Você está na página 1de 10

Anas Urbaningrum divonis 8 tahun

penjara
 24 September 2014
Kirim

Anas Urbaningrum terbukti menerima hadiah dan melakukan tindak pidana pencucian
uang.

Mantan Ketua umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum divonis hukuman 8


tahun pidana penjara oleh majelis hakim peradilan tindak pidana korupsi
karena terbukti korupsi menerima hadiah dan tindak pidana pencucian uang.

"Menjatuhkan pidana terhadap Anas Urbaningrum dengan pidana penjara selama


delapan tahun," kata majelis hakim dalam sidang yang berakhir sekitar pukul 18.10
WIB, Rabu (24/09) petang.

Anas juga dihukum harus membayar pidana denda sebesar Rp300 juta dan harus
membayar uang penganti kerugian negara sedikitnya Rp 57,5 miliar.

Putusan ini berbeda dengan tuntutan jaksa yang menuntut Anas dihukum 15 tahun
penjara, membayar uang pengganti Rp 94,18 miliar dan mencabut hak politiknya.

Di hadapan majelis hakim, Anas Urbaningrum menyatakan, vonis terhadap dirinya


"tidak adil karena tidak didasarkan fakta persidangan."

Anas dan jaksa penuntut umum kemudian meminta waktu sepekan untuk "berpikir"
mengajukan upaya banding atau tidak.
Dalam amar putusannya, dua orang majelis hakim sempat mengajukan perbedaan
pendapat.

Berawal dari Nazaruddin


Anas Urbaningrum didakwa menerima hadiah dari berbagai proyek pemerintah,
termasuk proyek Hambalang senilai Rp 116,8 miliar dan US$ 5,26 juta dalam
persidangan pertama awal 2014.

Tuntutan jaksa menyebutkan, Anas juga menerima dua kendaraan mewah yang masing-
masing seharga Rp 670juta dan Rp 735 juta.

Anas Urbaningrum (kiri) bersama petinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono.

Dalam fakta persidangan, pria kelahiran 1969 ini terbukti melakukan pencucian uang
dengan membeli rumah di Jakarta dan sepetak lahan di Yogyakarta senilai Rp 20,8
miliar.

Anas juga disebut menyamarkan asetnya berupa tambang di Kutai Timur, Kalimantan
Timur.

Amar putusan majelis hakim mengungkapkan, uang yang diperoleh Anas sebagian
disimpan di Permai Group untuk digunakan sebagai dana pemenangan untuk posisi
Ketua Partai Demokrat.

Berulangkali membantah
Anas berulang kali membantah telah menerima hadiah berupa uang, barang dan
fasilitas senilai Rp 116,8 miliar dan US$ 5,26 juta. Dia juga berulangkali menyebut
dirinya sebagai pihak yang dikorbankan.
Dugaan keterlibatan Anas terungkap berdasarkan kesaksian mantan bendahara Partai
Demokrat, Muhammad Nazaruddin.

Dalam berbagai kesempatan, Nazaruddin -terpidana kasus korupsi- mengaku uang hasil
dugaan korupsi proyek tersebut digunakan untuk biaya pemenangan Anas dalam
Kongres Partai Demokrat di Bandung pada 2010 lalu.

Anas
berulangkali membantah tuduhan korupsi dan menganggap dirinya dikorbankan.

KPK mulai melakukan penyelidikan aliran dana proyek Hambalang ini sejak pertengahan
2012 lalu.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan dua tersangka kasus proyek Hambalang, yaitu
antara lain Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alfian Mallarangeng serta Kepala
Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar.

Dalam persidangan kasus Anas, sejumlah saksi telah menyebut beberapa nama
petinggi Partai Demokrat yang disebut juga menerima dana dari Nazaruddin, tetapi
telah dibantah oleh yang bersangkutan.

Kalangan aktivis anti korupsi telah meminta KPK agar menindaklanjuti fakta-fakta baru
yang terungkap selama persidangan Anas Urbaningrum.
VONIS ANAS URBANINGRUM: Ini Putusan
Lengkap Majelis Hakim Tipikor Untuk
Anas
Sholahuddin Al Ayyubi Rabu, 24/09/2014 18:50 WIB

Terdakwa dugaan kasus gratifikasi terkait Hambalang, Anas Urbaningrum mendengarkan pembacaan berkas

dakwaan dalam sidang vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (24/9).

Antara/Rosa Panggabean

Bisnis.com, JAKARTA -- Terdakwa Anas Urbaningrum akhirnya divonis 8 tahun penjara


oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang dipimpin oleh
Haswandi.
Dalam pertimbangan majelis hakim, Haswandi menyebutkan bahwa terdakwa terbukti
secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut.

Selain divonis 8 tahun penjara, mantan Ketua Umum Partai Demokrat tersebut juga
dijatuhkan hukuman untuk membayar denda sebesar Rp300 juta.

Kemudian jika denda tersebut tidak dibayarkan, maka akan diganti dengan pidana
kurungan penjara selama 3 bulan.

"Menetapkan lamanya terdakwa di dalam tahanan dikurangi dari pidana yang


dijatuhkan," tutur Haswandi saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta,
Rabu (24/9/2014).

Selain itu, Anas juga diwajibkan untuk membayar uang pengganti kerugian negara
akibat tindak pidana korupsi yang telah dilakukan olehnya sebesar Rp57.590.330.580
dan 5.261.70 dolar Amerika Serikat.

"Dengan ketentuan, apabila tidak membayar uang pengganti tersebut dalam waktu satu
bulan setelah putusan ini memperoleh putusan hukum tetap, maka hartanya akan disita
oleh Jaksa Penuntut Umum," kata Haswandi.

Kemudian, lanjut Haswandi, jika harta yang disita tidak cukup untuk mengganti kerugian
negara tersebut, maka akan diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun.
KOMPAS.com/ICHA RASTIKAGedung Komisi Pemberantasan Korupsi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi Komisi


Pemberantasan Korupsi Priharsa Nugraha mengatakan, KPK memeriksa
sejumlah wartawan sebagai saksi terkait kasus yang menjerat mantan
Menteri Agama Suryadharma Ali untuk dikonfirmasi mengenai sisa kuota haji.
Ia menambahkan, penyidik menelusuri pemanfaatan sisa kuota haji pada
penyelenggaraan haji tahun 2012-2013 yang juga melibatkan wartawan dalam
penyelenggaran tersebut.
"Yang ditanya adalah status mereka di sana sebagai apa, peliput atau
pemanfaat PPIH (Panitia Penyelenggara Ibadah Haji)," ujar Priharsa di
Gedung KPK, Jakarta, Selasa (12/5/2015).

Penyidik KPK, kata Priharsa, juga akan mengkonfirmasi tujuan


keberangkatan wartawan tersebut ke tanah suci untuk meliput kegiatan haji
atau untuk kepentingan lain. Ia mengatakan, penyidik juga mengonfirmasi
apakah keberangkatan mereka difasilitasi oleh Kementerian Agama atau
menggunakan biaya perusahaan masing-masing.

"Pemanggilan itu adalah konfirmasi apakah ada pelanggaran atau tidak.


Nanti akan dibandingkan, apa job desc dan statusnya. Kalau beda, ada
penyalahgunaan," kata Priharsa.

Pada Jumat (8/5/2015) lalu, sejumlah wartawan dipanggil sebagai saksi dalam
kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2012-2013 yang
menjerat Suryadharma Ali. Hingga saat ini, KPK telah memeriksa sekitar 170
saksi dalam kasus ini.

Sebagian besar yang diperiksa penyidik berasal dari kalangan swasta. Pada
kasus yang menjeratnya, Suryadharma diduga memanfaatkan dana setoran
awal haji oleh masyarakat untuk membiayai pejabat Kementerian Agama dan
keluarganya naik haji. Keluarga yang ikut diongkosi antara lain para istri
pejabat Kementerian Agama.

Tidak hanya itu, diduga juga terdapat kuota haji untuk para wartawan. Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan adanya transaksi
mencurigakan yang memperlihatkan bahwa Suryadharma mengajak 33 orang
untuk berangkat haji.

KPK juga menduga ada penggelembungan harga terkait dengan katering,


pemondokan, dan transportasi jemaah haji. Terkait penyidikan kasus ini, KPK
juga telah memeriksa sejumlah anggota DPR, keluarga Suryadharma, dan
politisi PPP yang ikut dalam rombongan haji gratis.
TRIBUNNEWS/DANY PERMANAAnggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Adriansyah ditahan oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi, Jakarta, Sabtu(11/4/2015). Adriansyah ditangkap di Bali dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK
dengan barang bukti berupa uang 40 ribu dollar Singapura, dan Rp 55,85 juta.

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi telah


memeriksa Bupati Tanah Laut Bambang Alamsyah terkait kasus
dugaan suap pengusahaan tambang di Tanah Laut, Kalimantan
Selatan. Bambang merupakan anak dari anggota DPR RI Adriansyah
yang merupakan tersangka kasus tersebut.

"Kemarin, KPK telah memeriksa Bupati Tanah Laut Bambang Alamsyah


di Brimobda (Brimob Polda) Kalsel," ujar Priharsa di Gedung KPK,
Jakarta, Jumat (24/4/2015).

Sehari sebelum diperiksa, KPK telah menggeledah Kantor Bupati


Tanah Laut dan rumah dinas Bambang. Dalam penggeledahan tersebut,
penyidik menyita sejumlah dokumen terkait perizinan tambang PT
Mitra Maju Sukses.

Dalam pemeriksaan tersebut, kata Priharsa, Bambang dikonfirmasi


soal sejumlah dokumen yang disita dari kedua tempat tersebut.

"Salah satunya terkait beberapa dokumen yang disita termasuk


mekanisme pemberian izin usaha di Tanah Laut," kata Priharsa.

Priharsa mengatakan, pemeriksaan dilakukan selama enam jam. Ia


memastikan pemeriksaan terhadap Bambang akan dilanjutkan karena
masih ada beberapa hal yang harus dikonfirmasi. Pada Kamis
(9/4/2015), KPK menangkap Adriansyah dan anggota Polsek Menteng
Agung Kristiadi di Swiss-Bel Hotel Sanur, Bali, sekitar pukul 18.45 Wita.

Di lokasi tersebut, KPK menyita uang sebesar Rp 500 juta dalam


pecahan dollar Singapura dan rupiah. Berselang satu jam kemudian,
KPK menangkap Direktur PT MMS Andrew Hidayat di sebuah hotel di
kawasan Senayan, Jakarta.
Setelah dilakukan pemeriksaan secara intensif selama 1x24 jam, KPK
menetapkan Adriansyah dan Andrew sebagai tersangka. Sementara itu,
Agung dilepaskan karena dianggap kurang memenuhi dua alat bukti
permulaan tindak pidana korupsi. Kasus yang menjerat Adriansyah dan
Andrew diduga terkait pengusahaan PT MMS di Kabupaten Tanah Laut,
Kalimantan Selatan.

Diduga, Andrew merupakan pihak pemberi uang, sementara Adriansyah


selaku mantan Bupati Tanah Laut sebagai penerima uang. Sedangkan
Agung berperan sebagai kurir atau perantara suap. Dalam kasus ini,
Adriansyah diduga melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 5 ayat 2 jo
Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana diubah dalam Pasal 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat 1
KUH Pidana.

Sementara Andrew Hidayat diduga melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf b


atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam
Pasal 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 KUHP

Você também pode gostar