Você está na página 1de 10

Bakat VS Kerja Keras, Mana yang Lebih

Penting Untuk Kesuksesan?


Keberhasilan adalah hal yang diinginkan oleh semua orang. Mendapatkan pencapaian dalam
karir, pendidikan dan kehidupan personal tentu terasa menyenangkan. Beberapa orang
mengatakan bahwa kunci keberhasilan adalah semangat untuk selalu bekerja keras. Asal
kamu gigih bekerja, maka lama-kelamaan kamu pasti akan sukses.

Namun ada juga pendapat lain yang bilang bahwa kerja keras saja tidak pernah cukup. Kamu
butuh bakat natural untuk bisa sukses. Nah loh, mana yang bener coba? Kalau memang hanya
bakat yang diperlukan, orang-orang tanpa bakat nggak perlu repot-repot kerja keras dong.
Toh gak bakal berhasil juga. Sebelum bingung atau malah patah arang, baca dulu deh artikel
ini.

Selama Ini Kita Percaya Bahwa Kerja Keras Adalah Kunci


Keberhasilan

Asal bekerja keras kamu pasti berhasil via www.cgap.org

Sebuah riset yang dilakukan sekitar 20 tahun lalu di Florida State University mengungkapkan
bahwa latihan dan kerja keras adalah kunci kesuksesan. Psikolog asal Amerika bernama
K.Anders Ericsson melakukan observasi pada mahasiswa sebuah akademi musik yang
mengambil jurusan Biola. Ia menghubungkan prestasi mahasiswa dengan banyaknya waktu
yang telah mereka dedikasikan untuk berlatih.
Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa mereka yang berhasil menjadi yang terbaik
di angkatannya pada usia 20 tahun adalah mereka yang rajin berlatih. Para pemain biola
terbaik menghabiskan tidak kurang 10.000 jam untuk berlatih. Mereka yang biasa-biasa saja
berlatih biola selama 8.000 jam, sedang yang kurang mahir bermain hanya menghabiskan
5.000 jam untuk berlatih.

Malcom Gladwell: Kamu Perlu Minimal 10.000 Jam Untuk


Ahli Di Bidang Tertentu

10.000 jam latihan agar ahli di bidang tertentu via bitterfiling.altervista.org

Temuan diatas juga dibenarkan oleh Malcom Gladwell dalam buku fenomenalnya,
Outliers. Dalam buku tersebut Gladwell menggaris bawahi pentingnya mendedikasikan
waktu minimal 10.000 jam untuk berlatih jika seseorang ingin menjadi ahli di bidang
tertentu.

“Berlatih bukanlah melakukan sesuatu satu kali, lalu merasa bagus dan berhenti. Justru hal
yang kamu lakukan itulah yang akan membuatmu memukau”
Pentingnya berlatih ala Gladwell via 1.bp.blogspot.com

Gladwell juga mengungkapkan bahwa tingkat intelejensia tidak akan membantu seseorang
untuk sukses. IQ hanyalah angka yang tidak berarti apa-apa.

“Tingginya IQ itu cuma sekedar angka. Saat seseorang sudah mencapai angka kecerdasan
kognitif 120, maka sudah. Memiliki IQ tambahan diatas 120 tidak akan membuat seseorang
lebih baik dalam persaingan kerja yang sesungguhnya”

Inilah yang selama ini kita yakini bersama: semua orang bisa sukses. Asal mau bekerja keras.
Temuan Mengejutkan: Yang Kamu Butuhkan Ternyata
CUMA Bakat

Ternyata yang kamu butuhkan cuma bakat via 1.bp.blogspot.com

Pada tahun 2011 harian New York Times melansir sebuah temuan mengejutkan yang
membantah semua fakta diatas. David Lubinski dan Camilla Benbow, peneliti dari Vanderbilt
University melakukan penelitian pada 2.000 anak muda yang bisa menjawab 99,9% tes SAT
dengan benar pada usia 13 tahun.

SAT adalah tes standarisasi yang digunakan untuk masuk ke universitas di Amerika. Dalam
tes SAT seseorang akan diuji kemampuan logika, membaca kritis, matematika dasar dan
menulis akademik. Mereka yang bisa mendapatkan skor tinggi di tes ini biasanya adalah
mereka yang memiliki IQ tinggi. Bahkan psikolog Howard Gardner mengatakan tes SAT
hanya berbeda tipis dari tes IQ.
David Lubinski dan Camilla Benbow via www.vanderbilt.edu

Lubinski dan Benbow mengikuti perkembangan 2.000 anak dengan nilai SAT hampir
sempurna ini. Mereka berusaha melihat kolerasi antara nilai SAT yang tinggi dengan
pencapaian dalam pendidikan dan dunia kerja yang sebenarnya. Hasilnya cukup membuat
mata terbelalak.
Mereka yang menjawab 99,9% tes SAT dengan benar pada usia 13 tahun memiliki
kesempatan 3-5 kali lebih besar untuk sukses dibanding mereka yang hanya bisa menjawab
91% pertanyaan dengan benar. 2000 anak ini ternyata lebih punya kesempatan untuk
mendapat gelar doktor, menerbitkan jurnal ilmiah, menulis karya sastra hingga menciptakan
sesuatu yang bisa dipatenkan.

Bakat Berpengaruh Pada Working Memory Capacity

Pemain berbakat lebih mudah mengingat notasi via 31.media.tumblr.com

Untuk mendapatkan hasil yang lebih meyakinkan harian The New York Times mengadakan
riset lanjutan. Tim riset melakukan percobaan pada pianis untuk mengingat notasi lagu,
kemudian memainkannya tanpa persiapan sebelumnya. 50% keterampilan pianis memang
datang dari banyaknya waktu yang ia gunakan untuk latihan.

Namun, mereka dengan bakat alami ternyata mampu bermain lebih baik meski tanpa
persiapan. Jika kamu menandingkan 2 pianis dengan waktu latihan sama, namun dengan
bakat alami yang berbeda — maka yang akan memiliki performa lebih baik untuk mengingat
notasi dan bermain tanpa persiapan adalah dia dengan bakat alami.

Ternyata bakat dan tingginya IQ berpengaruh pada working memory capacity. Yaitu
kemampuan mengingat informasi saat sedang melakukan kegiatan lain, kemudian melakukan
perintah sesuai informasi baru tersebut. Pemain piano tanpa bakat alami ternyata 7% lebih
lemah untuk mengingat notasi lagu yang belum dikenal untuk kemudian memainkannya.

Lalu, Gak Perlu Kerja Keras Lagi Dong Kalau Merasa


Tidak Punya Bakat?

Perdebatan soal bakat dan kerja keras ini memang mirip perdebatan antara ayam dan telur.
Tidak akan ada ujungnya. Memang terkadang penemuan yang dihasilkan oleh sains bukanlah
sesuatu yang ingin kita dengar dan kita percayai. Tapi hey, itu memang fakta yang harus
diterima.

Kalau kamu merasa hendak patah arang, enggan berusaha karena merasa tidak punya bakat
kamu bisa berkaca dari orang-orang ini:
1. Tiger Woods

Woods mulai bermain sejak usia 18 bulan via www.csmonitor.com

Pemain golf terbaik dunia yang mulai bermain golf sejak usia 18 bulan. Ia digembleng
dengan sangat keras oleh ayahnya yang juga berperan sebagai mentor. Baru 18 tahun
kemudian Woods menjadi pemain golf proseional di usia 18 tahun. Kalau dia tidak berlatih
giat dari umur 1,5 tahun bisa jadi nama Tiger Woods tidak pernah ada dalam dunia golf
internasional.
2. Michael Jordan

Jordan bahkan dianggap kurang tinggi untuk jadi pemain profesional via cartelitosface.com

Jordan bahkan direndahkan pelatihnya sendiri di usia 10 tahun. Tinggi badan Jordan dianggap
tidak mencukupi untuk menjadi pemain profesional. Ia bahkan tidak terpilih untuk jadi
pemain utama di liga SMA nya. Walau tidak punya bakat alami sebagai pemain basket, tapi
kerja keraslah yang membuat Jordan berhasil. Ia benar-benar mendedikasikan waktunya
untuk basket.

Jordan selalu datang ke sekolah pagi-pagi sekali untuk latihan sebelum pelajaran dimulai.
Menyadari dirinya tidak begitu tinggi, Jordan berlatih keras agar punya kecepatan
dan skill yang lebih baik dibanding pemain lain. Jika ditanya soal bakat, Jordan hanya
menjawab:

“Kamu bisa mendapatkan bakat yang tidak tertandingi lewat semangat dan komitmen tinggi
untuk terus berlatih. Lagipula bakat hanya akan membuatmu menang dalam permainan.
Sedang dalam sebuah pertandingan dibutuhkan kerjasama dan kecerdasan”
3. A. Fuadi

A Fuadi, mantan santri bergelar Doktor via failasufah01.files.wordpress.com

Kenal dong sama penulis trilogi Negeri 5 Menara ini? Dia adalah orang Indonesia yang
memiliki keyakinan bahwa setiap tujuan pasti bisa diperoleh, asal bersungguh-sungguh. A.
Fuadi membuktikan bahwa dengan kerja keras dan semangat dia yang berangkat dari latar
belakang santri di Pesantren Gontor bisa menempuh pendidikan hingga tingkat Doktor di
Amerika dan London.

A. Fuadi bukanlah anak jenius yang ahli di semua bidang pelajaran. Dia bahkan baru mulai
belajar Bahasa Inggris saat nyantri di Gontor. Beasiswa juga tidak langsung didapatnya, ia
berkali-kali gagal sebelum berhasil. Walau begitu kerja keras dan kesungguhan mampu
mengantarkannya ke titik kesuksesan.

Jadi, gak ada salahnya dong tetap bekerja keras? Punya bakat memang akan memudahkan
tercapainya keberhasilan. Tapi sudah banyak juga yang membuktikan keampuhan semangat
dan kerja keras. Tergantung kamu aja gimana menyikapinya.

Você também pode gostar