1. Analagesia Sistemik (Opioid) Opiod sistemik biasa diberikan pada pasien gynekologi. Fentanil adalah obat opiod yang saat ini sering digunakan pada kasus gynekologi dengan dosis yang biasa diberikan adalah 50-100 mg iv karena obat ini cenderung aman bagi pasien. (Prawirohardjo, 2012). 2. Analgesia dan Anastesia Epidural Analgesia lumbar epidural telah dipakai secara meluas untuk blok regional penghilang nyeri dan menimbulkan analgesia yang memuaskan tanpa sedasi (Prawirohardjo, 2012). Blok simpatis dan sensoris yang lebih tinggi sampai T2 akan menyababkan vasodilatasi perifer, pelebaran kapiler, penurunan venous returnyang berhubungan dengan kejadian hipotensi sebesar 30-50% meski telah diberikan prehidrasi 20 ml/kg dan pasien diposisikan miring ke kiri. Dianjurkan pemberian oksigen dengan masker atau kanul dengan pilihan obat lidokain 2% atau buoivakain 0.5% (Soenarjo dan Jatmiko, 2013). Teknik anestesi pada ginekology dapat menggunakan anestesi umum atau anestesi regional. Pemilihan anestesi regional dengan anestesi spinal lebih direkomendasikan dibandingkan dengan anestesi umum. Penggunaan anestesi umum berhubungan dengan edema jalan nafas, kegagalan intubasi, respon hipertensi karena efek laringoskopi, dan aspirasi (Nikooseresht, et al., 2016).
B. Pemberian Obat-obatan Durante Operasi
Pada pasien diberikan ondansetron sebagai pre-medikasi untuk mencegah mual dan muntah. Diberikan pula midazolam sebagai agen sedasi sebanyak 3 cc untuk membuat pasien lebih nyama karena pasien mudah cemas. Selain itu, diberikan pula asam tranexamat dan vit K. Asam tranexamat berkerja dengan cara mencegah kerusakan fibrin dan mempertahankan penggumpalan darah. Penggunaan asam tranexamat dengan injeksi IV 500 mg berfungsi untuk mengurangi kehilangan darah yang berlebihan pada saat operasi. Asam tranexamat berkerja dengan cara mencegah kerusakan fibrin dan mempertahankan penggumpalan darah. Asam tranexamat dapat digunakan untuk penambahan obat uterotonik profilaksis pada kasus obstetri saat manajemen kala III, biasanya pada wanita yang memiliki risiko tinggi perdarahan postpartum, misalnya plasenta previa, anemia, multipara, dan section caesarea (Novikova, et al., 2015). Pada kasus ini pula anemia sedang sehingga dilakukan usaha transfusi dengan PRC sebelumnya guna meningkatkan kadar Hb. Selain itu juga ditambahkan 300 cc PRC selama operasi untuk mencegah terjadinya syok. (Prawirohardjo, 2011)