Você está na página 1de 2

Nama : Muhammad Raihan Al Fitrah

SDIT BAITUL IZZAH

Andai Aku Menjadi Apoteker

Saat itu usiaku masih kurang lebih 5 tahun, aku masih sekolah di PAUD, namanya PAUD
Baitul Izzah. Tapi aku sudah bisa mengingat kejadian-kejadian diusiaku itu.

Oh iya.. namaku Raihan, nama lengkapku Muhammad Raihan Al-Fitrah, sekarang aku
bersekolah di SDIT Baitul Izzah aku duduk di kelas 2. Dari kecil hingga kini cita-citaku belum
berubah yaitu ingin menjadi seorang apoteker yang hebat. Cita-citaku ini pertamanya muncul
karena nenekku. Nenek kesayangan yang sangat menyayangi aku yang meninggal di saat aku
berumur 5 tahun.

Menurut cerita bunda, nenek meninggal karena penyakit diabetes dan kolesterol, aku sayaaang
sekali sama nenek, karena nenek selalu membacakan buku cerita kalau aku sudah pulang
sekolah atau saat sore hari dan juga sering membelikan aku mainan. Andai aku mengerti obat-
obatan apa saja yang mesti nenek minum, aku pasti akan membuatkannya. Tapii karena umurku
masih kecil, jadi aku hanya ikut-ikutan bunda saja saat memberikan nenek obat.

Ada satu yang paling suka kulakukan untuk nenek yaitu mengingatkan bunda dan juga nenek
jika waktu minum obat telah tiba.

Aku pernah ikut nenek berobat, di rumah sakit M. Yunus. Tempatnya cukup jauh dari rumahku.
Aku tinggal di Padang Jati. Saat di rumah sakit, ada dokter yang memeriksa penyakit nenek.
Saat nenek di periksa aku keluar dari ruangan dan melihat ada ruangan yang baunya cukup
menyengat. Bau obat-obatan!

Akupun mengintip ke dalam ruangan itu, tak berani lama-lama karena khawatir bunda mencari,
akupun kembali ke tempat nenek yang rupanya telah selesai di periksa dokter,. Tapi aku jadi
penasaran, banyak sekali obat-obatan di ruangan itu.

Sampai di rumah, aku bertanya pada bunda, “Bun, tadi di sebelah tempat Enek diperiksa Raihan
lihat ada ruangan yang banyak obat-obatan dan orang-orangnya sedang ngulek obat pakai
ulekan putih, mirip seperti ulekan sambal bunda tapi warnanya putih, apa itu Bun?”
“Oohh, itu ruang meracik obat, nak!”

“Apa ruang meracik obat tu bunda?”

“Itu adalah tempat dimana apoteker bisa meracik obat, nak. Jadi di ruangan itu apoteker bisa
menimbang, mencampur obat-obatan yang sesuai dengan dosis, jenis dan jumlah obat yang
akan diminum oleh pasien, lalu obatnya dimasukkan dalam botol atau plastik yang sesuai terus
di beri tulisan cara pemakaian yang benar, biasanya disebut etiket. “

“Apoteker apa lagi itu Bun?” sambil tertawa bunda dengan sabar menjawab pertanyaanku ini.

“Apoteker itu adalah orang yang sekolahnya lulusan farmasi, yang pintar menghitung dosis
obat, jadi kalau dokter memberi resep obat untuk nenek, naah apoteker itu yang menyiapkan
obat-obatannya, apoteker pandai membaca tulisan dokter yang seperti cakar ayam itu nak..
mereka menyiapkan mulai dari nama obat, dosis yang harus diminum jug acara minumnya.
Raihan suka lihat di bungkus atau botol obat kan, tertulis dibotolnya berapa kali Enek minum
obatnya, ya kan?”

“Oooh begitu ya bun?, kalau gitu Raihan mau jadi apoteker Bun, biar bisa meracik obat buat
Enek, kalau Raihan yang meraciknya Enek pasti cepat sembuh jadi bisa terus belikan Raihan
mainan hehehe.”

“Aamiin, semoga cita-citamu tercapai, Nak!”

“Menjadi seorang apoteker itu punya tanggung jawab yang berat dan dituntut memiliki ketelitian
yang tinggi, nak. Perhitungan dosis yang salah sedikit saja, dapat berakibat fatal bagi pasien. Jadi,
kalau mau menjadi seorang apoteker, Raihan harus belajar teliti dan hati-hati dalam bertindak mulai
dari sekarang, Ok!!”

“Siap bunda!!” ujarku sambil memberi gerakan hormat pada bunda.

Tak lama berselang, penyakit Enek yang semakin parah, ditambah usia Enek yang sudah tua,
akhirnya Enek pun meninggal dunia. Aku sangat bersedih. Tidak ada lagi Enek yang selalu
membacakan cerita dan membelikanku mainan.

Namun meski Enek telah meninggal, keinginanku untuk menjadi apoteker masih kuat tertanam
dalam hati. Menjadi apoteker yang hebat yang bisa berguna bagi keluargaku dan juga orang
sekitar.

Você também pode gostar