Você está na página 1de 14

Definisi Mobilisasi Dini

Mobilisasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing penderita keluar
dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin berjalan (Soelaiman,1993).

Menurut Carpenito (2000), Mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang terpenting pada
fungsi fisiologis karena hal itu esensial untuk mempertahankan kemandirian. Dari Kedua
definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa mobilisasi dini adalah suatu upaya
mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk
mempertahankan fungsi fisiologis.

Konsep mobilisasi mula – mula berasal dari ambulasi dini yang merupakan pengembalian
secara berangsur – angsur ke tahap mobilisasi sebelumnya untuk mencegah komplikasi
(Roper,1996).

Tujuan Mobilisasi Dini

1. Mempertahankan fungsi tubuh

2. Memperlancar peredaran darah

3. Membantu pernafasan menjadi lebih baik

4. Mempertahankan tonus otot

5. Memperlancar eliminasi alvi dan urine

6. Mengembalikan aktivitas tertentu, sehingga pasien dapat kembali normal dan atau dapat
memenuhi kebutuhan gerak harian.

7. Memberikan kesempatan perawat dan pasien berinteraksi atau berkomunikasi.

Macam-macam Mobilisasi

Menurut Bayer dan Dubes (1997) mobilisasi dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :

1.Mobilisasi penuh

Mobilisasi penuh ini menunjukkan bahwa syarat motorik dan sensorik mampu mengontrol
seluruh area tubuh.

2.Mobilisasi sebagian

Umumnya mempunyai gangguan syaraf sensorik dan motorik pada area tubuh. Mobilisasi ini
dibedakan menjadi dua, yaitu mobilisasi temporer dan permanen.

Faktor – faktor yang mempengaruhi mobilisasi menurut Kozier (2000).

1. Gaya hidup

2. Proses penyakit atau trauma


3. Kebudayaan

4. Tingkat energi

5. Usia dan tingkat perkembangannya

Rentang Gerak Dalam Mobilisasi


Menurut Carpenito (2000) dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :
1) Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan
menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan
kaki pasien
2) Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan
otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien menggerakkan kakinya.
3) Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas yang diperlukan.

Manfaat Mobilisasi Dini


Menurut Mochtar (1995), manfaat mobilisasi bagi ibu post operasi adalah :
1) Penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation. Dengan bergerak, otot –
otot perut dan panggul akan kembali normal sehingga otot p[erutnya menjadi kuat kembali
dan dapat mengurangi rasa sakit dengan demikian ibu merasa sehat dan membantu
memperoleh kekuatan, mempercepat kesembuhan.
Faal usus dan kandung kencing lebih baik. Dengan bergerak akan merangsang peristaltic usus
kembali normal. Aktifitas ini juga membantu mempercepat organ-organ tubuh bekerja seperti
semula.
2) Mobilisasi dini memungkinkan kita mengajarkan segera untuk ibu merawat anaknya.
Perubahan yang terjadi pada ibu pasca operasi akan cepat pulih misalnya kontraksi uterus,
dengan demikian ibu akan cepat merasa sehat dan bias merawat anaknya dengan cepat
3) Mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli, dengan mobilisasi sirkulasi darah
normal/lancar sehingga resiko terjadinya trombosis dan tromboemboli dapat dihindarkan.

Kerugian Bila Tidak Melakukan Mobilisasi


1) Peningkatan suhu tubuh
Karena adanya involusi uterus yang tidak baik sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan
dan menyebabkan infeksi dan salah satu dari tanda infeksi adalah peningkatan suhu tubuh.

2) Perdarahan yang abnormal


Dengan mobilisasi dini kontraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri keras, maka resiko
perdarahan yang abnormal dapat dihindarkan, karena kontraksi membentuk penyempitan
pembuluh darah yang terbuka

3) Involusi uterus yang tidak baik


Tidak dilakukan mobilisasi secara dini akan menghambat pengeluaran darah dan sisa plasenta
sehingga menyebabkan terganggunya kontraksi uterus

Tahap-tahap Mobilisasi Dini


Menurut Kasdu (2003) mobilisasi dini dilakukan secara bertahap berikut ini akan dijelaskan
tahap mobilisasi dini pada ibu post operasi seksio sesarea :
1) Setelah operasi, pada 6 jam pertama ibu paska operasi seksio sesarea harus tirah baring
dulu. Mobilisasi dini yang bisa dilakukan adalah menggerakkan lengan, tangan,
menggerakkan ujung jari kaki dan memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit,
menegangkan otot betis serta menekuk dan menggeser kaki
2) Setelah 6-10 jam, ibu diharuskan untuk dapat miring kekiri dan kekanan mencegah
trombosis dan trombo emboli
3) Setelah 24 jam ibu dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk duduk
4) Setelah ibu dapat duduk, dianjurkan ibu belajar berjalan

Menurut Beyer, 1997

1. Tahap I : mobilisasi atau gerakan awal : nafas dalam dan batuk, ekstremitas

2. Tahap II : mobilisasi atau gerak berputar

3. Tahap III : mobilisasi atau gerakan duduk tegak

4. Tahap IV : mobilisasi atau gerakan turun dari tempat tidur (3x/hr)

5. Tahap V : mobilisasi atau gerakan berjalan dengan bantuan (2x/hr)

6. Tahap VI : mobilisasi atau gerakan naik ke tempat tidur

7. Tahap VII : mobilisasi atau gerakan bangkit dari duduk ditempat tidur.

Dampak imobilisasi :

1. Atelektasis
2. Pneumonia
3. Sulit buang air besar (BAB dan buang air kecil (BAK).
4. Distensi lambung

Daftar Pustaka

Beyer, Dudes (1997). The Clinical Practice Of Medical Surgical Nursing 2


nd : Brown Co Biston.

Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.


Jakarta : EGC

http://spesialisbedah.com/tag/mobilisasi/

http://indonesiannursing.com/2008/05/25/mobilisasi-dini/

Beyer, Dudes (1997). The Clinical Practice Of Medical Surgical Nursing 2


nd :
Brown Co Biston.

Posted in Uncategorized | Leave a Comment »

ASKEP APENDIKTOMI
October 27, 2009

A. Pengertian

Apendiksitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab abdomen akut yang
paling sering (Mansjoer,2000).

Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi
terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah
abstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa
menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989).

Apendiksitis merupakan penyakit prototip yang berlanjut melalui peradangan, obstruksi dan
iskemia di dalam jangka waktu bervariasi (Sabiston, 1995).

Apendiksitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan
rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).

B. Etiologi

1. Menurut Syamsyuhidayat, 2004 :


o Fekalit/massa fekal padat karena konsumsi diet rendah serat.

o Tumor apendiks.

o Cacing ascaris.

o Erosi mukosa apendiks karena parasit E. Histolytica.

o Hiperplasia jaringan limfe.

2. Menurut Mansjoer , 2000 :


o Hiperflasia folikel limfoid.

o Fekalit.

o Benda asing.

o Striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya.

o Neoplasma.

3. Menurut Markum, 1996 :


o Fekolit
o Parasit

o Hiperplasia limfoid

o Stenosis fibrosis akibat radang sebelumnya

o Tumor karsinoid

C. Patofisiologi

Menurut Mansjoer, 2000:

Apendiksitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya,
atau neoplasma. Feses yang terperangkap dalam lumen apendiks akan menyebabkan
obstruksi dan akan mengalami penyerapan air dan terbentuklah fekolit yang akhirnya sebagai
kausa sumbatan. Obstruksi yang terjadi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi
mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus semakin banyak, namun elastisitas
dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukus. Pada saat ini terjadi apendisitis akut fokal yang
ditandai oleh nyeri epigastrium. Sumbatan menyebabkan nyeri sekitar umbilicus dan
epigastrium, nausea, muntah. invasi kuman E Coli dan spesibakteroides dari lumen ke lapisan
mukosa, submukosa, lapisan muskularisa, dan akhirnya ke peritoneum parietalis terjadilah
peritonitis lokal kanan bawah.Suhu tubuh mulai naik.Bila sekresi mukus terus berlanjut,
tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema
bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di area kanan bawah. Keadaan
ini yang kemudian disebut dengan apendisitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark diding apendiks yang diikuti dengan
gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh
pecah, akan menyebabkan apendisitis perforasi.
Bila proses tersebut berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke
arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis.
Peradangan apendiks tersebut akan menyebabkan abses atau bahkan menghilang.

Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks
lebih tipis. Keadaan demikian ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena
telah ada gangguan pembuluh darah.
Tahapan Peradangan Apendisitis

1. Apendisitis akuta (sederhana, tanpa perforasi)


2. Apendisitis akuta perforate ( termasuk apendisitis gangrenosa, karena dinding
apendiks sebenarnya sudah terjadi mikroperforasi)

D. Manifestasi Klinik

1. Menurut Betz, Cecily, 2000 :


o Sakit, kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kanan bawah
o Anoreksia

o Mual

o Muntah,(tanda awal yang umum, kuramg umum pada anak yang lebih besar).

o Demam ringan di awal penyakit dapat naik tajam pada peritonotis.

o Nyeri lepas.

o Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali.

o Konstipasi.

o Diare.

o Disuria.

o Iritabilitas.

o Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam


setelah munculnya gejala pertama.
2. Manifestasi klinis menurut Mansjoer, 2000 :
Keluhan apendiks biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilicus atau periumbilikus
yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih ke kuadran
kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat
juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga
terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual, dan muntah. Pada
permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun
dalam beberapa jam nyeri abdomen bawah akan semakin progresif, dan denghan
pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal.
Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri.
Nyeri lepas dan spasme biasanya juga muncul. Bila tanda Rovsing, psoas, dan
obturatorpositif, akan semakin meyakinkan diagnosa klinis.

Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual, muntah
dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak
dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah.
Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian
bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika
penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-
38,8° Celsius.

Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada
orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri
tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi
berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.

E. Komplikasi

1. Menurut Hartman, dikutip dari Nelson, 1994 :


o Perforasi.
o Peritonitis.

o Infeksi luka.

o Abses intra abdomen.

o Obstruksi intestinum.

2. Menurut Mansjoer, 2000 :


Apendiksitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi peyakit ini
tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecenderungan menjadi progresif dan
mengalami perforasi. Karena perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi
aman untuk dilakukan dalam masa tersebut.

Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut


kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi,
ileus, demam, malaise, leukositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis
umum atau pembentukan abses telah terjadi sejak klien pertam akali datang, diagnosis
dapat ditegakkan dengan pasti.

Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk
menutup asal perforasi. Sedangkan tindakan lain sebagai penunjang : tirah baring
dalam posisi fowler medium, pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit,
pemberian penenang, pemberian antibiotik berspektrum luas dilanjutkan dengan
pemberian antibiotik yang sesuai dengan kultur, transfusi utnuk mengatasi anemia,
dan penanganan syok septik secara intensif, bila ada.

Bila terbentuk abses apendiks akan teraba massa di kuadran kanan bawah yang
cenderung menggelembung ke arah rektum atau vagina. Terapi dini dapat diberikan
kombinasi antibiotik (misalnya ampisilin, gentamisin, metronidazol, atau
klindamisin). Dengan sediaan ini abses akan segera menghilang, dan apendiktomi
dapat dilakaukan 6-12 minggu kemudian. Pada abses yang tetap progresif harus
segera dilakukan drainase. Abses daerah pelvis yang menonjol ke arah rektum atau
vagina dengan fruktuasi positif juga perlu dibuatkan drainase.

Tromboflebitis supuratif dari sistem portal jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi
yang letal. Hal ini harus dicurigai bila ditemukan demam sepsis, menggigil,
hepatomegali, dan ikterus setelah terjadi perforasi apendiks. Pada keadaan ini
diindikasikan pemberian antibiotik kombinasi dengan drainase. Komplikasi lain yang
terjadi ialah abses subfrenikus dan fokal sepsis intraabdominal lain. Obstruksi
intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan.

F. Pemeriksaan

Pemeriksaan menurut Betz(2002), Catzel(1995), Hartman(1994), antara lain :

1. Anamnesa

Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah :
o Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu
kemudian menjalar ke perut kanan bawah.
o Muntah oleh karena nyeri viseral.

o Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus).

o Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak
sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.
2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa
apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan
gambaran sebagai berikut: Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara
dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). pada keadaan perforasi ditemukan adanya
udara bebas dalam diafragma.
3. Laboratorium
Pemeriksaan darah : lekosit ringan umumnya pada apendisitis sederhana lebih dari
13000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya lekositosis tidak
menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis: terdapat pergeseran ke kiri. Pemeriksaan
urin : sediment dapat normal atau terdapat lekosit dan eritrosit lebih dari normal bila
apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika. Pemeriksaan
laboratorium Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh
terhadap mikroorganisme yang menyerang.

Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi. Hb
(hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan
apendisitis infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan apendiksitis menurur Mansjoer, 2000 :

1. Sebelum operasi
o Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi

o Pemasangan kateter untuk control produksi urin.

o Rehidrasi

o Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena.

o Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil untuk


membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi
tercapai.
o Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.

2. Operasi
o Apendiktomi.
o Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka abdomen
dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
o Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin
mengecil,atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu
beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif
sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
3. Pasca operasi
o Observasi TTV.

o Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan
lambung dapat dicegah.
o Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.

o Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien
dipuasakan.
o Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan
sampai fungsi usus kembali normal.
o Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30
ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya
diberikan makanan lunak.
o Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur
selama 2×30 menit.
o Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.

o Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.

Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif yang ditandai
dengan :

o Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi
o Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat
tanda-tanda peritonitis
o Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat
pergeseran ke kiri.

Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien dipersiapkan, karena


dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan
pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih
tiggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi.

Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda ditandai
dengan :

o Umumnya klien berusia 5 tahun atau lebih.


o Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak
tinggi lagi.
o Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya
teraba massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan.
o Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.

Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian antibiotik dan


istirahat di tempat tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit dan perdarahan
lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu
sejak serangan sakit perut.Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi
abses dengan atau tanpa peritonitis umum.

Asuhan Keperawatan Anak dengan Apendiksitis

A. Pengkajian

Pengkajian menurut Wong (2003), Doenges (1999), Catzel (1995), Betz (2002), antara lain :

1. Wawancara

Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai :

o Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar


ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin
beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan
dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat
hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai
biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
o Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah.
kesehatan klien sekarang ditanyakan kepada orang tua.
o Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.

o Kebiasaan eliminasi.

2. Pemeriksaan Fisik
o Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.

o Sirkulasi : Takikardia.

o Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.

o Aktivitas/istirahat : Malaise.

o Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.

o Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak


ada bising usus.
o Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena
berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah
karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
o Demam lebih dari 380C.

o Data psikologis klien nampak gelisah.

o Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.

o Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa
nyeri pada daerah prolitotomi.
o Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.

3. Pemeriksaan Penunjang
o Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan
mungkin terlihat “ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan cairan
udara di sekum atau ileum).
o Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat.

o Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.

o Peningkatan leukosit, neutrofilia, tanpa eosinofil.

o Pada enema barium apendiks tidak terisi.

o Ultrasound: fekalit nonkalsifikasi, apendiks nonperforasi, abses apendiks.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang muncul pada anak dengan kasus apendiksitis berdasarkan rumusan diagnosa
keperawatan menurut NANDA (2006) antara lain :

Pre Operasi

1. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.


2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual,muntah, anoreksia.

Post Operasi

1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.


2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak
adekuat.

C. Intervensi Keperawatan
Intervensi menurut Mc.Closkey (1996) Nursing Intervention Classsification (NIC), dan hasil
yang diharapkan menurut Johnson (2000) Nursing Outcome Classification ( NOC) , antara
lain :

Pre Operasi

Dx I. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.

Tujuan :Nyeri dapat berkurang atau hilang.

Kriteria Hasil :

 Nyeri berkurang
 Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
 Kegelisahan atau keteganganotot
 Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
 Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.

Intervensi

 Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan, factor


presipitasinya.
 Observasi ketidaknyamanan non verbal.
 Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk
memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi, berikan
perawatan yang tidak terburu-buru.
 Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan.
 Anjurkan pasien untuk istirahat.
 Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak.
 Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.

Dx II. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


mual,muntah, anoreksia.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi pasien adekuat.

Kriteria Hasil :

 Mempertahankan berat badan.


 Toleransi terhadap diet yang dianjurkan.
 Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi.
 Turgor kulit baik.
Intervensi

 Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.


 Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
 Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya.
 Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan muntah.
 pertahankan higiene mulut sebelum dan sesudah makan.

Post Operasi

Dx. I. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang atau
hilang.

Kriteria Hasil :

 Nyeri berkurang
 Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
 Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
 Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.

Intervensi

 Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan.


 Observasi ketidaknyamanan non verbal
 Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk
memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi, berikan
perawatan yang tidak terburu-buru.
 Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan.
 Anjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan tenkik relaksai saat nyeri.
 Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak.
 Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.

Dx II. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang
tidak adekuat.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan cairan pasien


normal dan dapat mempertahankan hidrasi yang adekuat.

Kriteria Hasil :
 Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT
normal.
 Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.
 Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa lembab.
 Tidak ada rasa haus yang berlebihan.

Intervensi

 Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.


 Monitor vital sign dan status hidrasi.
 Monitor status nutrisi
 Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin dan waktu pembekuan.
 Kolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai terapi.
 Atur kemungkinan transfusi darah.

Daftar Pustaka

Betz, Cecily L, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri, Edisi 3. Jakarta: EGC
Catzel, Pincus.1995. Kapita Selekta Pediatri. Jakarta: EGC.
Dongoes. Marilyn. E.dkk 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencana
Pendokumentasian Perawatan Klien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Johnson, Marion,dkk. Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis, Missouri: Mosby
Yearbook,Inc.
Markum.1991.Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI.
Mansjoer. A. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius.
Mc. Closkey, Joanne. 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). St. Louis, Missouri:
Mosby Yearbook,Inc.
Nelson.1994.Ilmu Kesehatan Anak.Vol 2.Jakarta: EGC.
Sabiston, D.C. 1995. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC.
Syamsuhidayat. R & De Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2 .Jakarta : EGC.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawtan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta: EGC
____, 2007, apendisitis, terdapat pada:www. harnawatiarjwordpress.com diakses tanggal 1
Juni 2008.

Você também pode gostar