial aksi yang berulang dengan cepat.
Pemeriksaan jasmani
Pemeriksaan fisis lengkap meliputi pemeriksaan pediatrik dan neurologis, dilakukan
secara sistematik dan berurutan. Kadang pemeriksaan neurologi saat kejang dalam batas normal,
namun demikian bergantung penyakit yang mendasarinya sehingga neonatus yang mengalami
kejang perlu pemeriksaan fisis legkap secara sistematis dan berurutan :
1. Identifikasi manifestasi kejang yang terjadi, bila mungkin melihat sendiri manifestasi
kejang yang terjadi. Dengan mengetahui bentuk kejang, kemungkinan penyebab dapat
ditemukan
2. Neonatus yang mengalami kejang biasanya tampak sakit. Kesadaran yang tiba-tiba
menurun berlanjut dengan hipoventilasi dan berhentinya pernapasan, kejang tonik, posisi
serebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif dan terdapat kuadriparesis flaksid, dicurigai
terjadinya perdarahan intravetrikular.
3. Pantau perubahan tanda vital dengan melihat tanda seperti sianosis dan kelainan pada
jantung atau pernapasan sehingga dapat dicurigai kemungkinian adanya iskemia otak.
4. Pemeriksaan kepala untuk mencari kemungkinan adanya fraktur, depresi atau moulding
yang berlebihan karena hal-hal seperti trauma. Ubun-ubun besar yang tegang dan menonjol
menunjukkan adanya peningkatan tekanan intrakranial yang disebabkan oleh perdarahan
subaraknoid atau subdural serta kemungkinan adanya meningitis
5. Pemeriksaan funduskopi dapat menunjukkan kelainan perdarahan retina atau subhialoid
yang merupakan manifestasi patognomonik untuk hematoma subdural. Dapat ditemukan
korioretinitis pada toksoplasmosis, infeksi sitomegalovirus dan rubela.
6. Pemeriksaan tali pusat untuk mengetahui apakah ada tanda-tanda infeksi, berbau busuk,
atau aplikasi dengan bahan tidak steril pada kasus yang dicurigai spasme atau tetanus
neonatorum.
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Untuk menentukan prioritas pada pemeriksaan laboratorium, harus digunakan informasi yang
didapatkan dari riwayat dan pemeriksaan jasmani dengan baik untuk mencari penyebab yang
lebih spesifik
Kimia darah
Pemeriksaan kadar glukosa, kalsium, natrium, BUN dan magnesium pada darah serta
analisa gas darah harus dilakukan.
Pemeriksaan darah rutin
Termasuk di dalamnya pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, trombosit , leukosit, hitung
jenis leukosit
Kelainan metabolik
Dengan adanya riwayat keluarga kejang neonatus, bau yang khas pada bayi baru lahir,
intoleransi laktosa, asidosis, alkalosis atau kejang yang tidak responsif terhadap
antikonvulsan, harus dicari penyebab-penyebab metabolik yang mungkin.
o Kadar amonia dalam darah harus diperiksa
o Asam amino di plasma darah dan urin. Pada urin sebaiknya diperiksa untuk mencari
substansi reduksi.
2. Pemeriksaan radiologis
USG kepala dilakukan sebagai pemeriksaan lini pertama untuk mencari adanya
perdarahan intraventrikular atau periventrikular. Perdarahan subarakhnoid atau lesi
kortikal sulit dinilai dengan pemeriksaan ini.
CT-scan cranium. Merupakan pemeriksaan dengan hasil mendetail mengenai adanya
penyakit intrakranial. CT scan sangat membantu dalam menentukan bukti-bukti
adanya infark, perdaraham, kalsifikasi dan malformasi serebral.Melalui catatan
sebelumnya, pemeriksaan ini memberikan hasil yang penting pada kasus kejang
neonatus, terutama bila kejang terjadi asimetris.
MRI. Pemeriksaan paling sensitif untuk mengetahui adanya malformasi subtle yang
kadang tidak terdeteksi dengan CT-scan kranium.
3. Pemeriksaan lain
EEG(electroencephalography)
EEG yang dilakukan selama kejang akan memperlhiatkan tanda abnormal. EEG
interiktal mungkin memperlihatkan tanda normal. Pemeriksaan EEG akan jauh lebih
bernilai pabila dilakukan pada 1-2 hari awal terjadinya kejang, untuk mencegah
kehilangan tanda-tanda diagnostik yang penting untuk menentukan prognosis di masa
depan bayi. EEG sangat signifikan dalam menentukan prognosis pada bayi cukup
bulan dengan gejala kejang yang jelas. EEG sangat penting untuk memeastikan
adanya kejang di saat manifestasi klinis yang timbul subtle atau apabila obat-obatan
penenang neuromuscular telah diberikan. Untuk menginterpretasikan hasil EEG
dengan benar, sangatlah penting untuk mengetahui status klinis bayi (termasuk
keadaan tidur) dan obat-obatan yabg diberikan.
The International League Against Epilepsy mempertimbangkan kriteria sebagai
berikut :
Non epileptikus : berdasarkan gejala klinis kejang semata
Epileptikus : Berdasarkan konfirmasi pemeriksaan EEG. Secara klinis
mungkin tidak terlihat kejang, namun dari gambaran EEG masih mengalami
kejang.
Kejang elektrografik
Kejang pada neonatus mempunyai tipe dan lokasi onset, morfologi dan
perambatan yang bervariasi. Bayi preterm maupun aterm, keduanya
mempunyai kemampuan menciptakan peristiwa ictal yang sangat
bervariasi, lokasi asal kejang yang paling umum adalah lobus temporal.
Beberapa penelitian telah menghitung durasi kejang pada neonatus.
Umumnya digunakan batasan 5 detik, namun Clancy dan Ledigo
menggunakan pembatasan menurut mereka sendiri yaitu 10 detik sebagai
durasi minimal dan definisi ini juga diadopsi oleh Sher dkk.
Disosiasi elektroklinik
Terdapat ketidaksesuaian antara diagnosis klinis dan gambaran EEG,
hanya sepertiga dari kasus yang dipelajari dengan rekaman video yang
manifestasi klinis dan gelombang listriknya sesuai. Pada 349 neonatus
yang diteliti oleh Mizrahi, ditemukan 415 kejang pada 71 neonatus secara
klinis, sedangkan 11 neonatus lain ditemukan secra elektrografis
walaupun secara klinis tidak kejang. Manifestasi klinis timbul karena
adanya gelombang dari batang otak dan medula spinalis dilepaskan dan
kurangnya inhibisi dari pusat yang lebih tinggi.
- Fenitoin
Fenitoin
Dosis dan Dosis awal :
administrasi - 15-20 mg/kg IV – kecepatan infus maksimum
0.5 mg/kg/menit(jika melalui IV)
- IV atau oral
- Setelah dosis awal : 4-8 mg/kg perhari
- Setelah umur 1 minggu : dosis sampai 8
mg/kg/kali – 2 sampai 3 kali sehari
Keterangan Tidak cocok dengan pemberian intra muskular
Pastikan keutuhan dari pembuluh darah karena
adanya resiko radang jaringan dan nekrosis
apabila terjadi ekstravasasi
Berikan dengan menggunakan filter dan diikuti
bolus Nacl 0.9%
Berikan perlahan-lahan secara intravena untuk
mencegah terjadinya aritmia jantung
Monitor heart rate dan ritme dan tekanan darah
untuk mengetahui apabila ada hipotensi
Jangkauan level terapeutik
- Ukur konsentrasi dalam darah setelah
pemberian dosis awal intravena
- 6-15 mikrogram/mL pada minggu-minggu
awal kehidupan dilanjutkan 10-20
mikrogram/mL
- Midazolam
Midazolam
Dosis dan 0.15 mg/kg IV minimal selama 5 menit
administrasi Infus :
60-400 mikrogram/kg/jam
Rekonstitusi dan dilusi
Dilusi 1 mg/kg midazolam sampai dosis total
50 mL dengan Nacl 0.9%, glukosa 5% atau
10%
1 ml/jam = 20 mikrogram/kg/jam
Keterangan Efektif pada bayi yang tetap kejang setelah
diberikan fenobarbital dan/atau fenitoin
Dapat menyebabkan depresi respiratorik dan
hipotensi jika disuntikkan dengan cepat atau
diberikan bersamaan dengan obat golongan
narkotika
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Klaigman. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 2. Jakarta : EGC.
Departemen Kesehatan RI. 2011. Tatalaksana Anak Gizi Buruk : Buku I Cetakan Keenam 2011
Edisi Revisi.Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
IDAI.2006.Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta : Badan penerbit IDAI.
Pudjiadi, Antonius H, dkk. 2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta:
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI.
Sianipar, Nicholas B. 2014. Trombositopenia dan Berbagai Penyebabnya. Dalam jurnal CDK-
217 Volume 43 No.6 tahun 2014 halaman 416 - 420. Jakarta : Cermin Dunia Kedokteran.
World Health Organization. 2015. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit,
Pedoman bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Jakarta :
WHO, Depkes RI, IDAI.
1. Ghomela, Tricia. Lange Neonatology : Management, Procedures, On-Call Problems,
Diseases, Drugs.2004. edisi 5. New York : The Mcgraw-Hills
2. Gordon B. Avery, Mhairi G. MacDonald, Mary M. K. Seshia, Martha D. Mullett, M.D.
Avery’s neonatology : Pathophysiology And Management Of The Newborn .2005. edisi 6.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
3. Kosim M. Sholeh, Ari Yunanto, Rizalya Dewi, Gatot Irawan Santosa, Ali Usman. Buku
Ajar Neonatologi. 2010. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
4. Queensland Maternity and Neonatal Clinical Guideline. 2001-
2011.Queensland(Australia): Queensland Goverment . 2011
5. Jensen MD, Frances. Neonatal Seizures : An Update on Mechanisms and management.
Clin Perinatol. 2009; 36(4): 881
6. Olson MD, Donald. Neonatal Seizures. Neoreviews 2012; 13; e213
7. Ramantani G, et al. Levetiracetam: Safety and Efficacy in neonatal seizures, European
Journal of Paediatric Neurology 2010, doi:10.1016/j.ejpn.10.003