Você está na página 1de 8

ALHAMUDLILLAH, kita bersyukur bahwa Indonesia adalah suatu negeri maritim yang luas.

Corak alam dan lingkungannya bervariasi, dilengkapi kemajemukan yang tinggi di antara
lebih 400 suku bangsa.

Salah satu ciri Indonesia adalah berstruktur pinggiran benua atau continental margin
dan merupakan hasil titik temu tiga lempeng besar bumi, yaitu lempeng Pasifik, Eurasia,
dan Samudera Hindia-Australia atau yang lazim disebut triple junction.

Wawasan Nusantara Bahari pernah dilontarkan dalam Deklarasi Djuanda tahun 1957 sebagai
simbol pemersatu bangsa di mana wilayah maritim menjadi hal yang menarik, tetapi nasib
dari konsep itu belum mengalami kemajuan signifikan.

Bukan itu saja, nilai ekonomis dan strategis bahkan simbolis atas batas wilayah laut
belum pernah dikembangkan secara sungguh-sungguh. Padahal, diplomasi maritim dan
ekonomi adalah bagian penting dari kebijakan luar negeri Indonesia yang strategis.
Diplomasi tersebut berperan dalam pergeseran konstelasi geopolitik internasional masa
kini. Poros Selat Malaka-Laut China Selatan, misalnya, menjadi jalur strategis pelayaran
tersibuk di dunia.

Pada 1966, TNI Angkatan Darat menggulirkan Wawasan Nusantara Bahari sebagai doktrin
strategis militer. Setelah dimodifikasi Lemhanas, pada awal 1970-an konsep itu
diserahkan ke sidang umum MPR dan dimasukkan GBHN. Wawasan Nusantara Bahari resmi menjadi
doktrin politik negara tahun 1973.

Konsep Wawasan Nusantara Bahari yang diperjuangkan sejak tahun 1957 itu akhirnya diakui
dunia. Termasuk pengakuan batas wilayah teritorial laut Indonesia sejauh 12 mil dari
titik pangkal terluar kepulauaan Indonesia, serta zona ekonomi eksklusif (ZEE) sejauh
200 mil dari wilayah teritorial Indonesia.

Selanjutnya, Konvensi Hukum Laut PBB (UN Convention on Law of the Seas) tahun 1982, yang
diratifikasi pada tahun 1994, telah memantapkan posisi Indonesia sebagai negara
kepulauan terbesar dunia.

Akhmad Syarief Kurniawan,

Aktivis Muda NU Kotagajah

Lampung Tengah

==========================================

SPI Menolak Pencaplokan Tanah

PERSOALAN kemiskinan bukan hanya membelit indonesia, melainkan juga banyak negara lain.
Ironis, karena yang dilanda kemiskinan dan kelaparan adalah penduduk perdesaan yang
memproduksi pangan. Diperkirakan, lebih dari 700 juta jiwa penduduk desa kini dalam
keadaan kelaparan.

Studi yang dilakukan Komite Penasihat untuk Dewan HAM PBB tentang diskriminasi dalam
konteks hak atas pangan (Dokumen A/HRC/16/40) menyebutkan bahwa petani, pemilik lahan
kecil, buruh tak bertanah, nelayan pemburu, dan peramu adalah salah satu kelompok rentan
dan terdiskriminasi.

Pernyataan ini juga diperkuat fakta dari Satuan Tugas Penanggulangan Kelaparan PBB yang
menunjukkan bahwa 80% penduduk dunia yang menderita kelaparan adalah warga perdesaan.
Dari total angka kelaparan yang nyaris mencapai 1 miliar jiwa, 75%-nya adalah masyarakat
yang tinggal dan bekerja di perdesaan.

Selain mengalami diskriminasi terhadap hak-hak asasi mereka, para petani dan rakyat yang
bekerja di perdesaan juga banyak dilanggar haknya, terutama hak atas tanah mereka. Jutaan
petani dipaksa meninggalkan lahan pertanian mereka karena pencaplokan tanah ( land
grabbing) yang difasilitasi kebijakan nasional maupun internasional. Negara maupun
pihak swasta mencaplok tanah, yang banyak melibatkan lebih dari 10 ribu hingga 500 ribu
hektare lahan yang penting bagi kedaulatan pangan bangsa.

Para ahli dari Committee on World Food Security, Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia
(FAO), memperkirakan sekitar 50 juta—80 juta ha tanah di negara miskin dan negara-negara
berkembang telah dicaplok investasi internasional.

Tanah tersebut diambil dari petani untuk pembangunan industri skala besar atau
proyek-proyek infrastruktur, industri ekstraksi seperti pertambangan, kawasan wisata,
kawasan ekonomi khusus, supermarket, dan perkebunan. Hasilnya, jumlah lahan hanya
terkonsentrasi pada beberapa pihak.

Di Indonesia, kita bisa melihat kasus Mesuji, Bima-Sape, dan Merauke yang mengemuka
akhir-akhir ini. Untuk itulah Serikat Petani Indonesia (SPI) menolak pencaplokan tanah
dan mengusulkan urgensi terhadap pengakuan dan perlindungan hak asasi petani dan
masyarakat yang bekerja di perdesaan.

Sugiyanto

Gerakan Masyarakat Pemantau Pembangunan

Referensi :

http://www.lampungpost.com/surat-pembaca/28227-jangan-lupakan-wawasan-nusantara-bah
ari-.html

Makalah Potensi Wisata Bahari Indonesia

MAKALAH POTENSI WISATA BAHARI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Kekayaan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya yang terdiri dari
sumberdaya hewani, nabati, gejala dan keunikan alam atau keindahan alam yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Potensi
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya tersebut, perlu dikembangkan dan
dimanfaatkan untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat tanpa melupakan
upaya konservasi sehingga tetap tercapai keseimbangan antara perlindungan,
pengawetan dan pemanfaatan yang lestari.
Agar objek dan daya tarik wisata dapat dimanfaatkan secara nyata diperlukan
modal dan teknologi yang memadai, serta untuk menjaga kelestariannya diperlukan
pengelolaan yang arif agar tidak menimbulkan dampak negative terhadap lingkungan
kawasan dan social budaya masyarakat Pemanfaatan jasa lingkungan untuk
kepentingan wisata alam, perlu memperhatikan prinsip-prinsip pengembangan
pariwisata alam yakni konservasi, edukasi, ekonomi, rekreasi dan peran /
partisipasimasyarakat.Diharapkan dalam pengembangan wisata bahari tidak hanya
melihat pada hasil jangka pendek, tetapi harus melihat pada kelangsungan jangka
panjang sehingga perlu perencanaan dan dukungan yang matang tidak hanya dari
swasta tapi juga pemerintah dan masyarakat.
2. RUMUSAN MASALAH
Makalah ini disusun dengan rumusan masalah sebagai berikut:
A. Potensi Wisata Bahari di Indonesia.
B. Upaya pengembangan wisata bahari di Indonesia.
C. Langkah dan Kebijakan yang dapat diambil.
D. Contoh tempat wisata bahari yang ada di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

A. POTENSI WISATA BAHARI


Indonesia yang wilayah lautnya mencapai tiga perempat bagian dari luas wilayah
secara keseluruhan, wilayah daratnya terdiri dari pulau-pulau besar dan pulau-pulau
kecil. Tercatat ada 17.805 buah pulau-pulau kecil (sekitar 10.000 buah di antaranya
tidak berpenghuni) yang hingga saat ini belum digarap dan dikembangkan sehingga
dapat mempunyai Andil bagi perekonomian nasional.Selain itu pula garis pantai
pulau di Indonesia begitu luas yang dapat kita potensikan sebagai daerah wisata
bahari yang saat ini sedang diposisikan untuk menjadikannya sebagai “masa depan”
pembangunan, dimana berbagai potensi yang dimilikinya dipandang sebagai peluang
untuk dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Rencana tersebut merupakan suatu
tantangan yang “tidak” kecil, karena banyak sekali faktor yang mempengaruhinya dan
hingga saat ini belum ditemukenali secara jelas.
Salah satu tantangan yang dihadapi adalah munculnya berbagai pertanyaan yang
sangat mendasar, yakni layakkah pulau-pulau kecil dan pantai-pantai kita untuk
dikembangkan dan dijual atau dipromosikan? Memang dalam upaya membangun dan
mengembangkan dibutuhkan suatu pendekatan pemikiran yang agak sedikit
“meloncat”. Pendekatan dan pemikiran yang terjadi saat ini dinilai tidak akan mampu
untuk menjawab ke arah perkembangan pulau-pulau kecil tersebut.
Disisi lain, karakteristik pulau-pulau kecil dan pantai-pantai di Indonesia yang
ada menjadikan permasalahan yang dihadapi menjadi semakin kompleks, dimana
keterbatasan daya dukung lingkungannya mempunyai konsekwensi terhadap
terbatasnya “skala ekonomi” dari kegiatan yang akan dikembangkan dan produk yang
dihasilkan, dan sekaligus menjadi pembatas terhadap jenis-jenis kegiatan yang dapat
dikembangkan (Clark J, 1996).
Sebaliknya bila kita ingin melakukan pembangunan pertimbangan kelestarian
lingkungan menjadi salah satu faktor utamanya dan didasarkan pada kondisi
pulau-pulau kecil dan pantai-pantai tersebut pada saat ini. Kemudahan atau dukungan
kebijakan terhadap akses pasar marupakan prasyarat yang seyogyanya harus
dilakukan pemerintah agar tercipta iklim investasi yang kondusif bagi masyarakat dan
pihak swasta. Disamping itu, tersedianya sarana dan prasarana juga perlu
memdapatkan perhatian.

B. UPAYA PENGEMBANGAN
Pada hakekatnya pengembangan wisata bahari merupakan respon dari
perkembangan deman wisatawan pada skala dunia. Hal ini disebabkan karena adanya
pertumbuhan populasi dunia yang relatif cukup tinggi serta meningkatnya pendapatan
masyarakat dunia, sehingga berpengaruh terhadap adanya peningkatan jumlah
wisatawan international yang cukup besar. Disamping itu terjadi pula peningkatan
minat para wisatawan yang mengarah kepada “bahari”.Saat ini kegiatan wisata bahari
di Indonesia belum menggembirakan, dimana jumlah kapal pesiar yang berlabuh di
kawasan Asean masih didominasi oleh Singapura (58,7%); Malaysia (16,3%);
Thailand (16,1%); dan negara Asean lainnya (7,5%). Indonesia hanya mampu
menyerap sekitar 1,4%, padahal dengan keindahan alam dan pulau-pulau kecil yang
dimiliki oleh Indonesia. Mampukah kita bersaing? Ada empat masalah utama yang
kurang mendukung pengembangan wisata bahari di Indonesia,yakni:
 Belum adanya perencanaan terpadu antar berbagai sektor;
 Belum tersedianya infrastruktur pelabuhan khusus untuk kapal pesiar;
 Belum adanya tour operator yang khusus menangani wisata kapal pesiar,
 Kurangnya promosi obyek wisata bahari, dan Prosedur birokrasi yang panjang
untuk mendapatkan “Cruising Approval for Indonesian Territory – CAIT”(izin
menjelajah di wilayah Indonesia) (political clearance/izin politik; security
clearance/izin keamanan; and sailing permit/izin berlayar).
Padahal di sisi lain, ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan
mengembangkan wisata bahari di Indonesia, yakni:
1. Dapat mendatangkan wisatawan dalam jumlah besar, yang berarti mendatangkan
devisa bagi negara.
2. Mempromosikan Indonesia dengan memanfaatkan potensi wisata bahari.
3. Membuka akses ke objek-objek wisata.
4. Dapat mengembangkan potensi ekonomi pulau-pulau kecil. Khusus, terhadap
aspek ekonomi akan dapat meningkatkan ekonomi lokal dan nasional, terjadinya
peningkatan kesempatan kerja; mempercepat pertumbuhan kawasan di Indonesia.
Karena memiliki potensi wisata bahari yang sangat besar; dan pada umumnya
tidak membutuhkan infrastruktur pendukung yang kompleks.

C. LANGKAH DAN KEBIJAKAN


Di masa lalu memang perkembangan kepariwisataan di suatu ruang kawasan
tertentu memang sering tanpa kiprah perencanaan (yang matang). Perubahan
lingkungan hidup/sumber daya alam sebagai akibat dari suatu perkembangan
kepariwisataan dan merupakan dampak baik terhadap lingkungan hidup biogeofisik
dan sumber daya alam, maupun lingkungan hidup sosial ekonomi dan budaya
penduduk setempat memang tidak pernah secara metodologis dipertimbangkan
sebagai bagian dari proses perencanaan yang tak bisa terpisahkan. Apalagi menjadi
bagian yang menyatu dengan upaya pengelolaan kepariwisataan.
Apabila hal ini terus berlangsung dalam kecenderungan pariwisata pantai dan laut
yang makin cenderung menuju pairwisata-masal, dampak biogeofisik dan sosial
ekonomi dan budaya secara negatif dari kegiatan wisata pantai dan laut akan tak bisa
terhindarkan lagi. Yang patut diperhitungkan pula adalah kenyataan bahwa wisnus
bukan hanya bisa berkunjung secara masal, namun juga datang berbondong secara
bermusim saja. Biasanya wisnus datang berbondong-bondong secara masal hanya
dalam suatu musim (libur) yang relatif pendek sehingga upaya untuk mengatasi
peningkatan pelayanan dan pengelolaan wisata itu tak terhindarkan dan amat
melonjak dan serentak.
Namun kemudian semua upaya itu mereda secara mendadak pula untuk
keperluan pemenuhan gejala masal berjangka pendek. Sambil para wisatawan-masal
yang datang dan pergi secara singkat ini meninggalkan tapak dan jejak yang
mengotori, mencemarkan, merusak DTW karena kedatangannya yang berbondong itu.
Karena itu, kewaspadaan terhadap dampak lingkungan dalam upaya menghadapi
pengembangan wisata pantai dan laut (WISATA BAHARI) untuk menerima
kunjungan wisatawan-masal menjadi sangat penting guna memelihara keberlanjutan
kualitas lingkungan hidup/sumber daya alam wisata tropika khususnya, dan menjamin
pembangunan (ekonomi) berkelanjutan umumnya.
Dari uraian tersebut di atas kewaspadaan terhadap dampak lingkungan dari
pengembangan wisata bahari tampak tidak hanya memerlukan pandangan tentang
perlunya proses perencanaan dan perancangan diperkenalkan dan digalakkan,
melainkan juga memerlukan cara pandang dan langkah-langkah strategis. Cara
pandang ini harus mampu mengantisipasi perkembangan wisata bahari ini sebagai
potensi nasional dan global yang bisa menerobos masalah lintas-sektor dan
lintas-budaya (bangsa) dalam perjalanan ruang dan waktu. Inilah tantangan berat yang
akan dihadapi Indonesia. Terlebih-lebih penghayatan terhadap pentingnya penataan
ruang kebaharian dimulai dari titik nadir yang masih memprihatinkan. Di ruang
kawasan daratan yang sudah berkembang pun makna tata ruang kawasan, kesulitan
memandang pariwisata sebagai kiprah lintas sektor belum bisa benar-benar
berlangsung secara optimal.
Strategi pengembangan Wisata Bahari Indonesia patut dipandang dari tiga segi
dasar pemikiran dan kenyataan yang kini berlangsung:
1. Tidak ada orang yang berani menyangkal bahwa potensi Wisata Bahari
Indonesia itu besar dan beraneka. Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa
Indonesia memang berwujud Negara Kepulauan itu.
2. Namun juga tidak ada orang yang berani mengatakan betapa besar dan betapa
beranekanya kekayaan alam bahri ini bisa diangkat melalui pengembangan
Wisata Bahari Indonesia itu secara nyata dan kongkrit ? Hal ini berarti bahwa
penelitian dasar tentang kekayaan hayati dan nir-hayati bahari nusantara masih
pada tingkat minimum.
3. Inilah yang patut diperhatikan secara serius. Pada saat Bangsa Indonesia boleh
berbesar hati karena dianugerahi potensi Wisata Bahari Indoensia yang berlimpah,
hanya memang belum sempat mengkongkritkan limpahan potensi itu guna
mampu menarik manfaatnya yang nyata bagi bangsa dan negara. Pada saat yang
sama, kenyataan pahit membuktikan pula bahwa pencemaran dan perusakan
lingkungan dan pemborosan sumber daya alam bahari sudah dan sedang
berlangsung dalam proporsi yang telah memprihatinkan. Bahkan kenyataan ini
sudah menarik perhatian dunia secara regional dan global.
Karena itu, strategi pengembangan Wisata Bahari Indonesia harus memuat,
yakni :
1. Proses persiapan, perencanaan dan perancangan Wisata Bahari Indonesia yang
sesuai dengan arahan Pembangunan Berkelanjutan yang Berwawasan
Lingkungan seperti ditetapkan dalam Tap MPR No. II/1993.
2. Dengan demikian, pengembangan Wisata Bahari Indonesia akan sudah
mengantisipasi secara terpadu kemungkinan terjadinya dampak lingkungan
hidup/sumber daya alam sejak dini, yang digarap sejak tahap pra-rencana,
sehingga upaya untuk mencegah dan mengurangi serta mengendalikan dampak
lingkungan hidup/sumber daya alam sebagai bagian dari pengembangan Wisata
Bahari Indonesia yang tak terpisahkan dapat dilaksanakan.
3. Studi pra-rencana untuk mendukung Wisata Bahari Indonesia dalam PBBL
(Pembangunan Berkelanjutan yang Berwawasan Lingkungan) tersebut, sekaligus
akan memberikan data dasar dan masukan yang berharga atas potensi Wisata
Bahari Indonesia itu sendiri khususnya, dan menambah hanya pengetahuan alam
bahari Nusantara pada umumnya yang memang masih sangat kurang.
4. Pengembangan Wisata Bahri Indonesia lebih diarahkan dan dipacu guna menuju
upaya pengembangan Ekowisata/Wisata Ramah Lingkungan yang justru berpola
pada upaya pemanfaatan optimal yang sekaligus menyelamatkan lingkungan daya
alam bahari. Pengembangan Wisata Bahari Indonesia tidak ditujukan untuk
menambah parah pencemaran dan perusakan lingkungan hidup dan pemborosan
sumber daya alam bahari.
5. Dalam rangka pengendalian dampak sosial ekonomi dan budaya, pengembangan
Wisata Bahari Indonesia harus ditujukan pada upaya meningkatkan pemerataan
kesempatan, pendapatan, peran serta dan tanggung jawab masyarakat setempat
yang terpadu dengan upaya pemerintah (Daerah) dan dunia usaha yang relevan,
dalam mengembangkan Wisata Bahari Indonesia maupun dalam pengelolaan
lingkungan hidup/sumber daya alam baharinya.

D. CONTOH TEMPAT WISATA BAHARI YANG ADA DI


INDONESIA
1. Kepulauan Seribu, DKI Jakarta
Wisata bahari yang sangat ideal untuk di kepulauan Seribu adalah selancar, cruise
regional, memancing, dan olahraga bahari. Untuk itu program pengembangan di
kawasan ini antara lain perencanaan tata ruang yang sangat jelas antara arean
konservasi dan pengembangan yang disertai taman nasional. Serta pengembangan
untuk fasilitas air adalah marina, yacht, kapal phinisi dan sea plane untuk kegiatan
olah raga air.
2. Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat

Kawasan wisata bahari di kepulauan ini sangat ideal untuk kegiatan menyelam.
Pengembangan kawasan wisata bahari ini dengan pola partnership MNC (Multi
National Companies) yang melibatkan pelaku industri Wisata Bahari, pemerintahan
daerah dan masyarakat setempat.
3. Kepulauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara
Taman Nasional Wakatobi merupakan salah satu dari 50 taman nasoinal di
Indonesia, yang terletak di kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Taman nasional
ini ditetapkan pada tahun 2002, dengan total area 1,39 juta ha, menyangkut
keanekaragaman hayati laut, skala dan kondisi karang; yang menempati salah satu
posisi prioritas tertinggi dari konservasi laut di Indonesia. Kedalaman air di taman
nasional ini bervariasi, bagian terdalam mencapai 1.044 meter di bawah permukaan
air laut.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Banyaknya kendala yang akan menghadang kemajuan wisata bahari di Indonesia.
Sehingga untuk memajukan wisata bahari di Indonesia perlu langkah-langkah dan
strategi yang diharapkan secara garis besar dapat menciptakan dan mendorong
pertumbuhan ekonomi selain itu sebagai perwujudan untuk melestarikan kekayaan
alam sehingga tetap tercapai keseimbangan antara perlindungan, pengawetan dan
pemanfaatan yang lestari untuk diri kita, masyarakat, bangsa, dan generasi penerus
dimasa mendatang.

Você também pode gostar