Você está na página 1de 29

MINI CEX

Kejang Neonatus

Disusun untuk memenuhi syarat kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu


Kesehatan Anak RS Bethesda pada Program Pendidikan Dokter tahap Profesi
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana

Disusun Oleh :
Charlina Amelia Br Barus
42160073

Pembimbing :
dr. Bambang Hadi Baroto, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT BETHESDA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2018
A. IDENTITAS PASIEN
 Nama : An. AAR
 Jenis kelamin : Laki-laki
 Tanggal Lahir : 27 Desember 2017
 Usia : 16 hari
 Alamat : Sambirejo, Prenggan, Kotagede
 No. RM : 020602xx
Identitas Orang Tua Pasien
 Nama Ibu : Ny. YL
 Usia : 23 tahun
 Pekerjaan : Ibu rumah tangga

B. ANAMNESIS
Alloanamnesis dilakukan dengan ibu pasien dan didukung catatan medis.
Keluhan Utama : Kejang
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Saat masuk rumah sakit (12 Desember 2017) :
Pasien dibawa ke IGD RSB pada tanggal 12 Desember 2017 pukul 22.00 WIB dengan
keluhan kejang 3 kali sejak sore dengan durasi ± 1-2 menit dan setelah kejang bayi
langsung menangis. Menurut ibu bayi, tadi pagi sudah mulai demam tapi suhunya tidak
diukur. Selain itu ada keluhan BAB cair 3-4 kali sejak pagi, dan ada bintik – bintik
kemerahan pada badan bayi ± 1 minggu, ibu belum memeriksan bayi ke dokter dan
belum diberi obat. Tidak ada keluhan batuk, pilek ataupun muntah. Bayi menjadi rewel
dan susah minum ASI.

b. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat keluhan serupa : (-)
 Riwayat kejang (dengan/tanpa demam) : (-)
 Riwayat batuk pilek : (-)
 Riwayat gangguan pencernaan : (-)
 Riwayat alergi : (-)
 Riwayat asma : (-)
 Riwayat trauma kepala : (-)
 Lain-lain : (-)

c. Riwayat Penyakit Keluarga


 Tidak ada keluhan serupa pada keluarga
 Riwayat penyakit keluarga disangkal

d. Riwayat Kehamilan dan Persalinan


 Masa kehamilan
- Infeksi (-), gangguan kesehatan ibu lainnya (-).
- Melakukan pemeriksaan kehamilan rutin setiap bulannya ke dokter kandungan (>
4 kali)
 Masa persalinan
- Anak lahir menangis spontan, masa kehamilan 37 minggu, berat badan lahir 3000
gram, air ketuban jernih.
- Lahir spontan dan ditolong oleh dokter di Klinik Bersalin
Kesan :Riwayat kehamilan dan persalinan normal

e. Riwayat Menyusui dan pemberian PASI


 Usia 0 – sekarang : ASI
Kesan : ASI eksklusif sejak pertama kehidupan.

f. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah anak pertama. Ayah pasien bekerja sebagai buruh harian lepas dan ibu
sebagai ibu rumah tangga. Untuk membayar seluruh biaya pengobatan ini, keluarga
membayar menggunakan BPJS kelas II.
Kesan: Keadaan sosial ekonomi menengah ke bawah.
g. Riwayat Imunisasi
 Hepatitis B diberikan 1 kali (usia 0 bulan)
 Polio diberikan 1 kali ( usia 0 bulan, pulang dari klinik)

h. Riwayat tumbuh kembang


 Pertumbuhan
 BB lahir : 3000 gram
 PB lahir : 50 cm
 BB sekarang : 3940 gram
 PB sekarang : 50 cm
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pasien diperiksa di ruang NICU pada tanggal 12 Desember 2017
Status Generalis :
a. Keadaan Umum : Lemas
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Vital sign :
- Nadi : 180 x/menit
- Pernapasan : 60 x/menit
- Suhu : 390C
- Saturasi O2 : 96 %
Status lokalis :
 Kepala : Normocephali, SI -/-, CA +/+, mata cekung (-), mukosa oral kering, bibir
pecah-pecah dan berdarah, napas cuping hidung (-)
 Leher : Pembesaran KGB (-), nyeri tekan (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
 Thorax :
- Inspeksi : Simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi dinding dada (+)
- Perkusi : Sonor
- Auskultasi : Ronkhi +/+, suara jantung S1,S2 reguler, bising jantung (-).
 Abdomen :
- Inspeksi : Distensi (+), permukaan dinding perut lebih tinggi daripada dinding dada
- Auskultasi : Peristaltik (+) 14 kali/menit
- Perkusi : Timpani
- Palpasi : Tidak teraba adanya massa, pembesaran organ (-)
 Ekstremitas : akral teraba hangat, perabaan nadi cukup kuat, capillary refill <2 detik,
edema (-).

D. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
1. Pemeriksaan darah lengkap (12 Desember 2017)
Hematologi Lengkap Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 9.3 (L) 12.2 – 17.0 g/dL
Leukosit 8.15 5.0 – 17.5 ribu/mmk
Hitung Jenis
Eosinofil 2.3 1–5%
Basofil 0.2 0–1%
Segmen Netrofil 60.8 (H) 30 – 50 %
Limfosit 22.8 (L) 30 – 72 %
Monosit 13.9 (H) 1 – 11 %
Hematokrit 27.1 (L) 38.0 - 53.0 %
Trombosit 477 (H) 150 – 450 ribu/mmk
Eritrosit 2.86 (L) 3.00 – 6.00 juta/mmk
MCV 94.8 83.0 – 107.0 fL
MCH 32.5 27.0 – 37.0 pg
MCHC 34.3 31.0 – 36.0 g/dL
RDW 15.4 (H) 11.5 – 14.5 %

E. RESUME
Pasien anak laki – laki beruasia 16 hari dibawa ke IGD RSB pada tanggal 12 Desember 2017
pukul 22.00 WIB dengan keluhan kejang 3 kali sejak sore dengan durasi ± 1-2 menit dan setelah
kejang bayi langsung menangis. Pagi hari sudah mulai demam tapi suhunya tidak diukur. Selain
itu ada keluhan BAB cair 3-4 kali sejak pagi, dan ada bintik – bintik kemerahan pada badan bayi
± 1 minggu, ibu belum memeriksakan bayi ke dokter dan belum diberi obat. Tidak ada keluhan
batuk, pilek ataupun muntah. Bayi menjadi rewel dan susah minum ASI. Riwayat penyakit
dahulu dan riwayat penyakit keluarga disangkal oleh ibu pasien. Anak lahir spontan dan ditolong
oleh dokter di Klinik Bersalin dalam masa kehamilan 37 minggu, berat badan lahir 3000 gram,
menangis spontan, dan air ketuban jernih. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nadi : 180 x/menit,
pernapasan: 60 x/menit, suhu : 390C, saturasi O2 : 96 % dan berat badan 3.940 gram, serta
pemeriksaan status generalis dalam batas normal. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan
nilai hemoglobin 9,3 g/dl, Segmen Netrofil 60.8%, Limfosit 22.8%, Monosit13.9%, Hematokrit
27.1 %, Trombosit 477 juta/mmk dan Eritrosit 2.86 juta/mmk.
F. DIAGNOSIS KERJA
 Kejang Neonatus
 Diare akut
 Susp. Sepsis

G. PLANNING TERAPI
 Infus KaEN 4B 5cc/jam
 Pemasangan OGT
 Farmakoterapi
- Antibiotik
Cefotaxime vial 1,0 g. Dosis: Bayi < 1 minggu : 50mg/kgBB tiap 12 jam ; 1-4
minggu : 50mg/kgBB tiap 8 jam ; 1bulan - 12 tahun dengan BB < 50 kg : 50-180
mg/kg BB sehariIM/IV; BB > 50 kg dosis dewasa.
Cefotaxime 2 x 200 mg
- Antipiretik
Paracetamol PO 10 – 15 mg/kgBB/kali , anak < 1 tahun diberikan 0,2 - 0,4 ml/kali
Paracetamol 3 x 0,4 ml
- Antikonvulsan
Fenobarbital 3 x 10 mg

Monitoring
 Monitoring suhu pasien
 Monitoring sirkulasi
 Catat aktivitas kejang yang terjadi

H. EDUKASI
 Jelaskan mengenai penyakit dan kemungkinan – kemungkinan terburuk yang ada.
 Jelaskan kepada orang tua mengenai tanda bahaya secara umum dan minta segera
dilaporkan
I. PROGNOSIS
Kejang neonatus sebanyak 25%-30% berhubungan dengan gangguan perkembangan. Faktor
penentu utama prognosis adalah etiologi, neonatus dengan disgenesis serebral serta hipoksik-
iskemik sedang dan berat mempunyai prognosis yang buruk. Gangguan metabolik akut dan
perdarahan subarachnoid mempunyai prognosis yang baik, sedangkan infeksi intrakranial
dan IEM mempunyai prognosis yang bervariasi. Karakteristik kejang juga mempengaruhi
prognosis, kejang onset dini, kejang berulang dan berkepanjangan yang resisten terhadap
pengobatan mempunyai prognosis yang buruk. Kejang tonik berhubungan dengan palsi
serebral, retardasi mental dan epilepsi sedangkan kejang mioklonik berkaitan dengan
retardasi mental. Penelitian Brunquell menunjukkan bahwa dibandingkan dengan tipe kejang
yang lain kejang subtle dan tonik umum mempunyai komplikasi epilepsi, retardasi mental
dan epilepsi yang lebih tinggi. Gambaran EEG juga merupakan faktor prognosis. Hasil EEG
interiktal normal 85% mempunyai prognosis baik, sedangkan gambaran EEG yang
isoelektrik, voltase rendah atau paroksismal burst-suppression mempunyai prognosis buruk.
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Kejang adalah depolarisasi berlebihan sel-sel neuron otak, yang mengakibatkan perubahan yang
bersifat paroksismal fungsi neuron (perilaku, fungsi motorik dan otonom) dengan atau tanpa
perubahan kesadaran. Kejang pada neonatus dibatasi waktu yaitu kejang yang terjadi pada 28
hari pertama kehidupan (bayi cukup bulan) atau 44 minggu masa konsepsi (usia kronologis +
usia gestasi pada saat lahir) pada bayi premature.

Etiologi
Ada banyak penyebab kejang pada neonatus, menurut buku IDAI dan Avery’s
neonatology, ada beberapa penyebab utama kejang neonatus, yaitu :
PENYEBAB KETERANGAN
Ensefalopati  Penyebab paling sering pada bayi cukup bulan (40-60%) dan
iskemik hipoksik merupakan penyebab utama dari perkembangan bayi yang buruk
 Biasanya timbul dalam 24 jam
 Sulit dikontrol dengan medikamentosa
Pendarahan  Pendarahan intraventrikular
intrakranial  Pendarahan intracerebral
 Pendarahan subdural
 Pendarahan subarachnoid
Infeksi SSP  Meningitis bakteri
 Meningitis virus
 Encephalitis
 Intrauterine (TORCH) infections
 Bakteri patogen yang paling sering dari streptokokus grup B,
escherichia coli, listeria, staphyloccocus
Stroke perinatal  Oklusi arteri atau thrombosis vena dapat menyebabkan stroke
 Insidensi 1 per 4000
Metabolik  Hipoglikemia
 Hipokalsemia
 Hipomagnesaemia
 Hipo/hipernatremia
 Ketergantungan pyridoxine
Kelainan metabolik  Merupakan penyebab yang jarang ditemukan, namun tetap
bawaan membutuhkan perhatian khusus untuk menemukan penyebab yang
dapat di tangani
Putus obat ibu
Kelainan otak  Anomali kromosom
kongenital  Anomali otak kongenital
 Kelainan neuro-degeneratif
Kejang neonatus  Biasanya timbul sebagai kejang tonik atau klonik pada hari ke 2 atau ke
familial jinak 3
Kejang hari kelima  Dengan nama lain kejang neonatus jinak idiopatik
 Biasanya hilang pada hari ke 15, penyebab tidak diketahui

A. Ensefalopati iskemik hipoksik


Dapat terjadi pada bayi cukup bulan maupun bayi kurang bulan, terutama yang terlahir
dengan asfiksia. Bentuk kejang subtel atau multifokal klonik serta fokal klonik. Kasus iskemik
hipoksik disertai kejang, 20% akan mengalami infark serebral. Manifestasi klinis ensefalopati
hipoksik-iskemik dapat dibagi dalam 3 stadium : ringan, sedang, berat yang dimana kejang dapat
timbul pada tingkat sedang dan berat.

B. Perdarahan intrakranial
Penyebab kejang utama dan tersering pada bayi preterm. Perdarahan intra kranial
seringkali sulit disebut sebagai penyebab tunggal kejang. Biasanya berhubungan dengan
penyebab lain, yaitu :
1. Perdarahan sub arakhnoid
Perdarahan yang sering dijumpai pada neonatus, terutama sebagai akibat dari proses
partus yang lama. Awalnya bayi terlihat baik, namun tiba-tiba timbul kejang pada hari
pertama dan kedua. Pungsi lumbal merupakan indikasi absolut untuk dilakukan untuk
mengetahui adanya darah di dalam cairan serebrospinal. Biasanya bayi ditemukan
tampak sakit berat pada 1-2 hari pertama dan timbul tanda-tanda peninggian tekanan
intrakranial seperti ubun-ubun besar yang menonjol dan tegang, muntah memancar,
menangis keras dan kejang-kejang.
2. Perdarahan sub dural
Perdarahan ini biasanya terjadi akibat robekan tentorium dekat falks serebri. Biasanya
bila ada molase berlebihan di letak verteks, letak wajah dan partus lama. Manifestasi
klinik biasanya sama dengan ensefalopati hipoksik-iskemik ringan sedang. Dapat
timbul pernapasan yang tidak teratur apabila terjadi penekanan pada batang otak
disertai penurunan kesadaran, tangisan yang melengking dan ubun-ubun besar tegang
dan menonjol. Mortalitas tinggi, dan pada bayi yang hidup hidup biasanya terdapat
gejala sisa neurologis.
3. Perdarahan periventrikular/intraventrikular
Manifestasi klinis pperdarahan intraventrikuler tergantung pada seberapa beratnya
penyakit dan saat dimulainya perdarahan. Pada bayi yang mengalami trauma atau
asfiksia biasanya timbul pada hari pertama dan kedua. Pada bayi kurang bulan dapat
timbul gejala seperti gangguan napas, kejang tonik umum, pupil terfiksasi
kuadriparesis flaksid, deserebrasi dan stupor atau koma yang dalam. Pada bayi cukup
bulan biasanya ditemukan riwayat intrapartum misalnya trauma, pasca-pemberian
cairan hpertonik secara cepat terutama natrium bikarbonat dan asfiksia. Manifetasi
klinis yang timbul biasanya bervariasi mulai dari asimtomatik sampai gejala yang
hebat. Gejala neurologis yang paling sering ditemui adalah kjang yang bersifat fokal,
multifokal atau umum.

2.4 Patogenesis
Neuron di dalan sistem syaraf pusat mengalami depolarisasi sebagai hasil dari
perpindahan natrium ke arah dalam. Repolarisasi terjadi melalui keluarnya kalium. Kejang
terjadi apabila timbul depolarisasi yang berlebihan, sehingga terbentuk gelombang listrik yang
berlebihan. Volpe (2001) menjelaskan 4 kemungkinan alasan terjadinya depolarisasi berlebihan :
 Kegagalan dari pompa natrium kalium dikarenakan terganggunya produksi
energi.
 Terjadinya kelebihan relatif dari neurotransmiter eksitatorik melawan inhibitorik
 Adanya kekurangan relatif dari neurotransmiter inhibitorik melawan eksitatorik
 Perubahan dari membran neuron, menyebabkan inhibisi dari pergerakan
natrium.
Perubahan fisiologis pada saat kejang berupa penurunan kadar glukosa otak yang tajam
dibandingkan kadar glukosa darah yang tetap normal atau meningkat disertai peningkatan laktat.
Hal ini merupakan refleksi dari kebutuhan otak yang tidak dapat dipenuhi secara adekuat.
Kebutuhan oksigen dan aliran darah ke otak sangat esensial untuk mencukup kebutuhan oksigen
dan glukosa otak. Laktat terkumpul dan berakumulasi selama terjadi kejang, sehingga PH arteri
menurun dengan cepat. Hal ini menyebabkan tekanan darah sistemik meningkat dan aliran darah
ke otak naik.
Terjadinya kejang yang multifokal atau adanya perilaku yang tidak biasa berhubungan
pada kejang pada neonatus, merupakan efek dari mielinasi struktur kortikal dan subkortikal yang
masih sangat minim.
Perkembangan otak anak terjadi sangat cepat dari sejak baru lahir sampai 2 tahun yang
disebut sebagai periode emas dan pembentukan sinaps dan kepadatan dendrit pada sunsum
tulang belakang terjadi sangat aktif pada sekitar kehamilan sampai bulan pertama setelah
kelahiran. Pada saat baru lahir, merupakan periode tertinggi dari aktifitas eksitasi sinaps
fisiologis dan sinaptogenesis yang terjadi pada saat ini sepenuhnya bergantung pada aktifitas.
Selain itu, menurut penelitian, pada periode ini keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi pada
sinaps cenderung mengarah pada eksitasi untuk memberi jalan pada pembentukan sinaps yang
bergantung pada aktifitasnya.
Beberapa mekanisme penting sehubungan dengan terjadinya kejang pada neonatus adalah :
1. Peningkatan eksitabillitas pada neonatus
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada otak tikus yang diketahui homolog dengan
otak manusia, didapatkan bahwa jumlah neurotransmiter seperti glutamate, α-amino-3-
hydroxy-5-methyl-4-isoxazolepropionic acid (AMPA) dan N-methyl-D-aspartate
(NMDA) meningkat tajam pada 2 minggu awal kelahiran untuk membantu pembentukan
sinaps yang bergantung pada aktifitasnya5. Selain itu, pada periode ini merupakan saat
sesnsitifitas terhadap magnesium di titik terendah. Magnesium merupakan penghalang
reseptor endogen alamiah. Sehingga berdampak pada meningkatnya eksitabilitas otak
bayi.
2. Penurunan efektifitas inhibisi neurotansmiter pada otak imatur
Fungsi inhibisi dari reseptor GABA agonis terbentuk dan berkembang secara perlahan-
lahan. Penelitian terhadap tikus menunjukkan, fungsi pengikatan reseptor GABA,
pembentukan enzym dan ekspresi dari reseptor lebih rendah pada masa-masa awal
kehidupan5. Sehingga dengan hubungannya terhadap aktifitas sel syaraf pada neonatus
yang lebih mengakomodasi aktifitas eksitabilitas, hal ini mendukung terjadinya kejang.
3. Konfigurasi kanal ion lebih mengarah ke depolarisasi pada fase awal kehidupan
Regulasi kanal ion juga mengatur eksitabilitas neuron dan seperti reseptor
neurotransmiter, regulasinya terbentuk dan berkembang perlahan-lahan. Seperti yang
terjadi pada mutasi kanal ion K+ (KCNQ2 dan KCNQ3) yang berhubungan dengan
terjadinya kejang neonatus familial jinak, menyebabkan proses hiperpolarisasi K+ yang
berakibat terjadinya penembakan potensial aksi yang berulang dengan cepat.

4. Peranan neuropeptida dalam terjadinya hipereksitabilitas pada otak imatur


Sistem neuropeptida berfluktuasi secara dinamis pada periode perinatal. Contoh penting
ada pada Corticotropin releasing hormone(CRH), yang memicu terjadinya potensi
eksitasi pada neuron. Jika dbandingkan pada fase kehidupan selanjutnya, CRH
dikeluarkan pada tingkat yang lebih tinggi pada 2 minggu awal kehidupan, seperti yang
terlihat pada tikus5. CRH juga meningkat pada keadaan stress, yang menjelaskan
mengapa pada saat terjadi kejang pada otak yang imatur, maka akan memicu terjadinya
kejadian kejang yang berulang.

2.5 Awitan kejang


Awitan kejang yang terjadi pada kejang demam biasanya dimulai antara 12 hingga 48
jam setelah lahir, bayi jarang mengalami kejang saat berada di ruang bersalim. Penelitian pada
binatang menunjukkan bahwa kejang muncul 3-13 jam setelah terjadi keadaan hipoksik iskemik
dan sesuai dengan yang kita ketahui tentang pelepasan dan penghancuran glutamat pada saat fase
reperfusi sekunder. Keadaan yang sama terjadi pada bayi. Kejang onset lanjut memberi kesan
adanya meningitis, kejang familial benigna atau hipokalsemia
2.6 Diagnosis.
Diagnosis kejang pada neonatus harus dimulai dengan pemeriksaan menyeluruh
terhadap riwayat dan pemeriksaan fisik. Data-data penting seperti riwayat penyalahgunaan
narkotika dan pemakaian obat yang salah pada saat kehamilan, infeksi intrauterus, dan kondisi
metabolik harus dicatat dengan baik dan didapat langsung dari ibu sedetail mungkin.
Adapun yang penting dicari melalui anamnesis adalah3 :
Faktor resiko :
 Riwayat kejang dalam keluarga
o Riwayat yang menyatakan adanya kejang pada masa neonatus pada anak
sebelumnya atau bayi meninggal pada masa neonatal tanpa diketahui
penyebabnya.
 Riwayat kehamilan /prenatal
o Infeksi – infeksi yang terjadi pada waktu hamil
o Preeklampsia, gawat janin
o Pemakaian obat golongan narkotika, metadon
o Imunisasi anti tetanus, rubela
 Riwayat persalinan
o Asfiksia, episode hipoksik
o Trauma persalinan
o Ketuban Pecah Dini
o Anestesi lokal/blok
 Riwayat pascanatal
o Infeksi neonatus, keadaan bayi tiba-tiba memburuk
o Bayi dengan pewarnaan kuning dan timbulnya dini
o Perawatan tali pusat tidak bersih dan kering, infeksi tali pusat
o Faktor pemicu kejang oleh suara bising atau karena prosedur perawatan
o Waktu atau awitan kejang mungkin terjadi berhubungan dengan etiologi
o Bentuk gerakan abnormal yang terjadi
Manifestasi klinik
Kejang pada neonatus harus dibedakan dari aktifitas normal pada bayi prematur,
bayi cukup bulan dan gerakan abnormal lain yang bukan kejang. Jitteriness merupakan
salah satu gejala gangguan pergerakan yang sulit dibedakan dengan kejang. Penyebab
tersering jitteriness adalah ensefalopati hipoksik-iskemik, hipokalsemia, hipoglikemia
dan gejala putus obat. Akifitas lain pada neonatus yang menyerupai kejang :
1. Pada saat sadar dan mengantuk/drowsy, tampak gerakan bola mata kearah
horizontal berupa nystagmoid jerk yang tidak menetap. Dapat dibedakan dari
gerakan bola mata pada subtle seizure yang berupa deviasi tonik horisontal bola
mata yang menetap, dengan atau tanpa jerking.
2. Pada saat tidur, sering dijumpai myoclonic jerk yang bersifat fragmenter dan
multipel. Sering disebut benign neonatal sleep myoclonus.
3. Hiperekpleksia suatu respons yang berlebihan terhadap stimulus (suara atau taktil)
berupa mioklonik umum seperti terkejut/kaget (startle response)
4. Klonus. Gerakan-gerakan tersebut dapat dibedakan dari kejang dengan cara
menahan gerakan tersebut berhenti. Dengan kemajuan teknologi seperti pemakaian
video-EEG monitoring kejang neonatus dapat dibedakan menjadi epileptik dan
nonepileptik. Disebut epileptik jika manifestasi kejang berkorelasi kuat dan
konsisten dengan aktifitas epileptik pada pemeriksaan EEG. Patofisiologi kejang
epileptik disebabkan oleh lepas muatan listrik yang berlebihan dan paroksismal di
neuron korteks serta peningkatan eksitasi seluler, sinaps dan aktifitas penyebaran
gelombang epilepsi. Disebut non-epileptik jika manifestasi kejang tidak berkorelasi
dan atau tidak konsisten dengan aktifitas epileptik pada pemeriksaan EEG. Fokus
kejang berasal dari tingkat subkortikal (sistem limbik, diensefalon dan batang otak)
dan tidak menyebar ke korteks karena imaturitas pembentukan sinaps serta proyeksi
kortikal sehingga tidak dapat atau tidak selalu terdeteksi dengan pemeriksaan EEG.
Selain itu kejang yang terjadi bukan akibat dari lepas muatan listrik yang berlebihan
tetapi karena cetusan primitif dari batang otak dan refleks spinal yang tidak
mendapat inhibisi dari korteks serebri.
Kejang neonatus bisa timbul dalam beberapa tipe yang mungkin terlihat bersamaan
selama beberapa jam. Kejang diklasifikasikan menurut manifestasi klinis yang timbul.
Proporsi dari kejang
Tipe kejang Tanda klinis
neonatus
Subtle o 10-35% tergantung o Mata- melotot, mengedip, deviasi
maturitas horizontal
o Lebih sering pada bayi o Oral- Mencucu, mengunyah,
cukup bulan menghisap, menjulurkan lidah
o Terjadi pada bayi o Ekstremitas- memukul, gerak seperti
dengan gangguan SSP berenang, mengayuh pedal
berat o Otonomik- apneu, takikardia, tekanan
darah tidak stabil
Klonik o 50% o Biasanya dalam keadaan sadar
o Lebih sering pada bayi o Gerak ritmik (1-3/detik)
cukup umur o Fokus organ lokal atau 1 sisi wajah
atau tubuh. Mungkin merupakan
fokal neuropathy yang tersembunyi
o Multifokal – irregular, terpotong-
potong
Tonik  20%  Mungkin meliatkan 1 bagian
 Lebih sering pada bayi ekstremitas atau seluruh tubuh
preterm  Ekstensi generalisata dari bagian
tubuh atas dan bawah dengan postur
opisthotonic
Mioklonik  5%  Sentakan cepat terisolasi
(membedakan dari mioklonik
neonatus jinak)
 Fokal (1 bagian ekstremitas) atau
multifokal (beberapa bagian tubuh)
 Ditemukan pada putus obat (terutama
gol. opiat
Harus dibedakan antara kejang dan gejala lain yang menyerupai kejang seperti
fenomena mioklonik fisiologik yang dikenal dengan nama mioklonik jinak pada neonatus. Yang
biasa terjadi pada keadaan tidur aktif (REM). Selain itu fenomena lain yang penting adalah
jitteriness. Jitteriness adalah gangguan dalam pergerakan yang biasanya dihubungkan dengan
hasil yang baik. Jitteriness jinak biasanya hilang dengan sendirinya dalam beberapa minggu.
Adapun perbedaan antara kejang dan jitteriness adalah :
Tanda Jitteriness Kejang
Membutuhkan pemicu Ya Tidak
Gerakan predominan Cepat, tremor, berosilasi Tonik, klonik
Gerakan hilang jika tubuh Ya Tidak
disentuh
Kesadaran Bangun atau tertidur Terganggu (penurunan
kesadaran)
Deviasi mata Tidak Ya

Pemeriksaan jasmani
Pemeriksaan fisis lengkap meliputi pemeriksaan pediatrik dan neurologis, dilakukan
secara sistematik dan berurutan. Kadang pemeriksaan neurologi saat kejang dalam batas normal,
namun demikian bergantung penyakit yang mendasarinya sehingga neonatus yang mengalami
kejang perlu pemeriksaan fisis legkap secara sistematis dan berurutan :
1. Identifikasi manifestasi kejang yang terjadi, bila mungkin melihat sendiri manifestasi
kejang yang terjadi. Dengan mengetahui bentuk kejang, kemungkinan penyebab dapat
ditemukan
2. Neonatus yang mengalami kejang biasanya tampak sakit. Kesadaran yang tiba-tiba
menurun berlanjut dengan hipoventilasi dan berhentinya pernapasan, kejang tonik, posisi
serebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif dan terdapat kuadriparesis flaksid, dicurigai
terjadinya perdarahan intravetrikular.
3. Pantau perubahan tanda vital dengan melihat tanda seperti sianosis dan kelainan pada
jantung atau pernapasan sehingga dapat dicurigai kemungkinian adanya iskemia otak.
4. Pemeriksaan kepala untuk mencari kemungkinan adanya fraktur, depresi atau moulding
yang berlebihan karena hal-hal seperti trauma. Ubun-ubun besar yang tegang dan menonjol
menunjukkan adanya peningkatan tekanan intrakranial yang disebabkan oleh perdarahan
subaraknoid atau subdural serta kemungkinan adanya meningitis
5. Pemeriksaan funduskopi dapat menunjukkan kelainan perdarahan retina atau subhialoid
yang merupakan manifestasi patognomonik untuk hematoma subdural. Dapat ditemukan
korioretinitis pada toksoplasmosis, infeksi sitomegalovirus dan rubela.
6. Pemeriksaan tali pusat untuk mengetahui apakah ada tanda-tanda infeksi, berbau busuk,
atau aplikasi dengan bahan tidak steril pada kasus yang dicurigai spasme atau tetanus
neonatorum.

Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Untuk menentukan prioritas pada pemeriksaan laboratorium, harus digunakan informasi yang
didapatkan dari riwayat dan pemeriksaan jasmani dengan baik untuk mencari penyebab yang
lebih spesifik
 Kimia darah
Pemeriksaan kadar glukosa, kalsium, natrium, BUN dan magnesium pada darah serta
analisa gas darah harus dilakukan.
 Pemeriksaan darah rutin
Termasuk di dalamnya pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, trombosit , leukosit, hitung
jenis leukosit
 Kelainan metabolik
Dengan adanya riwayat keluarga kejang neonatus, bau yang khas pada bayi baru lahir,
intoleransi laktosa, asidosis, alkalosis atau kejang yang tidak responsif terhadap
antikonvulsan, harus dicari penyebab-penyebab metabolik yang mungkin.
o Kadar amonia dalam darah harus diperiksa
o Asam amino di plasma darah dan urin. Pada urin sebaiknya diperiksa untuk mencari
substansi reduksi.
2. Pemeriksaan radiologis
 USG kepala dilakukan sebagai pemeriksaan lini pertama untuk mencari adanya
perdarahan intraventrikular atau periventrikular. Perdarahan subarakhnoid atau lesi
kortikal sulit dinilai dengan pemeriksaan ini.
 CT-scan cranium. Merupakan pemeriksaan dengan hasil mendetail mengenai adanya
penyakit intrakranial. CT scan sangat membantu dalam menentukan bukti-bukti
adanya infark, perdaraham, kalsifikasi dan malformasi serebral.Melalui catatan
sebelumnya, pemeriksaan ini memberikan hasil yang penting pada kasus kejang
neonatus, terutama bila kejang terjadi asimetris.
 MRI. Pemeriksaan paling sensitif untuk mengetahui adanya malformasi subtle yang
kadang tidak terdeteksi dengan CT-scan kranium.
3. Pemeriksaan lain
 EEG(electroencephalography)
EEG yang dilakukan selama kejang akan memperlhiatkan tanda abnormal. EEG
interiktal mungkin memperlihatkan tanda normal. Pemeriksaan EEG akan jauh lebih
bernilai pabila dilakukan pada 1-2 hari awal terjadinya kejang, untuk mencegah
kehilangan tanda-tanda diagnostik yang penting untuk menentukan prognosis di masa
depan bayi. EEG sangat signifikan dalam menentukan prognosis pada bayi cukup
bulan dengan gejala kejang yang jelas. EEG sangat penting untuk memeastikan
adanya kejang di saat manifestasi klinis yang timbul subtle atau apabila obat-obatan
penenang neuromuscular telah diberikan. Untuk menginterpretasikan hasil EEG
dengan benar, sangatlah penting untuk mengetahui status klinis bayi (termasuk
keadaan tidur) dan obat-obatan yabg diberikan.
The International League Against Epilepsy mempertimbangkan kriteria sebagai
berikut :
 Non epileptikus : berdasarkan gejala klinis kejang semata
 Epileptikus : Berdasarkan konfirmasi pemeriksaan EEG. Secara klinis
mungkin tidak terlihat kejang, namun dari gambaran EEG masih mengalami
kejang.
 Kejang elektrografik
Kejang pada neonatus mempunyai tipe dan lokasi onset, morfologi dan
perambatan yang bervariasi. Bayi preterm maupun aterm, keduanya
mempunyai kemampuan menciptakan peristiwa ictal yang sangat
bervariasi, lokasi asal kejang yang paling umum adalah lobus temporal.
Beberapa penelitian telah menghitung durasi kejang pada neonatus.
Umumnya digunakan batasan 5 detik, namun Clancy dan Ledigo
menggunakan pembatasan menurut mereka sendiri yaitu 10 detik sebagai
durasi minimal dan definisi ini juga diadopsi oleh Sher dkk.
 Disosiasi elektroklinik
Terdapat ketidaksesuaian antara diagnosis klinis dan gambaran EEG,
hanya sepertiga dari kasus yang dipelajari dengan rekaman video yang
manifestasi klinis dan gelombang listriknya sesuai. Pada 349 neonatus
yang diteliti oleh Mizrahi, ditemukan 415 kejang pada 71 neonatus secara
klinis, sedangkan 11 neonatus lain ditemukan secra elektrografis
walaupun secara klinis tidak kejang. Manifestasi klinis timbul karena
adanya gelombang dari batang otak dan medula spinalis dilepaskan dan
kurangnya inhibisi dari pusat yang lebih tinggi.

2.7 Tata laksana


Tatalaksana kejang pada neonatus bertujuan untuk meminimalisir gangguan
fisiologis dan metabolik serta mencegah berulangnya kejang. Ini melibatkan bantuan
ventilasi dan perfusi, jika dibutuhkan, dan koreksi keadaan hipoglikemia, hipocalcemia
atau gangguan metabolik lainnya.
Kebanyakan bayi diterapi dan dimonitor hanya berdasarkan pada diagnosis klinis
saja, tanpa melibatkan penggunaan EEG. Penggunaan EEG yang kontinyu menunjukkan
bahwa masalah pada kejang elektrografik adalah sering menetapnya kejang walaupun
setelah dimulainya terapi anti konvulsi.
Bagan manajemen terapi kejang pada neonatus

Manajemen kejang pada neonatus


 Pengawasan jalan napas bersih dan terbuka, pemberian oksigen
 Periksa dan catat aktivitas kejang yang terjadi
 Lakukan penilaian secepatnya apakah penyebab kejang dapat ditangani dengan
cepat, jika tidak bisa tangani kejang dengan fenobarbital 20 mg/kg IV sambil terus
memonitor sistem kardiovaskular dan respirasi dan lakukan teapi suportif yang
dibutuhkan.
 Hentikan semua asupan secara oral
 Usahakan tangani penyebab utama kejang sesuai tata cara yang diindikasikan
 Jika kejang masih berlanjut, berikan dosis tambahan fenobarbital 5 mg/kg IV
(sampai tercapai dosis maksimal 40 mg/kgbb)
 Jika kejang masih berlanjut, berikan fenitoin 15-20mg/kgbb
 Kejang dapat tertangani, lanjutkan pengawasan. Pertimbangkan untuk
menghentikan obat antikonvulsan jika : kejang terkontrol dan pemeriksaan
neurologis normal atau pemeriksaan neurologis abnormal namun EEG normal.

Penggunaan obat-obatan anti konvulsi


Prinsip penatalaksaan pertama yaitu menangani penyebab yang mendasari
sangatlah penting untuk mencegah kerusakan otak yang lebih berat. Namun, apabila
penyebab yang mendasar kejang sulit untuk ditangani dengan segera, perlu diingat untuk
secepatnya menangani kejang agar tidak terjadi kerusakan neurologis yang berat. Pada
akhirnya, kejang yang terjadi mungkin saja menjadi sulit ditangani dengan obat-obatan
anti konvulsi apabila penyebab utama yang mendasar tidak ditangani dengan baik. (Lihat
tabel penyebab utama kejang pada neonatus). Beberapa aspek yang harus
dipertimbangkan dalam menggunakan obat anti konvulsi sebagai berikut :
- Bukti penggunaan
Sedikit bukti yang mendukung penggunaan obat anti konvulsi yang diberikan
pada neonatus saat ini dan sedikit konsensus yang memberikan protokol
penatalaksanaan optimal. Deteksi kejang secara dini dan akurat sangat penting
dalam memberikan jalur pemberian obat anti konvulsi.
 Obat antikonvulsi mungkin tidak menyembuhkan kejang EEG walaupun dapat
mengurangi atau menghilangkan gejala klinis.
- Administrasi
Pemberian obat anti konvulsi dengan prinsip :
o Intravena untuk efek yang cepat dan kadar obat dalam darah yang
dapat diprediksi
o Untuk mencapai level terapeutik dalam serum yang tinggi
o Untuk mencapai dosis maksimum sebelum memberikan dosis
yang kedua
- Rumatan dan durasi penggunaan obat antikonvulsi
o Terapi dengan dosis rumatan mungkin tidak dibutuhkan apabila
dosis awal cukup untuk menangani kejang secara klinis
o Bayi dengan konvulsi lama atau dengan kesulitan dalam
menangani kejang dan bayi dengan kelainan pada EEG akan
mendapat manfaat dari pemberian obat anti konvulsi yang
berkelanjutan dengan syarat :
- Level serum harus dimonitor
- Rencana manajemen penatalaksanaan kejang darurat harus
dibuat. Termasuk, jika dibutuhkan, rencana penggunaan
Midazolam buccal/intranasal
- Penghentian penggunaan obat-obatan anti konvulsi
Ada sedikit resiko terjadinya kejang berulang setelah pemutusan obat anti
konvulsi secara dini pada neonatus. Pertimbangkan penghentian penggunaan
obat anti konvulsi apabila :
- Setelah kejang sudah berhenti dan pemeriksaan neurologis normal
- Setelah pemeriksaan neurologis selanjutnya tetap tidak normal,
pertimbangkan berhenti jika EEG tampak normal.
- Jadwal pemberian onat anti konvulsi
- Phenobarbital
Phenobarbital
Dosis dan Loading dose :
administrasi - 20 mg/kg IV – selama 10-15 menit
- Dosis tambahan(pilihan) 5 mg/kg/kali
sampai kejang mereda atau dosis total (40
mg/kg) telah tercapai
Rumatan :
- IV (perlahan-lahan – contoh : 1 mg/kg/menit),
IM, Oral
- 2.5-5 mg/kg sekali sehari dimulai 12-24 jam
setelah dosis awal
Keterangan  Pengobatan lini pertama
 Efektivitas kurang dari 50%4
 Mengurangi kejang secara klinis namun efek
kurang pada kejang EEG
 Penambahan obat kedua (contoh : fenitoin)
seringkali dibutuhkan
 Mungkin menyebabkan apneu/depresi
respiratorik pada dosis tinggi (40 mg/kg) dan
peningkatan konsentrasi serum (diatas 60
mikrogram/mL
Jangkauan terapeutik :
- Ukur level serum setelah 48 jam dari
pemberian intravena dosis awal
- 15-40 microgram/mL (65-170 micromol/L)

- Fenitoin
Fenitoin
Dosis dan Dosis awal :
administrasi - 15-20 mg/kg IV – kecepatan infus maksimum
0.5 mg/kg/menit(jika melalui IV)
- IV atau oral
- Setelah dosis awal : 4-8 mg/kg perhari
- Setelah umur 1 minggu : dosis sampai 8
mg/kg/kali – 2 sampai 3 kali sehari
Keterangan  Tidak cocok dengan pemberian intra muskular
 Pastikan keutuhan dari pembuluh darah karena
adanya resiko radang jaringan dan nekrosis
apabila terjadi ekstravasasi
 Berikan dengan menggunakan filter dan diikuti
bolus Nacl 0.9%
 Berikan perlahan-lahan secara intravena untuk
mencegah terjadinya aritmia jantung
 Monitor heart rate dan ritme dan tekanan darah
untuk mengetahui apabila ada hipotensi
Jangkauan level terapeutik
- Ukur konsentrasi dalam darah setelah
pemberian dosis awal intravena
- 6-15 mikrogram/mL pada minggu-minggu
awal kehidupan dilanjutkan 10-20
mikrogram/mL
- Midazolam
Midazolam
Dosis dan  0.15 mg/kg IV minimal selama 5 menit
administrasi Infus :
 60-400 mikrogram/kg/jam
 Rekonstitusi dan dilusi
 Dilusi 1 mg/kg midazolam sampai dosis total
50 mL dengan Nacl 0.9%, glukosa 5% atau
10%
 1 ml/jam = 20 mikrogram/kg/jam
Keterangan  Efektif pada bayi yang tetap kejang setelah
diberikan fenobarbital dan/atau fenitoin
 Dapat menyebabkan depresi respiratorik dan
hipotensi jika disuntikkan dengan cepat atau
diberikan bersamaan dengan obat golongan
narkotika

Kontroversi Phenobarbital vs Phenitoin


Selama ini ada beberapa perdebatan mengenai mana yang lebih baik
digunakan terlebih dahulu untuk menangani kejang pada neonatus. Ada beberapa
pertimbangan mengenai kelebihan dan kekurangan dari masing-masing obat.
Terapi yang dulu dipergunakan adalah fenitoin sebagai terapi awal. Namun seiring
berkembangnya waktu, banyak paradigma baru yang mempergunakan
phenobarbital sebagai terapi awal yang lebih baik.
Phenobarbital
Penggunaan fenobarbital telah lama dianggap sebagai yang utama untuk
menangani kejang pada neonatus. Pemberian secara intravena dapa dilakukan
secepatnya setelah jalur infus telah terpasang. Konsentarsi serum dapat ditentukan
dengan sangat cepat dan dosis yang lebih jauh lagi dapat diberikan apabila
diperlukan. Absorbsi secara enteral termasuk baik, jadi memudahkan pemindahan
antara administrasi intravena ke pemberian secara oral. Fenobarbital
dimetabolismekan di hepar, sehingga dosis rumatan biasanya harus dinaikkan 5-8
mg/kg6 karena pada beberapa kasus asfiksia, bayi harus memulihkan diri dari
disfungsi hepar akut. Hipotermia juga menurunkan metabolisme phenobarbital.
Fenitoin
Fenitoin memiliki efektivitas yang sama dengan phenobarbital sebagai terapi awal
kejang neonatus. Namun dikarenakan sulitnya mempertahankan dosis terapi
fenitoin6, phenobarbital lebih sering digunakan sebagai terapi awal, terutama pada
kasus akut. Kekurangan lain pada fenitoin adalah tingginya potensi interaksi
dengan obat-obatan yang berikatan dengan protein. Namun, dosis awal dari
fenitoin lebih rendah resikonya untuk menyebabkan efek sedasi dibandingkan
fenobarbital. Fenitoin bercampur kurang baik pada PH netral dan juga
menyebabkan presipitat jika digunakan bersama dextrose, jadi harus diberikan
dengan jalur intravena bebas dextrose. Vehikulus yang digunakan fenitoin sangat
iritatif terhadap jaringan lunak, sehingga sering menyebabkan cedera jaringan
lunak jika terjadi jalur ekstravasasi. Fenitoin menggunakan jalur anti kejang yang
berbeda dengan phenobarbital, fenitoin menghalangi kanal natrium sehingga
mencegah tembakan neuron berulang. Sedangkan phenobarbital meningkatkan
kemampuan inhibisi.
Karen perbedaan inilah, ditarik kesimpulan fenitoin dan phenobarbital digunakan
secara berdampingan dalam menangani kejang pada neonatus.
Obat-obatan lain
Ada beberapa laporan penggunaan obat-obatan lain dalam menangani kejang pada
neonatus. 1 yang paling diterima secara antusias adalah levetiracetam.
Levetiracetam telah digunakan walaupun masih sedikit catatan mengenai
percobaan obat ini terhadap neonatus. Obat ini tidak memiliki interaksi dengan
obat lain. Obat ini tersedia sebagai solusi oral, sehingga memudahkan konversi ke
terapi oral. Obat ini dimetabolisme di ginjal, bukan di hati. Mekanisme yang
diketahui saat ini tidk secara langsung melalui inhibisi atau eksitasi neutransmisi.
Dilaporkan beberapa asus yang mengindikasikan efektifitas dan efek samping
serius. Dosis yang biasa digunakan adalah diantara 10-50 mg/kg dan dosis
rumatan harian dengan jumlah yang sama.

Kriteria memulangkan bayi


Sebagian besar dokter anak akan memulangkan bayi dengan memberikan
fenobarbital dosis rumatan jika ada pemeriksaan neurologis yang abnormal.
Beberapa melakukan pemeriksaan EEG lagi dalam 1 bulan, atau sesaat sebelum
keluar dari perawatan, dan menghentikan terapi antikonvulsan jika EEGnya
normal. Jika keluar dari perawatan dengan tetap menggunakan obat
antikonvulsan, pertimbangkan penghentiannya jika mereka telah bebas kejang
selama 9 bulan.

DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Klaigman. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 2. Jakarta : EGC.
Departemen Kesehatan RI. 2011. Tatalaksana Anak Gizi Buruk : Buku I Cetakan Keenam 2011
Edisi Revisi.Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
IDAI.2006.Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta : Badan penerbit IDAI.
Pudjiadi, Antonius H, dkk. 2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta:
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI.
Sianipar, Nicholas B. 2014. Trombositopenia dan Berbagai Penyebabnya. Dalam jurnal CDK-
217 Volume 43 No.6 tahun 2014 halaman 416 - 420. Jakarta : Cermin Dunia Kedokteran.
World Health Organization. 2015. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit,
Pedoman bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Jakarta :
WHO, Depkes RI, IDAI.
1. Ghomela, Tricia. Lange Neonatology : Management, Procedures, On-Call Problems,
Diseases, Drugs.2004. edisi 5. New York : The Mcgraw-Hills
2. Gordon B. Avery, Mhairi G. MacDonald, Mary M. K. Seshia, Martha D. Mullett, M.D.
Avery’s neonatology : Pathophysiology And Management Of The Newborn .2005. edisi 6.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
3. Kosim M. Sholeh, Ari Yunanto, Rizalya Dewi, Gatot Irawan Santosa, Ali Usman. Buku
Ajar Neonatologi. 2010. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
4. Queensland Maternity and Neonatal Clinical Guideline. 2001-
2011.Queensland(Australia): Queensland Goverment . 2011
5. Jensen MD, Frances. Neonatal Seizures : An Update on Mechanisms and management.
Clin Perinatol. 2009; 36(4): 881
6. Olson MD, Donald. Neonatal Seizures. Neoreviews 2012; 13; e213
7. Ramantani G, et al. Levetiracetam: Safety and Efficacy in neonatal seizures, European
Journal of Paediatric Neurology 2010, doi:10.1016/j.ejpn.10.003

Você também pode gostar

  • Spondylolisthes
    Spondylolisthes
    Documento16 páginas
    Spondylolisthes
    Charlina Amelia Br-Barus
    Ainda não há avaliações
  • Uveitis
    Uveitis
    Documento43 páginas
    Uveitis
    Charlina Amelia Br-Barus
    Ainda não há avaliações
  • UVEITIS
    UVEITIS
    Documento29 páginas
    UVEITIS
    Charlina Amelia Br-Barus
    Ainda não há avaliações
  • Tindakan Operasi Pada Sinusitis
    Tindakan Operasi Pada Sinusitis
    Documento9 páginas
    Tindakan Operasi Pada Sinusitis
    Charlina Amelia Br-Barus
    Ainda não há avaliações
  • Mukofaringitis
    Mukofaringitis
    Documento31 páginas
    Mukofaringitis
    Charlina Amelia Br-Barus
    Ainda não há avaliações
  • UVEITIS
    UVEITIS
    Documento29 páginas
    UVEITIS
    Charlina Amelia Br-Barus
    Ainda não há avaliações
  • Aktor Kebijakan
    Aktor Kebijakan
    Documento2 páginas
    Aktor Kebijakan
    Charlina Amelia Br-Barus
    Ainda não há avaliações
  • Tutorial Interna3
    Tutorial Interna3
    Documento18 páginas
    Tutorial Interna3
    Charlina Amelia Br-Barus
    Ainda não há avaliações
  • Jurding Anak-Harjo
    Jurding Anak-Harjo
    Documento10 páginas
    Jurding Anak-Harjo
    Charlina Amelia Br-Barus
    Ainda não há avaliações
  • Permasalahan Permukiman Perkotaan
    Permasalahan Permukiman Perkotaan
    Documento2 páginas
    Permasalahan Permukiman Perkotaan
    Charlina Amelia Br-Barus
    Ainda não há avaliações
  • Tutorial Interna2
    Tutorial Interna2
    Documento29 páginas
    Tutorial Interna2
    Charlina Amelia Br-Barus
    Ainda não há avaliações
  • IMD Inisiasi Menyusui Dini
    IMD Inisiasi Menyusui Dini
    Documento6 páginas
    IMD Inisiasi Menyusui Dini
    Charlina Amelia Br-Barus
    Ainda não há avaliações
  • Toga
    Toga
    Documento11 páginas
    Toga
    Charlina Amelia Br-Barus
    Ainda não há avaliações
  • TP (Dr. Arry B)
    TP (Dr. Arry B)
    Documento7 páginas
    TP (Dr. Arry B)
    Latifah Ituh Adis
    Ainda não há avaliações
  • Pengaruh Tingkat Kolesterol Pada Gangguan Pendengaran Yang Diinduksi Kebisingan
    Pengaruh Tingkat Kolesterol Pada Gangguan Pendengaran Yang Diinduksi Kebisingan
    Documento3 páginas
    Pengaruh Tingkat Kolesterol Pada Gangguan Pendengaran Yang Diinduksi Kebisingan
    Charlina Amelia Br-Barus
    Ainda não há avaliações
  • Anestesi Lokal
    Anestesi Lokal
    Documento4 páginas
    Anestesi Lokal
    Charlina Amelia Br-Barus
    Ainda não há avaliações
  • RefKas Gyn
    RefKas Gyn
    Documento14 páginas
    RefKas Gyn
    LinNizz
    Ainda não há avaliações
  • Lidoka in
    Lidoka in
    Documento1 página
    Lidoka in
    Charlina Amelia Br-Barus
    Ainda não há avaliações
  • Frambusia
    Frambusia
    Documento2 páginas
    Frambusia
    Charlina Amelia Br-Barus
    Ainda não há avaliações
  • An Tibi Otik
    An Tibi Otik
    Documento2 páginas
    An Tibi Otik
    Charlina Amelia Br-Barus
    Ainda não há avaliações
  • Infeksi Parasit
    Infeksi Parasit
    Documento9 páginas
    Infeksi Parasit
    Muhammad Fathoni Hakka
    Ainda não há avaliações
  • Penyakit Genitourinaria
    Penyakit Genitourinaria
    Documento6 páginas
    Penyakit Genitourinaria
    Charlina Amelia Br-Barus
    Ainda não há avaliações
  • Konsep Iud
    Konsep Iud
    Documento12 páginas
    Konsep Iud
    Charlina Amelia Br-Barus
    Ainda não há avaliações
  • Ancy Lost Oma
    Ancy Lost Oma
    Documento1 página
    Ancy Lost Oma
    -'ramilya Elvera Silaban'-
    Ainda não há avaliações
  • An Tibi Otik
    An Tibi Otik
    Documento2 páginas
    An Tibi Otik
    Charlina Amelia Br-Barus
    Ainda não há avaliações
  • Infeksi Parasit
    Infeksi Parasit
    Documento9 páginas
    Infeksi Parasit
    Muhammad Fathoni Hakka
    Ainda não há avaliações
  • Triage
    Triage
    Documento6 páginas
    Triage
    Charlina Amelia Br-Barus
    Ainda não há avaliações
  • Konsep Iud
    Konsep Iud
    Documento12 páginas
    Konsep Iud
    Charlina Amelia Br-Barus
    Ainda não há avaliações
  • Kesehatan Reproduksi
    Kesehatan Reproduksi
    Documento3 páginas
    Kesehatan Reproduksi
    dinar_damaryanti
    100% (1)