Você está na página 1de 5

ANALISA FILM TAARE ZAMEEN PAR

Artikel ini dibuat untuk memenuhi


Salah satu tugas mata kuliah Psikologi pendidikan

Dosen Pengampu:

Oleh:
Moh. Adib Maimun

INSTITUT AGAMA ISLAM TARBIYATUT THOLABAH


KRANJI PACIRAN LAMONGAN
2018
Setiap anak itu berbeda, masing-masing memiliki karakteristik dan potensi yang
berbeda beda pula. Setiap anak memiliki cara mereka sendiri dalam memahami suatu hal,
dalam menyerap informasi dan juga dalam mendapatkan suatu ilmu. Dan tugas seorang
gurulah untuk membimbing mereka, mengarahkan mereka, dan memberikan layanan
pendidikan sesuai dengan kebutuhannya. Begitu juga dengan anak berkebutuhan khusus
“disleksia” mereka memiliki kesulitan belajar membaca, tapi banyak dari mereka yang
memiliki potensi luar biasa salah satunya dalam bidang seni. Inilah yang ingin digambarkan
dalam film “ Taare Zameen Par”.
Lahir dan bersekolah dalam lingkungan yang menganggap prestasi dan kepandaian
adalah terukur melalui angka-angka, Ishaan Awasthi (diperankan oleh Darsheet Safary)
merasa ia menjadi pembanding bagi kakaknya yang super jenius, Yohan. Sang kakak
menjuarai semua mata pelajaran seperti Aljabra, Geometri, Sejarah, Bahasa Inggris, Fisika,
Kimia, dan Biologi terkecuali bahasa Hindi (juara 2 di kelasnya). Ishaan yang kesulitan dalam
belajarnya, dianggap orang tua dan guru yang mengajarinya dengan metode pengajaran yang
ortodok sebagai MALAS atau BODOH. Tak jarang guru di sekolah mengucapkan kata-kata
destruktif semacam “Shameless Boy!” (anak laki-laki tak tau malu), “King of Moron” (raja
dari orang tolol), “Lazy” (malas). Sedangkan di rumah, sang ayah yang merasa Ishaan sebagai
produk gagal sering menyebutnya IDIOT.
Bagi seumuran siswa SD kelas 3, Ishaan menghadapi permasalahan pelik yaitu
kesulitan membaca dan menulis. Alhasil, dalam semua mata pelajaran, Ishaan selalu gagal
sebab dia tidak memahami apa yang ia baca dan tidak ada yang bisa memahami ketidak
tahuan ishaan.
Sang ibu yang telaten mengajari Ishaan menulis pun putus asa pada anak tersebut.
Sang ibu mengira Ishaan tidak mau bersungguh-sungguh belajar menulis. Ibu tidak pernah
tau bahwa ada permasalahan yang lebih pelik yang dialami Ishaan.
Tertekan oleh sikap sang Ayah yang selalu bangga ketika anaknya memenangkan
kompetisi, tertekan oleh guru dan teman-teman di sekolah, tertekan oleh teman-teman
sebayanya di lingkungan tempat tinggalnya, Ishaan menjadi semakin tertutup. Hingga suatu
hari sang kepala sekolah memanggil orang tua Ishaan untuk memindahkan Ishaan ke sekolah
lain.
Ishaan sang dyslexia inipun memasuki sekolah asrama yang begitu kaku dalam sistem
pengajaran di kelas. Guru menjadi sumber ilmu utama, buku adalah sumber bacaan utama,
dan meniru ucapan guru adalah kewajiban utama. Seperti burung beo, begitulah guru
mengkondisikan siswa-siswanya. Jawaban yang tidak sama dengan guru adalah salah,
seberapapun logisnya itu. Gambar yang tidak sama dengan guru berarti hukuman.
Ishaan menjadi semakin depresi hingga seorang guru Seni pengganti mengenali gejala
dyslexia Ishaan. Dengan pendekatan pembelajaran yang menyenangkan, sang guru ini
berhasil mengajarkan baca tulis kepada Ishaan melalui cara yang sangat kreatif, sesuai
dengan bakat alami Ishaan, yaitu menggambarkan
multiple intelegences dalam diri Ishaan
Di luar kesulitan membaca dan menulisnya, Ishaan yang dianggap anak
keterbelakangan mental ini, mempunyai beberapa tipe kecerdasan yang tidak diapresiasi
oleh lingkaran pendidikan di sekolah dan di rumah (oleh sang Ayah). Mengambil istilah
multiple intelegences yang digagas oleh Howard Gardner, Ishaan sang dyslexia mempunyai
beberapa kecerdasan yang luar biasa di antaranya:
1. Kecerdasan Visual
Ishaan mempunyai kemampuan menggambar dan melukis (painting) di atas rata-rata.
Goresan kuasnya sangat tegas dan perpaduan warnanya sangat unik. Sangat superb. Dia
juga memvisualisasikan apa yang dia pelajari melalui imajinasinya yang sangat kreatif.
2. Kecerdasan Natural
Ikan, anjing, burung, sangat disukai Ishaan. Ia sayang sekali pada binatang dan
memelihara ikan di akuariumnya. Ia sering memperhatikan tingkah laku binatang dan
takjub akannya.
3. Kecerdasan Sosial
Bisa dibilang Ishaan berasal dari keluarga ekonomi menengah atas India yang cukup
sejahtera. Namun, ia begitu peduli pada orang-orang yang kurang beruntung di
sekitarnya. Ia begitu empati pada anak-anak asongan, para buruh kasar, pedagang-
pedagang kaki lima, hingga para gelandangan. Ia bisa menatapi mereka selama beberapa
saat dengan tatapan ingin menolong.
4. Kecerdasan interpersonal
Ishaan adalah seorang perenung dan pemikir. Ketika ia melihat gerak polah ikan, atau
melihat induk burung yang sedang memberi makan anak-anaknya. Perasaannya juga
sangat sensitif, ia memikirkan apa yang salah dengan dirinya hingga semua orang
mengecapnya buruk, kecuali ibunya yang juga tidak tahu kelainan apa yang dia alami.
5. Kecerdasan eksistensial
Hampir sama dengan kecerdasan interpersonal, namun lebih menyangkut pada hal lain di
luar diri pribadinya. Terlihat ketika Ishaan menginterpretasikan sebuah puisi yang
dibacakan oleh salah seorang teman di kelasnya. Ishaan menjelaskan puisi itu seperti
seorang sastrawan atau filsuf. Sayangnya, gurunya menolak jawaban Ishaan.
Jadi, Ishaan hanya lemah dalam Kecerdasan Linguistik, khususnya untuk membaca dan
menulis. Dalam mendengarkan dan berbicara, Ishaan tidak mengalami kendala.
Sayangnya, hanya karena lemah dalam satu jenis kecerdasan ini ditambah dengan
sistem pendidikan yang hanya mengapresiasi baca tulis hitung sebagai ukurannya, Ishaan
dicap sebagai anak berketerbelakangan mental, bodoh, atau idiot. Padahal, ia unggul di lebih
banyak jenis kecerdasan daripada teman-temannya.

Dyslexia, Gejala dan Penanganannya


1. Kesulitan membaca dan menulis
Dalam menulis tangan, ada pola kesalahan yang konstan, misalnya pada huruf yang jika
dicerminkan sama P dan B (kecil), penulisan angka 7, huruf R, S yang terbalik. Untuk
membaca, ia tidak bisa karena huruf-huruf yang dibuku seakan teracak dan tidak bisa
dipahami.
2. Kesulitan memperkirakan ukuran, jarak, dan kecepatan
Ishaan sering terantuk (kejedot), tidak bisa melempar atau menangkap bola, serta sering
terperosok ketika berjalan.
3. Kesulitan memahami perintah yang kompleks
Seperti misalnya, buka halaman 9 paragraf 4 baris ke 5. Ishaan kesulitan mengatasinya.
4. Kemampuan gross motoric dan fine motoric yang rendah
Gross motoric berkaitan dengan gerakan seluruh anggota badan, sedangkan fine motoric
berkaitan dengan keterampilan yang menggunakan jari (tangan).
Sang guru yang ternyata mantan disleksis mengajari Ishaan menulis, membaca, dan
menghitung dengan cara yang kreatif, melalui pintu kecerdasan yang sudah dimiliki Ishaan,
yaitu natural dan visual, seperti:
1. Menulis huruf di pasir
menulis dengan jari pada kulit tangan, menulis sembari mewarnai, menulis
sembari membuat kerajinan tangan dari clay (lilin malam).
2. Memanfaatkan audio book
bersamaan dengan textbook. Ishaan mendengarkan rekaman di kaset sembari
merunuti tulisan yang ada di buku bacaannya. Ishaan juga menuliskan huruf yang
disebutkan sang guru dengan mata terpejam.
3. Diktat (dictation)
Setelah Ishaan mengenal huruf dan angka, sang guru mendikte Ishaan dengan
beberapa kata, kemudian lambat laun beberapa kalimat.
4. Mengajari berhitung dengan naik turun tangga
Dan gerakan kinestetik lain. Sang guru menuliskan angka-angka di anak tangga,
kemudian mengajari Ishaan penambahan dan pengurangan dengan naik turun tangga
itu.

Você também pode gostar