Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
ANALISIS
PENJUALAN BANDARA DAN PELABUHAN LAUT
KEPADA PIHAK SWASTA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
JAKARTA-Setelah sekian lama hanya menjadi wacana pemerintah
bersiap merealisasikan revitalisasi bandara dan pelabuhan di sejumlah daerah.
Swastanisasi akan dilakukan pada beberapa bandara dan pelabuhan di
Indonesia yang dinilai tidak berkembang. Kurang lebih terdapat 30 bandara
dan 20 pelabuhan yang akan dikelolakan pihak ketiga dalam hal ini swasta.
Saat ini, sebagaimana dikemukakan Menteri Perhubungan Budi Karya
Sumadi, pemerintah tengah menggodok aturan swatanisasi pelabuhan dan
bandara. Sebab, selama ini bandara maupun pelabuhan tersebut masih
mengharapkan subsidi dari Anggaran Pendapatan Belenja Negara (APBN).
Padahal, status bandara maupun pelabuhan tersebut komersil.
Dijelaskannya, di antara bandara yang menjadi target swastanisasi
adalah Belitung, Bengkulu, Tarakan, Samarinda, Banyuwangi, Palu, Kendari,
dan Bandara Jayapura. Sedangkan untuk pelabuhan berjumlah 20 lokasi,
bahkan di antaranya sudah dilepas pengelolaannya ke swasta yaitu Pelabuhan
Probolinggo, Bima serta Pelabuban Waingapu.
B. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk melakukan analisa terhadap wacana
pemerintah melakukan swastanisasi beberapa bandara dan pelabuhan di
Indonesia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
efisiensi dan kinerja perusahaan yang diprivatisasi dianggap tidak sesuai dengan
fakta. Sebab jika itu yang menjadi motifnya, maka seharusnya yang diprivatisasi
adalah perusahaan-perusahaan yang tidak efisien, produktivitasnya rendah dan
kinerjanya payah. Sehingga dengan diprivatisasi, diharapkan perusahaan tersebut
berubah menjadi lebih efisien, produktivitasnya meningkat, dan kinerjanya
menjadi lebih bagus. Padahal, pada kenyatannya yang diprivatisasi adalah
perusahaan yang sehat dan efisien. Jika ada perusahaan negara yang merugi dan
tidak efisien, biasanya disehatkan terlebih dahulu sehingga menjadi sehat dan
mencapai profit, dan setelah itu baru kemudian dijual.
Alasan untuk meningkatkan pendapatan negara juga tidak bisa diterima.
Memang ketika terjadi penjualan aset-aset BUMN itu negara mendapatkan
pemasukan. Namun sebagaimana layaknya penjualan, penerimaan pendapatan itu
diiringi dengan kehilangan pemilikan aset-aset tersebut. Ini berarti negara akan
kehilangan salah satu sumber pendapatannya. Akan menjadi lebih berbahaya jika
ternyata pembelinya dari perusahaan asing. Meskipun pabriknya masih
berkedudukan di Indonesia, namun hak atas segala informasi dan bagian dari
modal menjadi milik perusahaan asing.
Pemerintah hendaknya meninjau secara mendalam bagaimana dampak yang
akan timbul dengan penjualan bandara dan pelabuhan kepada pihak swasta.
Dampak kebijakan privatisasi BUMN jelas terlihat pada perubahan kebijakan
pemerintah dan kontrol regulasi. Dimana dapat dikatakan sebagai sarana transisi
menuju pasar bebas, aktivitas ekonomi akan lebih terbuka menuju kekuatan pasar
yang lebih kompetitif, dengan adanya jaminan tidak ada hambatan dalam
kompetisi, baik berupa aturan, regulasi maupun subsidi. Kebijakan privatisasi
dikaitkan dengan kebijakan eksternal yang penting seperti tarif, tingkat nilai tukar,
dan regulasi bagi investor asing. Juga menyangkut kebijakan domestik, antara lain
keadaan pasar keuangan, termasuk akses modal, penerapan pajak dan regulasi
yang adil, dan kepastian hukum serta arbitrase untuk mengantisipasi kemungkinan
munculnya kasus perselisihan bisnis.
Dampak lain yang sering dirasakan dari kebijakan privatisasi yaitu
menyebarnya kepemilikan pemerintah kepada swasta, mengurangi sentralisasi
9
vital yang meemgang hajat hidup orang banyak. Menurut Pasal 33 UUD 1945,
sumber daya yang seperti demikian itu harus dikelola oleh negara.
Dilihat dari sudut pandang Pasal 33 UUD 1945, tampak bahwa sebenarnya
privatisasi BUMN kepada pihak asing agak kontradiktif dengan jiwa pasal ini.
Pihak asing yang bersangkutan jelas bertindak atas nama swasta yang tentu saja
bertindak dengan didorong oleh maksud dan motif hanya untuk mencari
keuntungan yang maksimal. Jika demikian yang terjadi, BUMN yang diprivatisasi
kepada pihak asing hanya akan menjadi keuntungan bagi pihak asing, sehingga
dapat dikatakan manfaatnya akan berpindah kepada pihak asing, bukannya ke
rakyat Indonesia.
Diantara sekian banyak alternatif metode privatisasi, yang paling sering
digunakan antara lain adalah penawaran saham BUMN kepada umum (public
offering of shares) yaitu privatisasi dengan melakukan penjualan saham kepada
pihak swasta melalui pasar modal, penjualan saham BUMN kepada pihak swasta
tertentu (private sale of share) yaitu penjualan saham BUMN kepada satu atau
sekelompok investor swasta, dan melalui pembelian BUMN oleh manajemen atau
karyawan (management/employee buy out) yaitu penjualan saham BUMN kepada
pihak karyawan atau manajemen BUMN.
Pilihan model privatisasi mana yang sesuai dengan iklim perekonomian,
politik dan sosial budaya Indonesia haruslah mempertimbangkan faktor-faktor
seperti :
1. Ukuran nilai privatisasi ;
2. Kondisi kesehatan keuangan tiga tahun terakhir ;
3. Waktu yang tersedia bagi BUMN untuk melakukan privatisasi ;
4. Kondisi pasar ;
5. Status perusahaan, apakah telah go public atau belum ; dan
6. Rencana jangka panjang masing-masing BUMN.
Diantara tiga metode privatisasi BUMN yang sering digunakan seperti yang
telah dikemukakan di atas, yang dianggap relatif sesuai dengan kondisi BUMN
dewasa ini adalah penawaran saham BUMN kepada umum dan pembelian BUMN
oleh manajemen atau karyawan. Pasalnya, dengan metode penjualan saham
12
BUMN kepada pihak swasta tertentu berarti akan ada pemusatan kepemilikan
pada satu atau sekelompok pihak swasta saja. Hal ini kurang sesuai dengan jiwa
demokrasi ekonomi yang menghendaki pemerataan kesejahteraaan. Selain itu,
pemusatan kepemilikan pada satu atau sekelompok pihak atas BUMN akan sangat
berbahaya jika pihak yang bersangkutan mengeksploitisir BUMN untuk
kepentingan keuntungan semata.
Dengan penawaran saham BUMN kepada umum, maka kepemilikan
BUMN akan jatuh ke tangan rakyat. Hal ini sesuai dengan jiwa demokrasi
ekonomi. Karena dengan demikian, maka akan dapat dicapai pemerataan
kesejahteraan kepada rakyat Indonesia melalui pemerataan saham pada publik.
Sedangkan dengan pembelian BUMN oleh manajemen atau karyawan,
pemerataan pun dapat dicapai. Akan tetapi, pemerataan kepemilikan hanya akan
terjadi pada karyawan dan manajemen BUMN. Namun cara ini masih dianggap
lebih baik daripada kepemilikan BUMN jatuh ke tangan pihak asing.
Selama ini, praktik privatisasi yang dilakukan di Indonesia masih dianggap
kurang optimal. Idealnya, sebelum diprivatisasi, BUMN yang kurang sehat
sebaiknya direstrukturisasi terlebih dahulu, sehinga pasca privatisasi nanti, kinerja
BUMN yang bersangkutan dapat mengalami peningkatan.
Landasan hukum privatisasi juga hrus kuat, sehingga saat sebuah BUMN
diprivatisasi, tidak ada lagi kontroversi yang sifatnya merugikan. Sedangkan dari
segi politis, harus ada kesepahaman antara segenap rakyat, pemerintah dan para
pengambil kebijakan publik, sehingga semuanya sepakat bahwa privatisasi akan
membawa dampak positif bagi kesejahteraan rakyat, sehingga kebijakan
privatisasi pun didukung oleh semua pihak.
Pelaksanaan privatisasi yang belum optimal ini harus segera ditindak lanjuti.
Karena sebenarnya, kebijakan ini sangat terkait dengan kebijakan publik
pemerintah yang notabene akan menentukan nasib rakyat Indonesia. Padahal, jika
program ini dilaksanakan dengan baik, maka akan mampu membawa dampak
positif bagi semua pihak. Bagi BUMN itu sendiri, akan tercapai efisiensi dan
perbaikan kinerja manejemen. Bagi pemerintah, privatisasi BUMN yang optimal
akan sangat membantu dalam mendanai defisit anggaran negara, sehingga
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dampak kebijakan privatisasi BUMN jelas terlihat pada perubahan
kebijakan pemerintah dan kontrol regulasi seperti tarif, tingkat nilai tukar, dan
regulasi bagi investor asing. Juga menyangkut kebijakan domestik, antara lain
keadaan pasar keuangan, termasuk akses modal, penerapan pajak dan regulasi
yang adil, dan kepastian hukum serta arbitrase untuk mengantisipasi
kemungkinan munculnya kasus perselisihan bisnis. Dampak lain yang sering
dirasakan dari kebijakan privatisasi yaitu menyebarnya kepemilikan
pemerintah kepada swasta.
B. Saran
Saran yang dapat penulis berikan ialah Pemerintah dalam hal ini Menteri
Perhubungan, seyogyanya mempersiapkan diri dalam rangka pergeseran peran
dari penentu kebijakan dan pelaksana kegiatan menjadi fasilitator dan
regulator kegiatan. Pemerintah harus melakukan kajian mendalam untuk
melakukan privatisasi pada bandara dan pelabuhan karena dengan privatisasi
maka control pemerintah terhadap badan usaha tersebut menjadi berkurang
sehingga apabila pihak swasta mengambil kebijakan yang hanya
menguntungkan perusahaan saja tanpa mempertimbangkan kebutuhan
masyarakat banyak, control pemerintah menjadi sangat berkurang/ terbatas.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. https://breakingnews.co.id/read/30-bandara-dan-20-pelabuhan-segera-
diswastanisasi
2. https://pinterpolitik.com/jokowi-jual-infrastruktur/
3. http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/17/11/17/ozkc6w409-
pemerintah-bantah-jual-bandara-soekarnohatta-tetapi
4. http://beritatrans.com/2017/11/12/pengamat-bilang-kerja-sama-kelola-
bandara-dan-pelabuhan-dengan-asing-bukan-untuk-dijual/
5. http://www.tribunnews.com/bisnis/2017/11/18/menteri-perhubungan-
pemerintah-tidak-akan-menjual-bandara-soekarno-hatta
6. http://www.ilmuekonomi.net/2015/12/pengertian-serta-dampak-positif-dan-
negstif-privatisasi.html
7. http://andishahreza.blogspot.co.id/2010/10/privatisasi-bumn-badan-usaha-
milik_24.html
8. http://ekonomi.kompas.com/read/2017/10/13/133652826/aset-pelabuhan-dan-
bandara-tidak-akan-dijual-ke-swasta
9. Ahmad Erani Yustika. 2002. Pembangunan dan Krisis, Memetakan
Perekonomian Indonesia. Grasindo : Jakarta
10. Dewi Hanggraeni. Apakah Privatisasi BUMN Solusi yang Tepat Dalam
Meningkatkan Kinerja?, Artikel dalam Manajemen Usahawan Indonesia No.6
Tahun 2009
11. Indra Bastian. 2002. Privatisasi di Indonesia : Teori dan Implemantasi.
Salemba Empat : Jakarta
12. Heidirachman Ranupandojo. 1990. Dasar-dasar Ekonomi Perusahaan. UPP
AMP YKN : Yogyakarta
13. Kwik Gian Gie. 1994. Analisis Ekonomi Politik di Indonesia. Gramedia :
Jakarta
14. Rahmat S.Labib. 2005. Privatisasi Dalam Pandangan Islam. Wadi Press :
Jakarta
15. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN
16
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
i
17
DAFTAR ISI
Kata Pengantar......................................................................................................... i
Daftar Isi ................................................................................................................. ii
DAFTAR PUSTAKA
ii