Você está na página 1de 2

Pasokan Mulai Tipis, Bawang Putih

Terancam Langka

VIVA – Sempat bergejolak tahun lalu, bawang putih tahun ini terancam
kembali langka dengan harga lebih mahal. Sebab, komoditas yang bergantung
impor ini perlahan berkurang seiring keengganan importir mengimpor dari
negara produsen.

Hal tersebut disinyalir akibat Peraturan Menteri Pertanian No. 16 Tahun 2016
tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH). Bahkan, aturan ini
dapat menjadi penyebab minimnya pasokan bawang putih yang kembali
dihadapi pada tahun ini.

Pengamat pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas


mengatakan, belum adanya impor bawang putih saat ini jelas menimbulkan
kekhawatiran. Sebab, kebutuhan komoditas ini terus berharap dari impor
setiap tahunnya.

Ia bahkan menyatakan, kelangkaan di tahun ini sudah terlihat dan bisa lebih
parah dibandingkan 2017. Saat itu, harga bawang putih mencapai Rp80 ribu
per kilogram karena saking minimnya stok dan tingginya kebutuhan.

Menurut Dwi, salah satu penyebab kelangkaannya adalah Peraturan Menteri


Pertanian No.16 Tahun 2016 tentang RIPH. Di mana terdapat kewajiban bagi
importir untuk menghasilkan lima persen bawang putih dari total izin impor
yang mereka dapat.

“Importir ya importir, mereka pedagang. Ya masak disuruh bertani,” jelas Dwi


dalam keterangan tertulisnya, yang diterima VIVA, Senin 29 Januari 2018.

Dijelaskannya, jika seorang importir ingin mengeksekusi hak impor sebanyak


1.000 ton bawang putih dalam setahun, ia harus memproduksi sekitar 50 ton
bawang putih dari kebun yang ia tanami.

Selain itu, jika setiap hektare lahan diperkirakan bisa menghasilkan enam ton
bawang putih, maka dibutukan lahan sekitar 8,33 hektare untuk menghasilkan
50 ton bawang putih.

Dwi mengestimasi, biaya tanam komoditas ini sampai panen tiap per
hektarenya akan mencapai Rp50-Rp60 juta. Artinya, untuk memproduksi
bawang putih sesuai yang diharapkan, dibutuhkan dana sekitar Rp416 juta-
Rp500 juta.

Apabila ini dikalikan dengan kebutuhan impor sebesar 400 ribu ton, berarti
importir secara keseluruhan harus mengeluarkan biaya sebesar Rp166 miliar –
Rp200 miliar.
Sementara itu, Data Kementerian Perdagangan mencatat hingga 25 Januari
2018, terlihat belum ada izin impor bawang putih yang yang dikeluarkan
untuk tahun ini.

Padahal merujuk tahun sebelumnya, pada Januari 2016 sudah tercatat ada
impor bawah putih sebanyak 41,84 ribu ton. Angka itu meningkat 10,22
persen dibandingkan 2015.

Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian Spudnik Sujono mengungkapkan,


sebenarnya pihaknya sudah menandatangani RIPH. Tercatat, ada 29
perusahaan yang mendapat izin untuk pendatangan komoditas bawang putih
dari luar.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Bawang Putih Indonesia (APBPI)


Piko Nyoto Setiadi menjelaskan, pihaknya sebenarnya cukup setuju dengan
ketentuan wajib tanam bagi para importir.

Hanya saja, mereka tetap merasa berat karena minimnya bantuan dari
pemerintah, khususnya mengenai bibit. Faktanya sampai sekarang, belum ada
bantuan dari Kementerian Pertanian terkait penyediaan bibit bawang putih.

“Pemerintah dalam hal ini tidak menyediakan bibit, kemudian pengusahanya


beli dan ditanam, selesai. Ternyata kita disuruh cari bibit, disuruh cari petani,
disuruh cari lahan, disuruh membiayai,” ujarnya.

Você também pode gostar