Você está na página 1de 4

A.

Aliran Psikologi Kognitif


1. Teori Piaget
Menurut Jean Piaget, bahwa struktur kognitif sebagai skemata (schemas)
yaitu kumpulan dari skema-skema. Seorang individu dapat mengikat, memahami,
dan memberikan respon terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata
ini.
Tahap Pra-Operasional Piaget, yaitu berlangsung dari usia 2 hingga 7 tahun,
merupakan tahap kedua menurut Piaget. Dalam tahap ini anak-anak mulai
merepresentasikan dunia dengan menggunakan kata-kata, bayangan dan gambar.
Mereka membentuk konsep yang stabil dan mulai bernalar. Pada saat yang
bersamaan, dunia kognitif anak kecil didominasi oleh egosentrisme dan keyakinan
magis. Egosentrisme adalah ketidakmampuan membedakan antara perspektifnya
sendiri dan perspektif orang lain. Tahap ini dapat dibagi ke dalam dua subtahapan:
subtahapan fungsi simbolik, dan subtahapan pemikiran intuitif.
Subtahap fungsi simbolik, merupakan subtahap pertama dari pemikiran pra-
operasional, yang terjadi antara usia 2 hingga 4 tahun. Menurut Carlson dan
Zelazo (2008) dalam subtahap ini anak kecil memeperoleh kemampuan untuk
membayangkan penampilan objek yang tidak hadir secara fisik. Kemampuan ini
secara cepat dapat memperluas dunia mental anak.
Subtahap berpikir intuitif, adalah subtahap kedua dari berpikir pra-operasional
dan berlangsung ketika anak berusia antara 4 hingga 7 tahun. Pada subtahap ini,
anak-anak mulai menggunakan penalaran intuitif dan ingin mengetahui jawaban
terhadap segala jenis pertanyaan.

Pemusatan dan keterbatasan pemikiran pra-operasional


Salah satu keterbatasan pemikiran pra-operasional adalah pemusatan, yakni
memusatan atensi pada sebuah karakteristik sehingga mengesampingkan
karakteristik lainnya. Pemusatan adalah gejala yang paling jelas muncul pada anak-
anak kecil yang belum memiliki konservasi, yakni kesadaran bahwa mengubah suatu
objek atau suatu substansi tidak mengubah properti dasarnya. Sebagai contoh, orang
dewasa pasti memahami betul bahwa jumlah cairan akan tetap sama meskipun
bentuk wadahnya berbeda. Hal ini tidak jelas bagi anak-anak kecil. Mereka justru
terpaku pada ketinggian cairan yang berada di dalam wadah, mereka memfokuskan
karakteristik wadah sehingga mengesampingkan karakteristik lainnya.
2. Teori Bruner
Jerome S Brunner dengan metode penemuannya. Dalam belajar matematika
siswa harus menemukan sendiri. Menemukan di sini terutama adalah menemukan
lagi (discovery), bukan menemukan yang baru (invention). Karena itu, materi yang
disajikan kepada siswa itu bentuk akhirnya, atau cara mencaritahunya itu tidak
diberitahukan. Jika guru membawakan sesuatu itu dengan metode penemuan, maka
guru harus lebih banyak bertindak membimbing daripada memberi tahu.
Operasi formal Bruner membagi dunia anak ke dalam tiga mode yang
berurutan. Ketiga mode itu ialah enaktif, ikonik, dan simbolik.
- Mode enaktif. Mode enaktif adalah sajian dunia anak yang macamnya adalah
gerak, serupa dengan tahap sensori motor dari Piaget. Keterlibatan anak dengan
benda-benda yang untuk pertama kali anak kenal, seperti mnegutak-atik,
memanispulasikan, menyusun, dan sebagainya itu, pada mode enaktif ini, masih
dalam gerak refleks dan coba-coba, belum harmonis.
- Mode ikonik adalah sajian dunia anak yang macamnya adalah persepsi statik,
serupa dengan tahap praoperasi dari Piaget. Pada mode ini, representasi dunia
anak mengenai benda-benda (yang dikenalnya pada tahap enaktif) gambarnya,
atau bahasa lisan itu masih berupa persepsi statik, belum operasional, seperti
belum dapat: mengurutkan, memahami hukum kekekalan, mengelompokkan,
membuat hipotesis, menarik kesimpulan, dan sebagainya.
- Mode simbolik adalah sajian dunia anak yang macamnya adalah bahasa dan
simbol, ini sesuai dengan tahap operasi (operasi kongkrit dan formal dari
Piaget). Pada mode ini, siswa sudah bisa melakukan operasi mental.
Terdapat dalil-dalil yang timbul sebagai hasil pengamatan Bruner ke sekolah-
sekolah dan hasil percobaan teman-temannya. Dalil-dalil itu ialah:
1) Dalil penyusunan (Construction theorem)
2) Dalil notasi (Notation theorem)
3) Dalil pengkontrasan dan keanekaragaman (Contrast dan variation theorem)
4) Dalil pengaitan (Connectivity theorem)

3. Teori Dienes
Zoltan P. Dienes mengenai pengajaran matematika, lebih mengutamakan
kepada pengertian, sehingga matematika itu lebih mudah dipelajari dan lebih
menarik. Dienes menyatakan bahwa konsep adalah struktur matematika yang terdiri
dari tiga macam, yaitu konsep murni matematika (pure mathematical concept),
konsep notasi (notational concept), dan konsep terapan (applied concept). Konsep
murni matematika berkenaan dengan mengelompokkan bilangan dan hubungan
antara bilangan tanpa mempertimbangkan bagaimana bilangan itu disajikan (ditulis).
Konsep notasi adalah sifat-sifat bilangan sebagai akibat dari bilangan itu disajikan.
Sedangkan konsep terapan ialah aplikasi konsep murni dan konsep notasi dalam
pemecahan soal-soal matematika dan dalam bidang studi lain yang berhubungan.
Menurut Dienes, konsep matematika tidak dapat dijelaskan menurut stimulus-
respons. Dienes percaya bahwa semua abstraksi yang berdasarkan kepada situasi dan
pengalaman kongkrit, prinsip penjelmaan banyak (Multiple Embodiment Principle)
adalah suatu prinsip yang bila diterapkan oleh guru untuk setiap konsep yang
diajarkan akan menyempurnakan penghayatan siswa terhadap konsep tersebut.
Dienes berpendapat bahwa terdapat enam tahapan dalam belajar dan
mengajarkan konsep matematika. Tahap-tahap itu ialah:
1) Bermain bebas, adalah tahap permulaan anak-anak belajar matematika. Anak-
anak bermain dengan benda-benda kongkrit model matematika. Mereka belajr
bebas, tidak diatur, dan tidak diarahkan. Siswa belajar konsep matematika dengan
memanipulasikan benda-benda kongkrit.
2) Permainan, dimulai setelah tahap bermain bebas. Pada tahap ini anak mulai
mengamati pola, sifa-sifat kesamaan/ketidaksamaan, keteraturan/ketidakteraturan
suatu konsep yang diwakili (disajikan) oleh benda-benda kongkrit.
3) Penelaahan sifat bersama. Pada tahap ini siswa belajar melihat sifat bersama dari
setiap konsep yang disajikan oleh benda-benda kongkrit itu sehingga ia dapat
menghayatinya. Sehingga akhirnya diharapkan ia mampu menunjukkan contoh
dan bukan contoh.
4) Representasi. Pada tahap ini siswa belajar membuat pernyataan tentang sifat
bersama atau konsep yang ditemukan pada tahap penelaahan sifat bersama.
Pernyataan itu ialah representasi yang dapat berupa diagram atau lisan.
5) Penyimbolan. Pada tahap ini siswa belajar membuat simbol dari representasi yang
dinyatakan sebelumnya.
6) Pemformalan, maksudnya ialah tahap di mana siswa belajar mengorganisasikan
konsep-konsep matematika secara formal sehingga sampai pada aksioma, dalil,
atau teori.
4. Van Hiele
Van Hiele dalam pengajaran geometri. Dari penelitian disertasinya mengenai
geometri, ia menyimpulkan bahwa terdapat lima tahap pemahaman geometri. Tahap-
tahap atau perkembangan mental siswa dalam memahami geometri itu adalah:
1) Tahap pengenalan. Pada tahap ini siswa sudah mengenal bentuk-bentuk geometri,
tetapi belum bisa memahami sifat-sifatnya.
2) Tahap analisis. Pada tahap ini, siswa sudah memahami sifat-sifat konsep atau
bentuk geometri, tetapi ia belum memahami hubungan antara bentuk-bentuk
geometri itu.
3) Tahap pengurutan. Pada tahap ini, siswa sudah dapat mengurutkan bentu-bentuk
geometri yang satu sama lain berhubungan, tetapi pada tahap ini berfikir secara
deduktifnya belum berkembang dengan baik, baru mulai.
4) Tahap deduksi. Pada tahap ini, siswa dapat memahami pentingnya deduksi
(mengambil kesimpulan secara deduktif). Matematika adalah ilmu deduktif.
Karena itu, pengambilan kesimpulan, pembuktian dalil, dan lain lain harus
dilakukan secara deduktif. Pada tahap ini siswa sudah dapat memahami
pentingnya mengambil kesimpulan secara deduktif itu, karena misalnya ia dapat
melihat bahwa kesimpulan yang diambil secara induktif itu mungkin bisa keliru.
Pada taha ini juga siswa sudah dapat memahami pentingnya unsur-unsur yang
tidak didefinisikan, unsur-unsur yang didefinisikan, aksioma atau postulat, dan
dalil. Tetapi, siswa belum bisa mengerti sesuatu itu dijadikan postulat atau dalil,
jadi ia belum memahami pentingnya suatu sistem deduktif.
5) Tahap keakuratan (rigor). Pada tahap ini siswa sudah dapat memahami bahwa
adanya ketepatan (presisi) dari apa-apa yang mendasar itu penting.

Você também pode gostar