Você está na página 1de 18

0

ANALISIS
PENJUALAN BANDARA DAN PELABUHAN LAUT
KEPADA PIHAK SWASTA

DISUSUN OLEH : KELOMPOK


1. ARYENSI NOVITA SARI (02401702)
2. EMA JUITA SARI (02401707)
3. RIKE AGUSTINA (024017 )
4. INTEN WAHYU UTAMI (02401709)

DOSEN PEMBIMBING: RISPIN JUNAIDI

YAYASAN SEKUNDANG BENGKULU SELATAN


AKADEMI KEBIDANAN
Jl. Datuk Nazir Nomor : 02 Telp & Fax (0739) 21218 Kode Pos 38511
Email: Akbid@yahoo.com
Website: www.akbid.com
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
JAKARTA-Setelah sekian lama hanya menjadi wacana pemerintah
bersiap merealisasikan revitalisasi bandara dan pelabuhan di sejumlah daerah.
Swastanisasi akan dilakukan pada beberapa bandara dan pelabuhan di
Indonesia yang dinilai tidak berkembang. Kurang lebih terdapat 30 bandara
dan 20 pelabuhan yang akan dikelolakan pihak ketiga dalam hal ini swasta.
Saat ini, sebagaimana dikemukakan Menteri Perhubungan Budi Karya
Sumadi, pemerintah tengah menggodok aturan swatanisasi pelabuhan dan
bandara. Sebab, selama ini bandara maupun pelabuhan tersebut masih
mengharapkan subsidi dari Anggaran Pendapatan Belenja Negara (APBN).
Padahal, status bandara maupun pelabuhan tersebut komersil.
Dijelaskannya, di antara bandara yang menjadi target swastanisasi
adalah Belitung, Bengkulu, Tarakan, Samarinda, Banyuwangi, Palu, Kendari,
dan Bandara Jayapura. Sedangkan untuk pelabuhan berjumlah 20 lokasi,
bahkan di antaranya sudah dilepas pengelolaannya ke swasta yaitu Pelabuhan
Probolinggo, Bima serta Pelabuban Waingapu.

B. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk melakukan analisa terhadap wacana
pemerintah melakukan swastanisasi beberapa bandara dan pelabuhan di
Indonesia.
2

BAB II
PEMBAHASAN

Privatisasi atau swastanisasi secara umum berarti pengalihan BUMN kepada


perusahaan swasta. Privatisasi perusahaan BUMN kita perlu dikaji secara serius
mendalam. Seperti kita ketahui BUMN adalah perusahaan yang berkontribusi
memberikan pendapatan kepada Negara dalam APBN serta ditunjuk untuk
menguasai sekaligus mengatur sektor-sektor strategis yang menguasai hajat hidup
orang banyak.
Biasanya privatisasi dilakukan karena buruknya performa dari BUMN yang
bersangkutan, disamping alasan lain yaitu membebani keuangan Negara (merugi)
dan menjadi sarang dan sumber tindak pidana korupsi yang merugikan. Kajian
dari sudut pandang ekonomi sekilas dapat diterima. Namun, kita lupa bahwa
dalam konstitusi yaitu dalam Pasal 33 UUD 1945 telah mengatur rumusan dasar
tentang perekonomian sebagai lex generalis yang seharusnya berlaku normatif dan
imperatif terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih spesifik/sektoral dan
berada dibawahnya (lex specialis). Privatisasi jelas telah mengkhianati amanah
konstitusi Pasal 33, khususnya Pasal 33 ayat 2: “Cabang-cabang produksi yang
penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
Negara”.
Efek dari privatisasi sejumlah perusahaan BUMN bukan hanya memberikan
dampak terhadap pendapatan Negara. Namun, secara tidak langsung juga akan
berdampak terhadap rakyat. Oleh karena itu, fenomena kebijakan memprivatisasi
tidak bisa dilakukan serta merta tanpa suatu kajian yang mendalam tidak hanya
dari segi ekonomi saja yang hanya berlandaskan pada pragmatisme elit saja tetapi
juga harus berlandaskan pada utilitarianisme komunal (civil society). Karena
kajian dari segi hukum harus merujuk pada konstitusi dalam hal ini UUD 1945
sebagai payung hukum yang akan memberikan kepastian hukum sekaligus
perlindungan yang jelas kepada seluruh Rakyat Indonesia untuk memperoleh
kesejahteraan. Sesuai dengan apa yang terdapat dalam weltanschaung kita
khususnya sila ke-5 “Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia”.
Privatisasi adalah kebijakan yang multifaset, secara ideologis
bermakna meminimalisir peran negara. Secara manajemen bermakna
3

meningkatkan efisiensi pengelolaan usaha. Secara anggaran, privatisasi dapat


bermakna mengisi kas negara yang sedang bolong. BUMN yang merupakan
perusahaan pelayanan publik telah memberikan kontribusi besar terhadap
pembangunan nasional. Pada masa awal kemerdekaan, sektor korporasi di
Indonesia masih kecil dan didominasi oleh perseroan-perseroan yang dimiliki
asing atau yang kepemilikannya terpusat.
Terdapat banyak definisi yang diberikan oleh para pakar berkenaan dengan
istilah privatisasi. Beberapa pakar bahkan mendefinisi privatisasi dalam arti luas,
seperti J.A. Kay dan D.J. Thomson sebagai “…means of changing relationship
between the government and private sector”. Mereka mendefinisikan privatisasi
sebagai cara untuk mengubah hubungan antara pemerintah dan sektor
swasta. Sedangkan pengertian privatisasi dalam arti yang lebih sempit
dikemukakan oleh C. Pas, B. Lowes, dan L. Davies yang mengertikan privatisasi
sebagai denasionalisasi suatu industri, mengubahnya dari kepemilikan pemerintah
menjadi kepemilikan swasta.
Istilah privatisasi sering diartikan sebagai pemindahan kepemilikan industri
dari pemerintah ke sektor swasta yang berimplikasi kepada dominasi kepemilikan
saham akan berpindah ke pemegang saham swasta. Privatisasi adalah suatu
terminologi yang mencakup perubahan hubungan antara pemerintah dengan
sektor swasta, dimana perubahan yang paling signifikan adalah adanya
disnasionalisasi penjualan kepemilikan public.
Dari berbagai definisi di atas, dapat diperoleh pengertian bahwa privatisasi
adalah pengalihan aset yang sebelumnya dikuasai oleh negara menjadi milik
swasta. Pengertian ini sesuai dengan yang termaktub dalam Undang-undang
Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN, yaitu penjualan saham persero, baik
sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan
kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat,
serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat.
Pada dasarnya kebijakan privatisasi ditujukan untuk berbagai aspek harapan,
dilihat dari aspek keuangan, pembenahan internal manajemen (jasa dan
organisasi), ekonomi dan politik. Dari segi keuangan, privatisasi ditujukan untuk
4

meningkatkan penghasilan pemerintah terutama berkaitan dengan tingkat


perpajakan dan pengeluaran publik; mendorong keuangan swasta untuk
ditempatkan dalam investasi publik dalam skema infrastruktur utama; menghapus
jasa-jasa dari kontrol keuangan sektor publik. Tujuan privatisasi dari sisi
pembenahan internal manajemen (jasa dan organisasi) yaitu:
1. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas;
2. Mengurangi peran negara dalam pembuatan keputusan;
3. Mendorong penetapan harga komersial, organisasi yang berorientasi pada
keuntungan dan perilaku bisnis yang menguntungkan;
4. Meningkatkan pilihan bagi konsumen.
Dari sisi ekonomi, tujuan privatisasi yaitu:
1. Memperluas kekuatan pasar dan meningkatkan persaingan;
2. Mengurangi ukuran sektor publik dan membuka pasar baru untuk modal
swasta.
Tujuan dari segi politik yaitu:
1. Mengendalikan kekuatan asosiasi/perkumpulan bidang usaha bisnis tertentu
dan memperbaiki pasar tenaga kerja agar lebih fleksibel;
2. Mendorong kepemilikan saham untuk individu dan karyawan serta
memperluas kepemilikan kekayaan;
3. Memperoleh dukungan politik dengan memenuhi permintaan industri dan
menciptakan kesempatan lebih banyak akumulasi modal spekulasi;
4. Meningkatkan kemandirian dan individualisme.
Adapun tujuan pelaksanaan privatisasi sebagaimana tercantum dalam Pasal
74 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN adalah meningkatkan
kinerja dan nilai tambah perusahaan serta meningkatkan peran serta masyarakat
dalam pemilikan saham Persero. Penerbitan peraturan perundangan tentang
BUMN dimaksudkan untuk memperjelas landasan hukum dan menjadi pedoman
bagi berbagai pemangku kepentingan yang terkait serta sekaligus merupakan
upaya untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas BUMN. Privatisasi bukan
semata-mata kebijakan final, namun merupakan suatu metode regulasi untuk
mengatur aktivitas ekonomi sesuai mekanisme pasar. Kebijakan privatisasi
5

dianggap dapat membantu pemerintah dalam menopang penerimaan negara dan


menutupi defisit APBN sekaligus menjadikan BUMN lebih efisien
dan profitable dengan melibatkan pihak swasta di dalam pengelolaannya sehingga
membuka pintu bagi persaingan yang sehat dalam perekonomian.
Ada beberapa metode yang digunakan oleh suatu negara untuk
memprivatisasi BUMN, diantaranya adalah[9] :
Penawaran saham BUMN kepada umum (public offering of shares).
Penawaran ini dapat dilakukan secara parsial maupun secara penuh. Di dalam
transaksi ini, pemerintah menjual sebagian atau seluruh saham kepemilikannya
atas BUMN yang diasumsikan akan tetap beroperasi dan menjadi perusahaan
publik. Seandainya pemerintah hanya menjual sebagian sahamnya, maka status
BUMN itu berubah menjadi perusahaan patungan pemerintah dan swasta.
Pendekatan semacam ini dilakukan oleh pemerintah agar mereka masih dapat
mengawasi keadaan manajemen BUMN patungan tersebut sebelum kelak
diserahkan sepenuhnya kepada swasta.
Penjualan saham BUMN kepada pihak swasta tertentu (private sale of
share). Di dalam transaksi ini, pemerintah menjual seluruh ataupun sebagian
saham kepemilikannya di BUMN kepada pembeli tunggal yang telah
diidentifikasikan atau kepada pembeli dalam bentuk kelompok tertentu.
Privatisasi dapat dilakukan penuh atau secara sebagian dengan kepemilikan
campuran. Transaksinya dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, seperti akuisisi
langsung oleh perusahaan lain atau ditawarkan kepada kelompok tertentu. Cara ini
juga sering disebut sebagai penjualan strategis (strategic sale) dan pembelinya
disebut invenstor strategis.
Penjualan aktiva BUMN kepada swasta (sale of government organization
state-owned enterprise assets). Pada metode ini, pada dasarnya transaksi adalah
penjualan aktiva, bukan penjualan perusahaan dalam keadaan tetap beroperasi.
Biasanya jika tujuannya adalah untuk memisahkan aktiva untuk kegiatan tertentu,
penjualan aktiva secara terpisah hanya alat untuk penjualan perusahaan secara
keseluruhan.
6

Penambahan investasi baru dari sektor swasta ke dalam BUMN (new


private investment in an state-owned enterprise assets). Pada metode ini,
pemerintah dapat menambah modal pada BUMN untuk keperluan rehabilitasi atau
ekspansi dengan memberikan kesempatan kepada sektor swasta untuk menambah
modal. Dalam metode ini, pemerintah sama sekali tidak melepas kepemilikannya,
tetapi dengan tambahan modal swasta, maka kepemilikan pemerintah
mengalami dilusi(pengikisan). Dengan demikian, BUMN itu berubah menjadi
perusahaan patungan swasta dengan pemerintah. Apabila pemilik saham
mayoritasnya adalah swasta, maka BUMN itu telah berubah statusnya menjadi
milik swasta.
Pembelian BUMN oleh manajemen atau karyawan
(management/employee buy out). Metode ini dilakukan dengan memberikan hak
kepada manajemen atau karyawan perusahaan untuk mengambil alih kekuasaan
atau pengendalian perusahaan. Keadaan ini biasanya terkait dengan perusahaan
yang semestinya dapat efektif dikelola oleh sebuah manjemen, namun karena
campur tangan pemerintah membuat kinerja tidak optimal.
Dari beberapa cara tersebut, UU Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN di
dalam pasal 78 hanya membolehkan tiga cara dalam privatisasi yakni :
1. Penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal.
2. Penjualan saham langsung kepada investor.
3. Penjualan saham kepada manajemen dan/atau karyawan yang bersangkutan.
Sebagai sebuah kebijakan yang menyangkut kepentingan publik, program
privatisasi masih disikapi secara pro dan kontra. Berikut ini akan diuraikan
mengenai alasan-alasan yang menyebabkan terjadinya pro dan kontra tersebut.
Alasan-Alasan Yang Mendukung Privatisasi
1. Peningkatan efisiensi, kinerja dan produktivitas perusahaan yang diprivatisasi
BUMN sering dilihat sebagai sosok unit pekerja yang tidak efisien,
boros, tidak professional dengan kinerja yang tidak optimal, dan penilaian-
penilaian negatif lainnya. Beberapa faktor yang sering dianggap sebagai
penyebabnya adalah kurangnya atau bahkan tidak adanya persaingan di pasar
produk sebagai akibat proteksi pemerintah atau hak monopoli yang dimiliki
7

oleh BUMN. tidak adanya persaingan ini mengakibatkan rendahnya efisiensi


BUMN.
Hal ini akan berbeda jika perusahaan itu diprivatisasi dan pada saat yang
bersamaan didukung dengan peningkatan persaingan efektif di sektor yang
bersangkutan, semisal meniadakan proteksi perusahaan yang diprivatisasi.
Dengan adanya disiplin persaingan pasar akan memaksa perusahaan untuk
lebih efisien. Pembebasan kendali dari pemerintah juga memungkinkan
perusahaan tersebut lebih kompetitif untuk menghasilkan produk dan jasa
bahkan dengan kualitas yang lebih baik dan sesuai dengan konsumen.
Selanjutnya akan membuat penggunaan sumber daya lebih efisien dan
meningkatkan output ekonomi secara keseluruhan.
2. Mendorong perkembangan pasar modal
Privatisasi yang berarti menjual perusahaan negara kepada swasta dapat
membantu terciptanya perluasan kepemilikan saham, sehingga diharapkan
akan berimplikasi pada perbaikan distribusi pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat. Privatisasi juga dapat mendorong perusahaan baru yang masuk ke
pasar modal dan reksadana. Selain itu, privatisasi BUMN dan infrastruktur
ekonomi dapat mengurangi defisit dan tekanan inflasi yang selanjutnya
mendukung perkembangan pasar modal.
3. Meningkatkan pendapatan baru bagi pemerintah
Secara umum, privatisasi dapat mendatangkan pemasukan bagi
pemerintah yang berasal dari penjualan saham BUMN. Selain itu, privatisasi
dapat mengurangi subsidi pemerintah yang ditujukan kepada BUMN yang
bersangkutan. Juga dapat meningkatkan penerimaan pajak dari perusahaan
yang beroperasi lebih produktif dengan laba yang lebih tinggi. Dengan
demikian, privatisasi dapat menolong untuk menjaga keseimbangan anggaran
pemerintah sekaligus mengatasi tekanan inflasi.
Alasan-Alasan Yang Menolak Program Privatisasi
Beberapa alasan yang diajukan oleh pihak yang mendukung program
privatisasi sebagaimana telah dipaparkan di atas, dinilai tidak tepat oleh pihak-
pihak yang kontra. Alasan bahwa privatisasi bertujuan untuk meningkatkan
8

efisiensi dan kinerja perusahaan yang diprivatisasi dianggap tidak sesuai dengan
fakta. Sebab jika itu yang menjadi motifnya, maka seharusnya yang diprivatisasi
adalah perusahaan-perusahaan yang tidak efisien, produktivitasnya rendah dan
kinerjanya payah. Sehingga dengan diprivatisasi, diharapkan perusahaan tersebut
berubah menjadi lebih efisien, produktivitasnya meningkat, dan kinerjanya
menjadi lebih bagus. Padahal, pada kenyatannya yang diprivatisasi adalah
perusahaan yang sehat dan efisien. Jika ada perusahaan negara yang merugi dan
tidak efisien, biasanya disehatkan terlebih dahulu sehingga menjadi sehat dan
mencapai profit, dan setelah itu baru kemudian dijual.
Alasan untuk meningkatkan pendapatan negara juga tidak bisa diterima.
Memang ketika terjadi penjualan aset-aset BUMN itu negara mendapatkan
pemasukan. Namun sebagaimana layaknya penjualan, penerimaan pendapatan itu
diiringi dengan kehilangan pemilikan aset-aset tersebut. Ini berarti negara akan
kehilangan salah satu sumber pendapatannya. Akan menjadi lebih berbahaya jika
ternyata pembelinya dari perusahaan asing. Meskipun pabriknya masih
berkedudukan di Indonesia, namun hak atas segala informasi dan bagian dari
modal menjadi milik perusahaan asing.
Pemerintah hendaknya meninjau secara mendalam bagaimana dampak yang
akan timbul dengan penjualan bandara dan pelabuhan kepada pihak swasta.
Dampak kebijakan privatisasi BUMN jelas terlihat pada perubahan kebijakan
pemerintah dan kontrol regulasi. Dimana dapat dikatakan sebagai sarana transisi
menuju pasar bebas, aktivitas ekonomi akan lebih terbuka menuju kekuatan pasar
yang lebih kompetitif, dengan adanya jaminan tidak ada hambatan dalam
kompetisi, baik berupa aturan, regulasi maupun subsidi. Kebijakan privatisasi
dikaitkan dengan kebijakan eksternal yang penting seperti tarif, tingkat nilai tukar,
dan regulasi bagi investor asing. Juga menyangkut kebijakan domestik, antara lain
keadaan pasar keuangan, termasuk akses modal, penerapan pajak dan regulasi
yang adil, dan kepastian hukum serta arbitrase untuk mengantisipasi kemungkinan
munculnya kasus perselisihan bisnis.
Dampak lain yang sering dirasakan dari kebijakan privatisasi yaitu
menyebarnya kepemilikan pemerintah kepada swasta, mengurangi sentralisasi
9

kepemilikan pada suatu kelompok atau konglomerat tertentu. Sebagai sarana


transisi menuju pasar bebas, aktivitas ekonomi akan lebih terbuka menuju
kekuatan pasar yang lebih kompetitif, dengan jaminan tidak ada hambatan dalam
kompetisi, baik berupa aturan, regulasi maupun subsidi. Untuk itu diperlukan
perombakan hambatan masuk pasar dan adopsi sebuah kebijakan yang dapat
membantu perkembangan dan menarik investasi swasta dengan memindahkan
efek keruwetan dari kepemilikan pemerintah. Seharusnya program privatisasi
ditekankan pada manfaat transformasi suatu monopoli publik menjadi milik
swasta. Hal ini terbatas pada keuntungan ekonomi dan politik. Dengan pengalihan
kepemilikan, salah satu alternatif yaitu dengan pelepasan saham kepada rakyat
dan karyawan BUMN yang bersangkutan dapat ikut melakukan kontrol dan lebih
memotivasi kerja para karyawan karena merasa ikut memilki dan lebih semangat
untuk berpartisipasi dalam rangka meningkatkan kinerja BUMN yang sehat. Hal
ini dapat berdampak pada peningkatan produktivitas karyawan yang berujung
pada kenaikan keuntungan.
Selain itu, metode privatisasi yang dilakukan pemerintah pun kebanyakan
masih berbentuk penjualan saham kepada pihak swasta. Hal ini menyebabkan
uang yang diperoleh dari hasil penjualan saham-saham BUMN tersebut masuk ke
tangan pemerintah, bukannya masuk ke dalam BUMN untuk digunakan sebagai
tambahan pendanaan dalam rangka mengembangkan usahanya.
Bagi pemerintah hal ini berdampak cukup menguntungkan, karena
pemerintah memperoleh pendapatan penjualan sahamnya, namun sebenarnya bagi
BUMN hal ini agak kurang menguntungkan, karena dengan kepemilikan baru,
tentunya mereka dituntut untuk melakukan berbagai perubahan. Namun,
perubahan tersebut kurang diimbangi tambahan dana segar yang cukup, sebagian
besar hanya berasal dari kegiatan-kegiatan operasionalnya terdahulu yang
sebenarnya didapatnya dengan kurang efisien.
Dari segi politis, masih banyak pihak yang kontra terhadap kebijakan
privatisasi saham kepada pihak asing ini. Pasalnya, kebijakan ini dinilai tidak
sesuai dengan prinsip-prinsip nasionalisme. Privatisasi kepada pihak asing dinilai
10

akan menyebabkan terbangnya keuntungan BUMN kepada pihak asing, bukannya


kembali kepada rakyat Indonesia.
Berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 ayat (1), maka sistem ekonomi yang
dianut Indonesia adalah sistem ekonomi yang berdasar atas asas kekeluargaan.
Konsep sistem ekonomi yang demikian di Indonesia disebut sebagai konsep
Demokrasi Ekonomi. Mubyarto menyebutkan bahwa dalam konsep demokrasi
ekonomi, sistem ekonomi tidak diatur oleh negara melalui perencanaan sentral
(sosialisme), akan tetapi dilaksanakan oleh, dari, dan untuk rakyat.[18] Demokrasi
ekonomi mengutamakan terwujudnya kemakmuran masyarakat (bersama) bukan
kemakmuran individu-individu. Demokrasi ekonomi mengartikan masyarakat
harus ikut dalam seluruh proses produksi dan turut menikmati hasil-hasil produksi
yang dijalankan di Indonesia.
Mengacu pada Pasal 33 UUD 1945, tersirat bahwa poin utama dari
perekonomian Indonesia adalah kesejahteraan rakyat. Di sinilah peran demokrasi
ekonomi, yaitu sebagai pemandu pengelolaan BUMN agar dapat memaksimalkan
kesejahteraan rakyat. BUMN harus dapat beroperasi dengan efektif dan efisien,
sehingga dapat menyediakan produk-produk vital yang berkualitas dengan harga
yang terjangkau bagi rakyat. Selain itu, BUMN juga harus berupaya memperbaiki
profitabilitasnya, sehingga dapat diandalkan sebagai sumber pendanaan utama
bagi pemerintah, terutama untuk mendanai defisit anggarannya. Hal ini akan
sangat berpengaruh pada kesejahteraan rakyat, karena BUMN tidak lain adalah
pengelola sumber daya yang vital bagi hajat hidup rakyat banyak, sehingga tentu
akan sangat merugikan rakyat jika BUMN jatuh bangrut atau pailit.
Praktik privatisasi BUMN yang belakangan marak dilakukan oleh
pemerintah Indonesia dianggap sebagai jalan keluar yang paling baik untuk
melaksanakan amanat demokrasi ekonomi untuk menyehatkan BUMN-BUMN di
Indonesia dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Pada
beberapa BUMN, ada yang diprivatisasi oleh pihak asing, bahkan dalam jumlah
kepemilikan saham yang cukup signfikan. Privatisasi BUMN kepada pihak asing
ini dinilai “menggadaikan” nasionalisme Indonesia. Selain itu, BUMN tidak lain
adalah pihak yang diberikan wewenang khusus untuk mengelola sumber daya
11

vital yang meemgang hajat hidup orang banyak. Menurut Pasal 33 UUD 1945,
sumber daya yang seperti demikian itu harus dikelola oleh negara.
Dilihat dari sudut pandang Pasal 33 UUD 1945, tampak bahwa sebenarnya
privatisasi BUMN kepada pihak asing agak kontradiktif dengan jiwa pasal ini.
Pihak asing yang bersangkutan jelas bertindak atas nama swasta yang tentu saja
bertindak dengan didorong oleh maksud dan motif hanya untuk mencari
keuntungan yang maksimal. Jika demikian yang terjadi, BUMN yang diprivatisasi
kepada pihak asing hanya akan menjadi keuntungan bagi pihak asing, sehingga
dapat dikatakan manfaatnya akan berpindah kepada pihak asing, bukannya ke
rakyat Indonesia.
Diantara sekian banyak alternatif metode privatisasi, yang paling sering
digunakan antara lain adalah penawaran saham BUMN kepada umum (public
offering of shares) yaitu privatisasi dengan melakukan penjualan saham kepada
pihak swasta melalui pasar modal, penjualan saham BUMN kepada pihak swasta
tertentu (private sale of share) yaitu penjualan saham BUMN kepada satu atau
sekelompok investor swasta, dan melalui pembelian BUMN oleh manajemen atau
karyawan (management/employee buy out) yaitu penjualan saham BUMN kepada
pihak karyawan atau manajemen BUMN.
Pilihan model privatisasi mana yang sesuai dengan iklim perekonomian,
politik dan sosial budaya Indonesia haruslah mempertimbangkan faktor-faktor
seperti :
1. Ukuran nilai privatisasi ;
2. Kondisi kesehatan keuangan tiga tahun terakhir ;
3. Waktu yang tersedia bagi BUMN untuk melakukan privatisasi ;
4. Kondisi pasar ;
5. Status perusahaan, apakah telah go public atau belum ; dan
6. Rencana jangka panjang masing-masing BUMN.
Diantara tiga metode privatisasi BUMN yang sering digunakan seperti yang
telah dikemukakan di atas, yang dianggap relatif sesuai dengan kondisi BUMN
dewasa ini adalah penawaran saham BUMN kepada umum dan pembelian BUMN
oleh manajemen atau karyawan. Pasalnya, dengan metode penjualan saham
12

BUMN kepada pihak swasta tertentu berarti akan ada pemusatan kepemilikan
pada satu atau sekelompok pihak swasta saja. Hal ini kurang sesuai dengan jiwa
demokrasi ekonomi yang menghendaki pemerataan kesejahteraaan. Selain itu,
pemusatan kepemilikan pada satu atau sekelompok pihak atas BUMN akan sangat
berbahaya jika pihak yang bersangkutan mengeksploitisir BUMN untuk
kepentingan keuntungan semata.
Dengan penawaran saham BUMN kepada umum, maka kepemilikan
BUMN akan jatuh ke tangan rakyat. Hal ini sesuai dengan jiwa demokrasi
ekonomi. Karena dengan demikian, maka akan dapat dicapai pemerataan
kesejahteraan kepada rakyat Indonesia melalui pemerataan saham pada publik.
Sedangkan dengan pembelian BUMN oleh manajemen atau karyawan,
pemerataan pun dapat dicapai. Akan tetapi, pemerataan kepemilikan hanya akan
terjadi pada karyawan dan manajemen BUMN. Namun cara ini masih dianggap
lebih baik daripada kepemilikan BUMN jatuh ke tangan pihak asing.
Selama ini, praktik privatisasi yang dilakukan di Indonesia masih dianggap
kurang optimal. Idealnya, sebelum diprivatisasi, BUMN yang kurang sehat
sebaiknya direstrukturisasi terlebih dahulu, sehinga pasca privatisasi nanti, kinerja
BUMN yang bersangkutan dapat mengalami peningkatan.
Landasan hukum privatisasi juga hrus kuat, sehingga saat sebuah BUMN
diprivatisasi, tidak ada lagi kontroversi yang sifatnya merugikan. Sedangkan dari
segi politis, harus ada kesepahaman antara segenap rakyat, pemerintah dan para
pengambil kebijakan publik, sehingga semuanya sepakat bahwa privatisasi akan
membawa dampak positif bagi kesejahteraan rakyat, sehingga kebijakan
privatisasi pun didukung oleh semua pihak.
Pelaksanaan privatisasi yang belum optimal ini harus segera ditindak lanjuti.
Karena sebenarnya, kebijakan ini sangat terkait dengan kebijakan publik
pemerintah yang notabene akan menentukan nasib rakyat Indonesia. Padahal, jika
program ini dilaksanakan dengan baik, maka akan mampu membawa dampak
positif bagi semua pihak. Bagi BUMN itu sendiri, akan tercapai efisiensi dan
perbaikan kinerja manejemen. Bagi pemerintah, privatisasi BUMN yang optimal
akan sangat membantu dalam mendanai defisit anggaran negara, sehingga
13

pemerintah dapat meminimalkan pinjaman luar negeri. Akhirnya bagi rakyat


Indonesia, keberhasilan privatisasi BUMN akan memperbaiki dan meningkatkan
kesejahteraan rakyat karena BUMN sebagai pengelola bidang-bidang usaha vital
dapat lebih memanfaatkan sumber daya vital tersebut untuk sebaik-baik
kemakmuran rakyat seperti yang tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945.
14

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dampak kebijakan privatisasi BUMN jelas terlihat pada perubahan
kebijakan pemerintah dan kontrol regulasi seperti tarif, tingkat nilai tukar, dan
regulasi bagi investor asing. Juga menyangkut kebijakan domestik, antara lain
keadaan pasar keuangan, termasuk akses modal, penerapan pajak dan regulasi
yang adil, dan kepastian hukum serta arbitrase untuk mengantisipasi
kemungkinan munculnya kasus perselisihan bisnis. Dampak lain yang sering
dirasakan dari kebijakan privatisasi yaitu menyebarnya kepemilikan
pemerintah kepada swasta.

B. Saran
Saran yang dapat penulis berikan ialah Pemerintah dalam hal ini Menteri
Perhubungan, seyogyanya mempersiapkan diri dalam rangka pergeseran peran
dari penentu kebijakan dan pelaksana kegiatan menjadi fasilitator dan
regulator kegiatan. Pemerintah harus melakukan kajian mendalam untuk
melakukan privatisasi pada bandara dan pelabuhan karena dengan privatisasi
maka control pemerintah terhadap badan usaha tersebut menjadi berkurang
sehingga apabila pihak swasta mengambil kebijakan yang hanya
menguntungkan perusahaan saja tanpa mempertimbangkan kebutuhan
masyarakat banyak, control pemerintah menjadi sangat berkurang/ terbatas.
15

DAFTAR PUSTAKA

1. https://breakingnews.co.id/read/30-bandara-dan-20-pelabuhan-segera-
diswastanisasi
2. https://pinterpolitik.com/jokowi-jual-infrastruktur/
3. http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/17/11/17/ozkc6w409-
pemerintah-bantah-jual-bandara-soekarnohatta-tetapi
4. http://beritatrans.com/2017/11/12/pengamat-bilang-kerja-sama-kelola-
bandara-dan-pelabuhan-dengan-asing-bukan-untuk-dijual/
5. http://www.tribunnews.com/bisnis/2017/11/18/menteri-perhubungan-
pemerintah-tidak-akan-menjual-bandara-soekarno-hatta
6. http://www.ilmuekonomi.net/2015/12/pengertian-serta-dampak-positif-dan-
negstif-privatisasi.html
7. http://andishahreza.blogspot.co.id/2010/10/privatisasi-bumn-badan-usaha-
milik_24.html
8. http://ekonomi.kompas.com/read/2017/10/13/133652826/aset-pelabuhan-dan-
bandara-tidak-akan-dijual-ke-swasta
9. Ahmad Erani Yustika. 2002. Pembangunan dan Krisis, Memetakan
Perekonomian Indonesia. Grasindo : Jakarta
10. Dewi Hanggraeni. Apakah Privatisasi BUMN Solusi yang Tepat Dalam
Meningkatkan Kinerja?, Artikel dalam Manajemen Usahawan Indonesia No.6
Tahun 2009
11. Indra Bastian. 2002. Privatisasi di Indonesia : Teori dan Implemantasi.
Salemba Empat : Jakarta
12. Heidirachman Ranupandojo. 1990. Dasar-dasar Ekonomi Perusahaan. UPP
AMP YKN : Yogyakarta
13. Kwik Gian Gie. 1994. Analisis Ekonomi Politik di Indonesia. Gramedia :
Jakarta
14. Rahmat S.Labib. 2005. Privatisasi Dalam Pandangan Islam. Wadi Press :
Jakarta
15. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN
16

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Manna, Desember 2017


Penulis

i
17

DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................................... i
Daftar Isi ................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................


1
A. Latar Belakang ...................................................................................
1
B. Tujuan
1

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................


2

BAB III PENUTUP .................................................................................................


14
A. Kesimpulan .........................................................................................
..............................................................................................................
14
B. Saran ...................................................................................................
..............................................................................................................
14

DAFTAR PUSTAKA

ii

Você também pode gostar