Você está na página 1de 47

MODUL III

KENCING TERPUTUS

SKENARIO 2

Tn. N berusia 61 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri dibagian perut bawah, nyeri
semakin bertambah saat klien buang air kecil. Saat dikaji klien mengatakan bahwa 2 bulan
terakhir klien sering mengalami nokturia perasaan ingin kencing sulit untuk ditahan. Selain itu,
klien juga mengeluh saat buang air kecil harus mengejan dan tidak lancar. Hasil pemeriksaan
fisik TD: 130/90 mmHg, HR: 88x/menit, RR: 24x/menit, SB: 37,5 0C. Perut bagian bawah
membesar dan sangat nyeri.
A. Klarifikasi Isilah-istilah penting
1. Nokturia
Nokturia didefinisikan oleh International Continence Society sebagai gangguan
tidur satu atau lebih banyak waktu di malam hari untuk buang air kecil. Relatif
jarang terjadi pada dewasa muda, dibandingkan pada usia 80 tahun prevalensi
meningkat menjadi 80 sampai 90%. Hal ini bisa terjadi pada pria dan wanita (dalam
Kajubu Dean A., 2009).
2. Tekanan Darah (TD)
TD (Tekanan Darah) merupakan gambaran resistensi pembuluh darah, cardiac
output, status sirkulasi dan keseimbangan cairan. Tekanan darah ini dipengaruhi
beberapa faktor, antara lain : aktifitas fisik, status emosional, nyeri, demam atau
pengaruh kopi dan tembakau (The Joint National Committe VII, dalam Harioputra
Dhani, 2016).
Penilaian tekanan darah berdasarkan The Joint National Committe VII (JNC-VII) :
Klasifikasi Tekanan Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik
Darah (mmHg) (mmHg)
Normal <120 <80
Pre-hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi stage 1 140-159 90-99
Hipertensi stage 2 >160 >100
Harioputra Dhani, Suselo Yuliana, Suryawati Betty, dkk. 2016. Buku Pedoman
Keterampilan Klinis Pemeriksaan Tanda Vital Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret Surakarta (online).
3. Heart Rate (HR)
HR (Heat Respiratory) merupakan suatu gelombang tekanan yang bergerak cepat
pada arteri dan dapat dirasakan sebagai akibat dari Jantung yang bekerja
memompa darah ke sirkulasi tubuh (dari ventrikel kiri) dan ke paru (dari ventrikel
kanan). Jumlah frekuensi nadi per-menit (Normal pada dewasa : 60-100
kali/menit). Takikardia bila frekuensi nadi >100 kali/menit, sedangkan bradikardia
bila frekuensi nadi <60 kali/menit. Pengukuran untuk nilai normal pada masing-
masing usia adalah sbb :
Bayi 120-130 x/mnt
Anak 80-90 x/mnt
Dewasa 70-80 x/mnt
Lansia 60-70 x/mnt
(The Joint National Committe VII, dalam Harioputra Dhani, 2016)
4. Respiration Rate (RR)
RR (Respiratory Rate) merupakan frekuensi pernafasan selama 1 menit dengan
inspeksi, palpasi, atau dengan menggunakan stetoskop. Normalnya frekuensi
nafas orang dewasa sekitar 14-20 x/menit dengan pola nafas yang teratur dan
tenang.
Bayi 30-40 x/mnt
Anak 20-30 x/mnt
Dewasa 14-20 x/mnt
Lansia 14-16 x/mnt
Catatan :
Dispnea : Pernapasan yang sulit
Tadipnea : Pernapasan lebih dari normal (lebih dari 20 x/menit)
Bradipnea : Pernapasan kurang dari normal ( kurang dari 20 x/menit)
Apnea : Pernapasan terhenti
Ipnea : Pernapasan normal (The Joint National Committe VII, dalam
Harioputra Dhani, 2016).
5. Nyeri
Nyeri merupakan suatu perasaan atau pengalaman yang tidak nyaman, baik secara
sensori maupun emosional yang dapat ditandai dengan kerusakan jaringan ataupun
tidak. Tipe dari nyeri adalah cutaneus pain, Viseral pain, Neuropathic pain, Acute
pain dan chronic pain (Association for the study of pain dalam Syamsiah Nita,
2015).
6. SB (suhu badan)
SB (Suhu Badan) merupakan gambaran hasil metabolisme tubuh.Termogenesis
(produksi panas tubuh) dan termolisis (panas yang hilang) secara normal diatur
oleh pusat thermoregulator hipothalamus.

Normal 36,6oC - 37,5 oC


Sub-Febris 37 oC - 38 oC
Febris 38 oC - 40 oC
Hiperpireksis 40 oC - 42 oC
Hipotermi <36 oC
Hipertermi >40 oC
Catatan :
Oral : 0,2 oC – 0,5 oC lebih rendah dari suhu rektal
Axilla : 0,5 oC lebih rendah dari suhu oral (The Joint National Committe VII,
dalam Harioputra Dhani, 2016).
B. Kata/Problem Kunci
1. Tn. N berusia 61 tahun
2. Nyeri dibagian perut bawah, dan bertambah saat buang air kecil
3. Nokturia
4. Buang air kecil mengejan dan tidak lancar
5. Bagian perut bawah membesar dan sangat nyeri
C. MIND MAP

Benign Prostat Hyperplasia Infeksi Saluran kemih CA. Buli-Buli

BPH adalah tumor jinak ISK secara umum Ca buli-buli/kanker


pada prostat akibat sel kandung kemih (kanker
diklasifikasikan sebagai
prostat yang terus pada vesika urinaria)
mengalami pertumbuhan. infeksi yang melibatkan merupakan penyakit
Yang lebih banyak saluran kemih bagian atas onkologis yang sering
menyerang pria. Beberapa menyerang manusia pada
keluhan yang lazim atau bawah dan lebih lanjut usia 60-70 tahun dengan
ditemui dalam praktek diklasifikasikan sebagai ISK resiko tertinggi pada pria
adalah: dibanding dengan wanita.
dengan atau tanpa komplikasi
- Aliran kencing yang Keluhan :
lemah, terputus, dan bergantung pada apakah ISK
- Hematuria
terkesan meragukan tersebut berulang dan durasi
- Adanya dorongan
- Sensasi urgensi (ingin infeksi. (Smeltzer, dkk, 2009 mendesak untuk
segera kencing) atau
dikutip dalam Sumolang, mengosongkan
kencing menetes
kandung kemih.
- Sering kencing 2013). Keluhan :
- Adanya dorongan
terutama malam hari - Anyang-anyangan untuk mengosongkan
Perlu mengejan untuk
- Sering kencing dan kandung kemih tanpa
bisa kencing
ada hasil.
(Purnomo, 2007) kesakitan saat kencing
- Merasa perlu
- Warna air seni berusaha keras saat
kental/pekat seperti air mengosongkan
teh, kadang kemerahan kandung kemih.
- Disuria (Eko P. &
bila ada darah.
Andi E., 2014)
- Nyeri pada pinggang
D. Lembar Ceklis
Penyakit BPH ISK CA BULI-BULI
No
Tanda & Gejala
1 Nyeri bagian perut bawah   
2 Nyeri bertambah saat buang air   
kecil
3 Nokturia   -
4 Buang air kecil mengejan dan 
- 
tidak lancar
5 Perut bagian bawah besar dan 
- 
sangat nyeri
6 TD: 130/90 mmHg 
 -
(meningkat)
7 RR : 24x/menit (cepat)   

E. Pertanyaan-Pertanyaan Penting
1. Apakah terdapat hubungan antara usia pada kasus?
2. Apa yang menyebabkan klien nyeri perut bagian bawah dan semakin nyeri apabila
buang air kecil?
3. Apakah yang menyebabkan klien mengalami nokturia dan sulit untuk ditahan?
4. Apa yang membuat klien mengejan saat buang air kecil dan tidak lancar?
5. Diagnosa keperawatan apa yang dapat diangkat untuk menagani klien dengan
kasus diatas?
6. Intervensi apakah yang pertama kali digunaan untuk menagani klien dengan
keluhan seperti atas?
F. Jawaban Pertanyaan Penting
1. BPH (Benigna Prostat Hyperplasia) merupakan suatu penyakit dimana terjadi
pembesaran dari kelenjar prostat akibat hyperplasia jinak dari sel sel yang biasa
terjadi pada laki laki berusia lanjut. Kelainan ini dapat menyerang pada usia 40
tahun keatas dan frekuensinya makin bertambah sesuai dengan penambahan usia,
sehingga pada usia di atas 80 tahun kira kira 80% dari laki laki yang menderita
kelainan ini. Menurut beberapa referensi di indonesia, sekitar 90% laki laki berusia
40 tahun ke atas mengalami gangguan berupa pembesaran kelenjar prostat (Buffa,
2006 dalam Samidah & Romadhon, 2015). Menurut WHO pada tahun 2012,
diperkirakan bilangan penderita BPH (Benigna Prostat Hyperplasia) adalah
sebanyak 30 juta, bilangan ini hanya pada kaum pria usia karena wanita tidak
mempunyai kelenjar prostat, maka oleh sebab itu BPH terjadi hanya pada kaum
pria (Samidah & Romadhon, 2015). Hal ini disebabkan karena faktor hormonal
dimana seiring dengan pertambahan usia akan terjadi perubahan keseimbanagan
hormonal Pada usia yang semakin tua, terjadi penurunan kadar testosterone
sedangkan kadar estrogen relative tetap, sehingga terjadi perbandingan antara
kadar estrogen dan testosterone relative meningkat. Hormon estrogen didalam
prostat memiliki peranan dalam terjadinya poliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan
cara meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian
sel-sel prostat (apoptosis). Meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat
rangsangan testosterone meningkat, tetapi sel-sel prostat telah ada mempunyai
umur yang lebih panjang sehingga masa prostat jadi lebih besar.
2. Penderita penyakit Benigne Prostat Hierplasia (BPH) biasanya mengalami
hambatan pada saluran air seni atau uretra di dekat pintu masuk kandung kemih
seolah-olah tercekik. Bila jepitan pada uretra meningkat, keluarnya air seni akan
makin sulit dan pancaran air seni melemah, bahkan dapat mendadak berhenti.
Akibatnya, timbul rasa nyeri hebat pada perut bagian bawah ditambah lagi dengan
keadaan penampungan kandung kemih yang berlebih. Keadaan ini selanjunya
dapat menimbulkan infeksi pada kandung kemih. Kalau sudah terjadi infeksi, aliran
air seni berhenti, untuk mengeluarkan air kencing harus menggunakan kateter,
yang akibatnya penderita akan mengalami rasa sakit. Jika lebih parah lagi maka
dilakukan pemotongan pada kelenjar prostat. (Setiawan, 2015)
3. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher bili-buli
dan daerah prostat meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang
sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor ini disebut fase
kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya
mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi lagi sehingga
terjadi retensi urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis. Nokturia
dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap pada tiap miksi
sehingga interval pada tiap miksi lebih pendek, frekuensi terutama terjadi pada
malam hari (nokturia) karena hambatan normal dari kortes berkurang dan tonus
sfingter dan uretra berkurang selama tidur. (Dewantara, 2016)
4. Mengejan pada saat buang air terjadi karena tertahannya/obstruksi saluran kemih
yang menghubungan antara buli dengan uretra karena pembesaran kelenjar prostat.
Kelenjar prostat yang tidak tertangani dengan baik maka megalami hiperplasia
semakin hari semakin membesar sehingga mempersulit untuk buang air kecil.
Apabila keadaan ini dipaksakan terus menerus akan mengakibatkan infeksi saluran
kemih. Lama kelamaan kandung kemih akan kehilangan kemampuannya
berkontraksi sehingga tak mampu mengeluarkan urin. Hal-hal inilah yang
menyebabkan keluhan klinis pada pasien dengan pembesaran prostat sehingga
pasien merasa perlu megejan untuk bisa buang air kecil.( Anindyajati,2015)
5. Berdasarkan kasus diatas diagnosa keperawatan yang dapat diangkat dan bisa
menyelesaikan masalah yaitu :
a. Nyeri akut berhubungan dengan rasa nyeri yang dirasakan klien pada area
suprapubik akibat terhambatya saluran kemih oleh prostat yang hiperplasia.
b. Gangguan pola eliminasi urin berhubungan dengan gangguan eliminasi yang
dikeluhkan klien seperti mengejan saat buang air kecil, tidak lancar serta
nokturia perasaan sulit ditahan.
c. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keadaan klien yang tidak
menegtahui proses perjalanan penyakit yang dialami.
6. Intervensi yang kami angkat pertama kali untuk masalah seperti kasus diatas yaitu
menagani nyeri yang dirasakan klien dengan intervensi kontrol nyeri, tingkat nyeri
dan terapi-terapi yang dapat meminimalisir nyeri. Selain itu, melakukan tindakan
yang berguna dalam pengurangan hiperplasia dari kelenjar prostat dengan
memberikan obat-obat analgesik serta tindakan penatalaksanaan yang tepat.
G. Tujuan Pembelajaran Selanjutnya
1. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menentukan diagnosa medis.
2. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan berhubungsn dengan terapi untuk
menagani nyeri yang dirasakan.
H. Informasi Tambahan
1. Penatalaksanaan hiperplasia prostat jinak dengan menggunakan terapi
farmakologis, yang diteliti oleh Komunis harian medan bisnis pada tahun 2016 (
CDK-239 / vol.43, no.4)
2. Tinjauan Penggunaan Penghambat Adrenergik a1 Pada Terapi Benign Prostatic
Hypertrophy oleh dr. Ilham Hariaji, M.Biomed Departemen Farmakologi dan
Terapi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara tahun
2016 (E-ISSN: 2528-410X)
3. Herbal Management of Benign Prostatic Hyperplasia Nyamai DW, et al dalam
jurnal of Science &therapy (ISSN: 1948-5956 JCST, an open access journal)
I. Klarifikasi Informasi
1. Hiperplasia prostat jinak merupakan dianosis histolois prolierasi otot polos dan
epitel di zona transisional prostat dan bermanifestasi gejala salaran kemih bagian
bawah. terapi farmakolois dipertimbangkan pada pasien tanpa kontraindikasi
dengan keluhan sedang hingga berat. Dan terapi adalah memperbaiki keluhan
mengurangi proresivitas atau keduanyaa. empat golonan obat dan menadi pilihan
adalah penghambat reseptor a-adrenerik inhibitor 5a-redktase antimskarinik dan
inhibitor 5-osodiesterase.
2. Hampir 70% pria pada umur 65 tahun mengalami pembesaran kelenjar prostat, hal
ini disebabkan berkurangnya hormon tertosteron pada usia tua yang oleh tubuh
dikompensasi dengan banyak terbentuknya enzim 5 a-reduktasi yang bekerja
mereduksi tertosteron menjadi dihidrotertosteron (DHT) yang lebih aktif yang
merangsang pertumbuhan jaringan kelenjar prostat. Pertumbuhan jaringan kelenjar
prostat ini menyebabkan perbesaran prostat yang berakibat tercekiknya uretra yang
mengurangi aliran urin yang menimbulkan gejala kencing tidak lampias dan dan
sering kencing hingga kesulitan dalam buang air kecil. Kelenjar prostat merupakan
kelenjar yang kaya dengan reseptor a1Sehingga tamsulozin memberikan efek
relaksasi pada otot-otot trigon dan sfingter di leher kadung kemih serta otot polos
kelenjar prostat yang membesar, hal ini bermanfaat untuk perbaikan aliran urin serta
gejala lain yang menyertai obstruksi prostat tersebut.
3. Benign prostatic hyperplasia (BPH) adalah kondisi tergantung usia yang
mempengaruhi pria tua. Kondisi berhubungan dengan gejala seperti frekuensi
buang air kecil, hesistancy, nocturia, aliran urin lemah dan seksual penyelewengan
fungsi. Dengan demikian, perlu update pengobatan penyakit ini. Sebagian besar
pasien BPH menggunakan konvensional Metode yang mencakup obat yang
menargetkan enzim 5-alfa reduktase dan operasi invasif. Metode konvensional ini
menyebabkan efek samping yang parah termasuk disfungsi ereksi dan
ginekomastia. Orang lebih suka pergi untuk phytotherapy untuk pengelolaan
kondisi untuk menghindari efek samping ini. Finasteride, misalnya telah ditemukan
Penyebab disfungsi ereksi tidak seperti Serenoa yang efek sampingnya jarang dan
ringan. Ulasan ini menyediakan informasi tentang metode konvensional untuk
mengurangi kondisi serta pilihan fitoterapi. Alternatif Obat meringankan gejala
BPH namun kurang parah atau tidak ada efek samping.
J. Analisa dan Sintesis Informasi
Berdasarkan kasus Tn. N berusia 61 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri
dibagian perut bawah, nyeri semakin bertambah saat klien buang air kecil. Saat dikaji
klien mengatakan bahwa 2 bulan terakhir klien sering mengalami nokturia perasaan
ingin kencing sulit untuk ditahan. Selain itu, klien juga mengeluh saat buang air kecil
harus mengejan dan tidak lancar. Hasil pemeriksaan fisik TD: 130/90 mmHg, HR:
88x/menit, RR: 24x/menit, SB: 37,5 0C. Perut bagian bawah membesar dan sangat
nyeri. Dari analisa yang kami diskusikan bersama kelompok, berdasarkan manifestasi
yang ditujukan pada kasus yaitu mengenai sistem perkemihan kami mengangkat tiga
diagnosa pembanding yang mana manifestasi yang ditimbulkan sama seperti kasus
yaitu Benigna prostat hiperplasia, infeksi saluran kemih serta Ca buli. Setelah itu, dikaji
kembali kedalam lembar ceklis kami telah menentukan bahwa penyakit yang diderita
klien lebih merujuk kepada Benigna prostat hiperplasia. Dibuktikan dengan berbagai
referensi yang telah kami kaji dan pahami sehingga kami dapat menganalisa proses
terjadinya penyakit tersebut. Yang pertama pada kasus BPH sering kali menyerang pria
dengan usia lanjut 40 tahun keatas, karena pada masa tersebut telah terjadi penurunan
fungsi organ terutama pada produksi hormon estrogen dan testoteron. Pada usia lanjut
produksi hormon estrogen meningkat sedangkan testoteron menurun sehingga terjadi
ketidak seimbangan kedua hormon tersebut dan terjadilah peningkatan poliferasi sel
prostat dan hiperplasia sel jaringan stoma dalam keadaan ini akan membuat saluran
kemih antara bula dan uretra menjadi menyempit. Rasa nyeri yang dirasakan klien pada
perut bagian bawah dan semakin bertambah nyeri saat BAK ini dipengaruhi karena
terdapat hambatan pada saluran air seni atau uretra di dekat pintu masuk kandung kemih
seolah-olah tercekik karena hiperplasia kelenjar prostat. Bila jepitan pada uretra
meningkat, keluarnya air seni akan makin sulit dan pancaran air seni melemah, bahkan
dapat mendadak berhenti. Akibatnya, timbul rasa nyeri hebat pada perut bagian bawah
ditambah lagi dengan keadaan penampungan kandung kemih yang berlebih. Keadaan
ini selanjunya dapat menimbulkan infeksi pada kandung kemih. Kalau sudah terjadi
infeksi, aliran air seni berhenti, untuk mengeluarkan air kencing harus menggunakan
kateter, yang akibatnya penderita akan mengalami rasa sakit. Keadaan klien yang
semakin parah akan mengakibatkan semakin menyempitnya saluran kemih sehingga
klien akan Mengejan pada saat buang air terjadi karena tertahannya/obstruksi saluran
kemih yang menghubungan antara buli dengan uretra karena pembesaran kelenjar
prostat. Kelenjar prostat yang tidak tertangani dengan baik maka megalami hiperplasia
semakin hari semakin membesar sehingga mempersulit untuk buang air kecil. Apabila
keadaan ini dipaksakan terus menerus akan mengakibatkan infeksi saluran kemih.
Lama kelamaan kandung kemih akan kehilangan kemampuannya berkontraksi
sehingga tak mampu mengeluarkan urin. Hal-hal inilah yang menyebabkan keluhan
klinis pada pasien dengan pembesaran prostat sehingga pasien merasa perlu megejan
untuk bisa buang air kecil. Dari hal tersebut maka klien harus segera ditangani dengan
diagnosa keperawatan yaitu nyeri akut, gangguan eliminasi urine serta defisiensi
pengetahuan sehingga segala masalah yang dialami klien dapat teratasi.
K. Laporan Diskusi
Terlampir
KONSEP MEDIK
A. Definisi

BPH ( Benigna prostatik hiperplasia) adalah pembesaran progresif dari kelenjar


prostat yang menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran
urinarius. (Doenges, 2014)
BPH ( Benign prostatic hyperplasia) atau Pembesaran Prostat Jinak atau
Hiperplasia Prostat adalah kondisi dimana terjadi pembesaran kelenjar prostat yang
menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli. Pada usia lanjut beberapa
pria mengalami pembesaran prostat benigna. Keadaan ini dialami oleh 50% pria yang
berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun. (Purnomo, 2007)
Istilah BPH sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu adanya
hiperplasia sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat. Banyak faktor yang diduga
berperan dalam proliferasi/pertumbuhan jinak kelenjar prostat. Pada dasarnya BPH
tumbuh pada pria yang menginjak usia tua dan memiliki testis yang masih
menghasilkan testosteron. Di samping itu, pengaruh hormon lain (estrogen, prolaktin),
pola diet, mikrotrauma, inflamasi, obesitas, dan aktivitas fisik diduga berhubungan
dengan proliferasi sel kelenjar prostat secara tidak langsung. Faktor - faktor tersebut
mampu memengaruhi sel prostat untuk menyintesis growth factor, yang selanjutnya
berperan dalam memacu terjadinya proliferasi sel kelenjar prostat. (Mochtar, 2015)
Jadi berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Benigna Prostat
Hiperplasia (BPH) merupakan penyakit membesarnya kelenjr prostat yang disebabkan
oleh beberapa faktor seperti penuaan dan pengaruh produksi kesimbangan hormon,
yang sering dialami oleh pria berusia 50 tahun keatas, sehingga mengakibatkan
obstruksi pada leher kandung kemih dan menghambat proses pengosongan kandung
kemih.
B. Etiologi
Hingga sekarang ini masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat
erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging
(Menjadi tua). Beberapa Hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya
hiperplasia prostat adalah : (Purnomo, 2007)
1. Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Dehidrotestosteron/ DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting
pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Aksis hipofisis testis dan reduksi
testosteron menjadi dehidrotestosteron (DHT) dalam sel prostad merupakan
faktor terjadinya penetrasi DHT kedalam inti sel yang dapat menyebabkan
inskripsi pada RNA, sehingga dapat menyebabkan terjadinya sintesis protein
yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian dikatakan
bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat
normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5 alfa – reduktase dan jumlah
reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat
pada BPH lebih sensitive terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak
terjadi dibandingkan dengan prostat normal.
2. Teori hormon ( ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron)
Pada usia yang semakin tua, terjadi penurunan kadar testosterone
sedangkan kadar estrogen relative tetap, sehingga terjadi perbandingan antara
kadar estrogen dan testosterone relative meningkat. Hormon estrogen didalam
prostat memiliki peranan dalam terjadinya poliferasi sel-sel kelenjar prostat
dengan cara meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah
kematian sel-sel prostat (apoptosis). Meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel
baru akibat rangsangan testosterone meningkat, tetapi sel-sel prostat telah ada
mempunyai umur yang lebih panjang sehingga masa prostat jadi lebih besar.
3. Faktor interaksi Stroma dan epitel
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung
dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator yang disebut Growth
factor. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol,
sel-sel stroma mensintesis suatu growth faktor yang selanjutnya mempengaruhi
sel-sel stroma itu sendiri intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel
epitel parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya poliferasi sel-sel epitel
maupun sel stroma. Basic Fibroblast Growth Factor (BFGF) dapat
menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih besar
pada pasien dengan pembesaran prostad jinak. BFGF dapat diakibatkan oleh
adanya mikrotrauma karena miksi, ejakulasi atau infeksi.
4. Teori berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Progam kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme
fisiologik untuk mempertahankan homeostatis kelenjar prostat. Pada apoptosis
terjadi kondensasi dan fragmentasi sel, yang selanjutnya sel-sel yang
mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel di sekitarnya, kemudian
didegradasi oleh enzim lisosom. Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan
antara laju poliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan
prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru
dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel
prostat baru dengan prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah
sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat, sehingga terjadi
pertambahan masa prostat.
5. Teori sel stem
Sel-sel yang telah apoptosis selalu dapat diganti dengan sel-sel baru.
Didalam kelenjar prostat istilah ini dikenal dengan suatu sel stem, yaitu sel yang
mempunyai kemampuan berpoliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini
sangat tergantung pada keberadaan hormone androgen, sehingga jika hormon
androgen kadarnya menurun, akan terjadi apoptosis.
C. Klasifikasi
Secara Klinis, derajat pembengkakan prostat dibagi menjadi : (Mochtar, 2015)
a. Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostattismus, pada DRE ( colok dubur)
ditemukan penonjolan prostat dan sisa urin kurang dari 50 ml
b. Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih
menonjol, batas atas masih teraba dan sisa urin lebih dari 50 ml, tetapi kurang
dari 100 ml.
c. Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa
urin lebih dari 100 ml
d. Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total.
D. Prognosis
Prognosis bervariasi, tergantung pada kecepatan dalam melakukan penanganan.
Ketika kondisi ini diabaikan, BPH akan menjadi lebih parah, dan keparahan dari waktu
ke waktu akan menyebabkan masalah yang serius berupa infeksi saluran kencing,
kerusakan kandung kemih, kerusakan ginjal, batu kandung kemih, dan inkontinensia.
Jika keadaan ini diabaikan dan berlangsung terus menerus, maka daya tahan tubuh
menurun dan penderta rawan mendapat serangan penyakit lain. (Waluyo, 2015)
E. Manifestasi Klinis
Gejala BPH bervariasi mulai dari pancaran urin yang lemah, rasa ingin buang air
kecil tapi urin yang keluar hanya berupa tetesan, rasa ingin BAK, merasa belum tuntas
BAK tapi urin sudah tidak keluar, rasa nyeri saat memulai BAK, Adanya darah dalam
Urin (hematuria) (Waluyo, 2015)
Tanda dan Gejala BPH : (Mochtar, 2015)
1. Gejala pada Saluran Kemih Bagian Bawah
a. Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan dikandung kemih
sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai miksi), pancaran
miksi lemah, Intermiten (kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas
(menetes setelah miksi), Terminal dribling (menetesnya urin pada akhir
BAK)
b. Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin miksi
yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi).
.Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih
bagian bawah, beberapa ahli atau organisasi urologi membuat sistem skoring
yang secara subjektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien. Sistem
skoring yang dianjurkan oleh World Health Organization (WHO) adalah Skor
Internasional Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom
Score), seperti terlihat dibawah ini
Tabel 2.1International Prostate Symptom Score (IPSS)

Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan


dengan keluhan miksi atau lower urinary tract symptoms (LUTS) dan satu
pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan
yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0 sampai dengan 5,
sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1
sampai 7. Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3
derajat, yaitu (1) ringan : skor 0-7, (2) sedang : skor 8-19, dan (3) berat : skor
20-35. Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-
buli untuk mengeluarkan urin. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami
kapayahan (fatique) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang
diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut.
2. Keluhan pada Saluran Kemih Bagian Atas
Keluhan yang ditimbulkan berupa gejala obstruksi antara lain nyeri
pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis) atau
demam yang merupakan tanda dari infeksi.
F. Patofisiologi
Umumnya gangguan ini terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan
hormonal. Bagian paling dalam prostat membesar dengan terbentuknya adenoma yang
tersebar. Pembesaran adenoma progresif menekan atau mendesak jaringan prostat yang
normal ke kapsula sejati yang menghasilkan kapsula bedah. Kapsula bedah ini menahan
perluasannya dan adenoma cenderung tumbuh ke dalam menuju lumennya, yang
membatasi pengeluaran urin. Akhirnya diperlukan peningkatan penekanan untuk
mengosongkan kandung kemih. Serat-serat muskulus destrusor berespon hipertropi,
yang menghasilkan trabekulasi di dalam kandung kemih. Pada beberapa kasus jika
obsruksi keluar terlalu hebat, terjadi dekompensasi kandung kemih menjadi struktur
yang flasid, berdilatasi dan tidak sanggup berkontraksi secara efektif.
BPH terbentuk pada zona transisional. Merupakan proses hiperplasi akibat dari
peningkatan jumlah sel. Secara mikroskopik tampak pola pertumbuhan yang berbentuk
noduler yang terdiri dari jaringan stromal dan ephitelial, stroma terdiri dari jaringan
kolagen dan otot polos. (Waluyo, 2015)
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan
pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi
pembesaran prostad, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostad meningkat, serta
otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase
penebalan destrusor disebut fase kompensasi, keadaan berlanjut, maka destrusor
menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk
berkontraksi/terjadi dekompensasi sehingga terjadi retensi urin. Pasien tidak bisa
mengosongkan vesika urinaria dengan sempurna, maka akan terjadi statis urin. Urin
yang statis akan menjadi alkalin dan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
Obstruksi urin yang berkembang secara perlahan-lahan dapat mengakibatkan aliran
urin tidak deras dan sesudah berkemih masih ada urin yang menetes, kencing terputus-
putus (intermiten), dengan adanya obstruksi maka pasien mengalami kesulitan untuk
memulai berkemih (hesitansi). Gejala iritasi juga menyertai obstruksi urin. Vesika
urinarianya mengalami iritasi dari urin yang tertahan tertahan didalamnya sehingga
pasien merasa bahwa vesika urinarianya tidak menjadi kosong setelah berkemih yang
mengakibatkan interval disetiap berkemih lebih pendek (nokturia dan frekuensi),
dengan adanya gejala iritasi pasien mengalami perasaan ingin berkemih yang
mendesak/ urgensi dan nyeri saat berkemih /disuria . Tekanan vesika yang lebih tinggi
daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi
kronik menyebabkan refluk vesiko ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal.
Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu miksi penderita
harus mengejan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid. Karena
selalu terdapat sisa urin, dapat menyebabkan terbentuknya batu endapan didalam
kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria.
Batu tersebut dapat juga menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluk akan
mengakibatkan pielonefritis. (Purnomo, 2007)
G. Komplikasi
Komplikasi dari BPH , (Waluyo, 2015)
1. Retensi urine akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompesasi
2. Kerusakan ginjal (refluks kandung kemih)
3. Infeksi saluran kemih
4. Hidroureter dan hidronefrosis terjadi karena produksi urine terus menerus berlanjut
maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urine dan akan
mengakibatkan tekanan intravesika meningkat.
5. Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada
waktu miksi pasien harus mengedan.
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut purnomo (2011) dan Baradero dkk (2007), pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan pada pasien BPH meliuti:
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Analisi urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting dilakukan untuk melihat
adanya sel leukosit, bakteri dan infeksi. Pemeriksaan kultur urin berguna untuk
menegtahui kuman penyebab infeksi dan sensitivitas kuman terhadap beberapa
antimikroba.
b. Pemeriksaan faal ginjal, untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang
menegenai saluran kemih bagian atas. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah
merupakan informasi dasar dari fungsin ginjal dan status metabolic.
c. Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan
perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini keganasan. Normal nilai PSA adalah
<4ng/ml. Bila nilai PSA <4ng/ml tidak perlu dilakukan biopsy. Sedangkan bila
nilai PSA 4-10 ng/ml, hitunglah prostat specific antigen density (PSAD) lebih
besar sama dengan 0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsy prostat, demikian pula
bila nila PSA > 10 ng/ml.
2. Radiologis/pencitraan
Pemeriksaan radiologis bertujuan untuk memperkirakan volume BPH, menentukan
derajat disfungsi buli buli dan volume residu urin serta untuk mencari kelainan
patologi lain, baik yang berhubungan maupun tidak berhubungan dengan BPH.
a. Foto polos abdomen, untuk mengetahui kemungkinan adanya batu opak di saluran
kemih, adanya batu/kalkulosa prostat, dan adanya bayangan buli-buli yang penuh
dengan urin sebagai tanda adanya retensi urin. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik
sebagai tanda metastasis dari keganasan prostat, serta osteoporosis akbibat
kegagalan ginjal.
b. Pemeriksaan Pielografi intravena ( IVP ), untuk mengetahui kemungkinan
adanya kelainan pada ginjal maupun ureter yang berupa hidroureter atau
hidronefrosis. Dan memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan
dengan adanya indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau
ureter dibagian distal yang berbentuk seperti mata kail (hooked fish)/gambaran
ureter berbelok-belok di vesika, penyulit yang terjadi pada buli-buli yaitu adanya
trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli-buli.
c. Pemeriksaan USG transektal, untuk mengetahui besar kelenjar prostat,
memeriksa masa ginjal, menentukan jumlah residual urine, menentukan volum
buli-buli, mengukur sisa urin dan batu ginjal, divertikulum atau tumor buli-buli,
dan mencari kelainan yang mungkin ada dalam buli-buli.
3. Pemeriksaan Lainnya
a. Uroflowmetry (Pancaran Urine )
Uroflowmetry adalah pemeriksaan pancaran urine selama proses berkemih.
Pemeriksaan non--‐invasif ini ditujukan untuk mendeteksi gejala obstruksi
saluran kemih bagian bawah. Dari uroflowmetry dapat diperoleh informasi
mengenai volume berkemih, laju pancaran maksimum (Qmax), laju pancaran
rata--‐rata (Qave), waktu yang dibutuhkan untuk mencapai laju pancaran
maksimum, dan lama pancaran. Pemeriksaan ini dipakai untuk mengevaluasi
gejala obstruksi infravesika, baik sebelum maupun setelah terapi
b. Residu urine atau post voiding residual urine (PVR) adalah sisa urine di kandung
kemih setelah berkemih. Jumlah residu urine pada pria normal rata--‐rata 12 mL.
Pemeriksaan residu urine dapat dilakukan dengan cara USG, bladder scan atau
dengan kateter uretra. Pengukuran dengan kateter ini lebih akurat dibandingkan
USG, tetapi tidak nyaman bagi pasien, dapat menimbulkan cedera uretra, infeksi
saluran kemih, hingga bakteremia. Peningkatan volume residu urine dapat
disebabkan oleh obstruksi saluran kemih bagian bawah atau kelemahan kontraksi
otot detrusor. Volume residu urine yang banyak pada pemeriksaan awal berkaitan
dengan peningkatan risiko perburukan gejala. Peningkatan volume residu urine
pada pemantauan berkala berkaitan dengan risiko terjadinya retensi.
I. Penatalaksanaan
1. Observasi atau Terapi Konservatif
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Pasien dianjurkan
untuk mengurangi minum setelah makan malam yang ditujukan agar tidak terjadi
nokturia, menghindari obat-obat dekongestan (parasimpatolitik), mengurangi
minum kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi.
Pasien dianjurkan untuk menghindari mengangkat barang yang berat agar
perdarahan dapat dicegah. Ajurkan pasien agar sering mengosongkan kandung
kemih (jangan menahan kencing terlalu lama) untuk menghindari distensi kandung
kemih dan hipertrofi kandung kemih. Secara periodik pasien dianjurkan untuk
melakukan control keluhan, pemeriksaan laboratorium, sisa kencing dan
pemeriksaan colok dubur
2. Terapi medikamentosa
a. Mengurangi pembesaran prostat dan membuat otot-otot berelaksasi untuk
mengurangi tekanan pada uretra
b. Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan alfa
blocker (penghambat alfa adrenergenik)
c. Mengurangi volum prostat dengan menentuan kadar hormone testosterone/
dehidrotestosteron (DHT).
Adapun obat-obatan yang sering digunakan pada pasien BPH, diantaranya :
penghambat adrenergenik alfa, penghambat enzin 5 alfa reduktase, fitofarmaka.
a. Penghambat adrenergenik alfa : Obat-obat yang sering dipakai adalah
prazosin, doxazosin,terazosin,afluzosin atau yang lebih selektif alfa 1a
(Tamsulosin). Dosis dimulai 1mg/hari sedangkan dosis tamsulosin adalah 0,2-
0,4 mg/hari. Penggunaaan antagonis alfa 1 adrenergenik karena secara selektif
dapat mengurangi obstruksi pada buli-buli tanpa merusak kontraktilitas
detrusor. Obat ini menghambat reseptor-reseptor yang banyak ditemukan pada
otot polos di trigonum, leher vesika, prostat, dan kapsul prostat sehingga terjadi
relakasi didaerah prostat. Obat-obat golongan ini dapat memperbaiki keluhan
miksi dan laju pancaran urin. Hal ini akan menurunkan tekanan pada uretra pars
prostatika sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-gejala berkurang.
Biasanya pasien mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam 1-2 minggu
setelah ia mulai memakai obat. Efek samping yang mungkin timbul adalah
pusing, sumbatan di hidung dan lemah. Ada obat-obat yang menyebabkan
ekasaserbasi retensi urin maka perlu dihindari seperti antikolinergenik,
antidepresan, transquilizer, dekongestan, obatobat ini mempunyai efek pada
otot kandung kemih dan sfingter uretra.
b. Pengahambat enzim 5 alfa reduktase : Obat yang dipakai adalah finasteride
(proscar) dengan dosis 1 x 5 mg/hari. Obat golongan ini dapat menghambat
pembentukan DHT sehingga prostat yang membesar akan mengecil. Namun
obat ini bekerja lebih lambat dari golongan alfa bloker dan manfaatnya hanya
jelas pada prostat yang besar. Efektifitasnya masih diperdebatkan karena obat
ini baru menunjukkan perbaikan sedikit/ 28 % dari keluhan pasien setelah 6-12
bulan pengobatan bila dilakukan terus menerus, hal ini dapat memperbaiki
keluhan miksi dan pancaran miksi. Efek samping dari obat ini diantaranya
adalah libido, impoten dan gangguan ejakulasi.
c. Fitofarmaka/fitoterapi : Penggunaan fitoterapi yang ada di Indonesia antara
lain eviprostat. Substansinya misalnya pygeum africanum, saw palmetto,
serenoa repeus dll dapat menghambat 5 alpha reductase sehingga DHT turun
efeknya diharapkan terjadi setelah pemberian selama 1- 2 bulan dapat
memperkecil volum prostat. dapat menghambat 5 alpha reductase sehingga
DHT turun
3. Terapi bedah
Pembedahan adalah tindakan pilihan, keputusan untuk dilakukan pembedahan
didasarkan pada beratnya obstruksi, adanya ISK, retensio urin berulang, hematuri,
tanda penurunan fungsi ginjal, ada batu saluran kemih dan perubahan fisiologi pada
prostat. Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung pada beratnya
gejala dan komplikasi. Menurut Smeltzer dan Bare (2002) intervensi bedah yang
dapat dilakukan meliputi : pembedahan terbuka dan pembedahan endourologi.
a. Pembedahan terbuka, beberapa teknik operasi prostatektomi terbuka yang
biasa digunakan adalah :
1) Prostatektomi suprapubik Adalah salah satu metode mengangkat
kelenjar melalui insisi abdomen. Insisi dibuat dikedalam kandung
kemih, dan kelenjar prostat diangkat dari atas. Teknik demikian dapat
digunakan untuk kelenjar dengan segala ukuran, dan komplikasi yang
mungkin terjadi ialah pasien akan kehilangan darah yang cukup banyak
dibanding dengan metode lain, kerugian lain yang dapat terjadi adalah
insisi abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur bedah
abdomen mayor.
2) Prostatektomi perineal Adalah suatu tindakan dengan mengangkat
kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Teknik ini lebih praktis
dan sangat berguan untuk biopsy terbuka. Pada periode pasca operasi
luka bedah mudah terkontaminasi karena insisi dilakukan dekat dengan
rectum. Komplikasi yang mungkin terjadi dari tindakan ini adalah
inkontinensia, impotensi dan cedera rectal.
3) Prostatektomi retropubik Adalah tindakan lain yang dapat dilakukan,
dengan cara insisi abdomen rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu
antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih.
Teknik ini sangat tepat untuk kelenjar prostat yang terletak tinggi dalam
pubis. Meskipun jumlah darah yang hilang lebih dapat dikontrol dan
letak pembedahan lebih mudah dilihat, akan tetapi infeksi dapat terjadi
diruang retropubik.
b. Pembedahan endourologi, pembedahan endourologi transurethral dapat
dilakukan dengan memakai tenaga elektrik diantaranya:
1) Transurethral Prostatic Resection (TURP) Merupakan tindakan operasi
yang paling banyak dilakukan, reseksi kelenjar prostat dilakukan dengan
transuretra menggunakan cairan irigan (pembilas) agar daerah yang akan
dioperasi tidak tertutup darah. Indikasi TURP ialah gejala-gejala sedang
sampai berat, volume prostat kurang dari 90 gr. Tindakan ini
dilaksanakan apabila pembesaran prostat terjadi dalam lobus medial
yang langsung mengelilingi uretra. Setelah TURP yang memakai kateter
threeway. Irigasi kandung kemih secara terus menerus dilaksanakan
untuk mencegah pembekuan darah. Manfaat pembedahan TURP antara
lain tidak meninggalkan atau bekas sayatan serta waktu operasi dan
waktu tinggal dirumah sakit lebih singkat.Komplikasi TURP adalah rasa
tidak enak pada kandung kemih, spasme kandung kemih yang terus
menerus adanya perdarahan, infeksi, fertilitas.
2) Transurethral Incision of the Prostate (TUIP) Adalah prosedur lain
dalam menangani BPH. Tindakan ini dilakukan apabila volume prostat
tidak terlalu besar atau prostat fibrotic. Indikasi dari penggunan TUIP
adalah keluhan sedang atau berat, dengan volume prostat normal/kecil
(30 gram atau kurang). Teknik yang dilakukan adalah dengan
memasukan instrument kedalam uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat
pada prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada
uretra dan mengurangi konstriksi uretral. Komplikasi dari TUIP adalah
pasien bisa mengalami ejakulasi retrograde (0-37%).
3) Terapi invasive minimal : terapi invasive minimal dilakukan pada pasien
dengan resiko tinggi terhadap tindakan pembedahan. Terapi invasive
minimal diantaranya Transurethral Microvawe Thermotherapy
(TUMT), Transuretral Ballon Dilatation (TUBD), Transuretral Needle
Ablation/Ablasi jarum Transuretra (TUNA), Pemasangan stent uretra
atau prostatcatt.
a) Transurethral Microvawe Thermotherapy (TUMT), jenis
pengobatan ini hanya dapat dilakukan di beberapa rumah sakit
besar. Dilakukan dengan cara pemanasan prostat menggunakan
gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar prostat melalui
transducer yang diletakkan di uretra pars prostatika, yang
diharapkan jaringan prostat menjadi lembek. Alat yang dipakai
antara lain prostat.
b) Transuretral Ballon Dilatation (TUBD), pada tehnik ini dilakukan
dilatasi (pelebaran) saluran kemih yang berada di prostat dengan
menggunakan balon yang dimasukkan melalui kateter. Teknik ini
efektif pada pasien dengan prostat kecil kurang dari 40 cm3.
Meskipun dapat menghasilkan perbaikan gejala sumbatan, namun
efek ini hanya sementar, sehingga cara ini sekarang jarang
digunakan.
c) Transuretral Needle Ablation (TUNA), pada teknik ini memakai
energy dari frekuensi radio yang menimbulkan panas mencapai 100
derajat selsius, sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat.
Pasien yang menjalani TUNA sering kali mengeluh hematuri,
disuria, dan kadang-kadang terjadi retensi urine.
d) Pemasangan stent uretra atau prostatcatth yang dipasang pada uretra
prostatika untuk mengatasi obstruksi karena pembesaran prostat,
selain itu supaya uretra prostatika selalu terbuka, sehingga urin
leluasa melewati lumen uretra prostatika. Pemasangan alat ini
ditujukan bagi pasien yang tidak mungkin menjalani operasi karena
resiko pembedahan yang cukup tinggi.
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Data Demografi :
Nama : Tn. N
Umur : 61 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Tidak terkaji
Alamat : Tidak terkaji
Pekerjaan : Tidak terkaji
Tanggal Masuk RS : Tidak terkaji
Tanggal Pengkajian : Tidak terkaji
Diagnosa Medis : Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
b. Riwayat kesehatan sekarang :
Klien mengeluh nyeri dibagian perut bawah, nyeri semakin bertambah saat klien
buang air kecil, klien mengeluh saat buang air kecil harus mengejan dan tidak
lancar
c. Riwayat kesehatan masa lalu :
2 bulan terakhir klien sering mengalami nokturia perasaan sulit untuk ditahan
d. Riwayat kesehatan keluarga :
Tidak terkaji
e. Pola kesehatan fungsional
1) Eliminasi
saat ini klien mengeluh buang air kecil harus mengejan dan tidak lancar.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Tidak terkaji
3) Pola tidur dan istirahat
2 bulan terakhir klien sering mengalami nokturia
4) Nyeri/kenyamanan
Klien mengeluh nyeri dibagian perut bawah ,nyeri bertambah saat klien
buang air kecil.
5) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Tidak terkaji
6) Pola aktifitas
Tidak terkaji
7) Seksualitas
Tidak terkaji
8) Pola persepsi dan konsep diri
Tidak terkaji
2. Pemeriksaan Umum
A. Kesadaran Umum
a. Kesadaran : Tidak terkaji
b. GCS : Tidak terkaji
c. BB : Tidak terkaji
d. TB : Tidak terkaji
B. Tanda-tanda vital
a. Tekanan Darah : 130/90mmHg
b. Nadi : 88x/menit
c. RR : 24x/menit
d. Suhu badan : 37,5 0C
C. Pemeriksaan Lab
a. Foto polos abdomen : Tidak terkaji
b. Pielografi intravena ( IVP ) : Tidak terkaji
c. USG transektal : Tidak terkaji
d. Uroflowmetry (Pancaran Urine) : Tidak terkaji
e. Residu urine atau post voiding residual urine (PVR) : Tidak terkaji
3. Pemeriksaan Fisik (sistem urinary)
a. Inspeksi : perut bagian bawah membesar
b. Palpasi supra pubik : klien merasa sangat nyeri
c. Perkusi : Tidak terkaji
d. Colok Dubur : Tidak terkaji
e. Pemeriksaan PSA ( Prostate Specific Antigen) : Tidak terkaji
B. Data Fokus
DATA OBJEKTIF DATA SUBJEKTIF
 Klien mengeluh nyeri dibagian  TD : 130/90mmHg
perut bawah  RR : 88x/menit
 Nyeri semakin bertambah saat  HR : 24x/menit
buang air kecil  SB : 37,5 0C
 2 bulan terakhir klien sering  Perut bagian bawah membesar
mengalami nokturia perasaan dan sangat nyeri
sulit ditahan
 Klien mengeluh saat buang air
kecil mengejan dan tidak lancar
C. Analisa Data
Masalah
No Data Etiologi
Keperawatan
1 DS : Nyeri akut
Perubahan Usia
P : Buang air kecil (Usia Lanjut)
Q:-
Ketidakseimbangan
R : Perut bagian produksi hormon ekstrogen
bawah (suprapubik) dan terstoteron
S : Sangat nyeri saat
Kadar testoteron menurun
BAK Kadar ekstrogen meningkat
T:- Mempengaruhi RNA dalam
Hiperplasia sel stoma pada
DO : inti sel
jaringan
 TD : Poliferasi sel prostat
130/90mmHg
Benigne Prostat
Hiperplasia (BPH)

Penyempitan lumen pars


prostatika

Menghambat aliran urine

Bendungan Vesika Urinaria


Peningkatan tekanan
intravesikal

Hiperiritable pada bledder

Peningkatan kontraksi otot


detruksor dari buli-buli

Kontraksi otot suprapubik

Tekanan mekanis

Pelepasan mediator kimia


oleh sel-sel radang
(histamine dan bradikinin)

Merangsang nosiseptor

Nyeri merambat melalui


serabut syaraf perofer
menuju modulla spinalis

melepaskan Neuro
transmiter

Dihantarkan kekoateks
serebri untuk diproses

NYERI AKUT
2 DS : Gangguan
Perubahan Usia
 Klien mengeluh (Usia Lanjut) pola eliminasi
saat buang air urine
Ketidakseimbangan
kecil mengejan produksi hormon ekstrogen
dan tidak lancar dan terstoteron
DO :
 Perut bagian Kadar testoteron menurun
Kadar ekstrogen meningkat
bawah membesar
Mempengaruhi RNA dalam
Hiperplasia sel stoma pada
dan sangat nyeri inti sel
jaringan

Poliferasi sel prostat

Benigne Prostat
Hiperplasia (BPH)

Penyempitan lumen pars


prostatika

Menghambat aliran urine

Bendungan Vesika Urinaria

Peningkatan tekanan
intravesikal

Hiperiritable pada bledder

Peningkatan kontraksi otot


detruksor dari buli-buli

Terbentuknya selula,sekula
dan divertikel buli-buli

Hipertropi otot detruksor

Berlangsung lama sehingga


terjadi kelemahan otot-otot
detruksor
Pancaran urine melemah Residu dalam buli-buli
saat miksi

Otot-otot tidak mampu GANGGUAN ELIMINASI


miksi secara normal URINE

Mengejan saat miksi

Kencing terputus-putus

3 DS : Defisiensi
Perubahan Usia
 2 bulan terakhir (Usia Lanjut) pengetahuan
klien sering Ketidakseimbangan
mengalami produksi hormon ekstrogen
dan terstoteron
nokturia
perasaan sulit
Kadar testoteron menurun
ditahan Kadar ekstrogen meningkat
Mempengaruhi RNA dalam
DO : Hiperplasia sel stoma pada
inti sel
jaringan
Poliferasi sel prostat

Benigne Prostat
Hiperplasia (BPH)

Penyempitan lumen pars


prostatika

Menghambat aliran urine

Bendungan Vesika Urinaria

Peningkatan tekanan
intravesikal

Hiperiritable pada bledder

Peningkatan kontraksi otot


detruksor dari buli-buli
Proses BAK tidak normal
akibat miksi yang tidak
sempurna

DEFISIENSI 2 terakhir bulan Frekuensi


PENGETAHUAN BAK sering (Nokturia)

D. Diagnosa Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
Nyeri AKut (00132)
1 Domain 12 : Kenyamanan
Kelas 1 : Kenyamanan Fisik
Gangguan eliminasi urin (00016)
2 Domain : 3 eliminasi dan pertukaran
Kelas : 1 fungsi urinarius
Defisiensi Pengetahuan (00126)
3 Domain : 5 : Persepsi/Kognisi
Kelas : 4 : Kognisi
E. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No NOC NIC Rasional
Keperawatan
1 Nyeri AKut (00132)  Kontrol nyeri  Manajemen nyeri
Domain 12 : Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Memberikan informasi untuk
Kenyamanan keperawatan selama … x 24 jam komprehensif yang membantu dalam menentukan
Kelas 1 : diharapkan klien dapat meliputi lokasi, pilihan atau keefektifan
Kenyamanan Fisik mengontrol nyeri. karakteristik, onset/durasi, intervensi
Definisi : Kriteria hasil : frekuensi, kualitas,
Pengalaman sensori 1. Mengenali kapan nyeri terjadi intensitas atau beratnya
dan emosional yang (4) nyeri dan faktor pencetus
tidak menyenangkan 2. Menggambarkan fakitor 2. Observasi adanya 2. Dengan melihan petunjuk non-
yang muncul akibat penyebab nyeri (4) petunjuk non-verbal verbal kita dapat menentukan
kerusakan jaringan 3. Menggunakan tindakan mengenai rasa ketidaknyaman akibat nyeri
yang actual atau pencegahan nyeri (5) ketidaknyamanan yang dirasakan klien
potensial atau 4. Menggunkanan tindakan terutama kepada mereka berdasarkan ekspresi wajah dan
digambarkan dalam pengurangan nyeri tanpa yang tidak dapat prilaku melindungi area nyeri
hal kerusakan analgesik (4) berkomunikasi secara
sedemikian rupa Keterangan : efektif
(International (1) Tidak pernah menunjukkan 3. Gunakan strategi 3. Strategi komunikasi yang tepat
Association for the (2) Jarang menunjukkan komunikasi teraupetik dapat membina hubungan saling
study of Pain): (3) Kadang-kadang menunjukkan untuk mengetahui percaya antar klien sehingga
awitan yang tiba- (4) Sering menunjukkan pengalaman nyeri dan klien lebih terbuka dalam
tiba atau lambat dari (5) Secara konsisten menunjukkan sampaikan penerimaan menceritakan perasaan yang
intensitas ringan pasien terhadap nyeri dirasakan saat ini
hingga berat dengan  Tingkat nyeri
akhir yang dapat Setelah dilakukan tindakan 4. Kurangi atau eliminasi 4. Ada beberapa faktor yang dapat
diantisipasi atau keperawatan selama … x 24 jam faktor-faktor yang dapat menimbulkan rasa nyeri
diprediksi dan diharapkan tingkat nyeri yang mencetuskan atau bertambah parah dengan
berlangsung <6 dirasakan klien berkurang meningkatnya nyeri mengurangi pencetus tersebut
bulan Kriteria hasil:: (misalnya ; ketakutan, dapat mengurangi rasa nyeri
DS : 1. Keteganagan otot (4) keadaan monoton dan yang dirasakan
P : Buang air kecil 2. Tidak bisa beristirahat (4) kurang pengetahuan)
5. Memberikan informasi kepada
Q:- Keterangan : 5. Dorong pasien untuk
perawat mengenai nyeri yang
R : Perut bagian (1) Berat mendiskusiakn
dirasakan memungkinkan
bawah (suprapubik) (2) Cukup berat pengalaman nyerinya
perawat memberikan intervensi
S : Sangat nyeri saat (3) Sedang sesuai kebutuhan
tambahan agar keluhan dapat
BAK (4) Ringan
berkurang
T:- (5) Tidak ada
6. Dukung istirahat/tidur 6. Istirahat sangat berguna dalam
DO : 3. Tekanan darah (4)
yang adekuat untuk proses pengurangan nyeri, sebab
TD : 130/90mmHg 4. Denyut nadi apikal (5)
membantu penurunan dengan meningkatkan istirahat
Keterangan :
nyeri klien tidak banyak berfikir dan
(1) Deviasi berat dari kisaran normal melakukan aktivitas sehingga
(2) Deviasi yang cukup cukup berat nyeri dapat berkurang
dari kisaran normal 7. Ajarkan prinsip-prinsip 7. Mengajarkan tindakan
(3) Deviasi sedang dari kisaran manajemen nyeri manajemen nyeri kepada klien
normal agar klien dapat mengontrol rasa
(4) Deviasi ringan dari kisaran nyeri yang dirasakan secara
normal mandiri.
8. Ajarkan teknik
(5) Tidak ada deviasi dari kisaran 8. Terapi TENS dalam penanganan
penggunaan non-
normal nyeri sangat bermanfaat karena
formakologi (seperti,
dengan tindakan ini pikiran klien
biofeedback, TENS,
akan terputus mengenai nyeri
hypnosis, relaksasi,
yang dirasakan karena
bimbingan antisipatif,
kenyamanan yang terjadi saat
terapi musik, terapi
terapi.
bermain, terapi aktifitas,
akupresur, aplikasi
panas/dingin dan pijatan,
sebelum, sesudah, dan
jika memungkinkan,
ketika melakukan aktifitas
yang menimbulkan nyeri,
sebelum nyeri terjadi atau
meningkat, dan
bersamaan dengan
tindakan penurunan rasa
nyeri lainya.)

9. Ajarkan metode
9. Berguna dalam perawatan jalan
farmakologi untuk
di rumah, apabila terjadi nyeri
menurunkan nyri.
kembali yang tak tertahankan
diharapkan klien mengkonsumsi
obat penurun nyeri.
10. Evaluasi bersama pasien
10. Mengevaluasi sangat berguna
dan tim kesehatan lainya
dalam menentukan keberhasilan
menegnai efektifitas
dari tindakan yang kita lakukan
tindakan pengontrolan
apakah efektif, dn apakah ada
nyeri yang pernah di
masalah yang belum tertangani.
gunakan sebelumnya

11. Apabila tindakan yang kita


11. Beritahu dokter jika
berikan belum dapat
tindakan tidak berhasil
menyelesaikan masalah akibat
atau jika keluhan pasien
adanya komplikasi dari penyakit
saat ini berubahsignifikan
berkonsultasi kepada dokter
dari pengalaman nyeri dalam menentukan tindakan
sebelumnya operasi atau tindakan yang dapat
mngatasi masalah.
 Pemberian analgesik
1. Monitor tanda vital 1. Tanda-tanda vital wajib diperiksa
sebelum dan setelah karena apabila ada perubahan
pemeberian analgesik memburuk dari keadaan
pada pemeberian dosis sebelumnya diharuskan perawat
pertama kali atau jika di menghentikan pemberian
temukan tanda -tanda yang analgesik terkait dengan
tidak biasanya penyakit.
2. Cek perintah pengobatan 2. Pemberian obat secara benar dan
meliputi obat, dosis dan teratur membuat keadaan pasien
frekuensi obat analgsik akan lebih membaik dan
yang di resepkan nyeripun dapat dikendalikan.
3. Cek adanya riwayat alergi 3. Pengecekan riwayat alergi obat
obat digunakan agar kita dapat
memilah obat apa saja yang tidak
dapat diberikan kepada klien,
sehingga meminimalisir
kesalahan.
4. Pilih rute intravena dari 4. Pemilihan pengobatan yang
pada rute intramuskular efektif berguna dalam
untuk injeksi pengobatan mengurangi rasa nyeri dengan
nyeri yang sering, jika cepat.
memungkinkan
5. Kombinasi analgesik dilakukan
5. Pilih analgesik atau
apabila klien telah resisten
kombinasi analgesik yang
terhadap suatu obat dan harus
sesuai ketika lebih dari
dikombinasikan agar keluhan
satu di berikan
dapat terselesaikan.

 Terapi relaksasi
1. Antisipasi penggunaan
1. Relaksasi merupakan pilihan
relaksasi
pada klien yang merasakan nyeri
tidak begitu berat, sehingga klien
akan melupakan segala hal yang
berhubungan dengan nyeri yang
dirasakan
2. Berikan deskripsi detai
2. Memberikan deskripsi singkat
terkait intervensi relaksasi
megenai tindakan relaksasi agar
yang di pilih
klien dapat patuh terhadap
standar oprasional prosedur.
3. Tunjukan dan praktikan 3. Menunjukan cara teknik relaksasi
teknik relaksasi pada membantu klien dalam
pasien melakukan tindakan secara tepat
dan benar
2 Gangguan eliminasi  Eliminasi urine  Bantuan berkemih
urin (00016) Setelah dilakukan tindakan 1. Pertimbangkan kemampuan 1. Pada pasien BPH kemampuan
Domain : 3 keperawatan selama … x 24 jam dalam rangka mengenal berkemihnya terganggu akibat
Eliminasi dan diharapkan pola eliminasi urine untuk BAK otot-otot detrusor mengalami
Pertukaran normal hipertropi akibat penyempitan
Kelas 1: Fungsi Kriteria hasil: saluran kemih. Dengan mengenal
urinarius 1. Pola eliminasi (4) kemampuan klien untuk
Definisi : disfungsi 2. Mengosongkan kandung menentuka tindakan yang sesuai
eliminasi urine kemih sepenuhnya (5) dengan keluhan
DS : Keterangan : 2. Lakukan pencatatan 2. Pencatatan unrin selama
 Klien mengeluh (1) Sangat terganggu mengenai spesifikasi beberapa hari berguna dalam
saat buang air (2) Banyak terganggu kontinensia selama 3 hari melihat perubahan dari tindakan-
kecil mengejan (3) Cukup terganggu untuk mendapatkan pola tindakan yang sebelumnya
dan tidak lancar (4) Sedikit terganggu pengeluaran urine dilakukan.
DO : (5) Tidak terganggu  Perawatan retensi urin
3. Nyeri saat kencing (5) 1. Lakukan pengkajian 1. Melakukan pengkajian mengenai
4. Retensi (4) komprehensif sistem sistem perkemihan berdasarkan
 Perut bagian 5. Nokturia (4) perkemihan fokus terhadap keluhan bertujuan untuk
bawah membesar 6. Inkontinensia urine (4) inkontinensia (misal, urine menetapkan intervensi yang
dan sangat nyeri Keterangan : output, pola berkemih, cocok untuk retensi urine
(1) Berat fungsi kognitif dan sehingga masalah teratasi
(2) Cukup berat masalah saluran kemih
(3) Sedang sebelumnya)
(4) Ringan 2. Monitor adanya 2. Dengan memonitor pengunaan
(5) Tidak ada penggunaan agen-agen bahan ataupun makanan bergua
 Keparahan gejala yang tidak sesuai resep dalam pengurangan faktor
Setelah dilakukan tindakan yang mengandung bahan- pencetus yang dapat
keperawatan selama … x 24 jam bahan anticholinergic atau memperburuk keadaan pola
diharapkan Keparahan yang alpa-agonist eliminasi
dialami klien berkurang. 3. Monitor inteke dan output 3. Intake input dan ouput cairan
Kriteria hasil: berguna dalam menentukan pola
1. Intensitas gejala (4) berkemih yang normal atau tidak
2. Terkait ketidaknyamanan (4) 4. Monitor derajat distensi 4. berguna dalam menentukan
3. Tidur yang kurang cukup (4) kandung kemih dengan keadaan klien agar diketahui
Keterangan : palpasi dan perkusi bahwa masih ada urine yang
(1) Berat tertampung dalam vesika urinari.
(2) Cukup berat 5. Berikan privasi dalam 5. Berguna dalam menjaga privasi
(3) Sedang melakukan eliminasi klien saat BAK
(4) Ringan 6. Stimulasi refleks kandung 6. Dengan stimulus refleks kemih
(5) Tidak ada kemih dengan membasahi yaitu membasahi abdomen
abdomen dengan air dengan air membuat stimulus
 Kontinensia urine dingin, memberikan berkemih secara normal.
Setelah dilakukan tindakan sentuhan pada paha bagian
keperawatan selama … x 24 jam dalam atau dengan air yang
diharapkan klien dapat mengalir.
mengendalikan urine dari 7. Gunakan minyak esensial 7. Minyak esensial digunakan
kandung kemih. “spirit of wintergreen” dalam menstimulus berkemih
Kriteria hasil: dalam bepan atau urinal apabila tindakan dengan air tidak
1. Menjaga pola berkemih yang berhasil
teratur (4) 8. Ajarkn pasien atau 8. Berguna dalam mencatat outpun
2. Mengkonsumsi cairan dalam keluarga untuk mencatat yang tidak sesuai dengan input
jumlah yang cukup (4) urine output sesuai sehingga mengetahui apakah ada
Keterangan : kebutuhan gangguan pada ginjal atau tidak.
(1) Tidak pernah menunjukkan
(2) Jarang menunjukkan 9. Rujuk pada spesialis 9. Apabila terdapat keluhan yang
(3) Kadang-kadang menunjukkan perkemihan, sesuai belum bisa tertangani dengan
(4) Sering menunjukkan kebutuhan intervensi yang diberikan,
(5) Secara konsisten menunjukkan rujukan salah satu pilihan untuk
mengatasi masalah karena terjadi
gangguan yang lebih dalam
mengenai berkemih
 Kontrol infeksi
1. Berguna dalam melihat apakah
1. Monitor adanya tanda-
sudah terjadi infeksi pada saluran
tanda infeksi
kemih akibat pembesaran prostat.
2. Dorong istirahat
2. Istirahat dapat mengurangi
infeksi karena dalam keadaan
tersebut tubuh tidak melakukan
aktivitas sehingga berfokus
dalam penyembuhan penyakit
3. Berikan terapi antibiotik
3. Antibiotik berguna dalam
sesuai kebutuhan
membunuh bakteri yang dapat
menyebabkan infeksi pada
kandung kemih
4. Tindakan ini dilakukan agar klien
4. Ajarkan pasien dan
dan keluarga dapat
keluarga mengenai tanda
mengantisipasi apabila terjadi
dan gejala infeksi dan
infeksi sehingga tidak terjadi
kapan harus
infeksi pada saluran kemih.
melaporkannya kepada
penyedia pelayanan
perawatan
3 Defisiensi  Pengetahuan : Manajemen  Pengajaran : Proses penyakit
Pengetahuan penyakit akut 1. Kaji tingkat pengetahuan 1. Pengetahuan klien mengenai
(00126) Setelah dilakukan tindakan klien terkait dengan penyakit yang dialaminya dapat
Domain : 5 (Persepsi keperawatan selama … x 24 jam penyakit yang dialaminya mencegah penyakit, jadi perlu
Kognisi) diharapkan klien dapat dilakukan pengkajian
Kelas : 4 (Kognisi) mengetahui manajemen penyakit pengetahuan agar kita dapat
Definisi : yang dialami. menentukan apakah klien
Ketidakadaan atau Kriteria hasil: megetahui penyakit atau tidak.
defisiensi informasi 1. Faktor-faktor penyebab dan 2. Review pengetahuan pasien 2. Agar perawat dapat menentukan
kognitif yang faktoryang berkontribusi (5) mengenai kondisisnya saat penjelasan mengenai penyakit
berkaitan dengan 2. Tanda dan gejala penyakit ini. yang dialaminya saat ini,
topik tertentu. (5) sehingga klien lebih paham
DS : Keterangan : terhadap penyakitnya
 2 bulan terakhir (1) Tidak ada pengetahuan 3. Identifikasi perubahan 3. Untuk mengetahui kondisi fisik
klien sering (2) Pengetahuan terbatas kondisi fisik pasien klien, apabila klien kurang akan
mengalami (3) Pengetahuan sedang pengetahuan mengenai penyakit
nokturia perasaan (4) Pengetahuan banyak maka kondisinya akan semakin
sulit ditahan (5) Pengetahuan sanggat banyak parah.

DO :
-  Pengetahuan : Proses 4. Jelaskan patofisiologi 4. Penjelasan mengenai proses
penyakit penyakit dan bagaimana perjalanan penyakit akan
Setelah dilakukan tindakan hubungannya dengan meningkatkan pengetahuan klien
keperawatan selama … x 24 anatomi dan fisiologi, mengenai penyakit yang
jam diharapkan klien dapat sesuai keutuhan dialaminya.
mengetahui proses
5. Memberikan informasi mengenai
perjalanan penyakit 5. Berikan informasi kepada
kondisinya akan membuat klien
Kriteria hasil: pasien sesuai dengan
mematuhi pengobatan yang akan
1. Faktor resiko (5) kondisinya
dilakukan.
2. Strategi untuk
meminimalkan
6. Jelaskan komplikasi kronik 6. Agar klien mengetahui
perkembangan penyakit
yang mungkin ada kondisinya apabila tidak segera
3. Proses perjalanan
berdasarkan gejala melakukan pengobatan akan
penyakit
mengakibatkan keparahan yang
Keterangan:
merunjuk pada penyakit kronik
(1) Tidak ada pengetahuan
7. Edukasi pasien mengenai 7. Tindakan mengontrol gejala yang
(2) Pengetahuan terbatas
tindakan untuk mengontrol timbul dilakukan agar klien dapat
(3) Pengetahuan sedang
atau meminimalkan gejala mengurangi gejala secara
(4) Pengetahuan banyak
mandiri
(5) Pengetahuan sanggat banyak
8. Edukasi pasien mengenai 8. Ada beberapa gejala yang harus
tanda dan gejala yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan,
dilaporkan kepada petuhas sehingga keluarga atu klien harus
kesehatan melaporkan hal tersebut bila
berlangsung terjadi.
9. Perkuat informasi yang 9. Agar klien bersemangat dalam
diberikan dengan anggota proses pengobatan dan berguna
tim kesehatan lainnya. dalam penambahan informasi
klien terhadap penyakit
DAFTAR PUSTAKA

Mochtar, C. A. (2015). Panduan Penatalaksanaan Klinis Pembesaran Prostat Jinak ( Benign


Prostatic Hyperplasia). Jakarta: Ikatan Ahli Urologi Indonesia.
Purnomo, B. B. (2007). Dasar Dasar Urologi. Jakarta: Cv. Sagung Seto Jakarta.
Suddarth, B. &. (2015). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Egc.
Waluyo, D. B. (2015). 100 Question And Answer Gangguan Prostat. Jakarta: Pt Elex Media
Komputindo Kompas Gramedia.
Doenges, Marilyn. 2014. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta. Egc
Setyawan, Dkk. 2015. Hubungan Gaya Hidup Dengan Kejadian Benign Prostate
Hyperplasia (Studi Di Rsud Dr. Soedarso Pontianak). (Online) Di Akses Di
Http://Repository.Unmuhpnk.Ac.Id/166/1/Jurnal.Pdf
Dewantara, 2016 Asuhan Keperawatan Pada Tn. R Dengan Gangguan Pola Eliminasi
Et Causa Post Operasi Prostatektomi Diruang Dahlia Rsud Dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga (Online) Di Akses Di
Http://Repository.Ump.Ac.Id/5006/7/Prasasti%20pradnya%20dewantara%20cover.Pdf
Dr Gina Anindyajati. Benign Prostate Hyperplasia (Bph) National Institute Of
Diabetes And Digestive And Kidney Disease, (Online) Www.Niddk.Nih.Gov
Amin Huda Nurarif, H. K. 2015. Aplikasi & NANDA NIC-NOC Edisi Revisi Jilid Jogjakarta:
Medi Action
Bulechek, G. M. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC) Edisi keenam.
Diterjemahkan oleh : Intansari Nurjannah dan Roxsana Devi Tumanggor. Yogyakarta :
Elvisier.

Herdman, H. dan Sehigemi Kamistrusu. 2015 . Dagnosa Keperawatan Definisi &


Klasifikasi2015-2017. Jakarta : EGC

Moorhead, Sue, dkk. 2016. Nursing Outcome Classification (NOC) Edisi kelima.
Diterjemahkan oleh : Intansari Nurjannah dan Roxsana Devi Tumanggor. Yogyakarta :
Elvisier.

Bickley, L. S. (2015). Buku Saku Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Jakarta: Egc.
Kusuma, A. H. (2015). Nanda Nic Noc Jilid 3. Jogyakarta: Mediaction.
Mahendrakrisna, D. (2016). Faktor Yang Berhubungan Dengan Rawat Inap Pada Pasien
Pembesaran Prostat Jinak Di Rumah Sakit Bhayangkara Mataram. Jurnal Ilmiah
Kedokteran, 102-108.
Kidingallo, Y. (2011). Kesesuaian Ultrasonografi Transabdominal Dan Transrektal Pada
Penentuan Karakteristik Pembesaran Prostat. Jst Kesehatan, 158-164.

Você também pode gostar