Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Secara umum, masyarakat adat Lampung terbagi dua, yaitu masyarakat adat Lampung
Pepadun dan masyarakat adat Lampung Sebatin.
A. Masyarakat adat Lampung Pepadun
Masyarakat beradat Pepadun terdiri dari:
1. Abung Siwo Mego (Unyai, Unyi, Subing, Uban, Anak Tuha, Kunang, Beliyuk, Selagai,
Nyerupa)
Masyarakat Abung mendiami tujuh wilayah adat: Kotabumi, Seputih Timur, Sukadana,
Labuhan Maringgai, Jabung, Gunung Sugih, dan Terbanggi.
2. Mego Pak Tulangbawang (Puyang Umpu, Puyang Bulan, Puyang Aji, Puyang Tegamoan)
Masyarakat Tulangbawang mendiami empat wilayah adat: Menggala, Mesuji, Panaragan,
dan Wiralaga.
3. Pubian Telu Suku (Minak Patih Tuha atau Suku Manyarakat, Minak Demang Lanca atau
Suku Tambapupus, Minak Handak, Hulu atau Suku Bukujadi). Masyarakat Pubian
mendiami delapan wilayah adat: Tanjungkarang, Balau, Bukujadi, Tegineneng, Seputih
Barat, Padang
Ratu, Gedungtataan, dan Pugung.Sungkay-WayKanan Buay Lima (Pemuka, Bahuga,
Semenguk, Baradatu, Barasakti, yaitu lima keturunan Raja Tijang Jungur)
4. Masyarakat Sungkay-WayKanan mendiami sembilan wilayah adat: Negeri Besar,
Ketapang, Pakuan Ratu, Sungkay, Bunga
Mayang, Belambangan Umpu, Baradatu, Bahuga, dan Kasui.
GEOGRAFIS
Di ujung selatan Sumatera, sepanjang pantainya terjal, diselang-selingi oleh lembah sempit
yang dilingkari bukit-bukit, hijau penuh tanaman: cengkeh, dan beraneka pohon buah-
buahan. Lautnya tenang bagai kaca, bak talam emas yang digelar bila sore tiba. Bukit-bukit
itu nampak biru dari kejauhan. dan di bawah bukit-bukit itu sungai-sungai yang berliku,
jernih airnya, subur tanahnya.
Di sanalah sekelompok manusia telah memilih tempat tinggal, hidup dengan anugerah Tuhan
yang melimpah, tanah subur dengan musim buah-buah yang silih berganti. Mereka bercocok
tanam dan bertani. Pada waktu-waktu senggang menanti panen, ada yang berdagang dan tak
sedikit yang menjadi nelayan, memancing dan menjala. Dan Tuhan tak henti-hentinya
mengucurkan rezeki; musim buah berganti musim cengkeh, lalu menyusul musim-musim:
ikan, siput, rebon, udang dan cumi.
Kampung-kampung itu memanjang dari hilir ke mudik mengikuti lekuk-liku tepi-tepi sungai
berlembah sempit, Kumpulan kampung-kampung itu berupa marga dan dari beberapa marga
terciptalah satu pemerintahan Kecamatan.
Kecamatan ini telah berdiri sejak zaman Belanda “Kecamatan Cukuhbalak”. Batas-batas
wilayahnya:
1. Sebelah barat berbatasan dengan Batubalai/wilayah Kecamatan Kotaagung.
2. Sebelah timur dengan Lengkukai/wilayah Kecamatan Padangcermin.
3. Sebelah selatan dengan lautan Indonesia dan sebuah pulau, Pulau Tabuan yang masih
termasuk wilayah Kecamatan Cukuhbalak.
4. Sebelah utara dengan Tanjungsiom batas kecamatan Pardasuka.
Wilayah kecamatan yang merupakan daerah marga ini terdiri dari beberapa kampung. Marga
merupakan daerah adat yang dikepalai oleh Kepala Adat yang menguasai beberapa suku adat
(sabatin), Sabatin dikepalai oleh Penyimbang Batin yang membawahii beberapa kelompok
yang lebih kecil (suku), sedang kampung dikepalai oleh Kepala Kampung selaku pemerintah
Republik Indonesia, di bawah Camat.
Dalam wilayah Kecamatan Cukuhbalak terdiri dari lima 5 Marga:
1. Makhga Putih, sebagai ibukota Kecamatan Cukuhbalak terletak di Putihdoh. Marga putih
terdiri dari 7 kampung: Putihdoh, Tanjungbetuah, Banjakhmanis, Pampangan, Kacamakhga,
Sawangbalak, dan Kakhangbuah.
2. Makhga Pakhtiwi, terdiri dari 10 kampung, yaitu: Sukapadang, Kejadian Lom/Luah,
Gedung, Banjakhnegekhi, Sukakhaja, Tanjungkhaja, Tanjungjati, Waikhilau dan Tengokh.
3. Makhga Kelumbayan, terdiri dari 7 kampung: Negekhikhatu, Pekonsusuk, Pekonunggak,
Penyandingan, Paku, Napal, Lengkukai.
4. Makhga Badak, hanya terdiri dari satu kampung Badak, karena penduduknya banyak
berpindah ke tempat lain (ke Wayawi Kedondong dll).
5. Makhga Limau, terdiri dari 7 kampung, yaitu; Kukhipan, Padangkhatu, Banjakhagung,
Tegineneng, Pekonampai, Antakhbekhak, Tanjungsiom.
Jumlah penduduk wilayah ini dalam sensus sampai dengan tahun 1978, sekitar 30155 jiwa,
terdiri dari 10288 jiwa laki-laki dewasa, dan 10124 jiwa perempuan dewasa, 4980 anak laki-
laki, dan 4699 anak perempuan. Jumlah kampung sebanyak 32 buah membawahi 75 kepala
suku yang terdiri dari 5388 kepala keluarga. Agama penduduk asli 100% beragama Islam.
Catatan: Sejak otonomi daerah digalakkan, beberapa marga dikembangkan menjadi
Kecamatan, sehingga kini telah berdiri: Kecamatan Kelumbayan, Kecamatan Limau,
Kecamatan Pertiwi dan Kecamatan Pulau, dan Kecamatan Cukuhbalak yang beribukota di
Putihdoh.
SEJARAH
Asal-usul penduduk kecamatan Cukuhbalak serta sejarah berdirinya kampung-kampung di
wilayah kebandaran Lima Kecamatan Cukuhbalak adalah diawali oleh menyebarnya para
bangsawan dari reruntuhan Kerajaan Besar “Skalabkhak” yang terletak di sekitar Liwa
Lampung Utara, terkenal dengan sebutan “Tanohunggak”. Kerajaan Skalabkhak yang besar
di Lampung di samping Kerajaan Talangbawang itu belum didapat data yang pasti kapan dan
bagaimana lenyapnya. Diperkirakan adalah akibat perluasan Kerajaan Sriwijaya yang
berkedudukan di Palembang.
Bekas-bekas dan pengaruh kerajaan ini masih sangat berkesan di kalangan penduduk suku
Lampung, karena kerajaan ini tidak lenyap begitu saja, melainkan berganti menjadi kerajaan-
kerajaan kecil yang berbentuk keratuan (kedatuan) sebagai sumber adat yang masih berlaku
sampai sekarang di daerah Lampung.
Keratuan-keratuan yang terkenal antara lain:
1. Keratuan Puncak, ibukotanya sekitar Sangukpatcak di lingkungan ibukota Skalabkhak.
2. Keratuan Pugung, ibukotanya Pugung Mengandung Sukadana, Lampung Tengah,
Lampung Selatan, dan sampai daerah-daerah sekitar Tanjungtua.
3. Keratuan Balau, ibokotanya terletak di Gunung Jualang di daerah Timur Kota
Tanjungkarang.
4. Keratuan Pemanggilan Keratuan ini ibukotanya di sekitar hilir kota Martapura (sekarang
termasuk daerah/wilayah Propinsi Sumatera Selatan). Keturunannya tersebar di sekitar
Sungai Komering (Sumatera Selatan), Krue, Liwa, dan sekitarnya (Lampung Barat), Teluk
Semangka (Tenggamus), Telukbetung, Kalianda (Lampung Selatan). Meskipun keturunannya
tersebar dan terpencar-pencar namun mempunyai satu rumpun bahasa yaitu bahasa Lampung
Pesisir. sebab itu, ada persamaan antara bahasa Komering dan bahasa Lampung Pesisir utara
di Krue dan sekitarnya serta Lampung Pesisir selatan di wilayah Lampung Selatan dan
sekitarnya.
Dilihat dari sejarahnya, Cukuhbalak termasuk Keratuan Pemanggilan karena terletak di
daerah Teluk Semangka, begitu juga bahasanya memakai bahasa Lampung Pesisir (Lampung
Pesesekh).
Dalam Kecamatan Cukuhbalak terdapat lima Kebandaran terkenal dengan sebutan
“Pesesekhlima” atau “Bandakhlima” karena kebandaran ini berjumlah Lima dan terletak di
pesisir (di pantai lautan).
Dalam adat perkawinan pada Masyarakat Adat Lampung Pesisir dikenal istilah “Ngarak
Maju”. Ngarak menurut istilah adalah Arak-arakan, sedangkan Maju adalah Pengantin. Maka
“Ngarak Maju” adalah Adat arak-arakan pengantin Lampung yang dilakukan di tempat pihak
pengantin pria, sebagai pertanda bahwa si pria telah resmi menikahi dengan si wanita
(pengantin perempuan). Dalam tradisi ngarak tersebut unsur yang terpengaruh Budaya Islam
adalah penggunaan alat musik Rabana sebagai alat musik pengiring arak-arakan dan
pelantunan Salawat dan Syair Arab yang dikenal dengan istilah Zikir Lama dan Zikir Baru.
Demikian juga pada saat pengantin telah tiba di rumah pihak pengantin pria (setelah diarak),
maka pihak keluarga si Pria menyambut rombongan Arakan tersebut dengan melantunkan
Syair Arab “Lail” (ciptaan Imam Maliki).
2. Adat Manjau Pedom
Adat Manjau Pedom adalah Adat bertamu untuk menginap di rumah pihak wanita oleh pihak
keluarga pria yang dilakukan setelah prosesi ijab kabul. Hal yang ditekankan dalam Adat
Manjau Pedom ini adalah menjalin hubungan silaturahmi (yang dianjurkan Islam) antara
keluarga pihak mempelai, sehingga terjalin hubungan saudara yang kuat dan saling tolong
menolong antar kedua keluarga.
Dalam peraturan bujang gadis dikenal istilah “Cempala Khua Belas”, dimana hal ini
mengatur tentang pergaulan bujang gadis dan barang siapa yang melanggar aturan Adat
tersebut maka akan diberi sangsi. Dalam aturan tersebut tersurat akan adanya pengaruh
hukum Islam yang mengatur hubungan pria dan wanita yang bukan muhrim, aturan pergaulan
hidup bermasyarakat, serta aturan kesopanan dan kesusilaan.
4. Alat Musik dan Kesenian
Pemakaian alat musik dan kesenian yang terpengaruh Budaya Islam adalah Alat musik
Rabana, Gitar Tunggal, Gitar Gambus dan Piul (Biola). Alat tersebut digunakan pada saat
prosesi adat atau pun pada saat pertunjukan kesenian pada pesta perkawinan. Sehingga kita
kenal hingga saat ini kesenian Orkes Gambus Lampung yang telah muncul sejak tahun 1970-
an.
5. Acara Betamat
“Betamat” berasal dari kata tamat (selesai), tetapi menurut makna adalah membaca sebagian
ayat-ayat Alquran (Juz Amma) pada malam hari yang biasanya dilakukan pada saat Khitanan
dan Perkawinan. Dalam acara Betamat juga dilakukan pengarakan dari tempat guru ngaji
anak-anak atau bujang gadis yang akan melakukan betamat.
7. Acara Marhabanan
Acara Marhabanan adalah acara syukuran dengan membaca Kitab Bersanzi yang dilakukan
oleh kaum bapak atau bujang dalam memberi nama seorang bayi. Acara ini dilakukan
biasanya pada malam hari di rumah keluarga atau kakek si bayi. Disamping memberi nama
seorang bayi, dilakukan juga pemberian kenamongan bayi tersebut (Baca: Adat Namong
dalam Masyarakat Adat Way Lima).
8. Tradisi Masyarakat yang lain
Dalam masyarakat banyak tradisi yang masih bertahan dilakukan karena masih dianggap baik
dan tidak bertentangan dengan agama, antara lain:
1) Ruahan bersedekah dengan mengundang tetangga dekat guna memanjatkan do’a bagi para
saudara mu’min dan muslim yang telah meninggal dunia serta untuk muslimi dan mukminin
yang masih hidup, terutama mendoakan para arwah keluarga si pengundang, karena itu
disebut “ruahan” (berasal dari kata (ruh). Biasanya dalam undangan tersebut dihidangkan
sedikit makanan dan minuman.
2) Tabuh Beduk. Beduk sangat besar fungsinya bagi kehidupan masyarakat di kampung.
Beduk tidak boleh dibunyikan sembarang waktu, karena akan menimbulkan kericuhan
masyarakat bila dibunyikan tidak sesuai dengan kepentingannya.
Macam-macam tabuh beduk itu antara lain:
a. Tabuh beduk untuk menunjukkan waktu shalat, di bunyikan pada tiap waktu shalat (5
waktu).
b. Tabuh beduk pada waktu shalat Jum’at, di bunyikan 2 x, yaitu jam 11 untuk persiapan, dan
11.30 untuk segera berkumpul.
c. Tabuh beduk untuk menunjukkan waktu shalat tarawih, khusus bulan Ramadhan, di
bunyikan dengan nada khusus, sekitar jam 7 sampai jam 7.30 malam.
d. Tabuh beduk bulangekh, di bunyikan sehari menjelang bulan Ramadhan.
e. Tabuh beduk menjelang lebaran bulan Romadhon (I’dul Fitri).
“BudayaLampung merupakan perpaduan antara 3 Budaya Dunia yaitu Budaya Cina, Budaya
India dan Budaya Arab”
1. Rumah Adat
Rumah adat daerah Lampung dinamakan Rumah Sesat. Rumah sesat tersebut digunakan
untuk musyawarah tertinggi antara marga-marga. Jambat Agung atau Lorong Agung adalah
nama tangga menuju Rumah Sesat sebagai perlambang marga Lampung. Di atas Lorong
Agung terdapat 3 macam payung berwarna : putih, kuning, dan merah. Putih untuk tingkat
marga, kuning untuk tingkat kampong, dan merah untuk tingkat suku.
Rumah Adat Lampung
2. Pakaian Adat
Pria Lampung memakai pakaian adat berupa tutup kepala, baju jas dengan leher tertutup,
celana panjang dan berkain songket yang melingkar di pinggang. Sebilah belati terselip
didepan perut.
Wanitanya memakai tutup kepala melebar dengan bentuk yang khas. Bajunya disebut kawai
sadariah dan berkain songket. Perhiasan yang dipakainya adalah anting-anting, pending dan
gelang pada kedua belah tangannya. Pakaian ini dipakai sewaktu menghadiri upacara adat
dirumah orang tua atau mertua.
Tari Melinting
4. Senjata Tradisioal
Senjata tradisioal Lampung, yang terkenal adalah Terapang. Ulu terapang terbuat dari kayu
dengan ukiran kepala orang atau burung sebagai lambing keberanian. Senjata terkenal lainnya
adalah payan, beladau, penduk, badik, dan keris.
Terapang
5. Suku
Suku dan marga yang terdapat di daerah Lampung adalah: Melayu, Lampung, Rawas,
pasemah, Semendo, dan lain-lain.
6. Lagu Daerah : Lipang Lipangdang.
7. Bahasa Daerah : Lampung