Você está na página 1de 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pasar nasional yang semakin terbuka adalah dampak dari proses globalisasi ekonomi

semakin menumbuhkan minat untuk melakukan kegiatan bisnis. Kegiatan bisnis yang tengah

berkembang di Indonesia, akan memicu terjadi persaingan yang sangat ketat dan kadang kala

akibat dari ketatnya persaingan dapat menyebabkan pelaku bisnis menghalalkan segala cara

untuk mencapai tujuannya, akibatnya terjadilah persaingan yang tidak sehat dalam bisnis.

Persaingan yang tidak sehat ini dapat merugikan orang banyak, selain itu juga dalam jangka

panjang dapat merugikan pelaku bisnis itu sendiri. Permasalahan etika ini tidak hanya ada pada

bisnis skala kecil, namun tidak jarang bisnis dalam skala besarpun mengahadapi permasalahan

yang sama yaitu permasalah etika dalam bisnis. Tina Dacin (2011:1) mengatakatan bahwa

penipuan tetap merupakan masalah yang sulit dipecahkan dan mahal dalam organisasi saat ini.

Sebuah survey menemukan bahwa sekitar sepertiga dari organisasi di seluruh dunia adalah

korban dari kejahatan ekonomi.

Bisnis merupakan suatu hal yang tidak dapat terlepas dari masyarakat, dalam kata lain

masyarakat merupakan bagian dalam bisnis dan sebaliknya. Karena bisnis tidak dapat terlepas

dari masyarakat maka bisnis seharusnya patuh pada norma-norma yang ada di masyarakat. Tata

hubungan bisnis dengan masyarakat yang tidak dapat dipisahkan tersebut telah menciptakan

etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnis, baik etika bisnis antar sesama pelaku bisnis ataupun

etika bisnis terhadap masyarakat, baik dalam hubungan langsung maupun tidak langsung.

Dalam beberapa dekade kebelakang, etika bisnis telah menjadi isu yang begitu hangat

dan penting dalam sebuah perusahaan. Dalam menjalankan kegiatan bisnis tentunya

perusahaan harus berusaha untuk menghindari efek negatif kepada masyarakat yang berada

1
diseklilingnya. Masyarakat yang dimaksud di sini adalah para pekerja, perusahaan lain,

pelanggan, pemasok, investor dan masyakarat atau penduduk disekitarnya.

Bisnis yang etis adalah bisnis yang dapat memberi manfaat maksimal pada lingkungan,

bukan sebaliknya, menggerogoti keserasian lingkungan. Kerusakan lingkungan pada dasarnya

berasal dari dua sumber yaitu polusi dan penyusutan sumber daya. Etika lingkungan disini tidak

hanya membicarakan mengenai perilaku manusia terhadap alam, namun berbicara mengenai

relasi diantara semua kehidupan alam semesta, antara manusia dengan manusia yang

mempunyai dampak terhadap alam, dan antara manusia dengan makhluk lain atau dengan alam

secara keseluruhan, termasuk dengan kebijakan politik dan ekonomi yang berhubungan atau

berdampak langsung atau tidak dengan alam.

Masalah sekitar lingkungan hidup kita sadari bagaimana industri mengakibatkan

timbulnya kota–kota yang suram dan kotor. Tempat penghunian yang ada disekitar pabrik–

pabrik diasosiasikan dengan suasana asap, jelaga, dan bau tak sedap. Keadaan suram dan gelap

didaerah industri pada waktu dulu sering dipertentangkan dengan keadaan romantis dikawasan

pertanian dan perternakan. Jika didaerah pertanian bau pupuk alam kadang–kadang bisa

menyengat hidung juga tetapi faktor kurang bagus itu hanya bersifat sementara dan hilang

dalam suatu suasana menyeluruh yang positif. Sekarang polusi yang disebabkan oleh industri

mencapai tahap global dan tak terbatas pada beberapa industri saja.

Cara berproduksi besar-besaran dalam industri modern dulu mengandaikan begitu saja

dua hal yang sekarang diakui sebagai kekeliruan besar. Pertama bisnis modern mengandaikan

bahwa komponen – komponen lingkungan seperti air dan udara merupakan barang umum

sehingga boleh dipakai seenaknya saja. Kedua diandaikan pula bahwa sumber alam seperti air

dan udara itu tidak terbatas.

2
Masalah-masalah terkait antara bisnis dan kerusakan lingkungan merupakan masalah

kekinian yang patut diselesaikan sesegera mungkin, khususnya di indonesia. Berbagai

persoalan menyangkut kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh kalangan pebisnis kerap kali

memiliki sangkut paut dengan cara dan etika dalam menjalankan bisnisnya. Binis yang baik

(good business) adalah bisnis yang membawa banyak keuntungan jika di tinjau dari sektor

ekonomi, bisnis yang baik adalah bisnis yang menaati hukum serta peraturan yang berlaku,

juga merupakan bisnis yang baik jika baik secara moral dan etika dalam aktivitas bisnisnya.

Maksimalisasi keuntungan merupakan salah satu prinsip dalam kapitalisme, dalam

pijakan teori ini segala cara dapat dilakukan untuk memperoleh keuntungan yang sebenarnya

(sesuai dengan prinsip ekonomi, dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya berusaha

memperoleh hasil yang sebesar-besarnya). Efek dari mencari keuntungan yang sebesar-

besarnya adalah terjadinya eksploitasi tenaga kerja, ekploitasi lingkungan, serta konsumen.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa masalah dalam krisis lingkungan hidup?

2. Apakah dasar etika dan hukum lingkungan hidup?

3. Bagaimanakah keterkaitan lingkungan hidup dan ekonomi?

4. Bagaimana implementasi tanggung jawab terhadap lingkungan hidup?

3
BAB II

TELAAH PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

a. Etika

Secara etimologi (asal kata) etika berasal dari kata “ethicus” (Bahasa Latin) dan

“eticos” (Bahasa Yunani) yang memiliki makna “kebiasaan”. Menurut Harmon Chaniago

(2013:237) etika adalah nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, didasarkan pada

kebiasaan mereka. Hal ini dipertegas oleh Barten dalam Gustina (2008:138) “etika dapat

diartikan sebagai nilai-nilai dan norma-norma moral dalam suatu masyarakat. Di sini

terkandung arti moral atau moralitas seperti apa yang boleh dilakukan, apa yang tidak boleh

dilakukan yang pantas atau tidak, dan sebagainya.”

Dari beberapa definisi di atas mengenai etika, dapat kita tarik kesimpulan bahwa etika

adalah hal yang penuh dengan pandangan atau nilai yang dianut oleh masyarakat, di mana dasar

nilai itu dibangun dari kebiasaan yang mereka lakukan. Membahas mengenai etika, maka kita

akan masuk pada ranah kebiasaan yang terjadi pada suatu masyarakat, etika akan berbicara

mengenai benar atau salah. Kebiasaan yang berlaku disuatu tempat biasanya mengacu pada

adat istiadat, norma, peraturan, budaya dan lainnya. Semakin seseorang sesuai dengan

kebiasaan setempat, maka dapat dikatakan ia semakin beretika di tempat yang bersangkutan.

b. Prinsip-prinsip Etika dan Perilaku Bisnis

Menurut pendapat Michael Josephson dalam Pandji (2007:125), secara universal, ada 10

prinsip etika yang mengarahkan perilaku, yaitu :

1. Kejujuran, yaitu penuh kepercayaan, tidak curang, dan tidak berbohong.

2. Integritas, yaitu memegang prinsip, melakukan kegiatan terhormat, tulus hati, berani

dan penuh pendirian, tidak bermuka dua, tidak berbuat jahat dan saling percaya.

4
3. Memelihara janji, yaitu selalu menaati janji, patut dipercaya, penuh komitmen, patuh.

4. Kesetiaan, yaitu hormat dan loyal kepada keluarga, teman, karyawan, dan negara;

jangan menggunakan atau memperlihatkan informasi yang diperoleh dalam

kerahasiaan; begitu juga dalam suatu konteks professional, jaga/lindungi kemampuan

untuk membuat keputusan professional yang bebas dan teliti, hindari hal yang tidak

pantas dan konflik kepentingan.

5. Kewajaran/Keadilan, yaitu berlaku adil dan berbudi luhur, bersedia untuk mengakui

kesalahan; dan memperlihatkan komitmen keadilan, persamaan perlakuan individual

dan toleran terhadap perbedaan, jangan bertindak melampaui batas atau mengambil

keuntungan yang tidak pantas dari kesalahan atau kemalangan orang lain. Seema Gupta

(2010:11) menyatakan bahwa konsep keadilan secara tradisional telah berkaitan dengan

hak dan kewajiban.

6. Suka membantu orang lain, yaitu saling membantu, barbaik hati, belas kasihan, tolong

menolong, kebersamaan, dan menghindari segala sesuatu yang membahayakan orang

lain.

7. Hormat kepada orang lain, yaitu menghormati martabat manusia, menghormati

kebebasan dan hak untuk menentukan nasib sendiri bagi semua orang, bersopan santun,

jangan merendahkan diri seseorang, jangan memperlakukan seseorang dan jangan

merendahkan martabat orang lain.

8. Kewarganegaraan yang bertanggung jawab, yaitu selalu mentaati hukum/aturan,

penuh kesadaran sosial, menghormati proses demokrasi dalam mengambil keputusan.

9. Mengejar keunggulan, yaitu mengejar keunggulan dalam hal baik dalam pertemuan

personal maupun pertanggungjawaban professional, tekun, dapat

dipercaya/diandalkan, rajin dan penuh komitmen, melakukan semua tugas dengan

5
yang terbaik berdasar kemampuan, mengmbangkan, dan memperhahankan tingkat

kompetensi yang tinggi.

10. Dapat dipertanggung jawabkan, yaitu memilki tanggung jawab, menerima tanggung

jawab atas keputusan dan konsekuensinya, dan selalu mencari contoh.

Sementara itu Sonny Keraf dalam Sorta (2008:18) menyebutkan bahwa umum ada lima

prinsip etika bisnis, yaitu:

1. Prinsip Otonomi

2. Prinsip Kejujuran

3. Prinsip Keadilan

4. Prinsip Saling Menguntungkan, dan

5. Prinsip Integritas Moral.

c. Lingkungan Hidup

Lingkungan hidup adalah lingkungan di sekitar manusia, tempat dimana organisme

berkembang dan berinteraksi. Definisi lain ada yang menyatakan bahwa lingkungan hidup

adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk

manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan

manusia serta makhluk hidup lain.

Istilah lingkungan hidup pertama kali dimunculkan oleh Ernest Haeckel, seorang murid

Darwin pada tahun 1866, yang menunjuk kepada keseluruhan organisme atau pola hubungan

antar organisme dan lingkungannya. Ekologi berasal dari kata oikos dan logos, yang secara

harfiah berarti ”rumah” dan “lingkungan”. Ekologi sebagai ilmu berarti pengetahuan tentang

lingkungan hidup atau planet bumi ini sebagai keseluruhan. Jadi lingkungan harus selalu

dipahami dalam arti oikos, yaitu planet bumi ini. Sebagai oikos, bumi mempunyai dua fungsi

yang sangat penting, yaitu sebagai tempat kediaman (oikoumene) dan sebagai sumber

kehidupan (oikonomia/ ekonomi).

6
Lingkungan hidup di bumi dibagi menjadi tiga kelompok dasar, yaitu lingkungan fisik

(physical environment), lingkungan biologis (biological environment), dan lingkungan sosial

(social environment). Di zaman modern ini teknologi dianggap mempunyai lingkungannya

sendiri yang disebut teknosfer, yang kemudian dianggap mempunyai peran penting dalam

merusak lingkungan fisik.

d. Prinsip Etika Lingkungan Hidup

Prinsip ini menjadi pegangan dan tuntutan bagi perilaku kita dalam berhadapan dengan

alam, baik perilaku terhadap alam secara langsung maupun perilaku terhadap sesama manusia

yang berakibat tertentu terhadap alam, yaitu:

1. Sikap Hormat terhadap Alam (Respect for Nature)

Pada dasarnya semua teori etika lingkungan mengakui bahwa alam semesta perlu untuk

dihormati. Secara khusus sebagai pelaku moral, manusia mempunyai kewajiban moral

untuk menghormati kehidupan, baik pada manusia maupun makhluk lain dalam

komunitas ekologis seluruhnya.

2. Prinsip Tanggung Jawab (Moral Responsibility for Nature)

Kelestarian dan kerusakan alam merupakan tanggung jawab bersama seluruh umat

manusia. semua orang harus bisa bekerja sama bahu membahu untuk menjaga dan

melestarikan alam dan mencegah serta memulihkan kerusakan alam.

3. Solidaritas Kosmis (Cosmic Solidarity)

Dalam diri manusia timbula perasaan solider, senasib sepenanggungan dengan alam

dan sesama makhluk hidup lain. Prinsin ini bisa mendorong manusia untuk

menyelamatkan lingkungan dan semua kehidupan di alam ini.

4. Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian (Caring for Nature)

7
Prinsip ini adalah sikap yang timbul dalam diri seseorang melalui hati nuraninya untuk

mencintai lingkungan hidup. Prinsip ini tidak didasarkan pada pertimbangan

kepentingan pribadi, tetapi semata-mata demi kepentingan alam.

5. Prinsip “No Harm”

Terdapat kewajiban, sikap solider dan kepedulian, paling tidak dengan tidak melakukan

tindakan yang merugikan atau mengancam makhluk hidup lain.

6. Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras dengan Alam

Prinsip ini menekankan pada nilai, kualitas, cara hidup yang baik, bukan menekankan

pada sikap rakus dan tamak. Ada batas hidup secara layak sebagai manusia, yang

selaras dengan alam.

7. Prinsip Keadilan

Prinsip ini menekankan bahwa terdapat akses yang sama bagi semua kelompok dan

anggota masyarakat untuk ikut dalam menentukan kebijakan pengelolaan dan

pelestarian serta pemanfaatan sumber daya alam.

8. Prinsip Demokrasi

Prinsip ini terkait erat dengan hakikat alam, yaitu keanekaragaman dan pluralitas.

Demokrasi memberi tempat seluas-luasnya bagi perbedaan, keanekaragaman dan

pluralitas. Prinsip ini sangat relevan dengan pengambilan di bidang lingkungan dan

memberikan garansi bagi kebijakan yang pro lingkungan hidup

9. Prinsip Integritas Moral

Prinsip ini menekankan kita agar mempunyai sikap dan perilaku yang terhormat serta

memegang teguh prinsip-prinsip moral yang mengamankan kepentingan public untuk

menjamin kepentingan di bidang lingkungan.

8
e. Permasalahn dalam Lingkungan Hidup

Pencemaran dan kemerosotan mutu lingkungan hidup manusia karena ulah manusia

itu sendiri yang merusak habitatnya sendiri. Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi demi

kesejahteraan umat manusia terkadang tanpa disertai dengan wawasan lingkungan yang benar

dan kesadaran yang cukup dalam memanfaatkan sumberdaya alam, hal tersebut tentu akan

menyebabkan kemerosotan mutu lingkungan.

Setidaknya ada enam masalah yang timbul berkaitan dengan lingkungan, yaitu:

1. Akumulasi bahan beracun, adalah bahan sisa (limbah) suatu kegiatan proses produksi

yang mengandung bahan berbahaya dan beracun karena sifat (toxicity, framability,

reactivity, dan corrosivity) dengan jumlah yang banyak dan secara langsung maupun

tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan

kesehatan. Seringkali perusahaan membuang limbahnya ke sungai di sekitarnya, tanpa

terlebih dahulu mengolahnya menjadi tak beracun.

2. Efek rumah kaca, adalah naiknya suhu permukaan bumi. Panas yang diterima bumi

karena penyinaran matahari terhalang oleh partikel-partikel gas yang dilemparkan

dalam atmosfer oleh ulah manusia, sehingga tidak bisa keluar. Penyebabnya

diantaranya adalah karena pembakaran produk-produk minyak bumi dan batu bara. Hal

ini akan berdampak negatif yaitu memperluas padang pasir, melelehkan lapisan es di

kutub serta meningkatkan permukaan air laut.

3. Perusakan lapisan ozon, O3 (ozon) memiliki peranan penting dalam melindungi

kehidupan terhadap sinar ultraviolet dari matahari. Rupanya 80 persen penyinaran ultra

violet dari matahari disaring olehnya. Kerusakan lapisan ozon mengakibatkan radiasi

ultraviolet dari matahari bisa mencapai permukaan bumi, yang akan membawa

pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kehidupan manusia pada umumnya di bumi.

9
Perusakan lapisan ozon disebabkan beberapa sebab yang berbeda, namun yang paling

berpengaruh adalah pelepasan bahan CFC (Clorofluorocarbon) ke dalam udara.

4. Hujan asam, adalah asam dalam emisi industri bergabung dengan air hujan yang

mencemari daerah yang luas, merusak hutan dan pohon pohon lain, mencemari air

danau, merusak gedung gedung, dan sebagainya. Bagi manusia hujan asam bisa

mengakibatkan gangguan saluran pernapasan dan paru paru.

5. Deforestasi dan penggurunan. Penggunaan kayu untuk berbagai keperluan telah

mendorong penebangan hutan secara tak terkendali, yang mengakibatkan hutan

semakin cepat berkurang, termasuk hutan tropis yang menghasilkan kayu kayu yang

berkualitas tinggi. Penebangan hutan (deforestation) secara besar besaran mempunya

dampak penting atas lingkungan hidup, karena dengan demikian maka salah satu fungsi

hutan, yakni meresap karbon dioksida yang disebabkan oleh pembakaran bahan bakar

fosil (industri, kendaraan bermotor)-suatu penyebab penting terjadinya efek rumah

kaca- menjadi terancam. Erosi tanah dapat mengakibatkan juga meluasnya

penggurunan (desertification). Di banyak kota besar di seluruh dunia, termasuk juga

Indonesia, tingkatan air tanah menurun terus karena dipompa oleh industri, hotel hotel

dan rumah tangga untuk berbagai keperluan. Penggunaan dan pemborosan air yang

semakin tak terkendali telah mengakibatkan kualitas tanah semakin menurun.

6. Keanekaan hayati. Salah satu akibat besar dari kerusakan lingkungan adalah kepunahan

semakin banyak spesies hidup. Dan spesies hidup yang punah sekarang akan hilang

lenyap dari muka bumi untuk selamanya. Yang memiliki andil besar terhadap

kemusnahan tersebut adalah penggunaan pestisida dan herbisida yang semakin intens.

Hutan di banyak kawasan daerah Indonesia telah berubah menjadi lahan pertanian dan

perkebunan, sebagian menjadi terlantar karena ditinggalkan dalam keadaan rusak oleh

penebang liar yang tidak bertanggung jawab.

10
f. Relasi Etika, Bisnis dan Lingkungan Hidup

Bencana merupakan salah satu indikator bahwa manusia telah kehilangan kepekaannya

untuk saling menyapa dan menyayangi alam semesta ini. Alam sebagai sumber kehidupan telah

dieksploitasi oleh manusia-manusia yang tidak bertanggungjawab dan hanya mengejar

keuntungan jangka pendek. Di sisi lain kejahatan ekologis ini ternyata juga dilakukan karena

ada muatan kepentingan ekonomi dengan kecanggihan alat teknologi.

Melihat realitas di atas, jelas manusia telah kehilangan hati nuraninya yang seharusnya

menghargai nilai-nilai etika lingkungan, yakni etika yang menjadi seperangkat aturan untuk

mengatur hubungan manusia dengan alam. Etika lingkungan hidup menuntut agar nilai etika

dan moralitas diberlakukan bagi seluruh komunitas manusia karena merekalah yang banyak

menaruh andil pengrusakan lingkungan. Selain itu, dalam perpektif etika lingkungan ini

manusia harus memperlakukan alam tidak semata-mata dalam kaitannya untuk kepentingan

dan kebaikan manusia.

Bisnis merupakan kegiatan yang berhubungan dan berkepentingan dengan lingkungan.

Aktivitas bisnis merupakan kegiatan pengelolaan sumber-sumber ekonomi yang disediakan

oleh alam lingkungan. Sebab itu, relasi antara etika, bisnis dan lingkungan hidup sangat erat

sekali. Hal ini mengandung pengertian, jika bisnis itu membutuhkan bahan baku dari alam,

bagaimanapun alam itu harus diperlakukan secara layak tanpa merusak habitatnya. Ini semua

merupakan tanggung jawab suatu perusahaan (pelaku bisnis) yang bersifat eksternal,

bagaimana perusahaan mempunyai tanggung jawab dan sosial untuk memperbaiki dan

melindungi lingkungan kearah yang lebih baik.

Dari pemaparan di atas, dapat ditarik hubungan antara etika, bisnis, dan lingkungan

sebagai berikut: Pertama, dalam penggunaan bahan baku, perusahaan harus mencari bahan

pengganti (sintesis) yang sudah tentu tidak mudah memperolehnya sehingga sebagian besar

11
perusahaan tetap bertumpu pada penggunaan bahan alam yang lebih mudah didapat. Kedua,

pengelolaan dalam pembuangan limbah/sampah proses industri harus mnghindari terhadap

kerusakan ekosistem di bumi. Ketiga, dalam menghasilkan barang hasil peoduksi haruslah

terbuat dari bahan yang ramah lingkungan.

Agar suatu perusahaan (bisnis) tetap menjaga keseimbangan antara etika, bisnis dan

lingkungan hidup, perlu adanya suatu aturan-aturan tertentu yang memuat ketentuan

bagaimana mengelola dan mempergunakan sumber daya alam (nature resources) untuk bahan

produksinya dengan baik dan tidak mengekploitasinya secara berlebihan. Dalam hal ini

perusahaan perlu bersama-sama pelanggan (konsumen- stakeholder), pemasok dan pelaku

bisnis lainnya menjalankan praktik bisnis yang berwawasan lingkungan. Perusahaan harus

berupaya mengimplementasikan nilai-nilai etika dan hukum dalam praktik-praktik bisnis dan

bertanggung jawab untuk melindungi lingkungan demi keamanan, kenyamanan, dan

kesejahteraan manusia secara universal.

2.2 Kajian Empiris

a. Kasus Reaktor Nuklir di Chernobyl

Tanggal 26 April 1986, 31 tahun lalu, pukul 01.23 terjadi ledakan pada Unit 4 PLTN

Chernobyl. Peristiwa ini menggemparkan dunia karena mengingatkan kembali pada ledakan

bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, Jepang, saat berkecamuk Perang Dunia II yang

menewaskan sekitar 220.000 orang.Trauma Hiroshima dan Nagasaki belum hilang dari ingatan

orang, muncul kembali peristiwa Chernobyl yang termasuk kecelakaan terbesar pada PLTN

selama kurang lebih 60 tahun. Berbagai media cetak dan elektronik sejagat memberitakan

tragedi itu secara beragam baik yang bersifat normatif, emosional, ataupun bombastis.

Trauma yang melanda masyarakat di lokasi kejadian dan sekitarnya akibat peristiwa

Chernobyl menjadikan setiap tanggal 26 April pukul 01.23 lonceng berdentang-dentang di

12
Ukraina. Walaupun malam telah larut dan udara dingin, namun warga tetap terjaga. Mereka

meletakkan bunga dan lilin di monumen korban bencana Chernobyl. Upacara yang sama

digelar di Slavutych, Rusia, kota yang didirikan untuk menampung para pekerja Reaktor

Chernobyl. Upacara juga diperingati di negara tetangga Ukraina, yaitu Belarus, yang ikut

menderita akibat bencana Chernobyl.

Reaktor Chernobyl jenis RBMK didirikan di atas tanah rawa di sebelah utara Ukraina,

sekitar 80 mil sebelah utara Kiev. Reaktor unit 1 mulai beroperasi pada 1977, unit 2 pada 1978,

unit 3 pada 1981, dan unit 4 pada 1983. Sebuah kota kecil, Pripyat, dibangun dekat PLTN

Chernobyl untuk tempat tinggal pekerja pembangkit itu dan keluarganya. Tipe PLTN

Chernobyl dirancang untuk menghasilkan “plutonium” guna pembuatan senjata nuklir serta

listrik. Tipe PLTN berfungsi ganda seperti ini tidak ada di negara-negara Barat, seperti, AS dan

Prancis, yang merupakan negara pioner PLTN di samping Uni Soviet (pada waktu itu) sebagai

pioner pertama.

Secara garis besar, bencana Chernobyl dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada 25 April

1986 reaktor unit 4 direncanakan dipadamkan untuk perawatan rutin. Selama pemadaman

berlangsung, teknisi akan melakukan tes untuk menentukan apakah pada kasus reaktor

kehilangan daya turbin dapat menghasilkan energi yang cukup untuk membuat sistem

pendingin tetap bekerja sampai generator kembali beroperasi.

Proses pemadaman dan tes dimulai pukul 01.00 pada 25 April. Untuk mendapatkan

hasil akurat, operator memilih mematikan beberapa sistem keselamatan, yang kemudian

pilihan ini yang membawa malapetaka. Pada pertengahan tes, pemadaman harus ditunda

selama sembilan jam akibat peningkatan permintaan daya di Kiev. Proses pemadaman dan tes

dilanjutkan kembali pada pukul 23.10 25 April. Pada pukul 01.00, 26 April, daya reaktor

menurun tajam, menyebabkan reaktor berada pada situasi yang membahayakan.

Operator berusaha mengompensasi rendahnya daya, tetapi reaktor menjadi tak terkendali. Jika

13
sistem keselamatan tetap aktif, operator dapat menangani masalah, namun mereka tidak dapat

melakukannya dan akhirnya reaktor meledak pada pukul 01.30.

Kecelakaan PLTN Chernobyl masuk level ke-7 (level paling atas) yang disebut major

accident, sesuai dengan kriteria yang ditentukan INES (The International Nuclear Event Scale).

Di samping kesalahan operator yang mengoperasikannya di luar SOP (standard operation

procedure), PLTN Chernobyl juga tidak memenuhi standar desain sebagaimana yang

ditentukan oleh IAEA (International Atomic Energy Agency). PLTN Chernobyl tidak

mempunyai kungkungan reaktor sebagai salah satu persyaratan untuk menjamin keselamatan

jika terjadi kebocoran radiasi dari reaktor. Apabila PLTN Chernobyl memiliki kungkungan

maka walaupun terjadi ledakan kemungkinan radiasi tidak akan keluar ke mana-mana, tetapi

terlindung oleh kungkungan. Atau bila terjadi kebocoran tidak separah dibandingkan dengan

tidak memiliki kungkungan.

Secara perinci, kecelakaan itu disebabkan, pertama, desain reaktor, yakni tidak stabil

pada daya rendah - daya reaktor bisa naik cepat tanpa dapat dikendalikan. Tidak mempunyai

kungkungan reaktor (containment). Akibatnya, setiap kebocoran radiasi dari reaktor langsung

ke udara. Kedua, pelanggaran prosedur. Ketika pekerjaan tes dilakukan hanya delapan batang

kendali reaktor yang dipakai, yang semestinya minimal 30, agar reaktor tetap terkontrol. Sistem

pendingin darurat reaktor dimatikan. Tes dilakukan tanpa memberitahukan kepada petugas

yang bertanggung jawab terhadap operasi reaktor. Ketiga, budaya keselamatan. Pengusaha

instalasi tidak memiliki budaya keselamatan, tidak mampu memperbaiki kelemahan desain

yang sudah diketahui sebelum kecelakaan terjadi.

Penilaian atas berbagai kelemahan PLTN Chernobyl menghasilkan evaluasi

internasional bahwa jenis kecelakaan seperti ini tidak akan mungkin terjadi pada jenis reaktor

komersial lainnya. Evaluasi ini ditetapkan demikian karena mungkin berdasarkan analisis jenis

14
reaktor lain yang memenuhi persyaratan keselamatan yang tinggi, termasuk budaya

keselamatan yang dimiliki para operator sangat tinggi.

Pada 2003, IAEA membentuk “Forum Chernobyl” bekerja sama dengan organisasi

PBB lainnya, seperti WHO, UNDP, ENEP, UN-OCHA, UN-SCEAR, Bank Dunia dan ketiga

pemerintahan Belarusia, Ukraina, dan Rusia. Forum ini bekerja untuk menjawab pertanyaan,

“sejauh mana dampak kecelakaan ini terhadap kesehatan, lingkungan hidup dan sosial ekonomi

kawasan beserta penduduknya.” Laporan ini diberi nama “Cherno- byl Legacy”.

Diperkirakan semula dampak fisik akan begitu dahsyat. Artinya, akan menimbulkan

korban jiwa yang luar biasa banyaknya. Namun, ternyata data sampai dengan 2006, jumlah

korban yang meninggal 56 orang, di mana 28 orang (para likuidator terdiri dari staf PLTN,

tenaga konstruksi, dan pemadam kebakaran) meninggal pada 3 bulan pertama setelah

kecelakaan, 19 orang meninggal 8 tahun kemudian, dan 9 anak lainnya meninggal karena

kanker kelenjar gondok.

Sebanyak 350.000 likuidator yang terlibat dalam proses pembersihan daerah PLTN

yang kena bencana, serta 5 juta orang yang saat itu tinggal di Belarusia, Ukraina, dan Rusia,

yang terkena kontaminasi zat radioaktif dan 100.000 di antaranya tinggal di daerah yang

dikategorikan sebagai daerah strict control, ternyata mendapat radiasi seluruh badan sebanding

dengan tingkat radiasi alam, serta tidak ditemukan dampak terhadap kesuburan atau bentuk-

bentuk anomali.

Di sisi lain, hasil studi dan penelitian terhadap likuidator menunjukkan bahwa “tidak

ada korelasi langsung antara kenaikan jumlah penderita kanker dan jumlah kematian per satuan

waktu dengan paparan radiasi Chernobyl. Kemudian pada 1992-2002 tercatat 4.000 kasus

kanker kelenjar gondok yang terobservasi di Belarusia, Ukraina, dan Rusia pada anak-anak dan

remaja 0-18 tahun ketika terjadi kecelakaan, termasuk 3.000 orang yang berusia 0-14 tahun.

15
Selama perawatan mereka yang kena kanker, di Belarusia meninggal delapan anak dan di Rusia

seorang anak. Yang lainnya selamat.

Berdasarkan laporan “Chernobyl Lecacy”, sebagian besar daerah pemukiman yang

semula mendapat kontaminasi zat radioaktif karena kecelakaan PLTN Chernobyl telah kembali

ke tingkat radiasi latar, seperti sebelum terjadi kecelakaan. Dampak psikologis adalah yang

paling dahsyat, terutama trauma bagi mereka yang mengalaminya seperti stres, depresi, dan

gejala lainnya yang secara medis sulit dijelaskan.

Akibat kecelakaan itu, IAEA dan semua negara yang memiliki PLTN membangun

konsensus internasional untuk selalu menggalang dan memutakhirkan standar keselamatan. Di

sisi lain, pihak yang anti-PLTN telah menggunakan isu kecelakaan di Chernobyl sebagai bahan

kampanye untuk menolak kehadiran PLTN, termasuk di Indonesia, dengan berbagai informasi

yang keliru karena ketidaktahuan akan kebenaran informasi sebab terjadinya kecelakaan

Chernobyl.

Belajar dari kecelakaan Chernobyl, IAEA telah menetapkan standar tambahan untuk

memperkuat syarat keselamatan yang tinggi bagi pembangunan dan pengoperasian PLTN,

antara lain, perbaikan desain sampai pada generasi ke-4, aturan main dalam bentuk basic safety,

dan berbagai konvensi keselamatan. Selain itu dalam menanggulangi dampak yang

ditimbulkan dari kasus ini, saat ini telah dibangun semacam selubung pelindung di daerah

Chernobyl. Pembangunan selubung pelindung yang disebut New Safe Confinement (NSC)

bagi blok reruntuhan reaktor nuklir di Chernobyl bukan tanpa resiko. Setiap saat bunyi alarm

peringatan bisa berbunyi. Untuk kasus semacam itu, setiap orang di lokasi pembangunan

mengenakan masker pelindung pernapasan. Seberapa besar bahaya radiasi di daerah dekat

reaktor yang rusak tersebut, bisa dilihat dari insiden yang terjadi Februari tahun ini. Hanya 100

meter dari lokasi pembangunan, tumpukan salju meruntuhkan atap ruangan mesin seluas 600

meter persegi di blok reaktor.

16
Tingkat radiasi di sekitar reruntuhan kini ratusan kali lebih sedikit dibanding setelah

kecelakaan reaktor tahun 1986. Tapi tetap saja melebihi batas nilai yang dibolehkan. Setiap

pekerja tidak boleh bekerja lebih dari 15 hari dalam satu bulan. Bukan hal mudah menjamin

lokasi pembangunan yang bisa dibilang cukup aman. Lantai dilapisi beton tebal yang

diharapkan melindungi pekerja dari radiasi dari bawah. Selubung pelindung baru ini dirancang

untuk bertahan hingga 100 tahun. Politisi dan pakar berharap, setelahnya akan ada solusi bagi

reruntuhan radiasi yang masih tertimbun di bawah NSC. Setidaknya para pakar telah mulai

menyusun rencana untuk membongkar sarkofagus yang lama. Demikian ujar Viktor Salisezki.

Masalah pembiayaan yang belum jelas. Pembongkaran konstruksi sarkofagus yang tidak stabil

dan pekerjaan lanjutan di bawah selubung pelindung yang baru harus dibiayai oleh pemerintah

Ukraina sendiri. Kapan hal ini bisa dilaksanakan, tergantung dari kondisi ekonomi dan

keuangan negara tersebut.

b. Kasus Kerusakan Lingkungan PT. Newmount Minahasa Raya

Perusahaan tambang emas Newmont Minahasa Raya (NMR) adalah perusahaan PMA

(Penanam Modal Asing) yakni anak perusahaan Newmont Gold Company, USA. Naskah

kontrak karya PT NMR mendapat persetujuan Presiden RI tanggal 6 November 1986 yang

ditandatangani oleh Soeharto, bersama 33 naskah kontrak karya lainnya yang disetujui waktu

itu. Wilayah konsensi dalam kontrak karya meliputi 527.448 hektar di Desa Ratotok,

Kecamatan Belang, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Sejak tahun 1986 Newmont

melakukan eksplorasi dan mulai tahun 1996 mulai berproduksi.

Bermula dari beroperasinya PT. Newmont Minahasa Raya tersebut mulai bermunculan

masalah-masalah terutama yang berkaitan terhadap pencemaran dan kerusakan terhadap

lingkungan, yakni produksi ikan merosot sebesar 70 persen dan penghasilan nelayan turun

sebesar 50 persen (terjadi pada bulan Juli 1996, hanya empat bulan setelah NMR mulai

mengoperasikan pertambangan mereka), jenis ikan yang berkurang (Setelah 1997, hanya

17
tinggal 13 jenis ikan saja yang sekarang bisa ditemukan, padahal sebelumnya terdapat 59 jenis

ikan yang ditemukan disekitar perairan teluk Buyat), sering ditemukan ikan mati secara massal

akibat keracunan, perubahan kontur perairan serta terjadi pendangkalan akibat limbah yang

terus menerus dibuang kelaut, kualitas air bersih masyarakat menurun, dan yang paling parah

adalah timbulnya penyakit-penyakit aneh yang sebelum Newmont beroperasi tidak ditemukan.

Puncaknya ketika bermula pada tanggal 20 juli 2004, LSM Kelola Sulawesi Utara

menyatakan lebih dari 100 warga Buyat, Ratatotok diduga menderita penyakit minamata akibat

terkontaminasi logam berat Arsen (As) dan Merkuri (Hg). Gejala minamata tersebut ditemukan

berdasarkan hasil penelitian sejumlah dokter Universitas Sam Ratulangi pada bulan Juli,

disamping pernyataan para nelayan yang harus melaut sejauh 5-6 mil untuk menghindari

pencemaran. Ikan yang diperoleh pun mengalami benjolan dan sejumlah warga setempat

menderita penyakit kulit, kejang dan benjolan. Hal inilah juga dialami oleh salah seorang bayi

yang bernama Andini Lenzun dan akhirnya meninggal dunia. Pada hari yang sama, empat

warga Buyat yang didampingi oleh LBH Kesehatan, Yayasan Sahabat Perempuan, Yayasan

Suara Nurani melaporkan Menkes dan PT. NMR ke Mabes Polri. Karena Menkes membiarkan

terjadinya pencemaran sehingga warga Buyat mengalami sakit, cacat, dan meninggal.

Sementara PT. NMR dituntut karena telah melakukan pencemaran.

Pada tanggal 21 Juli 2004 Manager Lingkungan dan Presiden Direktur PT. NMR serta

Pelaksana Tugas Mineral dan Batu Bara ESDM menggelar konferensi pers. PT. NMR

membantah pihaknya telah mencemari Laut Buyat dengan alasan selama ini pihaknya telah

mematuhi standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pihak PT. NMR menuding bahwa

pencemarnya adalah penambangan liar (PETI) dan akan melayangkan somasi pada pihak yang

menyatakan pihaknya telah melakukan pencemaran. Direktur Eksekutif Nasional WALHI

menilai pemerintah lambat dalam menyikapi kejadian tersebut. Seharusnya sebagai satu-

18
satunya pertambangan yang beroperasi di sana PT. NMR harus ditindak tegas dan karena itu

dalam waktu dekat pihaknya akan menggugat PT. NMR.

Pada 22 juli 2004, pemerintah memberangkatkan tim terpadu untuk menyelidiki kasus

pencemaran Teluk Buyat di Kabupaten Minahasa dan Kabupaten Bolaang Mangondow,

Sulawesi Utara. Tim itu terdiri atas Mabes Polri, Kementerian Lingkungan Hidup, Departemen

Energi dan Sumber Daya Mineral, serta Departemen Kesehatan. Mereka akan mencari fakta

kasus dugaan pencemaran lingkungan akibat limbah PT Newmont Minahasa Raya.

Penelitian lain dari Pusat Laboratorium Forensik Markas Besar Kepolisian Negara RI

(Puslabfor Mabes Polri) yang menyebutkan telah terjadi pencemaran logam berat di Teluk

Bayat, Minahasa, Sulawesi Utara. Tidak jauh berbeda dengan temuan Polri, Tim yang dibentuk

oleh Kementrian Lingkungan Hidup (terdiri dari peneliti Eksekutif Indonesian Centre for

Environmental Law (ICEL), peneliti dari BPPT, LIPI, Universitas Sam Ratulangi, dan KLH)

juga mendapatkan hasil temuan yang sama bahwa telah terjadi pencemaran logam berat di teluk

buyat.

Akhirnya sesuai dengan rencana dan persetujuan Departemen Energi & Sumber Daya

Mineral (ESDM), PT Newmont Minahasa Raya (PT NMR) akan menghentikan pengolahan

bijih emas pada 31 Agustus 2004. Namun pada 16 Februari 2006 telah terjadi kesepakatan

antara pemerintah dan Newmont Minahasa Raya melalui Perjanjian Itikad Baik (Good Will

Agreement) dengan salah satu klausul dalam perjanjian tersebut yakni PT. NMR memberi dana

sebesar 30 juta dolar AS (±Rp.300 miliar) untuk program pengembangan masyarakat dan

pemantauan lingkungan di Sulawesi Utara.

Dalam kasus pencemaran lingkungan PT Newmont Minahasa Raya ini, perusahaan

mau tidak mau harus bertanggung jawab pada lingkungan dan masyarakat sekitarnya.

Tanggung jawab yang bisa diberikan perusahaan kepada lingkungan dan masyarakt dalam

19
konteks lingkungan hidup ini dapat berupa memberikan kompensasi atau ganti rugi kepada

masyarakat dan instansi terkait.

a. Keadilan Kompensatoris (Compensatory Justice)

Berdasarkan keadilan ini perusahaan Newmont Minahasa Raya mempunyai kewajiban

moral untuk memberikan kompensasi atau ganti rugi kepada orang atau instansi yang

dirugikan. Keadilan kompensatoris mengacu kepada keadilan yang mesti diterima oleh

individu atau sekelompok individu karena individu atau sekelompok individu tersebut

mendapat kerugian akibat tindakan yang dilakukan oleh pihak lain. Dalam menerapkan

prinsip keadilan kompensatoris perlu diperhatikan beberapa hal, yakni tindakan yang

mengakibatkan kerugian harus salah atau disebabkan oleh kelalaian, perbuatan

seseorang harus sungguh-sungguh menyebabkan kerugian, dan kerugian harus

disebabkan oleh orang yang bebas.

b. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Selain beberapa teori yang telah diutarakan di atas, masih ada satu teori lagi berkaitan

dengan kerusakan dampak lingkungan oleh bisnis, yakni teori tanggung jawab sosial

perusahaan. Tanggung jawab perusahaan adalah tanggung jawabnya terhadap

masyarakat di luar tanggung jawab ekonomis. Tanggung jawab sosial dimaksudkan

untuk kegiatan-kegiatan yang dilakukan perusahaan demi suatu tujuan sosial dengan

tidak memperhitungkan untung rugi seperti yang telah dibahas dalam bab sebelumnya.

20
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Krisis Lingkungan Hidup

Dalam situasi yang sekarang ini melanda tidak hanya negara maju namun juga negara

berkembang, kegiatan bisnis menimbulkan berbagai kerusakan lingkungan terutama pada

lingkungan kawasan industri. Kawasan industri yang biasanya hampir selalu dikelilingi

kawasan penghunian yang padat menimbulkan tidak hanya kerusakan lingkungan, bahkan

berbagai penyakit yang mampu merusak kesehatan penduduk di sekitarnya.

Kerusakan lingkungan yang terjadi pun tidak terbatas pada ruang lingkup daerah yang

memiliki kepadatan penduduk dimana banyak sekali kegiatan bisnis yang dilakukan disana

namun saat ini kerusakan lingkungan tersebut juga bisa melanda daerah-daerah yang semula

bersih tanpa pencemaran. Bahkan karena inilah kerusakan lingkungan yang terjadi akibat

kegiatan bisnis menjadi suatu permasalahan dunia yang menggloba seiring dengan dampak

lingkungan yang terjadi di dunia.

Dikutip dari buku Pengantar Etika Bisnis, Kees Bertens (311) mengemukakan terdapat

enam masalah pokok yang menjadi pembahasan dalam dampak pencemaran lingkungan akibat

kegiatan bisnis dalam dimensi global, diantaranya yaitu:

a. Akumulasi Bahan Beracun

Pembuangan limbah dan sisa industri kimia yang dilakukan oleh industri-industri dan

kegiatan rumah tangga konsumsi mengakibatkan banyak sekali permasalahan lingkungan

terutama pada tanah dan air. Banyaknya hasil pembuangan industri yang tanpa diolah lebih

lanjut mengakibatkan pencemaran tanah dan air yang kemudian hari dapat menyebabkan

kematian pada organism-organisme yang terdapat di dalamnya. Beberapa zat-zat kimia yang

21
digunakan industri seperti pestisida, fosfat, dan polystyrene merupakan zat yang dapat merusak

lingkungan dan merusak jaringan di dalam tubuh pengonsumsinya. Pestisida yang digunakan

pada industri produksi pangan dapat masuk ke dalam rantai makanan, fosfat dalam detergen

dapat menambah populasi alga dalam air sungai sehingga mengurangi jumlah oksigen dalam

air yang kemudian berdampak pada kematian organisme air, dan polystyrene yang sulit hancur

secara alami dapat membebankan lingkungan. Selain itu juga dalam industri PLTN yang dapat

beresiko pada lingkungan dan kesehatan manusia. PLTN menghasilkan limbah nuklir yaitu

plutonium yang mengandung radioaktivitas yang bertahan selama ribuan tahun dan

membahayakan kesehatan manusia karena mengakibatkan kanker, keguguran, dan mutasi gen.

b. Efek Rumah Kaca

Green house effect atau efek rumah kaca merupakan penyebab dari naiknya permukaan

laut akibat suhu permukaan bumi yang tinggi. Karbondioksida yang dilepaskan dari permukaan

bumi tidak dapat dipantulkan kembali ke luar atmosfer bumi dan sinar ultraviolet yang semakin

membuat bumi panas akibat alat pemantul yaitu lapisan ozon mengalami penurunan jumlah.

Karbondioksida yang bertahan dan tidak dapat dipantulkan kembali inilah yang mengakibatkan

es dan salju di kutub mencair dan permukaan air laut naik. Karbondioksida ini terlepas dari

pembakaran bahan bakar fosil, gas yang dikeluarkan manusia, kotoran sapi. Namun

karbondioksida yang memegang peranan besar penyebab efek rumah kaca adalah dari

pembuangan kendaraan bermotor dan industri. Hal ini berdampak pada daerah-daerah di

pinggir laut yang akan tergenang air laut seperti Belanda dan Bangladesh serta perubahan iklim

dunia seperti kekeringan, banjir, dan bencana alam lainnya.

c. Perusakan Lapisan Ozon

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, efek rumah kaca disebabkan dari

berkurangnya lapisan ozon yang memantulkan sinar ulraviolet ke luar atmosfer bumi. Sinar

ultraviolet yang masuk ke dalam bumi harus disaring oleh ozon dan akan dipantulkan kembali

22
ke luar atmosfer bumi. Bila sinar ultraviolet tetap bertahan dalam bumi ini akan berdampak

buruk pada kehidupan di dalamnya. Sinar ultraviolet dapat mengakibatkan suhu bumi yang

meningkat dan radiasinya yang merusak kulit bahkan menyebabkan kanker kulit, penyakit

katarak, dan kerusakan bentuk kehidupan lainnya.

d. Hujan Asam

Acid rain atau hujan asam adalah hujan yang terbentuk dari gabungan asam dalam emisi

industri dan air hujan yang mencemari daerah yang luas. Hujan asam ini dapat merusak hutan

dan pohon-pohon yang tumbuh disana, mencemari air danau, dan merusak gedung dengan

kandungan zat asam yang ada di dalamnya. Bagi manusia hujan asam ini dapat mengganggu

kesehatan pada saluran pernapasan dan paru-paru.

e. Deforestasi dan Pengangguran

Semakin berkembangnya suatu bisnis dalam siklus hidupnya akan mendorong bisnis

itu untuk lebih produktif. Begitu pula dengan bisnis kayu yang semakin berkembang seiring

dengan pertumbuhan penduduk yang semakin banyak. Kayu merupakan barang yang laris

dalam bisnis sehingga para pebisnis berlomba-lomba menyediakan penawaran kayu. Namun

semakin berkembangnya bisnis ini tidak sejalan dengan pembuatan kembali barang tersebut

yaitu pohon. Teknologi yang modern pun menyediakan alat untuk menebang pohon dengan

cepat dan efisien menyebabkan hutan yang semakin berkurang. Deforestasi besar-besaran ini

berdampak besar pada lingkungan kita. Salah satu fungsi hutan menyerap karbondioksida yang

dihasilkan oleh industri dan kendaraan bermotor yang dapat menyebabkan efek rumah kaca

menjadi tidak berjalan dengan maksimal. Bahkan bila penebangan tersebut dilakukan dengan

tidak sistematis bisa menyebabkan erosi tanah yang pada akhirnya akan menyebabkan

perguruan atau desertification. Bila terus dilakukan, deforestasi pada jankgka panjang bisa

mengakibatkan perubahan ekstrim pada iklim dunia.

f. Keanekaan Hayati

23
Yang dimaksudkan keanekaan hayati atau biodiversitas di sini adalah jenis-jenis

kehidupan yang ada di bumi. Keanekaan hayati pada masa depan sangat dibutuhkan terutama

pada spesies yang saat ini belum diketahui manfaatnya, mungkin akan berguna pada masa

depan. Salah satu akibat dari kerusakan lingkungan adalah kepunahan banyak spesies yang ada.

Maka bila kerusakan habitat dan terutama penebangan hutan yang semakin banyak akan

mempercepat terjadinya kepunahan banyak spesies saat ini.

Namun terkadang aspek-aspek yang dibahas menyangkut krisis lingkungan yang telah

dibahas sebelumnya ini bisa jadi meleset dari perkiraan. Para ahli biologi dan geofisika bisa

jadi menyimpulkan bahwa kegiatan bisnis terutama industri dapat menyebabkan kerusakan

lingkungan. Namun pada beberapa kasus justru sebaliknya. Pengeboran minyak yang

dilakukan di Teluk Meksiko justru membantu industri perikanan di sekitarnya. Dibangunnya

instalasi-instalasi pengeboran justru mempermudah ikan berkembang biak. Yang perlu

diperhatikan bukan pada apakah kegiatan industri berdampak buruk pada lingkungan, namun

dengan mengatasi dampak-dampak buruk akibat kegiatan industri. Isu kerusakan lingkungan

akibat industri ini telah menjadi isu mengglobal yang harus dipandang sebagai masalah global

dan ditangani secara global pula.

4.2 Etika dan Hukum Lingkungan Hidup

Apa yang berlaku tentang etika bisnis pada umumnya, berlaku juga mengenai masalah

lingkungan hidup. Pebisnis belum tentu memenuhi norma-norma etika, bila ia berpegang pada

aturan-aturan hukum. Memang benar, sebagian besar hukum mempertegas norma-norma etika

tetapi hal itu tidak berarti bahwa hukum menampung semua nilai dan norma etika. Etika secara

logis mendahului hukum dan refleksi etis selalu harus mendampingi dan menilai hukum.

Pebisnis juga belum tentu berlaku etis, bila ia berpegang pada semua aturan hukum tentang

lingkungan hidup. Perusakan lingkungan hidup hingga tidak bisa diperbaiki lagi selalu harus

dianggap tidak etis, juga kalau tidak atau belum dilarang menurut hukum. Jika besok

24
diberlakukan peraturan hukum yang melarang membuang limbah industri dalam sungai,

perusahaan yang masih melakukannya hari ini tidak melanggar hukum. Tetapi dari segi etika

bagaimana? Atau bila cara berproduksi yang tertentu dilarang menurut hukum di dalam negeri,

perusahaan bisa memindahkan pabriknya ke negara lain di mana tidak ada peraturan hukum

semacam itu. Menurut hukum perilaku seperti itu diperbolehkan saja, tetapi menurut etika

bagaimana? Di sisi lain, jika satu perusahaan berlaku etis dengan tidak membuang limbah ke

dalam sungai, sedangkan begitu banyak perusahaan lain membuang limbah seenaknya, sikap

etisnya yang sangat terpuji itu sama sekali tidak efektif. Barangkali kita semua sepakat bahwa

perilaku semua perusahaan kecuali yang satu itu tidak etis, namun mereka lakukan juga, karena

dari segi ekonomis lebih menguntungkan. Bagi mereka motivasi untung lebih kuat daripada

motivasi moral. Pada 1981 Presiden Ronald Reagan dari Amerika Serikat mengeluarkan

executive order yang memerintahkan mencek semua peraturan lingkungan baru dengan cost-

benefit analysis sebelum diimplementasikan. Dengan itu ia menempatkan keuntungan bisnis di

atas kepentingan lingkungan hidup.

Kepatuhan pada norma etika tidak bisa dipaksakan. Karena itu terutama dalam konteks

lingkungan hidup ini kita sangat membutuhkan peraturan hukum. Lingkungan hidup hanya

bisa dilindungi dengan baik, jika tercipta peraturan hukum yang efektif dan lengkap demi

tujuan itu. Mestinya bisnis bersedia membantu dalam membuat sistem peraturan hukum

lingkungan yang baik. Sebab, menciptakan peraturan-peraturan itu tidak mudah, karena

materinya sangat teknis dan canggih. Dalam hal ini bisnis mempunyai keahlian lebih banyak

daripada pemerintah. Dan sistem hukum lingkungan yang baik adalah demi kepntingan semua

pihak, termasuk bisnis sendiri. Harus dianggap tidak etis, bila bisnis dengan lobbying atau

caralain mencoba menghambat terbentuknya peraturan hukum lingkungan, karena menyadari

konsekuensi ekonomisnya yang berat. Dalam materi yang begitu penting seperti pelestarian

25
lingkungan hidup, mereka seharusnya bersedia menempatkan kepentingan lingkungan di atas

segala kepentingan lainnya.

Kalau sudah ada sistem peraturan lingkungan yang baik, masalahnya belum selesai,

sebab masih tinggal pelaksanaan. Justru karena segi teknisnya sering kali sangat kompleks,

pengontrolan di bidng ini menjadi amat sulit. Pihak kepolisisan dan kejaksanaan kerap kali

tidak mempunyai personel dan keahlian cukup untuk mengontrol polusi dengan efektif. Karena

itu kans untuk ditangkap bila melanggar, bagi perusahaan barangkali tidak besar. Apalagi,

denda acap kali relatif kecil, sehingga bagi perusahaan lebih menguntungkan membayar denda

daripada membangun instalasi mahal untuk mengurangi polusi atau mengolah limbah. Karena

itu setelah terbentuk sistem peraturan lingkungan yang baik, tetap diperlukan kemauan moral

dari dunia bisnis untuk mewujudkan tujuannya.

Malah pelaksanaan peraturan-peraturan hukum pda taraf nasional belum cukup. Polusi

yang disebabkan industri tidak berhenti pada perbatasan negara. Peraturan hukum lingkungan

harus dibuat pada taraf internasional dan dikontrol juga. Hal itu tentu lebih sulit lagi untuk

dipaksakan dan hanya bisa dilaksanakan, bila negara-negara bersangkutan menyetujui. Kini

permulaannya sudah ada dengan Agenda 21 dari Konferensi PBB tentang Lingkungan dan

Pembangunan di Rio de Janeiro (1992) walaupun sampai sekarang hasilnya sangat

mengecewakan.

Karena semua pertimbangan ini, kita tidak mungkin berhasil dalam upaya melestarikan

lingkungan hidup, jika bisnis tidak ikut menegakkan etika dan hukum di bidang ini. Khusus

dari sudut etika, perlu ditekankan bahwa bisnis mempunyai tanggung jawab moral untuk tidak

merusak lingkungan hidup.

Namun demikian, dalam konteks pelestarian lingkungan hidup, kami berpendapat

bahwa tanggung jawab bisnis tidak terbatas pada segi negatif saja. Bisnis mempunyai juga

tanggung jawab positif untuk mengajukan pelestarian lingkungan hidup. Bisnis wajib memberi

26
kontribusi kepada perbaikan dan pelestarian lingkungan hidup. Ada dua alasan untuk itu.

Pertama, sejak permulaan industrialisasi bisnis telah merusak lingkungan. Selama satu abad

lebih industri tidak memiliki wawasan lingkungan. Kita membutuhkan waktu lama, sebelum

hal itu disadari dengan jelas. Kini bisnis wajib membantu mengoreksi tradisi lama yang buruk

itu. Kedua, alam mempunyai nilai sendiri. Anggapan lama bahwa alam hanya merupakan

instrumen untuk dimanfaatkan oleh manusia, harus ditinggalkan. Jika alam mempunyai nilai

sendiri, ia patut dihormati pula. Karena manusia termasuk alam, dengan menghormati dan

memelihara alam manusia serentak juga menghormati masa depannya sendiri.

Tetapi jika bisnis mempunyai tanggung jawab moral, dalam arti kewajiban positif untuk

memajukan kepentingan lingkungan hidup, hal itu tidak berarti bahwa seluruh tanggung jawab

harus dipikul oleh produsen saja. Produsen dan konsumen bersam-sam memikul tanggung

jawab itu. Dalam segala pertimbangannya, produsen harus menomorsatukan kepentingan

lingkungan hidup. Tentu saja tujuan mencari untung tidak pernah dapat dilepaskannya. Tetapi

jika ia mempunyai pilihan antara cara berproduksi lebih beruntung dengan merugikan

lingkungan dan cara berproduksi dengan untung lebih kecil tapi rmah lingkungan, ia wajib

memilih kemungkinan kedua. Kepentingan lingkungan harus diberi prioritas tinggi dalam

segala rencana dan kegiatan produsen. Di sisi lain, dalam membeli produk, konsumen pun

harus sadar lingkungan. Walaupun harga produk tertentu lebih murah daripada produk lain, ia

harus memilih produk kedua, jika diketahui produk pertama merusak lingkungan. Kualitas

lingkungan harus mendapat prioritas tinggi juga untuk konsumen. Ada tanda-tanda yang

menunjukkan kesadaran lingkungan dari konsumen sudah mulai terbentuk, terutama di Eropa

Barat. Salah satu contoh adalah pemakaian ecolabel. Label khusus ini dipasang pada produk

yang dapat dipastikan tidak merusak lingkungan. Antara lain dipakai untuk produk kayu tropis.

Jika produk itu dilengkapi dengan ecolabel, sudah terjamin produk itu dibuat dengan tidak

merusak hutan tropis.Ecolabel itu dikeluarkan oleh suatu lembaga independen (bukan oleh

27
produsen) yang mempergunakan kriteria jelas dan ketat. Tentu saja, efisiensi label itu seratus

persen tergantung pada kredibilitas lembaga tersebut. Lembaga-lembaga konsumen juga bisa

menilai produk dan jasa dari sudut pandang dampaknya terhadap lingkungan dan dalam hal ini

memberi penyuluhan kepada anggotanya. Cara ampuh lain lagi yang dimiliki oleh konsumen

adalah memboikot produk-produk dari perusahaan yang diketahui merusak lingkungan.

Dengan memanfaatkan media komunikasi modern boikot seperti itu tidak sulit

diselenggarakan. Sangat diharapkan, kesadarn lingkungan pada konsumen akan bertambah

besar. Jumlah produsen dalam masyarakat sangat terbatas, sedangkan jumlah konsumen luas

sekali, sehingga pengaruh mereka bisa besar pula.

4.3 Lingkungan Hidup dan Ekonomi

a. Lingkungan Hidup sebagai “the commons”

Lingkungan hidup sebagai “the commons” sering dilakukan sejak Professor Garret

Hardin dari Universitas Harvard menulis artikelnya “The Tragedy of The Commons”. Dalam

pengandaian ini, lingkungan hidup dianggap sebagai ranah umum atau kepemilikan umum.

The commons adalah ladang umum yang dulu dapat ditemukan dalam banyak daerah pedesaan

di Eropa dan dimanfaatkan secara bersama-sama oleh semua penduduknya. Menurutnya,

masalah lingkungan hidup dan kependudukan dapat dibandingkan dengan menghilangnya the

commons. Maka diperlukan suatu jalan keluar yang membatasinya yaitu “freedom in a

commons brings ruin to all” – membatasi kebebasan individu dan memberikannya pada

kepentingan umum. Dalam kehidupan modern, the commons dengan bertambahnya jumlah

penduduk tidak bisa dipertahankan lagi melainkan diprivatisasi pada penduduk perorangan.

Sehingga mulai muncul perubahan sosial-ekonomi yang besar di kalangan masyarakat, dengan

adanya orang kaya (the landlords) yang memprivatisasi pemilikan tanah. The tragedy of the

commons dapat dipadang sebagai kebalikan dari The invisible hands milik Adam Smith.

28
Karena, bila semua orang mengejar kepentingan dan ambisinya sendiri, yang didapat bukan

kemakmuran umum namun justru kehancuran bersama.

b. Lingkungan Hidup tidak lagi eksternalitas

Dalam pengandaian ini, lingkungan hidup dianggap sebagai sumber-sumber daya alam

yang tidak terbatas. Walaupun pada kenyataannya jumlah sumber daya alam memiliki

kuantitas yang besar namun komponen di dalamnya merupakan hal yang terbatas. Sumber daya

alam pun bisa mengalami kelangkaan. Bahkan yang awalnya dapat kita peroleh secara gratis

bisa jadi harus kita bayar untuk mendapatkannya suatu saat nanti. Kini environmental

economics sudah menjadi cabang ilmu ekonomi yang penting. Eksternalitas adalah faktor-

faktor yang bersifat ekonomis tapi tetap tinggal di luar perhitungan ekonomis. Karena sumber

daya alam yang berubah menjadi barang langka dan harus diberi harga ekonomis, maka

lingkungan hidup bukan lagi hal yang eksternalitas.

c. Pembangunan Berkelanjutan

Pertumbuhan ekonomi yang terus menerus tidak mungkin dicocokkan dengan keadaan

terbatas sumber daya alam terutama pada sumber-sumber yang tidak dapat diperbaharui. Ini

memicu perlunya pembatasan pertumbuhan penduduk. Ekonomi harus mempertimbangkan

adanya zero growth atau pertumbuhan nol atau pertumbuhan tidak sama sekali. Sustainable

development mampu mengubah pandangan mengenai pertumbuhan penduduk yang

bertentangan dengan lingkungan hidup. Pembangunan berkelanjutan memberikan jembatan

kepada keduanya dengan memungkinkan pertumbuhan ekonomi asalkan prospek ekonomi

(lingkungan hidup) berkualitas sama.

4.4 Implementasi Tanggung Jawab terhadap Lingkungan Hidup

Apabila suatu kegiatan bisnis hanya bisa memberikan efek negatif, salah atu tindakan

radikal yang bisa diambil adalah dengan melarang seluruh bentuk kegiatan bisnis terutama

industri. Namun hal seradikal ini bisa jadi merupakan hal yang menentang suatu prinsip hak

29
seseorang. Bahkan bila hak tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup kita. Sangat diperlukan

tanggung jawab moral untuk melindungi lingkungan terhadap faktor-faktor lainnya.

a. Siapa Harus Membayar?

Terdapat dua jwaban untuk menjawab pertanyaan siapa yang harus membayar seluruh

akibat dari pencemaran lingkungan:

1. The polluter pays. Yang dimaksud dengan si pencemar membayar adalah orang atau

perusahaan yang mengakibatkan pencemaran lingkungan harus menanggung biaya

untuk membersihkan pencemaran hingga kembali seperti semula. Namun menentukan

siapa yang membuat pencemaran dan siapa yang mebuat pencemaran lebih banyak

sangat sulit untuk ditentukan. Apalagi bila pencemaran sudah terjadi sebelumnya dan

dilakukan oleh generasi sebelum kita. Kita akan sulit mengidentifikasi siapa yang harus

menanggungnya.

2. Those who will benefit from environmental improvement should pay the cost. Yang

dimaksud dengan yang ingin menikmati lingkungan bersih harus menanggung

biayanya adalah orang-orang yang berusaha menikmati lingkungan yang bersih.

Namun prinsip ini memiliki kesulitan apabila seseorang membayar, namun di lain pihak

ada yang tidak membayar namun ikut menikmatinya. Prinsip ini tidak menghiraukan

tanggung jawab dan dianggap tidak adilsehingga tidak boleh dibebankan pada orang

lain saja.

Dalam konteks lingkungan hidup yang global seperti saat ini, masing-masing Negara

memiliki andil dan tanggung jawab dalam melaksanakan pelestarian lingkungan hidup tanpa

terkecuali. Negara maju memiliki tanggung jawab terbesar dalam melestarikan karena mereka

mengakibatkan pencemaran lingkungan lebih banyak dibanding negara lain.

30
b. Bagaimana Beban dibagi?

Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa setiap negara memiliki tanggung

jawab untuk membayar akibat pencemaran lingkungan, kini muncul pertanyaan bagaimana

pembayaran itu dibagi sehingga dapat adil pada seluruh negara terutama pada setiap industri.

1. Pengaturan.

Cara pertama adalah membuat peraturan mengenai polusi dari industri. Peraturan itu

bisa melarang membuang limbah beracun dalam air sungai atau laut dan menentukan denda

bila peraturan itu dilanggar. Atau peraturan bisa menetukan tingginya cerobong dan kuantitas

emisi beracun berapa boleh dibuang ke dalam udara melalui cerobong-cerobong itu dan banyak

hal lain lagi. Kekuatan pengaturan itu adalah bahwa pelaksanaannya dapat dipaksakan secara

hukum. Bagi yang melanggar ada sanksinya. Dipandang dari sudut moral, bisa dikatakan juga

bahwa pengaturan ini cukup fair, karena diterapkan dengan cara yang sama kepada semua

industri.

Tetapi cara menangani masalah lingkungan ini mempunyai beberapa kelemahan yang

dapat disingkatkan sebagai berikut.

a. Pelaksanaan kontrol terhadap peraturan-peraturan macam itu menuntut

tersedianya teknologi tinggi serta personel berkualitas dan karena itu

menjadi mahal. Instansi pengontrolan pemerintah tidak mungkin menguasai

seluk-beluknya begitu banyak industri yang berbeda. Karena itu mudah

terjadi kesalahan, sehingga dari beberapa industri dituntut terlalu banyak,

sedangkan industri lain barangkali lolos dari pengontrolan yang tepat.

b. Pengontrolan efektif menjadi suatu kesulitan ekstra untuk negara-negara

berkembang. Kalau negara industri maju sudah mengalami banyak kesulitan

dengan mengontrol peraturan lingkungan, apalagi negara berkembang yang

tidak cukup menguasai teknologi canggih. Karena alasan finansial pula

31
tidak dapat diharapkan negara berkembang memiliki instansi pengontrolan

yang efektif.

c. Di satu pihak pengaturan tentang lingkungan dapat diterapkan dengan cara

egalitarian untuk semua industri dan karena itu harus dianggap fair. Tetapi

di lain pihak situasi semua industri dan lokasi tidak sama juga, sehingga

penerapan norma-norma yang sama kadang-kadang menjadi tidak efektif.

Misalnya, bisa saja bahwa cerobong-cerobong sebuah pabrik yang letaknya

di pinggir laut hampir tidak mengganggu kualitas udara, sedangkan

cerobong-cerobong dari seratus pabrik dekat tempat pemukiman padat

sangat mencemari udara, walaupun emisi masing-masing pabrik hanya

separuh dari pabrik pertama tadi.

d. Pengaturan di bidang polusi industri dapat menimbulkan suatu sikap

minimalistis pada bisnis. Mereka hanya berusaha untuk tidak melanggar

peraturan (kalau pengontrolan memang efektif), tapi barangkali mereka bisa

melakukan lebih banyak tanpa kerugian ekonomis. Melalui pengaturan,

bisnis tidak mendapat motivasi kuat untuk berusaha optimal bagi kualitas

lingkungan.

e. Kesulitan lain adalah bahwa pengaturan ketat bisa menimbulkan efek

negatif untuk ekonomi. Pabrik-pabrik yang tidak mungkin memenuhi norma

peraturan barangkali harus ditutup, sehingga akan mengakibatkan

pengangguran dan masalah ekonomis lain untuk masyarakat bersangkutan.

Bisa juga bisnis memindahkan industri yang mengakibatkan polusi ke

negara lain yang tidak mempunyai peraturan tegas. Kalau begitu, pada taraf

global tidak ada perbaikan lingkungan sama sekali.

32
2. Insentif

Cara menangani biaya perbaikan lingkungan yang menemui lebih banyak simpati pada

bisnis adalah memberikan insentif kepada industri yang bersedia mengambil tindakan khusus

untuk melindungi lingkungan. Misalnya, dengan memberikan bersyarat lunak, subsidi,

pengurangan pajak atau sebagainya, kepada industri yang memakai energi terbarukan seperti

energi angin, surya, panas bumi dan lain-lain. Atau insentif berupa penghargaan bagi

perusahaan yang mempunyai jasa khusus dalam memperbaiki lingkungan. Kekuatan cara ini

adalah bahwa peranan pemerintah dengan itu dapat dikurangi dan inisiatif bebas dari bisnis

dimajukan. Bisnis tidak dipaksakan seperti dengan cara pertama. Dengan demikian bisa

dihindarkan juga penutupan perusahaan atau pemindahan pabriknya ke tempat lain, karena

tidak mampu memenuhi peraturan tentang polusi.

Tetapi cara ini mempunyai juga beberapa kelemahan.

a. Metode ini akan berjalan perlahan-lahan. Padahal, banyak masalah polusi

yang disebabkan oleh industri harus segera diatasi dan tidak boleh dibiarkan

berlarut-larut.

b. Cara ini menguntungkan para pencemar. Mereka yang sudah lama

memproduksi barang yang ramah lingkungan tidak memperoleh manfaat

dari metode insentif ini. Apalagi, kontrol dari pihak pemerintah di sini agak

sulit dijalankan, sehingga insentif ini mudah disalahgunakan atau tidak

diterapkan pada semua perusahaan dengan cara yang sama.

3. Mekanisme harga

Mereka yang mementingkan ekonomi pasar bebas, cenderung memasang harga pada

polusi yang disebabkan industri. Pabrik-pabrik yang menyebabkan polusi harus membayar

sesuai dengan kuantitas emisi dan tingkatan pencemaran. Dengan kata lain, dipungut pajak

lingkungan dari industri yang besarnya sesuai dengan polusi yang disebabkan. Dengan

33
demikian mengakibatkan polusi menjadi sama dengan menambahkan biaya produksi, sehingga

harga produk menjadi lebih mahal dan konkurensi dengan pesaing bertambah sulit. Secara

otomatis bisnis akan berusaha agar biaya produksinya serendah mungkin dan karena itu akan

berusaha pula agar polusi yang disebabkan oleh kegiatan ekonomisnya seminimal mungkin.

Cara berproduksi yang paling bersih menjadi juga cara berproduksi yang paling murah.

Mekanisme harga ini memungkinkan lagi beberapa variasi sesuai dengan situasi. Polusi

di daerah di mana industri hanya sedikit, bisa dibebankan dengan harga lebih rendah ketimbang

polusi di daerah industri padat. Dan di daerah industri padat di Eropa atau Amerika Serikat bisa

dipasang harga polusi lebih tinggi waktu musim panas, ketimbang musim dingin, karena polusi

waktu musim panas mempunyai dampak paling jelek atas lingkungan.

Cara menangani biaya pencemaran ini mempunyai keuntungan bahwa yang harus

membayar di sini adalah si pencemar. Banyak ekonom akan menyetujui cara ini, karena dengan

demikian beban pada lingkungan tidak lagi dijadikan suatu eksternalitas ekonomis tetapi

dimasukkan dalam biaya produksi. Secara teoritis, industri bisa diwajibakan membayar untuk

setiap polusi yang disebabkannya. Suatu kesulitan adalah mengukur dengan persis kuantitas

polusi dan tingkatan jeleknya suatu polusi. Tetapi kesulitan ini secara teknis bisa diatasi.

Dibandingkan dengan para ekonom, para pejuang lingkungan (the environmentalists)

pada umumnya tidak begitu antusias tentang metode ini, terutama para penganut deep ecology.

Mereka menekankan bahwa mengkalkulasikan biaya kerusakan lingkungan hidup ke dalam

harga produk secara implisit tetap mengizinkan polusi dan perusakan lingkungan. Dengan

demikian hanya toleransi ekonomis dari masyarakat dipertimbangkan, bukan “toleransi” alam

atau kemampuan alam untuk membersihkan diri.

34
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Lingkungan hidup merupakan komponen yang kompleks dan sangat berpengaruh

terhadap keberlangsugan hidup semua makhluk di bumi. Dengan mengeksploitasi lingkungan

tanpa batas akan menimbulkan kerugian yang dapat mengancam keberlangsungan makhluk

bumi. Oleh karena itu, sudah sepatutnya manusia mampu mengelola lingkungannya dengan

arif dan bijaksana. Pengelolaan yang baik harus didasarkan pada etika dan norma yang

mengatur akan tata cara yang benar dalam pemanfaatan lingkungan tanpa merusaknya. Tanpa

adanya etika dan norma, maka keinginan tanpa batas dari manusia akan menimbulkan

kerusakan dan kerugian, di sinilah letak korelasi antara etika, bisnis, dan lingkungan.

35
DAFTAR PUSTAKA

Bertens, K. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius


Gupta, Seema. 2010. “A Multidimensional Ethics Scale for Indian Managers' Moral Decision
Making” dalam Electronic Journal of Business Ethics and Organization Studies Vol.15,
No.1. Tersedia: http://ejbo.jyu.fi/pdf/ejbo_vol15_no1.pdf. (25 Februari 2018)
Gustina. 2008. Artikel “Etika Bisnis Suatu Kajian Nilai dan Moral dalam Bisnis” dalam jurnal
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Volume 3 No 8.
http:// business-ethics-ebook-09042011-120524123506-phpapp02
Riana, Sorta. 2008. Artikel “Etika Bisnis”. Tersedia:
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/126015-RB06P31e-Etika%20bisnisLiteratur.pdf
(25 Februari 2018)
Wikipedia. “Etika Bisnis”. Tersedia http://id.m.wikpedia.org/wiki/Etika_bisnis. (25 Februari
2018)

36

Você também pode gostar