Você está na página 1de 5

PERMASALAHAN UU MD3

“….Saudara dipilih bukan di lotere. Meski kami tak kenal siapa saudara. Kami tak sudi memilih
para juara. Juara diam juara he eh juara hahaha.”

Entah mengapa kalau sudah berbicara tentang pejabat senayan, lirik Iwan Fals di atas,
jadi sangat relevan. Sosok yang memiliki fans fanatik tak kurang 2 juta manusia ini, ternyata
telah menyadari laku tak etis para legislator sejak dulu. Sekarang, ulah itu seakan tak pernah
berhenti. Lihat saja, seperti tak tahu malu, anggota DPR malah membuat UU MD3 yang tak
jelas.

Belum hilang stigma masyarakat terhadap kinerja yang sangat kurang apik para pejabat
senayan, muncul lagi masalah baru. Revisi UU tentang MPR, DPR, DPRD, DPD (MD3) yang sudah
diketok palukan 8 Juli 2014 di Gedung MPR , ternyata cacat dan mengandung kepentingan
praktis. Wajar saja tidak semua fraksi mengamini kesepakatan UU MD3. Beberapa partai bahkan
mengambil sikap walk out, seperti PDIP, PKB dan Hanura.

UU MD3 ini dinilai tidak demokratis karena bertentangan dengan Pancasila dan UUD
1945 serta rasa keadilan masyarakat.

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) juga merasa tidak setuju terhadap UU MD3 bagi
anggota DPR, lalu DPD secara resmi mendaftarkan permohonan pengujian UU No. 17 Tahun
2014 tentang Perubahan UU No. 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(UU MD3). DPD hendak memohon pengujian baik secara formil maupun secara materil
terhadap 21 pasal yang dinilai memperlemah posisi DPD.

Dalam UU MD3 sebelumnya ada ketentuan jika anggota DPR enam kali berturut-turut tidak
menghadiri sidang paripurna terkena sanksi. Dalam UU MD3 revisi ketentuan itu dihapus,
tetapi pasal ini masih tetap berlaku bagi DPD. “Ini ketentuan yang diskriminatif,” kata anggota
DPD I Wayan Sudirta. DPD memohon pengujian beberapa pasal UU MD3 yang dinilai
bertentangan dengan UUD 1945.

Bagi PDIP, hal yang krusial adalah Pasal 84 UU MD3 Revisi terkait mekanisme pemilihan
pimpinan DPR yang dilakukan oleh anggota DPR yang tidak pernah muncul dalam pembahasan
sebelumnya. Padahal, konvensi (ketatanegaraan) sudah menentukan setiap pemenang Pemilu
berhak menjabat ketua DPR atau parlemen. Hal ini diperkuat dengan Pasal 82 UU MD3.

Lain hal dengan ICJR (Institute for Criminal Justice Reform) yang mempersoalkan Pasal 245 UU MD3
Revisi yang terkesan mengistimewakan DPR dengan memberi perlindungan terhadap anggota
DPR ketika menghadapi proses hukum. Pasalnya, setiap pemeriksaan dalam proses penyidikan
anggota DPR harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan
(MKD). Ketentuan ini mirip dengan Pasal 36 UU Pemda yang sudah dibatalkan MK terkait izin
pemeriksaan kepala daerah tidak lagi memerlukan izin presiden.

Hal ini membuat ketua KPK Abraham Samud angkat bicara. Menurut Abraham, UU MD3
yang disahkan itu memberikan kekebalan bagi anggota DPR dari jeratan hukum. "Menurut saya,
itu tak boleh," kata dia. Abraham juga mengatakan revisi UU MD3 tak berlaku bagi KPK. Sebab,
komisi antirasuah itu bekerja menggunakan UU KPK dan UU Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi yang sifatnya lex specialis (bersifat khusus). "KPK tak perlu tunduk kepada UU MD3,"
kata dia.

Tidak sampai di situ, pasal 37 ayat (5) UU no 27/2009 yang mewajibkan pelaporan
anggaran DPR kepada masyarkat melalui laporan kinerja tahunan, telah dihapus. Penghapusan
pasal-pasal tersebut akan menghilangkan transparansi penggunaan anggaran di DPR. Diawasi
saja, anggota DPR masih sering nyolong duit negara, apalagi tidak.

Dan inilah realitanya, UUD MD3 sudah sah. Pengusulan RUU perubahan atas UU no 27
tahun 2009 tentang MD3 pada 24 Oktober 2013, telah disahkan pada 8 Juli 2014, melalui sidang
paripurna. Revisi UU ini sangat instan dan konyol.

Lalu apa kerja DPR selama ini? Tiba-tiba sekarang, langsung ketuk palu UU MD3. Tentunya
masyarakat akan bertanya-tanya.

Menurut penilaian Lembaga Swadaya Masyarakat dan Perguruan Tinggi (Perkumpulan


Prakarsa), kinerja anggota DPR sepanjang 5 tahun, sangat mengecewakan. Anggota DPR tidak
serius, meningkatkan perekonomian dan industri bangsa melalui UU. Kini, UU MD3 segera di-
judicial review. Kita berharap, Mahkamah Konstitusi lebih jeli memutuskan JR ini, agar
kepentingan masyarakat tidak jadi korban.

Lebih lanjut, MK bisa mempertimbangkan stigma yang selama ini melekat pada anggota DPR.
Tentunya jika gugatan (JR) ditolak, UU MD3 ini akan men-cover kepentingan praktis anggota
DPR. Anggota dewan akan jadi manusia setengah dewa yang kebal hukum dan melebarkan
ruang untuk melakukan praktik culas. Oleh karena itu, bola panas ada di MK saat ini.
Penghapusan pasal yang akan di-JR mesti matang. Kalau tidak, rakyat yang akan menggugat.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt53ee058408a23/akhirnya--dpd-
gugat-uu-md

http://hukum.kompasiana.com/2014/07/21/ini-pasal-pasal-cacat-di-uu-md3-
675497.html

http://www.merdeka.com/peristiwa/samad-sebut-revisi-uu-md3-sengaja-jegal-
pemberantasan-korupsi.html

BAHAYA MINUMAN KERAS OPLOSAN

Mendengar kata minuman keras oplosan atau sering kita sebut miras oplosan, tentu
pikiran kita sudah berpikir tentang hal yang tidak baik. Meski sudah mengetahui bahwa hal
tersebut tidak baik, ternyata masih banyak orang yang tetap nekat mengonsumsi minuman ini.
Bahkan banyak yang sudah menjadi korban miras ini.

Dan hal ini pun terjadi di Bogor, Kepolisian Resor (Polres) Bogor Kota berhasil
mengungkap industri pembuatan minuman keras (miras) ilegal terbesar di Kota Bogor, Jawa
Barat. Dalam satu kali produksi, industri miras oplosan ini bisa mencapai 300 liter miras.
Tersangka yang melakukan hal seperti ini akan dijerat dengan Pasal 137 UU No 18/2014 tentang
Pangan dengan ancaman 5 tahun penjara dan denda 5 miliar. Diduga tersangka memproduksi
bahan yang dihasilkan dari rekayasa pangan yang belum mendapatkan persetujuan keamanan
pangan.

Minuman keras sebenarnya adalah sebutan untuk minuman yang mengandung alkohol.
Pada kadar tertentu sebenarnya alkohol dapat membantu untuk menjaga kesehatan. Akan
tetapi jika berlebihan, minuman tersebut bisa mengakibatkan keracunan. Pada kenyataannya,
pecandu alcohol tidak akan mengurangi dosisnya tiap kali mereka minum. Sebaliknya, mereka
cenderung menambah jumlah dosis tiap kali mereka minum.

Dan jika dirasa alkohol belum bisa memuaskan, mereka cenderung membuat miras
oplosan. Hal inilah yang membuat miras oplosan sangat berbahaya bagi para pemakainya dan
lingkungannya. Karena dapat menimbulkan kerusakan hati, jantung, pangkreas dan peradangan
lambung, otot syaraf, mengganggu metabolisme tubuh, impoten serta gangguan seks lainnya
dan tidak jarang juga korban hingga meninggal dunia. Dan kebanyakan orang memilih miras
oplosan karena harganya yang relatif murah.
Selain itu, jenis campuran yang sering dijadikan sebagai miras oplosan adalah spiritus.
Seperti yang kita tahu bahwa spiritus berfungsisebagai bahan pembakaran dalam sebuah
industri. Lalu bagaimana jadinya bila bahan tersebut dijadikan bahan campuran miras oplosan?
Tentu saja akan menimbulkan kematian. Pasalnya, pengonsumsian alkohol sendiri saja sudah
memberikan risiko keracunan. Dimana alkohol didalam hati dioksidasi oleh enzim
dehidrogenase (ADH) menjadi asam frosfat.

Asam frosfat akan memberikan ancaman bahaya pada tubuh yaitu mulai dari gangguan
irama jantung, hingga memicu syok atau kehilangan kesadaran. Apalagi jika ditambah dengan
spiritus yang bersifat mematikan secara langsung. Jika ditelaah lebuh jauh, miras oplosan benar-
benar tidak memberikan kesempatan peminumnya untuk bertahan hidup. Pasalnya, bahan yang
ada mudah diserap lambung. Selain itu, proses pengubahan miras oplosan menjadi bahan
beracun dalam tubuh memerlukan waktu sekitar satu sampai dua hari. Kondisi tersebut
disesuaikan dengan tubuh peminum.

Dalam dosis rendah, metabolisme alkohol yang diminum terjadi di hati. Lama kelamaan
karena akumulasi, maka seorang pecandu alcohol akan mengalami kerusakan hati, jantung,
pancreas, peradangan lambung, kerusakan otot saraf, serta gangguan metabolisme tubuh. Disisi
lain, alkohol dalam jumlah banyak secara permanen akan merusak jaringan otaksehingga
menimbulkan gangguan daya ingat. Alkohol juga mampu menekan pusat emosi di otak,
sehingga menjadikan peminumnya menjadi anti sosial dan mudah tersinggung serta pemarah.
Hal ini pastinya akan merugikan orang-orang di sekitarnya.

Akan tetapi yang perlu kita perhatikan dan waspadai adalah proses fermentasi spontan
yang mungkin terjadi di sekitar kita. Pasalnya, proses fermentasi spontan tidak harus ditambah
ragi dengan sengaja. Karena mikroorganisme sebenarnya terdapat disekitar kita, termasuk di
udara bebas.

Saran untuk para peminum minuman keras sebaiknya berhentilah meminum minuman
keras apalagi minuman keras oplosan, jika tidak bisa berhenti, kurangilah memakai sedikit demi
sedikit. Itu akan merubah kondisi menjadi lebih baik. Untuk para remaja jangan pernah sekali-
kali mencoba dan meminum minuman keras. Dan bagi pemerintah berhentikan penyebaran
minuman keras tanpa izin dan untuk para penegak hukum teruslah memerangi minuman keras
dan minuman keras olposan.

http://edisicetak.joglosemar.co/berita/bahaya-minuman-keras-oplosan-107417.html

Você também pode gostar