Você está na página 1de 16

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Vitamin C

2.1.1 Sejarah dan Struktur Kimia

Vitamin C digolongkan sebagai vitamin yang larut dalam air. Pada tahun

1932 Szent dan Glenn King dari USA berhasil mengisolasi zat antiskorbut dari

jaringan adrenal, jeruk dan kol yang dinamakan vitamin C. Zat ini kemudian

berhasil disintesis pada tahun 1933 oleh Howarth dan Hirst sebagai asam

askorbat. (Moehji, 2002)

Vitamin C merupakan zat organik yang berbentuk kristal putih, memiliki

rasa asam dan tidak berbau, memiliki rumus molekul C 6H8O6 dengan berat

molekul 178 dan rumus bangun sebagai berikut :

CH2OH

HO – C – H O

C CO

H C C

OH OH

Gambar 2.1 Rumus Bangun Vitamin C

Vitamin C disintesis dari turunan glukosa yaitu asam glukoronat atau asam

galaktonat, melalui proses enzimatik dengan urutan sebagai berikut :

D-glukosa  asam-D-glukoronat  L-glukonolakton  2-Keto L-glukonolakton

 asam L-askorbat.
5

CH2OH CH2OH
O
H H OH HO C H O
OH H
OH H HC CO
H OH
C C

OH OH

D-glukosa Asam L-Askorbat

Gambar 2.2 Proses Sintesis Vitamin C dari Glukosa

Vitamin C mempunyai dua bentuk yaitu reduksi (asam askorbat) dan

bentuk teroksidasi (L- asam dehidro askorbat), dengan rumus bangun sebagai

berikut:

CH2OH CH2OH

HO C H O - 2 H+ HO C H O

HC CO + 2 H+ HC CO

C C C C

OH OH O O

(Reduksi) (Oksidasi)

Gambar 2.3 Rumus Bangun Bentuk Reduksi-Oksidasi Vitamin C

Oksidasi bolak–balik L-asam askorbat menjadi L-asam dehidro askorbat

bila bersentuhan dengan tembaga panas atau alkali.

Kedua bentuk vitamin C aktif secara biologik, tetapi bentuk tereduksi

adalah yang paling aktif. Oksidasi lebih lanjut L-asam dehidro askorbat

menghasilkan asam diketo L- gulonat dan oksalat yang tidak dapat direduksi

kembali. (Moehji, 2002)


6

2.1.2 Peranan Vitamin C

Vitamin C berperan sebagai ko-faktor dalam berbagai reaksi enzimatik dan

dalam kondisi tertentu bersifat sebagai antioksidan. Secara langsung atau tidak

asam askorbat berperan dalam penyediaan elektron pada proses reduksi ion logam

yang dibutuhkan pada reaksi enzimatik dan peranan vitamin C disini belum dapat

disamakan dengan reduktor jenis lain. Vitamin C juga berperan dalam sintesis

kolagen yaitu mempercepat perubahan residu prolin dan lisin pada prokolagen

menjadi hidroksi prolin dan dihidroksi lisin. Selain itu vitamin C berperan dalam

hidroksilasi lisin menjadi karnitin dan pada hidroksilasi dopamin menjadi

norepinefrin. Aktifitas enzim amilase dari hormon peptida seperti oksitosin,

vasopresin, kolesistokinin dan alfa melanotropin mencapai puncaknya apabila

terdapat asam askorbat atau vitamin C.

Vitamin C membantu absorpsi kalsium dengan menjaga agar kalsium

berada dalam bentuk larutan, makin tinggi kadar kalsium treonat maka makin

tinggi penyerapan asam askorbat. (Sutarjo, 1994)

Disamping itu, ada beberapa peranan biologis lainnya dari vitamin C,

diantaranya sebagai transport elektron (sistem redoks), bersama asam folat

berperan dalam proses pematangan sel darah merah, meningkatkan peranan

vitamin B kompleks, sehingga mempengaruhi jumlah mikrofloria dalam usus

halus, bersama-sama dengan ATP dan MgCl2 merupakan ko-faktor dalam

menghambat adipose tissue dan memacu hydrolytic deamidase dari peptida dan

protein serta menyembuhkan atau mencegah terjadinya influenza.

(Prawirokusumo, 1985)
7

Asam askorbat mempunyai peran dalam metabolisme obat atau racun baik

hepatik maupun ekstra hepatik. Mekanisme pengaruh vitamin C dalam

metabolisme obat masih belum jelas. Deplesi asam askorbat pada marmut

mengakibatkan laju penurunan metabolisme obat dan berkurangnya kandungan

sitokrom P-450. Sebagai contoh aktivitas hemoksigenasi mikrosom menurun bila

vitamin C habis. Asam askorbat nampaknya tidak mempengaruhi metabolisme

antipirin atau teofilin pada kera Cynomolgus atau antipirin pada manusia.

Perhatian telah tertuju pada jumlah nitrat, nitrit, amina sekunder yang ada

dalam menu yang dapat berinteraksi membentuk nitrosamin. Suatu penelitian

dengan menggunakan hewan laboratorium telah menduga bahwa N-nitrosamin

tertentu adalah penyebab kanker. Telah dilaporkan bahwa asam askorbat

menghambat pembentukan nitrosamin atau melindungi melawan pengaruh-

pengaruhnya. (Nasution., 1989)

Walaupun sariawan telah dikenal sejak perang salib, mekanisme kerja

biokimiawi vitamin C masih belum jelas hingga saat ini. Defisiensi vitamin C ini

dapat merangsang berbagai aktivitas enzim lisosom hati seperti halnya

menggagalkan biosintesis kolagen. Aktivitas dopamin betahidroksilase dan tirosin

hidroksilase dapat berkurang selama sariawan. Pengambilan glukosa oleh usus

meningkat dan alanin menurun pada hewan percobaan yang sariawan. Kegagalan

pembentukan kolagen pada defisiensi vitamin C nampaknya hanya disebabkan

rendahnya kemampuan hidroksilasi lisin dan prolin. Sediaan murni enzim, prolin

hidroksilase, membutuhkan adanya molekul oksigen ion Fe2+ alfa ketoglutarat.

Dan agar produksi seperti asam askorbat turut serta dalam hidroksilasi trimetillisin

dan Y-butiro betain dalam biosintesis karnitin. Metabolisme kolesterol juga


8

terganggu pada defisiensi vitamin C. Vitamin C juga telah dinyatakan terlibat

dalam pembentukan epineprin dan steroid anti pendarahan, penyembuhan luka,

sistem kekebalan dan fungsi-fungsi leukosit.

Tingkat asam askorbat dalam leukosit telah telah dilaporkan menjadi lebih

rendah pada pasien aterosklerosis koroner. Konsekuensi vitamin C mungkin

berperan dalam patogenesis aterosklerosis, walaupun bukan merupakan faktor

penyebab penyakit jantung koroner.

Perubahan histologis yang terjadi pada marmut yang menderita defisiensi

vitamin C marjinal telah mendasari dugaan adanya keterkaitan antara vitamin C

dan aterosklerosis. Luka pembuluh darah arteri yang erat dengan awal

aterosklerosis manusia tidak dapat dibedakan dari yang ditemukan pada sariawan.

Pasien yang mengalami infark miokard akut juga telah ditemukan mempunyai

tingkat asam askorbat serum dan leukosit yang rendah.

Vitamin C terdapat dalam konsentrasi tinggi pada kelenjar adrenalin dan

hipofise sedangkan pada hati, limfa, pankreas, dan otak terdapat dalam jumlah

yang lebih sedikit. Peranan asam askorbat pada jaringan ini belum mantap. Otak

dan kelenjar adrenal berisi hidroksilase dimana asam askorbat dapat berfungsi

sebagai ko-substrat. Sebagai contoh, dopamine betahidroksilase yang turut dalam

sintesis noradrenalin, nampaknya membutuhkan kerjasama asam askorbat dan

membuktikan dugaan bahwa vitamin C tersebut dapat memelihara status tereduksi

atom Cu yang ada dalam enzim tersebut. Suatu interaksi agaknya terdapat antara

vitamin C, besi dan tembaga yang mempengaruhi fungsi heme normal melalui

oksidasi-reduksi besi dan atau dengan mengatur penyerapan besi dan

ketersediaannya dalam usus. Penyerapan besi bukan heme akan meningkat 4 kali
9

atau lebih oleh masuknya 25-75 mg asam askorbat secara bersamaan. (Nasution.,

1989)

2.1.3 Sumber Vitamin C

Sumber vitamin C sebagian besar berasal dari sayuran dan buah-buahan

segar, karena itu vitamin C sering disebut fresh food vitamin. Buah yang masih

mentah lebih banyak kandungan vitamin C-nya, dan semakin tua buah semakin

berkurang kandungan vitamin C-nya. (Winarno, 1988)

Tabel 2.1 Daftar Bahan Makanan Sumber Vitamin C (mg vitamin C/100 g Bahan)
Sayur Kadar Buah Kadar
Daun singkong 275 Jambu monyet 197
Daun katuk 200 Jambu biji 110
Sawi 102 Pepaya 95
Kol 50 Mangga muda 78
Bayam 60 Mangga masak 65
Kemangi 50 Asam merah 2
Tomat masak 40 Durian 53
Kangkung 30 Kedondong masak 50
Jeruk nipis 27
Nanas 24
Rambutan 58
(Sumber : Prinsip Dasar Ilmu Gizi, 2002)

2.1.4 Kebutuhan Kecukupan Vitamin C

Peningkatan konsumsi vitamin C dibutuhkan dalam keadaan stres

psikologik ataupun fisik, seperti pada luka, panas yang tinggi, atau suhu

lingkungan tinggi dan pada perokok. Untuk itu kecukupan vitamin C untuk tiap

harinya harus diperhatikan. Bila dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan, sisa

vitamin C akan dikeluarkan dari tubuh tanpa perubahan. Pada tingkat lebih dari

500 mg akan dimetabolisme menjadi asam askorbat. Dalam jumlah banyak asam

oksalat di dalam ginjal dapat diubah menjadi batu ginjal. Jadi mengkonsumsi

vitamin C dengan dosis yang tinggi secara rutin tidak dianjurkan.


10

Tabel 2.2 Angka Kecukupan Vitamin C Sesuai dengan Usia (Hasil Widya Karya
Nasional Pangan dan Gizi Tahun 1993)

Golongan Umur Vitamin C (mg)


0 – 6 bln 30
7 – 12 bln 35
1 – 3 th 40
4 – 6 th 45
7 – 9 th 45
Pria :
10 – 12 th 50
13 – 15 th 60
16 – 19 th 60
20 – 59 th 60
60 th 60
Wanita :
10 – 12 th 50
13 – 15 th 60
16 – 19 th 60
20 – 50 th 60
> 50 th 60
Hamil 70
Menyusui
0 – 6 bln 85
7 – 12 bln 70

2.1.5 Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Vitamin C

Perokok sigaret dengan masukan vitamin C yang setara dengan mereka

yang bukan perokok mempunyai tingkat vitamin C serum, lebih rendah daripada

bukan perokok. Akhir-akhir ini penelitian yang dilakukan pada manusia bahwa

kebutuhan asam askorbat secara jelas meningkat pada mereka yang merokok.

Kebutuhan mereka untuk asam askorbat diduga bertambah sebanyak 50%.

Meningkatnya masukan vitamin C diperlukan untuk menjaga kadar normal

asam askorbat serum pada subjek yang mengalami perlakuan dingin atau

peningkatan suhu dan stres akut lain termasuk operasi bedah dan trauma. Sebagai

contoh pekerja tambang Afrika Selatan yang diamati membutuhkan masukan

vitamin C 200-250 mg/hr untuk mempertahankan tingkat askorbat serum sebesar


11

0,75 mg/dl. Penggunaan pil anti hamil menurunkan konsentrasi asam askorbat

plasma pada wanita. Pentingnya efek ini masih belum jelas. Pada populasi orang

tua, tingkat asam askorbat seringkali dibawah normal, dan dapat diperbaiki

dengan penambahan vitamin C. (Nasution, 1989)

2.1.6 Defisiensi Vitamin C

Defisiensi vitamin C akan menimbulkan skorbut atau sariawan. Perubahan

primer yang terjadi pada skorbut disebabkan karena fungsi vitamin C ialah dalam

hal pembentukan dan mempertahankan bahan interseluler dan kolagen. Pada

defisiensi vitamin C kolagen menghilang. Perdarahan timbul karena kerusakan

bahan semen dan kapiler. (Tjokronegoro, 1985)

Penyebab skorbut biasanya jarang terjadi pada bayi, bila terjadi pada anak,

biasanya usia setelah 6-12 bulan. Gejalanya yaitu terjadinya pelembekan tenunan

kolagen, infeksi dan demam. Juga timbul sakit, pelunakan dan pembengkakan

kaki dan paha. (Winarno, 1985)

Bila terjadi defisiensi pada saat pembentukan bakal gigi, maka akan terjadi

defek vitamin C di dalam jaringan keras bakal gigi, terutama dentin. Kelainan

juga bisa menyerang mukosa bagian buccal dan palatum, maupun permukaan

lidah. Gejala-gejala dapat sembuh dalam waktu relatif cepat pada pengobatan

dengan vitamin C. (Agus, 2001)

2.1.7 Efek Farmakologik

Vitamin C mempunyai beberapa efek farmakologik terutama pada

penderita skorbut, dimana pemberian vitamin C ini dengan cepat akan

menghilangkan gejala seperti anemia, infeksi, ganggguan metabolik dan gejala-

gejala lain. (Tjokronegoro, 1985)


12

Vitamin C merupakan “pemulung” gugus oksigen reaktif sehingga dapat

memberikan perlindungan terhadap produk oksidasi yang berbahaya. (Sutarjo,

1994)

2.1.8 Efek Samping Vitamin C

Kelebihan vitamin C berasal dari makanan tidak menimbulkan gejala.

Tetapi konsumsi vitamin C berupa suplemen secara berlebihan tiap hari dapat

menimbulkan hiperoksaluria dan risiko lebih tinggi terhadap batu ginjal. Dengan

konsumsi 5-10 gram vitamin C baru sedikit asam askorbat dikeluarkan melalui

urine. Risiko batu oksalat dengan suplemen dosis tinggi dengan demikian rendah,

tetapi hal ini dapat menjadi berarti pada seorang yang mempunyai kecenderungan

untuk pembentukan batu ginjal. (Moehji, 2002)

Vitamin C dengan dosis lebih dari 1 gram perhari dapat menyebabkan

diare. Hal ini terjadi karena iritasi langsung pada mukosa usus yang

mengakibatkan peningkatan peristaltik. Vitamin C mega dosis parenteral dapat

menyebabkan kerusakan ginjal berat dan aritmia jantung.

Vitamin C meningkatkan absorpsi besi sehingga dosis besar dapat

berbahaya pada penderita hemokromatosis, thalassemia, anemia sideroblastik.

Hemolisis ringan terjadi pada penderita dengan defisiensi G6PD. Hemolisis akut

dapat mengakibatkan koagulasi intravaskuler diseminata dan gagal ginjal akut

yang dapat menyebabkan kematian. Vitamin C mega dosis juga dapat

mengakibatkan krisis sickle cell. (Ganiswara, 1995)


13

2.2 Minuman Ringan

Berdasarkan Surat Keputusan Dirjen POM No. 02240/B/SK/VII/91,

minuman ringan adalah produk yang diperoleh tanpa melalui proses fermentasi

dengan atau tanpa penambahan CO2, dapat langsung dinikmati atau diminum

setelah diencerkan, tidak termasuk susu, sari buah, teh, kopi, coklat, dan tidak

boleh ditambah alkohol.

Minuman ringan merupakan campuran (blending) komponen-komponen

untuk pembentukan jenis minuman dan secara keseluruhan tanpa alkohol.

Minuman ringan ini pada pelabelan tidak disertakan kegunaan atau manfaatnya.

Jenis- jenis minuman ringan antara lain :

1. Minuman ringan es sirup adalah sejenis minuman ringan yang terbuat dari

sirup dengan berbagai rasa, warna, dan dengan penambahan es batu.

2. Minuman ringan sinom adalah sejenis minuman ringan yang terbuat dari

bahan-bahan tradisional dan diolah dengan cara tradisional pula.

2.3 Sinom

Sinom adalah minuman yang pengolahannya dengan cara tradisional,

namun minuman ini digolongkan sebagai minuman ringan, karena pada pelabelan

tidak disertakan manfaat atau kegunaannya.

Pembuatan sinom berasal dari bahan-bahan tradisional seperti ; gula

jawa, kunyit (Curcuma domestica), asam jawa (Tamarindi pulpa crudum), dengan

penambahan daun asam itu sendiri, kemudian pengolahan dengan penambahan

volume air tertentu dan dengan suhu pemanasan tertentu pula. (Suharmiati, 2003)

Sinom banyak bemanfaat bagi kesehatan antara lain sebagai antiskorbut

itu sendiri, segeran, anti nyeri pada saat haid, pegal linu, demam, ambien dan
14

pencegah jerawat. Khasiat ini berasal dari bahan-bahan yang terkandung, seperti

adanya kunyit yang bermanfaat “membersihkan” yaitu dengan meningkatkan

sekresi empedu sebagai pelarut kolesterol, dan bermanfaat dalam pengobatan batu

empedu, bersifat astringens, desinfektan ringan. Di kalangan pemakai obat

tradisional kunyit dipakai sebagai obat untuk gejala diare atau disentri.

(Ganiswara, 1995)

Asam jawa mempunyai banyak manfaat yaitu sebagai sumber vitamin C

juga dapat dipakai untuk obat sakit kulit. Asam dapat menghilangkan rasa mual

atau sakit karena usus bengkak, batuk, gusi bengkak, gejala flu serta nafas pendek,

hal ini karena kandungan vitamin C dari asam. (Lubis, 1983)

Konsumsi sinom dengan berlebih akan menyebabkan diare. Hal ini karena

terjadi efek iritasi langsung pada mukosa usus yang menyebabkan peningkatan

peristaltik. Pada dasarnya efek samping sinom berasal dari vitamin C-nya.

2.4 Analisis Vitamin C

2.4.1 Titrasi Iodimetri

Metode iodimetri merupakan bagian dari analisis kuantitatif secara

volumetrik/titrimetri untuk mengetahui kadar suatu zat dengan cara mengukur

volume larutan yang sudah diketahui kadarnya yang ditambahkan ke dalam

larutan yang dicari kadarnya sehingga kadarnya bereaksi equivalen.

Metode iodimetri ini berdasarkan pada teori oksidasi-reduksi dengan

iodium. Iodium merupakan oksidator yang relatif lemah. Potensial oksidasi dari

sistem iodium-iodida ini jauh lebih kuat dari pada potensial oksidasi-reduksi

brom- bromida.

I2 + 2 e 2 I- Eo = + 0,535 volt
15

Walaupun demikian iodium masih mampu mengoksidasi-reduksi reduktor

kuat yaitu pada potensial oksidasinya rendah, maka sistem ini lebih

menguntungkan karena dapat mereduksi oksidator-oksidator. Penggunaan metode

titrasi dengan iodida-iodium dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

1. Titrasi yang dibutuhkan untuk zat-zat dengan potensial oksidasi yang lebih

rendah dengan sistem iodium-iodida. Pada titrasi ini dipakai larutan baku

iodium, dan metode ini dinamakan metode titrasi langsung atau iodimetri.

2. Titrasi yang dilakukan untuk zat-zat dengan potensial oksidasi yang lebih

rendah dengan sistem iodium-iodida, zat-zat ini akan mengoksidasi iodida dan

membebaskan iodium. Iodium yang bebas, dititrasi dengan larutan baku

Natrium Thiosulfat. Metode ini dinamakan metode titrasi tidak langsung atau

iodometri. (Mustofa, 1985)

Pada titrasi ini pH larutan harus dijaga kurang dari 8 karena dalam

lingkungan yang bersifat alkalis, iod bereaksi dengan OH- membentuk iodida dan

hipoiodida dan selanjutnya terurai menjadi iodida dan iodat, seperti pada reaksi

berikut :

I2 + 2 OH-  I- + IO- + H2O

3 IO-  2 I- + IO3-

Sebagian besar titrasi iodimetri yang digunakan larutan standar I 2 dalam

larutan KI sebagai spesies yang reaktif adalah I3-. Meskipun demikian semua

reaksi yang menyangkut dengan I2 tidak ditulis dengan I3-. Sebagai contoh adalah

reaksinya dengan S2O3 ditulis sebagai berikut :

2 S2O32-  S4O62- + 2 e-

I2 + 2 e-  2 I-
16

2 S2O32- + I2  S4O62- + 2 I-

Pada analisis iodimetri digunakan indikator amilum, karena dengan

iodium membentuk kompleks iod-amilum yang berwarna biru dan masih dapat

diamati pada kadar yang sangat rendah.

Reaksi :

[ C6H7O2 (OH)2 ]n + 1,5 I2 [ C6H7O2I3 ]n + 3 n OH-

Amilum Iod-amilum

Warna biru ini dikarenakan absorbsi ion tri iodida pada permukaan makro

molekul dapat membentuk warna biru dengan iod, warna biru ini menunjukan titik

akhir titrasi. (Mustofa, 1985)

Analisis iodimetri ini dapat dipergunakan untuk menentukan kadar vitamin

C dengan titrasi menggunakan larutan iodium sebagai larutan standar. Karena

vitamin C dengan iod akan bereaksi membentuk ikatan tunggal pada atom C.

Reaksi Vitamin C dengan I2 sebagai berikut :

O O

C C

HO – C O= C

HO – C O + I2  2 HI + O=C O

C H–C

HO – C – H HO – C – H

CH2OH CH2OH

Asam L-askorbat Asam L-dehidroaskorbat


(Reduksi) (Oksidasi)

Sebelum melakukan titrasi terhadap sampel, I2 di standarisasi dengan

Na2S2O3 (Natrium Thiosulfat).


17

Reaksinya :

2 S2O32-  S4O62- + 2 e-

I2 + 2 e-  2 I-

2 S2O32- + I2  S4O62- + 2 I-

Indikator yang dipakai adalah amilum. Akhir titrasi ditandai dengan

terjadinya warna biru dari iod-amilum. Selain I2, larutan Na2S2O3 juga perlu

distandarisasi dengan larutan KIO3 karena larutan Na2S2O3 bukan larutan standar

primer.

Reaksinya :

2 S2O32-  S4O62- + 2 e-

IO3- + 6 H+ + 6 e-  I- + 3 H2O

2 S2O32- + IO3- + 6 H+  S4O62- + I- + 3 H2O

Perhitungan kadar vitamin C dengan standarisasi larutan iodin yaitu tiap

ml 0,1 N iodin equivalen dengan 8,806 mg asam askorbat.

Sumber kesalahan titrasi :

1. Kesalahan Oksigen, oksigen di udara dapat menyebabkan hasil titrasi terlalu

tinggi karena dapat mengoksidasi ion iodida menjadi I2 sebagai berikut :

O 2 + 4 I- + 4 H +  2 I2 + 2 H2O

Reaksi ini mengarah ke kanan pada pH rendah. Selain itu reaksi dikatalisa

oleh cahaya dan panas.

2. Pada pH tinggi I2 yang terbentuk akan bereaksi dengan air (hidrolisa) dan hasil

reaksinya bereaksi lanjut :

I2 + H2O  HOI + I- + H+

4 HOI + S2O32- + H2 O  2 SO42- + 4 I- + 6 H+


18

Hal ini menyebabkan penggunaan Na2S2O3 menurun.

3. Pemberian amilum terlalu awal. Amilum akan membungkus iod dan

menyebabkan sukar lepas kembali. Akibatnya warna biru sulit lenyap,

sehingga titik akhir titrasi tidak kelihatan tajam lagi. Bila iod masih banyak

dapat menguraikan amilum, dan hasil penguraian ini mengganggu perubahan

warna pada titik akhir titrasi. (Harjadi, 1986)

2.4.2 Titrasi Dengan 2,6- dikhlorofenol indofenol (2,6-D)

Asam askorbat dapat dioksidasi oleh 2,6-D sehingga terjadi perubahan

warna. Larutan 2,6-D dalam suasana netral atau basa akan berwarna biru, sedang

dalam suasana asam akan menjadi merah jambu. Apabila 2,6-D direduksi oleh

asam askorbat maka akan menjadi tidak berwarna, dan bila semua asam askorbat

sudah mereduksi 2,6-D maka kelebihan larutan 2,6-D sedikit saja sudah akan

terlihat dengan jelas yaitu terjadinya pewarnaan. Untuk perhitungan maka perlu

dilakukan standarisasi larutan 2,6-D dengan vitamin C standar. Reaksi yang

terjadi selama titrasi adalah sebagai berikut :

O O

C C

HO – C Cl O=C

HO – C O + HO – – N– =O O=C O

C Cl H H–C

HO – C – H HO – C – H

CH2OH CH2OH

Vitamin C Vitamin C Teroksidasi


19

Cl

HO – –N– – OH

Cl H

2,6 – D tereduksi

(Sudarmadji, 1996)

Você também pode gostar