Você está na página 1de 3

Dalam waktu satu bulan, pasukan TNI telah berhasil

melakukan konsolidasi dan mulai memberikan pukulan


secara teratur kepada musuh.
Penghadangan terhadap konvoi perbekalan tentara
Belanda berhasil dilakukan.
Serangan yang paling terkenal adalah Serangan Umum 1
Maret 1949 terhadap kota Yogyakarta di bawah
pimpinan Komandan Brigade X Letnan Kolonel Soeharto.
Sultan mendukung segala tindakan para pemimpin
gerilya dan menolak kerja sama dari Belanda.
Perjuangan ini dalam rangka menegakkan kedaulatan
Republik Indonesia juga dilakukan di luar negeri.
Agresi Militer Belanda 2 ternyata menarik perhatian PBB,
karena Belanda secara terang-terangan tidak mengakui
lagi Perjanjian Renville di depan Komisi Tiga Negara yang
ditugaskan oleh PBB.
Pada tanggal 24 Januari 1949 Dewan keamanan PBB
mengeluarkan resolusi agar Republik Indonesia dan
Belanda segera menghentikan permusuhan.
Kegagalan Belanda di medan tempur dan tekanan
Amerika Serikat yang mengancam akan memutuskan
bantuan ekonomi dan keuangan memaksa Belanda untuk
kembali ke meja perundingan.

Serangan umum 1 maret 1949 merupakan serangan yang


dilakukan oleh jajaran tinggi militer Divisi III/GM III untuk
merebut kembali kota Yogyakarta. Tujuan utama
serangan tersebut adalah untuk meruntuhkan moral
pasukan Belanda. Pada tanggal 1 Maret 1949 di pagi hari,
dimulailah serangan besar-besaran dengan fokus utama
adalah ibu kota Indonesia saat itu yaitu Yogyakarta.
Selain itu serangan juga dilakukan di Solo, dan Magelang
dengan tujuan untuk menghambat bantuan tentara
Belanda.
Untuk menghadang gerakan maju pasukan tentara
Belanda,TNI membentuk garis pertahanan untuk
menghadang pasukan Belanda dari Semarang, TNI
membentuk garis pertahanan Salatiga-Semarang dan
garis pertahanan Semarang-Magelang. untuk
menghadang pasukan tentara Belanda di Jawa Timur,TNI
menbentuk As Mojokerto-Madiun.Perang gerilya dimulai
sejak tanggal 25 Desember 1948 diberbagai daerah.
Pasukan Jenderal Sudirman bergerilya disepanjang
daerah Pantai Selatan Jawa bergerak ke timur, kemudian
kembali ke barat menuju dan kembali ke Yogyakarta
lewat . Dengan perang gerilya yang selalu berpindah-
pindah tersebut,Belanda mengalami kesulitan untuk
dapat menangkap panglima Sudirman.

Você também pode gostar