Você está na página 1de 22

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

PERIODE 7 MARET 2016 – 9 APRIL 2016

RS PENDIDIKAN : RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


DR. KARDINAH, KOTA TEGAL

JOURNAL READING

TOPIK : KONJUNGTIVITIS VERNALIS

Penulis :
David Sethia Perdana
030.11.064

Pembimbing :
dr. H. Liliek Isyoto Yahmo, Sp.M

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
LEMBAR PERSETUJUAN

Journal reading dengan topik :


“KONJUNGTIVITIS VERNALIS”

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing sebagai syarat


untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik Departemen Ilmu Kesehatan Mata
di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
periode 7 Maret 2016 – 9 April 2016

Pada hari …………... tanggal ………………………………..

Jakarta, ...... Maret 2016


Pembimbing,

(dr. Liliek Istoyo Yahmo, Sp.M)


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena
atas karunia-Nya journal reading dengan topik “Konjungtivitis vernalis” dapat
selesai dengan semestinya. Journal reading ini disusun untuk memenuhi sebagian
persyaratan dalam untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik departemen Ilmu
Kesehatan Mata periode 7 Maret 2016 – 9 April 2016.
Konjungtivitis adalah penyakit mata yang umum dijumpai. Konjungtivitis
dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, protozoa, jamur, atau pun alergi.
Konjungtivitis vernalis adalah salah satu dari konjungtivitis alergi yang jumlahnya
relatif lebih sedikit dibandingkan konjungtivitis jenis lainnya. Konjungtivitis
vernalis biasa terjadi pada laki-laki usia muda, dan merupakan salah satu
konjungtivitis yang cukup mengganggu hingga membawa pasien datang ke rumah
sakit. Ciri khas konjungtivitis vernalis adalah adanya gambaran berbenjol-benjol
pada konjungtiva palpebral superior selain disertai rasa gatal yang merupakan
gejala utamanya. Journal reading ini mengangkat topik mengenai konjungtivitis
vernalis, khususnya sebuah studi mengenai prevalensi gambaran klinis dari
konjungtivitis vernalis.
Seperti pepatah “tiada gading yang tak retak”, penulis menyadari bahwa
tulisan ini masih memiliki banyak kekurangan, bahkan jauh dari sempurna. Kritik
dan saran sangat diharapkan penulis guna menyempurnakan tulisan ini pada
kesempatan-kesempatan berikutnya. Penulis menaruh harapan besar agar tulisan ini
dapat memberikan manfaat bagi semua yang membutuhkannya.

Jakarta, … Maret 2016


Penulis,

David Sethia Perdana


030.11.064

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................i


LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...........................................................................................................iv

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA: KONJUNGTIVITIS VERNALIS .............1


1.1 Definisi .......................................................................................... 1
1.2 Epidemiologi .................................................................................1
1.3 Patofisiologi ..................................................................................1
1.4 Gambaran histopatologik .............................................................. 2
1.5 Diagnosis ....................................................................................... 3
1.6 Tatalaksana ...................................................................................5

BAB 2 JOURNAL READING ..........................................................................6

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 18

iv
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA: KONJUNGTIVITIS VERNALIS

1.1 Definisi
Konjungtivitis vernalis adalah salah satu dari konjungtivitis alergi yang terjadi
akibat reaksi hipersensitivitas (tipe I), yang mengenai kedua mata dan bersifat
rekuren.(1)

1.2 Epidemiologi
Konjungtivitis vernalis (sering disebut VKC: Vernal keratoconjunctivitis)
merupakan inflamasi okuli kronik yang rekuren dan bilateral, bersifat kronik,
terutama muncul pada musim panas. Biasanya konjungtivitis vernalis mengenai
pasien usia muda antara 3 – 25 tahun dengan prevalensi sama baik pada laki-laki
maupun perempuan. Biasanya laki-laki mulai pada usia di bawah 10 tahun.
Penderita konjungtivitis sering menunjukan gejala-gejala alergi terhadap tepung
sari rumput-rumputan. Meskipun VKC merupakan kelainan alergi yang langka, di
beberapa tempat di Afrika, Amerika Latin, dan Asia, VKC mewakili sebab penting
kedatangan pasien ke rumah sakit, dalam rentang 3% hingga 6% pasien dalam
semua usia, meningkat hingga 33% dan 90% pada anak-anak dan dewasa.(2,3,4)

1.3 Patofisiologi
Terdapat dua jenis konjungtivitis vernalis(1):
 Tipe palpebral. Pada tipe palpebra, terutama mengenai konjungtiva tarsalis
superior. Terdapat pertumbuhan papil yang besar (coble stone) yang diliputi
sekret yang mukoid. Konjungtiva tarsalis bawah hiperemis dan oedem, dengan
kelainan kornea lebih berat dibandingkan tipe limbal. Secara klinik papil besar
ini tampak sebagai tonjolan bersegi banyak dengan permukaan yang rata dan
dengan kapiler di tengahnya.
 Tipe limbal. Hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat membentuk
jaringan hiperplastik gelatin, dengan trantas dot yang merupakan degenerasi

1
epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya
pannus, dengan sedikit eosinofil

1.4 Gambaran histopatologik


Tahap awal konjungtivitis vernalis ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam
kaitan ini, akan tampak pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang
ditutup oleh satu lapis sel epitel dengan degenerasi mucoid dalam kripta di antara
papil serta pseudomembran milky white. Pembentukan papil ini berhubungan
debgan infiltrasi stroma oleh sel-sel PMN, eosinofil, basofil, dan sel mast.
Tahap berikutnya akan dijumpai sel-sel mononuclear serta limfosit makrofag.
Sel mast dan eosinofil yang dijumpai dalam jumlah besar dan terletak supperfisial.
Dalam hal ini hamper 80% sel mast dalam kondisi terdegranulasi. Temuan ini
sangat bermakna dalam membuktikam peran sentral sel mast terhadap
konjungtivitis sudah cukup menandai adanya abnormalitas jaringan.
Fase vascular dan selular dini akan segera diikuti dengan deposisi kolagen,
hyaluronidase, peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok, serta reduksi sel
radang secara keseluruhan. Deposisi kolagen dan substansi dasar maupun seluler
mengakibatkan terbentuknya deposit stone yang terlihat secara nyata pada
pemeriksaan klinis. Hiperplasia jaringan ikat meluas ke atas membentuk giant papil
bertangkai dengan dasar pelekatan luas. Horner-Trantas dot’s yang terdapat di
daerah ini sebagian besar terdiri dari eosinofil, debris selular yang terdeskuamasi,
namun masih ada sel PNM dan limfosit. Kolagen maupun pembuluh darah akan
mengalami hialinisasi. Epitelium berproliferasi menjadi 5 – 10 lapis sel epitel yang
edematous dan tidak beraturan. Seiring dengan bertambah besarnya papil, lapisan
epitel akan mengalami atrofi di apeks sampai tinggal hanya satu lapis sel yang
kemudian akan mengalami keratinisasi.
Hasil penelitian histopatologik terhadap 675 konjungtivitis vernalis mata
yang dilakukan oleh Wang dan Yang menunjukan infiltrasi limfosit dan sel plasma
pada konjungtiva. Proliferasi limfosit akan membentuk beberapa nodul limfoid.
Sementara itu, beberapa granula eosinofilik dilepaskan dari sel eosinofil,
menghasilkan bahan sitotoksik yang berperan dalam kekambuhan konjungtivitiss.

2
Dalam penelitian tersebut, juga ditemukan adanya reaksi hipersensitivitas. Tidak
hanya di konjungtiva bulbi dan tarsal, tetapi juga di forniks, serta pada beberapa
kasus melibatkan reaksi radang pada iris dan badan siliar.
Pada limbus juga terjadi transformasi patologik yang sama berupa
pertumbuhan epitel yang hebat meluas, bahkan dapat terbentuk 30-40 lapis sel
(acanthusis). Horner-Trantas dot’s Horner-Trantas dot’s yang terdapat di daerah
ini sebagian besar terdiri atas eosinifil, debris selular yang terdeskuamasi, namun
masih ada sel PMN dan limfosit

1.5 Diagnosis
Pada mata ditemukan papil besar dengan permukaan rata pada konjungtiva
tarsal, dengan rasa gatal yang bersifat berat, sekret gelatin yang berisi eosinofil atau
granula eosinofil, pada kornea terdapat gambaran keratitis, neovaskularisasi, dan
tukak indolen. Pada tipe limbal terlihat benjolan di daerah limbus, dengan bercak
Horner Trantas yang berwarna keputihan yang terdapat di dalam benjolan.(1)
Secara histologik, benjolan ini merupakan suatu hiperplasia dan hialinisasi
jaringan ikat disertai proliferasi sel epitel dan serbukan sel limfosit, sel plasma, dan
sel eosinofil.

Gambar 1. Reaksi giant papillary pada konjungtiva tarsalis superior(2)

3
Gambar 2. Penebalan limbus dan Horner-Trantas dots(2)

Gambar 3. Corneal shield ulcer(2)

4
1.6 Tatalaksana
Antihistamin dan desensitisasi mempunyai efek yang ringan. Vasokonstriktor
kromolin topikal dapat mengurangi pemakaian steroid, siklosporin dapat
bermanfaat. Obat anti-inflamasi nonsteroid lainnya tidak banyak bermanfaat.
Pengobatan dengan steroid topikal tetes dan salep mampu mengurangi gejala,
namun perlu dipertimbangkan dari pemakaian steroid jangka panjang. Bila tidak
ada hasil dapat diberikan radiasi, atau dilakukan pengangkatan giant papil.(1)
Sebenarnya penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya tanpa diobati.
Pasien dapat diberikan obat kompres dingin, natrium karbonat dan obat
vasokonstriktor. Kelainan kornea dan konjungtiva dapat diobat dengan natrium
cromolyn topikal. Bila terdapat tukak, maka diberi antibiotik untuk mencegah
infeksi sekunder disertai dengan sikloplegik.(1)

5
BAB 2
JOURNAL READING

International Journal of Biomedical Research


ISSN: 0976-9633 (Online)
Journal DOI: 10.7439/ijbr
CODEN: IJBRFA
Artikel Penelitian

PENELITIAN KLINIS KERATOKONJUNGTIVITIS VERNALIS

Suresha Anepla Rajappa1, Farhat Fatima*2 and Avinash S.2


1Department of Ophthalmology, JJM Medical College, Davangere, India 577004
2Sushrutha Eye Hospital and LASIK Centre, Devans Road, Mysore, India

*Info korespondensi:
Dr. Farhat Fatima,
Mahasiswa Program Doktor,
Department Of Ophthalmology,
Jagadguru Jayadeva Murugarajendra Medical College, MCC-B Block, Davangere 577004, Karnataka.
E-mail - farhatfatima13@gmail.com

ABSTRAK

Objektif: Untuk mempelajari karakteristik epidemiologi, gambaran klinis, proses


perjalanan penyakit, dan berbagai macam modalitas dalam tatalaksana VKC.
Bahan dan Metode: Penelitian prospektif terhadap 70 pasien rumah sakit dengan gejala
konjungtivitis alergika dilakukan di Departemen Oftalmologi, J.J.M Medical College,
Davangere, dari Juni 2012 hingga Mei 2013. Epidemiologi multipel (usia, jenis kelamin)
dan parameter klinis (tipe, gejala, tatalaksana, kegagalan tatalaksana) diteliti. Semua pasien
dengan tepat dikelola dan dikaji ulang setiap 2 minggu serta ditindaklanjuti dalam jangka
waktu paling sedikit 3 bulan hingga 6 bulan.
Hasil: Keratokonjungtivitis vernalis ditemukan menjadi tipe paling umum dari
konjungtivitis alergi (64,3 %). VKC mengenai laki-laki muda di bawah 16 tahun (66,7%).
Rerata kelompok usia yang terkena VKC yakni 13,75 tahun dengan durasi rata-rata 4,87
tahun. Kemunculan yang bersifat musiman (75,5%) dan rasa gatal (100%) adalah gambaran
dominan. Tipe palpebra adalah tipe paling umum dari VKC (49%). Terapi steroid dosis
tinggi ditemukan menjadi metode yang aman dan efektif untuk manajemen VKC
Kesimpulan: VKC adalah bentuk umum dari konjungtivitis alergi di negara tropis. VKC
merpakan penyakit yang terjadi bilateral, terjadi berulang, ditemukan mengenai laki-laki
muda usia dibawah 16 tahun.VKC berhubungan dengan keadaan atopi sistemik yang lain
atau riwayat keluarga dengan kelainan alergi. Eosinofil pada konjungtiva dapat dijadikan
sebagai bukti diagnosis VKC
Kata kunci : konjungtivitis alergi, tipe palpebral, tipe bulbar, eosinofil konjungtival,
steroid topikal

6
1. PENDAHULUAN
Keratokonjungtivitis vernalis (VKC: Vernal keratoconjunctivitis; vernal
(Yunani): terjadi di musim semi) adalah penyakit inflamasi kronis berupa alergi
pada kedua permukaan bola mata yang terutama mengenai laki-laki muda dalam
usia dekade pertama. Diagnosis didasarkan pada tanda-tanda dan gejala termasuk
rasa gatal, fotofobia, mata keluar cairan berlendir yang lengket, dan ditemukannya
papila raksasa pada konjungtiva tarsalis superior atau di limbus, keratopati
superfisial dan perisai ulkus kornea.(1) Distribusi konjungtivitis vernalis tercatat
secara global mulai 0,1% menjadi 0,5 % dari pasien dengan masalah pada kedua
bola mata.(2) Penyakit ini biasanya muncul musiman, yang berlangsung dari awal
musim semi hingga musim gugur. Namun, kasus perennial (menahun) yang terjadi
persisten sepanjang tahun tidaklah jarang, terutama pada pasien yang tinggal di
iklim subtropis atau padang pasir. Kejadian yang dominan selama musim serbuk
sari memunculkan keyakinan akan hipotesis yang diterima secara luas bahwa VKC
diperantai oleh faktor imunologi, berupa reaksi hipersensitivitas terhadap
lingkungan antigen.(3)
Alergi mata sering terjadi dan memiliki gejala sangat menjengkelkan yang
menyebabkan kejadian absen dari sekolah dan bekerja, dan selain itu pengobatan
VKC tidaklah mudah. Mengingat sifat penyakit yang kronis, pasien harus dididik
tentang apa yang diharapkan dan kesulitan-kesulitan tersembunyi dari terapi VKC.
Dengan demikian, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui variasi karakteristik
epidemiologis, gambaran klinis, proses perjalanan penyakit, dan berbagai modalitas
dalam manajemen tatalaksana VKC.

2. BAHAN DAN METODE


Penelitian ini adalah penelitian prospektif yang dilakukan di rumah sakit.
Penelitian dilakukan pada 70 pasien dengan gejala konjungtivitis alergi yang datang
ke departemen rawat jalan bagian oftalmologi di J.J.M. Medical College,
Davangere, Karnataka dari Juni 2012 hingga Mei 2013. Penelitian dilakukan
setelah memperoleh izin dari komite etik institusi, dan persetujuan dari partisipan
penelitian.

7
Semua pasien dengan riwayat gatal-gatal, fotofobia, dan mata keluar cairan
berlendir dilibatkan dalam penelitian ini. Pasien yang tidak patuh, yang tidak
tersedia untuk tindak lanjut selama periode waktu yang diperlukan dan mereka
dengan penyakit mata lainnya seperti glaukoma, keratitis infeksius, dan
abnormalitas segmen posterior dieksklusi dari penelitian.
Dengan menggunakan proforma yang sudah disusun sebelumnya, riwayat
penyakit diperoleh dari tiap-tiap pasien dengan perhatian khusus kepada
karakteristik dari gejala, durasi gejala, kemunculan gejala (apakah terjadi musiman
atau menahun), riwayat alergi keluarga dan pribadi, dan pengobatan masa lampau.
Pasien menjalani pemeriksaan klinis secara rinci, ketajaman visual tanpa bantuan
ditentukan secara terpisah pada setiap mata. BCVA direkam setelah refraksi,
pemerikaan slit lamp dengan pewarnaan fluorescein, pengukuran tekanan
intraokular dengan tonometer aplanasi, dan pemeriksaan funduskopi.
Tipe palpebral mencakup pasien dengan karakteristik ditemukannya papil
dengan ukuran mencapai 8 mm di konjungtiva tarsalis, sedangkan tipe limbal
mencakup ditemukannya nodul pada limbus. Selain itu pengerikan keci pada
konjungtiva dilakukan terhadap semua pasien dalam anestesi topikal proparacaine
0,5% dengan menggunakan spatula pada konjungtiva tarsalis superior. Pengerikan
konjungtiva kemudian disebar di atas kaca geser, dikeringkan, difiksasi, dan
diberikan pewarnaan. Semua sel dievaluasi dan keberadaan eosinofil dicatat dengan
mikroskop cahaya dalam magnifikasi (pembesaran) 100% untuk mengkonfirmasi
keberadaan reaksi alergi aktif.
Pasien dibagi bedasarkan gejala dan tanda sesuai pada Tabel 1. Pasien dengan
derajat ringan diterapi dengan Natrium kromoglikat 4% E/d q.i.d (empat kali sehari)
dan pasien dengan derajat sedang hingga berat diberikan terapi steroid dosis tinggi
(Fluoromethalone 0,1% E/d q.i.d untuk derajat sedang dan Prednisolone 1% E/d
q.i.d untuk derajat berat) dan Olopatadine hidroklorida 0,1% E/d b.i.d (dua kali
sehari) secara bersamaan.
Pasien dengan VKC berat yang tidak terkontrol setelah pengobatan dengan
steroid diberikan Cyclosporine 2% E/d q.i.d. Efektivitas dari berbagai modalitas

8
terapi dicatat. Pasien dikaji dua minggu sekali dan periode tindak lanjut berkisar
antara 3 hingga 6 bulan.
Persentase dan Z test proporsi merupakan model statistik yang digunakan
peneliti untuk menentukan hasil pada periode studi.

3. HASIL
70 pasien dengan gejala konjungtivitis alergi diteliti selama periode waktu
1 tahun dari bulan Juni 2012 hingga Mei 2013. Insidens dari konjungtivitis alergi
disajikan pada Gambar 1. Konjungtivitis vernalis merupakan tipe paling umum
yang diikuti oleh konjungtivitis giant papillary dan keratokonjungtivitis fliktenular.
Karakteristik epidemiologis dan gambaran klinis dari populasi studi
didesripsikan pada Tabel 2. Sebagian besar ditemukan pada pasien dalam rentang
umur 10 – 16 tahun, dengan rata-rata usia 13,75 tahun. Laki-laki lebih dominan
terkena VKC. Kemunculan gejala secara musiman sering ditemukan. Rasa gatal
merupakan gejala yang dominan. Tipe palpebral merupakan tipe yang paling sering
ditemukan diikuti oleh tipe bulbar dan tipe campuran. Keratitis pungtata superfisial
merupakan bentuk keterlibatan kornea yang paling serimg ditemukan.
Insidens VKC tiap bulan disajikan pada Tabel 2. Kasus paling banyak
dilaporkan selama bulan Januari hingga April, dengan kasus paling sedikit
ditemukan selama periode bulan Juni hingga Oktober. Peningkatan kasus dimulai
dari bulan November.
Durasi penyakit bervariasi dari 2 bulan hingga 16 tahun dengan rata-rata durasi
4,87 tahun. Pasien dengan insidensi musiman memiliki durasi penyakit yang
berlangsung 6 tahun atau kurang, sedangkan pada insidensi perennial (menahun)
berlangsung dalam beberapa tahun. Riwayat penyakit keluarga atau riwayat
penyakit pribadi akan alergi ditemukan pada 6 (13,3%) pasien: asma sebanyak
3 pasien dan hay fever sebanyak 3 pasien. Semua kasus pada kelompok usia
3 – 9 tahun adalah tipe bulbar. Tipe palpebral dan campuran terjadi pada kelompok
usia dewasa.
Kelompok terapi disaajikan pada Tabel 3. Tipe bulbar ditemukan lebih sensitif
terhadap Natrium kromoglikat namun membutuhkan waktu yang lebih lama untuk

9
memperoleh keadaan terkontrol. Respons terapi steroid dosis tinggi tampak
dramatis dengan penurunan gejala dalam beberapa hari. Bagaimanapun tipe dan
sifat steroid tidak mempengaruhi hasil secara keseluruhan.
Hasil kelompok terapi disajikan pada Tabel 4. Semua pasien menunjukan
kontrol yang cukup hingga baik selama periode satu bulan. Di antara 7 pasien yang
tidak dalam kontrol, 2 pasien termasuk dalam kelompok terapi Steroid +
Olopatadine dan memiliki VKC tipe palpebral, 5 di antaranya termasuk dalam
kelompok terapi Natrium kromoglikat. 1 pasien memiliki VKC tipe bulbar dan
2 pasien masing-masing memiliki VKC tipe palpebral dan campuran. Z test untuk
proporsi: Z = 1,19; p > 0,05.
2 kasus yang tidak terkontrol setelah terapi dengan steroid dan olopatadine 0,1%
E/d diobati dengan 2% siklosporin E/d empat hari sekali setiap hari diperoleh
adanya perbaikan setelah 1 minggu. 2 pasien menghilang setelah tindak lanjut yang
pertama. Di antara 36 pasien yang terkontrol dengan baik pada akhir bulan pertama,
kortikosteroid topikal secara bertahap dikurangi dan dihentikan dan diminta untuk
melanjutkan secara berturut-turut olapatadine topikal 2 kali sehari, dan natrium
kromoglikat 4% E/d 4 kali sehari. Banyak pasien yang tidak bersedia termasuk
dalam kelompok natrium kromoglikat, datang dengan serangan berulang di
pertemuan berikutnya dibandingkan dengan pasien dalam terapi olapatadine.
Pada penelitian ini, bahkan setelah 4 minggu terapi dengan kortikosteroid
topikal dosis rendah, tidak ditemukan pasien dengan peningkatan tekanan
intraokular (TIO) yang signifikan. Dari 2 pasien yang diobati dengan siklosporin
2%, efek samping yang tercatat adalah sensasi terbakar dan mata berair segera
setelah pemakaian obat tetes mata.

4. PEMBAHASAN
Keratokonjungtivitis vernalis (VKC: Vernal keratoconjunctivitis) merupakan
penyakit inflamasi okuler eksternal yang terjadi bilateral dan bersifat kronik,
terutama mengenai pasien usia dekade pertama atau kedua yang mewakili penyebab
datangnya pasien ke rumah sakit. Pada penelitian ini, di antara 70 pasien yang
muncul dengan konjungtivitis alergi, keratokonjungtivitis vernalis memperoleh

10
insidens tertinggi (64,3%). Penelitian ini bila dibandingkan dengan penelitian lain
yang telah dilakukan di Amerika Serikat dapat menjadi observasi yang menarik.
Mark B. Abelson, Nalini Madiwale et al mengamati konjungtivitis alergika
musiman dan menahun untuk memperoleh insidens tertinggi pada penelitiannya
(48,4%), di mana insidens keratokonjungtivitis vernalis terjadi paling sedikit
(8,5%).(4) Perbedaan nyata antara insidens VKC pada beberapa penelitian ini
mungkin memiliki hubungan dengan kondisi iklim. VKC dikatakan lebih umum di
negara tropis seperti India dengan cuaca panas.
Dominansi laki-laki tercatat di penelitian kami dengan 82% laki-laki terkena
VKC dan insidens pada perempuan menjadi 18%. Hasil yang sama diperoleh
Baryishak Y.R., Zavaro et al yang menunjukan insidens terjadi sebanyak 73% pada
pria yang terkena VKC.(5) Rata-rata usia pasien terkena VKC yang ditemukan yakni
13,75 tahun (jangkauan: 3 – 30 tahun) dan rata-rata durasi yang ditemukan yakni
4,9 tahun (jangkauan: 2 bulan hingga 16 tahun). Hasil yang sama juga diobservasi
pada penelitian Bisht et al, dengan rata-rata usia yang terkena yakni 14,3 tahun
(jangkauan: 7 – 30 tahun) dan durasi penyakit antara 1,5 hingga 4 tahun.(6)
Perbedaan penting antara jenis kelamin, dan proses penyembuhan penyakit dengan
masuknya ke usia pubertas adalah gambaran yang terus-menerus memberikan
kesan bahwa faktor hormonal memainkan peran pada perkembangan dari VKC
(Bonini et al).(7)
75,5% pasien memiliki simtom yang berlangsung musiman (seasonal
symptom), 24,5% mengeluh simtom yang berlangsung menahun (perennial
symptom), 13,3% pasien dengan riwayat keluarga atau pribadi berupa penyakit
alergi, asma, dan rhinitis menjadi kasus umum dan kasus terbanyak dilaporkan
sepanjang bulan Januari hingga April. Hasil ini berhubungan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Ujwala S. Saboo dkk yang menunjukan 64% terjadi musiman,
36% terjadi menahun, 4,91% memiliki riwayat pribadi atau keluarga berupa alergi
dan insidens tertinggi tercatat pada bulan Mei,(8) yang berhubungan dengan cuaca
panas dan kering di India bagian selatan.
Pada peneitian ini, 100% pasien mengeluh rasa gatal, 57,7% memiliki mata
merah, 35,5% mengeluh keluar cairan lengket, 26,6% mengeluh fotofobia, 20%

11
mengeluh sensasi terbakar, 13,3% mengeluh mengeluh mata berair. Hasil yang
sama diobservasi oleh Bisht R., Goyal A. et al.(6) Peribahasa untuk VKC adalah
“tidak ada gatal, tidak ada konjungtivitis vernalis”. Penelitian kitaa mendukung
fakta ini.
Jenis penyakit VKC mencakup tipe palpebral sebanyak 49%, tipe bulbar
sebanyak 27% dan tipe campuran sebanyak 24%. Penelitian yang dilakukan oleh
Togby menunjukan tipe campuran lebih dominan, sekitar 71,4% diikuti oleh tipe
palpebral sebanyak 17,4% dan tipe bulbar sebanyak 11,2%.(9) Studi multi-centric
dari Italia melaporkan dominasi terdapat pada tipe limbal sekitar 53,8%,(10)
sedangkan Ukponmwan melaporkan 82,6% kasus dengan presentasi tipe palpebral
di Nigeria.(11) Hal ini menunjukan bahwa prevalensi subtipe VKC berbeda di
berbagai bagian di dunia.
VKC dapat menyebabkan berbagai komplikasi korneal yang menyebabkan
penurunan tajam penglihatan (visus). Pada penelitian kami, keterlibatan kornea
terlihat pada 15 (33%) pasien. Keratitis pungtata superfisialis merupakan gambaran
paling banyak ditemukan diikuti oleh pseudogerontoxon. Kami mencatat
penurunan tajam penglihatan pada 8,89% pasien. Bonini et al., mencatat penurunan
tajam penglihatan permanen pada 6% pasien dikarenakan komplikasi korneal dan
pembentukan jaringan parut.(7) Pengerikan kecil pada konjungtiva menunjukan
adanya eossinofil pada 78% pasien, hal ini lebih baik dibandingkan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Abelson et al yang mengamati 63% pengerikan
konjungtiva yang positif ditemukan eosinofil.(4) Gambaran lain yang diamati dalam
penelitian ini berkaitan dengan eosinofil konjungtival adalah durasi penyakit yang
memiliki efek terbalik terhadap eosinofil konjungtival yang positif.
Terapi steroid dosis tinggi ditemukan menjadi metode yang aman dan efektif
dalam manajemen konjungtivitis vernalis di penelitian kami. Bielory BP dkk.
menemukan pengamatan yang sama.(12) Kortikosteroid topikal merupakan
pengobatan paling efektif untuk VKC derajat sedang hingga berat karena
kemampuannya dalam mengganggu proses kaskade inflamasi pada tahap awal dan
secara luas. Tipe bulbar ditemukan lebih sensitif terhadap Natrium kromoglikat
saja. Dahan dkk. mengamati perbaikan gejala sebanyak 90% secara subjektif dan

12
58% secara objektif pada tipe bulbar yang diterapi dengan Natrium kromoglikat.(13)
Olopatadine hidroklorida 0,1% E/d digunakan bersama dengan steroid pada pasien
dan terbukti bermanfaat untuk pengobatan jangka panjang. Corum et al.
melaporkan 2 bulan pengobatan dengan Olopatadine hidroklorida 0,1%
meringankan gejala dan tanda VKC.(14) Siklosporin 2% 4 kali sehari ditemukan
lebih efektif dan aman pada 2 kasus VKC berat yang tak terkontrol. Penelitian yang
dilakukan Pucci et al menyimpulkan bahwa tetes mata siklosporin 2% 4 kali sekali
mewakili alternative steroid yang valid untuk VKC derajat berat.(15)

5. KESIMPULAN
VKC adalah bentuk umum dari konjungtivitis alergi di negara tropis seperti kita
yang mengenai laki-laki muda di bawah 16 tahun. Gambaran dominan dari VKC
adalah kemunculannya yang bersifat musiman dan rasa gatal. Tipe palpebral adalah
tipe paling banyak ditemukan, diikuti oleh tipe bulbar dan tipe campuran. VKC
berhubungan dengan adanya atopik sistemik lainnya atau riwayat alergi dalam
keluarga. Eosinofil konjungtival dapat digunakan sebagai bukti untuk
mendiagnosis VKC. Steroid topikal telah terbukti efektif dalam mengontrol
inflamasi permukaan bola mata, namun tetap digunakan dengan hati-hati
dikarenakan efek samping terhadap bola mata. Olopatadine dapat digunakan untuk
pengobatan jangka panjang, Natrium kromoglikat topikal sangat efektif dalam
mengontrol VKC tipe bulbar namun kepatuhan pasien untuk pengobatan jangka
panjang kurang baik. Efikasi dan keamanan siklosporin A topikal dalam
manajemen kasus VKC berat membutuhkan investigasi lebih lanjut dengan
penelitian yang lebih besar.
Edukasi terhadap pasien dan orang tua pasien mengenai sifat VKC yang terjadi
berulang dan berkepanjangan adalah tujuan utama terapi. Pemahaman terhadap
sifat siklus penyakit dapan meminimalisasi frekuensi perubahan terapi okler topikal
pada pasien dan penggunaan terapi alternatif dengan efikasi yang belum pasti.

13
DAFTAR PUSTAKA
1. Mantelli F, Santos MS, Petitti T, et al. Systematic review and meta-analysis of
randomized clinical trials on topical treatments for vernal keratoconjunctivitis. Br J
Ophthalmol 2007; 91:1656–61
2. Allansmith MR. Vernal Kerato Conjunctivitis. Duane’s Clinical Ophthalmology, Vol4,
J.B. Lippincot Co., 1994. Chapter 9
3. Leonardi A, Busca F, Motterle L, et al. Case series of 406 vernal kerato conjunctivitis
patients: A demographic and epidemiological study. Acta Ophthalmol Scand 2006;
84:406 –10.
4. Mark B. Abelson, Nalini Madiwale et al. Conjunctival eosinophils in allergic ocular
disease. Arch Ophthalmol 1983; 101: 555-556.
5. Baryishak YR, Zavaro A et al. Vernal Kerato Conjunctivitis in all Israeli group of
patients and its treatment with SCG. Br J Ophthalmol 1982; 66: 118-122.
6. Bisht R Goyal A et al. Clinico Immunological Aspects of Vernal catarrh in hilly terrains
of Himachal Pradesh. Ind J Ophthalmol 1992; 40 (3): 79-82.
7. Bonini S, Lambiase A, Schiavone M, Centofanti M, Palma LA & Bonini S (1995):
Oestrogen and progesterone receptors in vernal keratoconjunctivitis. Ophthalmology
102:1374–1379
8. Ujwala S Saboo, Manish Jain, Jagadesh C Reddy, and Virender S Sangwan:
Demographic and clinical profile of vernal keratoconjunctivitis at a tertiary eye care
centre in India. Indian J Ophthalmol. 2013 September; 61(9): 486–489
9. Steward Duke Elder. Allergic Conjunctivitis. System of Ophthalmology VIII Part I:
432-493.
10. Lambiase A, Minchiotti S, Leonardi A, Secchi AG, Rolando M, Calabria G, et al.
Prospective, multicenter demographic and epidemiological study on vernal
keratoconjunctivitis: A glimpse of ocular surface in Italian population. Ophthalmic
Epidemiol. 2009; 16:38–41.
11. Ukponmwan CU. Vernal conjunctivitis in Nigerians: 109 consecutive cases. Trop
Doct. 2003;33:242–5
12. Bielory BP, Perez VL, Bielory L. Treatment of seasonal allergic conjunctivitis with
ophthalmic corticosteroids: In search of the perfect ocular corticosteroid in the
treatment of allergic conjunctivitis. Curr Opin Allergy Clin Immunol 2010; 10:469–
77.
13. Dahan E Appeal R. Vernal Kerato Conjunctivitis in the black child and its response to
therapy. Br J Ophthalmol 1983; 67: 688-692.
14. Corum I, Yeniad B, Bilgin LK, et al. 2005. Efficiency of olopatadine hydrochloride
0.1% in the treatment of vernal keratoconjunctivitis and goblet cell density. J Ocul
Pharmacol Ther, 21:400–5.
15. Puccin Novembre E, Gian Feroni A et al. Efficacy and Safety of cyclosporine e/d in
VKC. Ann Allergy Asthma Immunol 2002; 89: 298-303.

14
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pasien dibagi berdasarkan gejala dan tanda


Gejala dan tanda Ringan Sedang Berat
Gatal Sekali-sekali merasa Sekali-sekali Setiap hari merasa
gejala mata lengket mengalami gejala gejala mata lengket
mata lengket

Rasa terbakar Sekali-sekali Setiap hari dengan Setiap hari berkedip


sekali-sekali berkedip

Sekret Sekali-sekali Setiap hari Beberapa kali dalam


membersihkan mata membersihkan mata sehari membersihkan
mata

Papil ≤1 mm ≥1 mm; ≤3 mm ≥3 mm

Keterlibatan limbus ≤1 kuadran bola 1 – 3 kuadran bola Semua kuadran bola


mata mata mata

Keratitis pungtata Tidak ada <1/2 luas kornea >1/2 luas kornea
superfisial

Tabel 2. Analisis data epidemiologi dan klinis


Jumlah
Karakteristik Tipe %
Kasus
Distribusi berdasarkan usia 3 – 9 tahun 12 26,7
10 – 16 tahun 18 40,0
17 – 23 tahun 10 22,2
24 – 30 tahun 5 11,1

Komposisi gender (n = 45) Laki-laki 37 82


Perempuan 8 18

Variasi periodik dari Terjadi musiman 34 75,5


terjadinya gejala Terjadi berkepanjangan 11 24,5

VKC berkaitan dengan alergi Pasien dengan riwayat alergi 6 13,3


Pasien tanpa riwayat alergi 39 86,7

Insidens terjadinya gejala Rasa gatal 45 100


Mata merah 26 57,7
Fotofobia 12 26,6
Keluar cairan kental 16 35,5
Sensasi terbakar 9 20
Mata berair 6 13,3

Pola penyakit Tipe palpebra 22 49,0


Tipe bulbar 12 26,6
Tipe campuran 11 24,4

15
Keterlibatan kornea Keratitis pungtata superfisial 12 26,6
Pseudogerontoxon 3 6,6
Total kasus 15 33

Hubungan antara waktu perjalanan <1 tahun 1 1


penyakit dan ditemukannya 1 – 3 tahun 18 18
eosinofil pada konjungtiva 4 – 6 tahun 16 15
7 – 9 tahun 2 0
10 – 12 tahun 6 1
>12 tahun 2 0

Tabel 3. Kelompok terapi


Grup pengobatan Jumlah kasus
I) Steroid topikal + olopatadine hidroklorida 0,1% E/d Total = 23
Prednisolone 0,1% E/d 8
Fluoromethalone 0,1% E/d 14
II) Sodium Kromoglikat 4% Total = 23

Tabel 4. Hasil dari kelompok terapi


Grup pengobatan Jumlah kasus Kasus yang Kasus yang tak
meningkat terkontrol
Steroid 22 20 (90,9 %) 2
Non-steroid 23 18 (78,3 %) 5
Total 45 38 7

16
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Insidens Konjungtivitis Alergi

Gambar 2. Grafik insidens kasus baru dari VKC (tiap bulan)

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. 2006. Penuntun Ilmu Penyakit Mata edisi ke-3. Jakarta: Balai penerbit
FKUI. p: 133-4.
2. De Smedt S, Wildner G, Kestelyn P. Vernal keratoconjunctivitis: an update. Br
J Ophtalmol 2013;97:9-14
3. Dantas PEC, Alves MR, Nishiwaki-Dantas MC. Topographic corneal changes
in patients with vernal keratoconjunctivitis. Arq Bras Oftalmol 2005;68:593–
98.
4. Uchio E, Kimura R, Migita H, et al. Demographic aspects of allergic ocular
diseases and evaluation of new criteria for clinical assessment of ocular allergy.
Graefes Arch Clin Exp Ophthalmol 2008:291–96.

18

Você também pode gostar