Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Mobilisasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing penderita keluar
dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin berjalan (Soelaiman,1993).
Menurut Carpenito (2000), Mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang terpenting pada
fungsi fisiologis karena hal itu esensial untuk mempertahankan kemandirian. Dari Kedua
definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa mobilisasi dini adalah suatu upaya
mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk
mempertahankan fungsi fisiologis.
Konsep mobilisasi mula – mula berasal dari ambulasi dini yang merupakan pengembalian
secara berangsur – angsur ke tahap mobilisasi sebelumnya untuk mencegah komplikasi
(Roper,1996).
6. Mengembalikan aktivitas tertentu, sehingga pasien dapat kembali normal dan atau dapat
memenuhi kebutuhan gerak harian.
Macam-macam Mobilisasi
Menurut Bayer dan Dubes (1997) mobilisasi dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :
1.Mobilisasi penuh
Mobilisasi penuh ini menunjukkan bahwa syarat motorik dan sensorik mampu mengontrol
seluruh area tubuh.
2.Mobilisasi sebagian
Umumnya mempunyai gangguan syaraf sensorik dan motorik pada area tubuh. Mobilisasi ini
dibedakan menjadi dua, yaitu mobilisasi temporer dan permanen.
1. Gaya hidup
4. Tingkat energi
1. Tahap I : mobilisasi atau gerakan awal : nafas dalam dan batuk, ekstremitas
7. Tahap VII : mobilisasi atau gerakan bangkit dari duduk ditempat tidur.
Dampak imobilisasi :
1. Atelektasis
2. Pneumonia
3. Sulit buang air besar (BAB dan buang air kecil (BAK).
4. Distensi lambung
Daftar Pustaka
http://spesialisbedah.com/tag/mobilisasi/
http://indonesiannursing.com/2008/05/25/mobilisasi-dini/
ASKEP APENDIKTOMI
October 27, 2009
A. Pengertian
Apendiksitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab abdomen akut yang
paling sering (Mansjoer,2000).
Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi
terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah
abstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa
menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989).
Apendiksitis merupakan penyakit prototip yang berlanjut melalui peradangan, obstruksi dan
iskemia di dalam jangka waktu bervariasi (Sabiston, 1995).
Apendiksitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan
rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
B. Etiologi
o Tumor apendiks.
o Cacing ascaris.
o Fekalit.
o Benda asing.
o Neoplasma.
o Hiperplasia limfoid
o Tumor karsinoid
C. Patofisiologi
Apendiksitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya,
atau neoplasma. Feses yang terperangkap dalam lumen apendiks akan menyebabkan
obstruksi dan akan mengalami penyerapan air dan terbentuklah fekolit yang akhirnya sebagai
kausa sumbatan. Obstruksi yang terjadi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi
mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus semakin banyak, namun elastisitas
dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukus. Pada saat ini terjadi apendisitis akut fokal yang
ditandai oleh nyeri epigastrium. Sumbatan menyebabkan nyeri sekitar umbilicus dan
epigastrium, nausea, muntah. invasi kuman E Coli dan spesibakteroides dari lumen ke lapisan
mukosa, submukosa, lapisan muskularisa, dan akhirnya ke peritoneum parietalis terjadilah
peritonitis lokal kanan bawah.Suhu tubuh mulai naik.Bila sekresi mukus terus berlanjut,
tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema
bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di area kanan bawah. Keadaan
ini yang kemudian disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark diding apendiks yang diikuti dengan
gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh
pecah, akan menyebabkan apendisitis perforasi.
Bila proses tersebut berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke
arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis.
Peradangan apendiks tersebut akan menyebabkan abses atau bahkan menghilang.
Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks
lebih tipis. Keadaan demikian ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena
telah ada gangguan pembuluh darah.
Tahapan Peradangan Apendisitis
D. Manifestasi Klinik
o Mual
o Muntah,(tanda awal yang umum, kuramg umum pada anak yang lebih besar).
o Nyeri lepas.
o Konstipasi.
o Diare.
o Disuria.
o Iritabilitas.
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual, muntah
dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak
dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah.
Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian
bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika
penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-
38,8° Celsius.
Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada
orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri
tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi
berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.
E. Komplikasi
o Infeksi luka.
o Obstruksi intestinum.
Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk
menutup asal perforasi. Sedangkan tindakan lain sebagai penunjang : tirah baring
dalam posisi fowler medium, pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit,
pemberian penenang, pemberian antibiotik berspektrum luas dilanjutkan dengan
pemberian antibiotik yang sesuai dengan kultur, transfusi utnuk mengatasi anemia,
dan penanganan syok septik secara intensif, bila ada.
Bila terbentuk abses apendiks akan teraba massa di kuadran kanan bawah yang
cenderung menggelembung ke arah rektum atau vagina. Terapi dini dapat diberikan
kombinasi antibiotik (misalnya ampisilin, gentamisin, metronidazol, atau
klindamisin). Dengan sediaan ini abses akan segera menghilang, dan apendiktomi
dapat dilakaukan 6-12 minggu kemudian. Pada abses yang tetap progresif harus
segera dilakukan drainase. Abses daerah pelvis yang menonjol ke arah rektum atau
vagina dengan fruktuasi positif juga perlu dibuatkan drainase.
Tromboflebitis supuratif dari sistem portal jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi
yang letal. Hal ini harus dicurigai bila ditemukan demam sepsis, menggigil,
hepatomegali, dan ikterus setelah terjadi perforasi apendiks. Pada keadaan ini
diindikasikan pemberian antibiotik kombinasi dengan drainase. Komplikasi lain yang
terjadi ialah abses subfrenikus dan fokal sepsis intraabdominal lain. Obstruksi
intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan.
F. Pemeriksaan
1. Anamnesa
Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah :
o Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu
kemudian menjalar ke perut kanan bawah.
o Muntah oleh karena nyeri viseral.
o Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak
sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.
2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa
apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan
gambaran sebagai berikut: Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara
dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). pada keadaan perforasi ditemukan adanya
udara bebas dalam diafragma.
3. Laboratorium
Pemeriksaan darah : lekosit ringan umumnya pada apendisitis sederhana lebih dari
13000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya lekositosis tidak
menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis: terdapat pergeseran ke kiri. Pemeriksaan
urin : sediment dapat normal atau terdapat lekosit dan eritrosit lebih dari normal bila
apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika. Pemeriksaan
laboratorium Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh
terhadap mikroorganisme yang menyerang.
Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi. Hb
(hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan
apendisitis infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
G. Penatalaksanaan
1. Sebelum operasi
o Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
o Rehidrasi
o Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena.
2. Operasi
o Apendiktomi.
o Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka abdomen
dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
o Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin
mengecil,atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu
beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif
sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
3. Pasca operasi
o Observasi TTV.
o Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan
lambung dapat dicegah.
o Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
o Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien
dipuasakan.
o Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan
sampai fungsi usus kembali normal.
o Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30
ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya
diberikan makanan lunak.
o Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur
selama 2×30 menit.
o Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif yang ditandai
dengan :
o Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi
o Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat
tanda-tanda peritonitis
o Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat
pergeseran ke kiri.
Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda ditandai
dengan :
A. Pengkajian
Pengkajian menurut Wong (2003), Doenges (1999), Catzel (1995), Betz (2002), antara lain :
1. Wawancara
o Kebiasaan eliminasi.
2. Pemeriksaan Fisik
o Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
o Sirkulasi : Takikardia.
o Aktivitas/istirahat : Malaise.
o Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa
nyeri pada daerah prolitotomi.
o Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
3. Pemeriksaan Penunjang
o Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan
mungkin terlihat “ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan cairan
udara di sekum atau ileum).
o Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat.
o Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang muncul pada anak dengan kasus apendiksitis berdasarkan rumusan diagnosa
keperawatan menurut NANDA (2006) antara lain :
Pre Operasi
Post Operasi
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi menurut Mc.Closkey (1996) Nursing Intervention Classsification (NIC), dan hasil
yang diharapkan menurut Johnson (2000) Nursing Outcome Classification ( NOC) , antara
lain :
Pre Operasi
Kriteria Hasil :
Nyeri berkurang
Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
Kegelisahan atau keteganganotot
Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
Intervensi
Kriteria Hasil :
Post Operasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang atau
hilang.
Kriteria Hasil :
Nyeri berkurang
Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
Intervensi
Dx II. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang
tidak adekuat.
Kriteria Hasil :
Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT
normal.
Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.
Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa lembab.
Tidak ada rasa haus yang berlebihan.
Intervensi
Daftar Pustaka
Betz, Cecily L, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri, Edisi 3. Jakarta: EGC
Catzel, Pincus.1995. Kapita Selekta Pediatri. Jakarta: EGC.
Dongoes. Marilyn. E.dkk 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencana
Pendokumentasian Perawatan Klien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Johnson, Marion,dkk. Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis, Missouri: Mosby
Yearbook,Inc.
Markum.1991.Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI.
Mansjoer. A. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius.
Mc. Closkey, Joanne. 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). St. Louis, Missouri:
Mosby Yearbook,Inc.
Nelson.1994.Ilmu Kesehatan Anak.Vol 2.Jakarta: EGC.
Sabiston, D.C. 1995. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC.
Syamsuhidayat. R & De Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2 .Jakarta : EGC.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawtan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta: EGC
____, 2007, apendisitis, terdapat pada:www. harnawatiarjwordpress.com diakses tanggal 1
Juni 2008.