Você está na página 1de 27

ASUHAN KEPERAWATAN ACUTE RENAL FAILURE

( Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Komprehensif )


Dosen Pengampu : Ns. Anna Kurnia, M.Kep

Disusun oleh: Kelompok 3

1. Agus Priyanto
2. Ine Marthia Danie
3. Tuti Puji Sudaryanti
4. Siti Marfuah

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN TRANSFER


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA
HUSADA SEMARANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non-communicable diseases)
terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit ginjal kronik,
sudah menggantikan penyakit menular (communicable diseases) sebagai masalah
kesehatan masyarakat utama. gagal ginjal, dan penyakit pembuluh darah perifer.
Gagal ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI) yang dulu disebut Acute Renal
Failure (ARF) dapat diartikan sebagai penurunan cepat/tiba-tiba atau parah pada fungsi
filtrasi ginjal. Kondisi ini biasanya ditandai oleh peningkatan konsentrasi kreatinin serum
atau azotemia (peningkatan konsentrasi BUN (Blood Urea Nitrogen). Setelah cedera
ginjal terjadi, tingkat konsentrasi BUN kembali normal, sehingga yang menjadi patokan
adanya kerusakan ginjal adalah penurunan produksi urin.
Angka kematian di AS akibat gagal ginjal akut berkisar antara 20-90%. Kematian di
dalam RS 40-50% dan di ICU sebesar 70-89%. Kenaikan 0,3 mg/dL kreatinin serum
merupakan prognostik penting yang signifikan. Peningkatan kadar kreatinin juga bisa
disebabkan oleh obat-obatan (misalnya cimetidin dan trimehoprim) yang menghambat
sekresi tubular ginjal. Peningkatan nilai BUN juga dapat terjadi tanpa disertai kerusakan
ginjal, seperti pada perdarahan mukosa atau saluran pencernaan, penggunaan steroid,
pemasukan protein. Oleh karena itu diperlukan pengkajian yang hati-hati dalam
menentukan apakah seseorang terkena kerusakan ginjal atau tidak
Upaya untuk mengurangi gagal ginal akut dalam penanganan masalah tergantung
pada kerja sama yang baik anatara perawat, pasien, dan keluarga. Maka perawatan pada
penderita yang dapat di berikan secara komorehensif yaitu membatasi aktifitas selain itu
tindakan yang lain dapat pengatruan pola makan, mempertahankan cairan tubuh,dengan
menerapkan pola kehidupan yang sehat, dan olahraga sebagai penunjang pemeliharaan
kesehatan.
B. Tujuan Penulisan
Setelah mempelajari kasus kegawatan pada sistem perkemihan yakni ARF (Acute
Renal Failure), diharapkan mahasiswa/i mampu menjelaskan konsep kegawatan pada
pasien ARF.

C. Metode Penulisan
Dalam penulisan asuhan keperawatan ini, kelompok mengunakan metode literatur dan
studi kepustakaan yaitu pengumpulan data dengan mempelajari sumber buku dan jurnal
sebagai sumber yang berkaitan dengan masalah Acute Renal Failure

D. Sistematika Penulisan
Penulisan asuhan keperawatan ini dibuat secara sistematik yang tediri dari bab I
pendahuluan, bab II konsep dasar, bab 3 penutup dan daftar pustaka.
BAB II
KONSEP DASAR

A. Pengertian
Gagal ginjal akut (acute renal failure, ARF) merupakan suatu sindrom klinis yang
ditandai dengan fungsi ginjal yang menurun secara cepat (biasanya dalam beberapa hari)
yang menyebabkan azotemia yang berkembang cepat. (Lorraine M. Wilson)
Gagal ginjal akut adalah hilangnya fungsi ginjal secara mendadak dan hampir lengkap
akibat kegagalan sirkulasi renal atau disfungsi tubular dan glomerular. (Keperawatan
Medikal Bedah Vol. 2)
Gagal ginjal akut mengacu pada kehilangan fungsi ginjal yang tiba-tiba (beberapa jam
sampai beberapa hari) yang ditandai dengan peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan
kreatinin serum. (Keperawatan Kritis edisi 8)
Gagal ginjal akut adalah sindrom klinis dimana ginjal tidak lagi mengsekresi produk-
produk limbah metabolism. Biasanya karena hiperfusi ginjal sindrom ini biasa berakibat
azotemia (uremia), yaitu akumulasi produk limbah nitrogen dalam darah dan aliguria
dimana haluaran urine kurang dari 400 ml / 24 jam. (Tambayong, jan 2000).
Menurut levinsky dan Alexander (1976), gagal ginjal akut terjadi akibat penyebab-
penyebab yang berbeda. Ternyata 43% dari 2200 kasus gagal ginjal akut berhubungan
dengan trauma atau tindakan bedah 26% dengan berbagai kondisi medic 13%, pada
kehamilan dan 9% disebabkan nefrotoksin penyebab GGA dibagi dalam katagori renal,
renal dan pasca renal
Gagal ginjal akut dikenal dengan Acute Renal Fallure (ARF) adalah sekumpulan
gejala yang mengakibatkan disfungsi ginjal secara mendadak. (M. Nursalam 2006).
B. Etiologi/Predisposisi
Menurut The Series For Clinical Execellence Nursing, penyebab dari gagal ginjal
akut ini terbagi menjadi 3 penyebab:
1. Gagal ginjal akut prarenal
GA prarenal atau azotemia prarenal atau di sebut juga sebagai GGA fungsional, di
sebabkan oleh Perfusi glomerulus yang abnormal sehingga menurunkan LFG.
Biasanya disebabkan karena:
a. Hipovolemia, yang di sebabkan oleh
1) Kehilangan darah /plasma : perdarahan, luka bakar.
2) Kehilangan cairan melalui gastrointestinal, kulit, ginjal (diuretik, penyakit
ginjal lain), pernafasan, pembedahan.
3) Redistribusi dari intravaskuler ke ekstravaskuler (hipoalbuminemia, sindrom
kompartemen ketiga, pankreatitis, peritonitis, kerusakan otot yang luas,
sindrom distres pernafasan).
4) Kekurangan asupan cairan.
b. Vasodilatasi sistemik
1) Sepsis
2) Sirosis hati
3) Anestesi/blokade ganglion
4) Reaksi anafilaksis
5) Vasodilatasi oleh obat
c. Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung
1) Renjatan kardiogenik,infark jantung
2) Gagal jantung kongestif (disfungsi miokard, katup jantung)
3) Tamponade jantung
4) Distrimia
5) Emboli paru
d. Kegagalan autoregulasi
1) Vasokontriksi praglomerulus oleh karena sepsis, hiperkalsemia, sindrom
hepatorenal, obat-obat seperti inflamasi non steroid (AINS), adrenalin,
noradrenalin, siklosporin, dan ampoterisin B
2) Vasodilatasi pascaglomerulus: di sebabkan oleh obat-obat penghambat
angiotensinconverting enzyme (ACE), dan antagonis reseptor AT1
angiotensin.
2. Gagal Ginjal Akut Renal
Banyak penyebab gagal ginjal akut renal yang di sebabkan karena berkurangnya
aliran darah ginjal ke seluruh bagian atau sebagian ginjal. Biasanya karena terjadi
penyempitan atau stenosis arteri renalis sehingga mengurangi aliran darah ke
seluruh ginjal. Penyakit yang biasanya menyebabkan GGA renal:
a. Nekrosis tubular akut
1) Pasca iskemik: syok, sepsis, bedah jantung terbuka, bedah aorta
2) Nefrotoksik: Nefrotoksin eksogen: Antibiotik seperti aminoglikosida,
amfoterisin B; Media kontrasteriodinasi; logam berat seperti sisplatin,
biklorida merkuri, arsen; siklosporin seperti takrolimus; pelarut seperti karbon
tetraklorida, etilene glikol, methanol. Nefrotoksin endogen : pigmen
intratubular seperti hemoglobin, mioglobin; protein intratubular seperti
mieloma multiple; kristal intratubular seperti asam urat.
b. Penyakit vascular atau glomerulus ginjal primer
1) Glomerulonefritis progresif cepat atau pascastreptokokus akut
2) Hipertensi maligna
3) Serangan akut pada gagal ginjal kronis yang terkait-pembatasan garam atau air
c. Nefritis tubulointerstisial akut
1) Alergi beta laktam
2) Infeksi
3. Gagal Ginjal Akut Pascarenal
GGA pascarenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin cukup, namun
alirannya dalam saluran kemih terhambat. Obstruksi aliran ini akan mengakibatkan
kegagalan filtrasi glomerulus dan transfor tubulus sehingga dapat mengakibatkan
kerusakan yang permanen, tergantung berat dan lamanya obstruksi. Begitu terjadi
hambatan aliran urin, terjadi kenaikan yang cepat tekanan hidrolik tubulus proksimal,
yang kemudian di kompensasi dengan vasodilatasi arteriol eferen ginjal yang di
mediasi oleh produksi prostaglandin, prostaksiklin dan prostaglandin E2.
Biasanya karena penyakit:
a. Obstruksi uretra: katup uretra, striktur uretra
b. Obstruksi aliran keluar kandung kemih: hipertrofi prostat, karsinoma
c. Obstruksi ureter bilateral/unilateral: intraureter (batu, bekuan darah), ekstraureter
(fibrosis retroperitoneal, neoplasma kandung kemih, prostat, atau serviks, cedera).
d. Kandung kemih neurogenik
C. Patofisiologi
Menurut Keperawatan Medikal Bedah vol 2 Gagal ginjal akut adalah hilangnya fungsi
ginjal secara mendadak dan hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal atau
disfungsi tubular dan glomerular. Ini dimanifestasikan dengan anuria, oliguria, atau
volume urin normal. Anuria (kurang dari 50 ml urin per hari) dan normal haluaran urin
tidak seperti oliguria. Oliguria (urin kurang dari 400 ml per hari) adalah situasi klinis
yang umum dijumpai pada gagal ginjal akut.
Disamping volume urin yang diekskresikan, pasien gagal ginjal akut mengalami
peningkatan kadar nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum dan retensi produk
sampah metabolik lain yang normalnya diekskresikan oleh ginjal.
Tiga kategori utama kandisi penyebab gagal ginjal akut adalah prarenal (hipoperfusi
ginjal), intrarenal (kerusakan aktual jaringan ginjal), pascarenal (obstruksi aliran urin)
Kondisi prarenal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnua
laju filtrasi glomerulus. Kondisi klinis yang umum adalah status penipisan volume
(hemoragi atau kehilangan cairan melalui saluran gastrointestinal), vasodilatasi (sepsis
atau anafilaksis), dan gangguan fungsi jangtung (infark miokardium, gagal jantung
kongestif, atau syok kardiogenik)
Penyebab intrarenal gagal ginjal akut adalah akibat dari kerusakan struktur
glomerulus atau tubulus ginjal. Kondisi seperti rasa terbakar, cedera akibat benturan, dan
infeksi serta agens nefrotoksik dapat menyebabkan nekrosis tubulus akut (ATN) dan
berhentinya fungsi renal. Cedera akibat terbakar dan benturan menyebabkan pembebasan
hemoglobin dan mioglobin (protein yang dilepaskan dari otot ketika terjadi cedera),
sehingga terjadi toksik renal, iskemia atau keduanya. Reaksi transfusi yang parah juga
menyebabkan gagal intrarenal; hemoglobin dilepaskan melalui mekanisme hemolisis
melewati membran glomerulus dan terkonsentrasi di tubulus ginjal menjadi faktor
pencetus terbentuknya hemoglobin. Faktor penyebab lain adalah pemakaian obat-obat
antiinflamasi nonsteroid (NSAID), terutama pada pasien lansia. Medikasi ini
mengganggu prostaglandin yang secara normal melindungi aliran darah renal,
menyebabkan iskemia ginjal.
Pascarenal yang menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari obstruksi di
bagian distal ginjal. Tekanan di tubulus ginjal meningkat; akhitnya laju filtrasi glomerulus
meningkat.
Meskipun patogenesis pasti dari gagal ginjal akut dan oliguri belum diketahui, namun
terdapat masalah mendasar yang menjadi penyebab. Beberapa faktor mungkin reversibel
jika diidentifikasi dan ditangani dengan tepat sebelum fungsi ginjal terganggu. Beberapa
kondisi berikut menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan gangguan fungsi ginjal:
hipovolemia, hipotensi, penurunan curah jantung dan gagal jantung kongestif, obstruksi
ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor, bekuan darah, atau batu ginjal dan
obstruksi vena atau arteri bilateral ginjal. Kondisi ini ditangani dan diperbaiki sebelum
ginjal rusak secara permanen, peningkatan BUN, oliguria, dan tanda-tanda lain yang
berhubungan dengan gagal ginjal akut dapat dikurangi.
Terdapat empat tahapan klinik dari gagal ginjal akut; periode awal, periode oliguria,
periode diuresis, dan periode perbaikan. Periode awal dengan awitan awal dan diakhiri
dengan terjadinya oliguria. Periode oliguria, (volume urin kurang dari 400 ml/24 jam)
disertai dengan peningkatan konsentrasi serum dari substansi yang biasanya
diekskresikan oleh ginjal (urea, kreatinin, asam urat, dan kation intraseluler – kalium dan
magnesium). Jumlah urin minimal yang diperlukan untuk membersihkan produk sampah
normal tubuh adalah 400 ml. Pada tahap in gejala uremik untuk pertamakalinya muncul,
dan kondisi yang mengancam jiwa seperti hiperkalemia terjadi.
Pada banyak pasien hal ini dapat merupakan penurunan fungsi ginjal disertai kenaikan
retensi nitrogen, namun pasien masih mengekskresikan urin sebanyak 2 liter atau lebih
setiap hari. Hal ini merupakan bentuk nonoligurik dari gagal ginjal dan terjadi terutama
setelah antibiotik nefrotoksik deberikan kepada pasien; dapat juga terjadi pada kondisi
terbakar, cedera traumatik, dan penggunaan anastesi halogen.
Pada tahap ke tiga, periode diuresis, pasien menunjukan peningkatan jumlah urin
secara bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Nilai laboratorium berhenti
meningkat dan akhirnya menurun, meskipun haluaran urin mencapai kadar normal atau
meningkat, fungsi renal masih dianggap normal. Tanda uremik mungkin masih ada,
sehingga penatalaksanaan medis dan keperawatan masih diperlukan. Pasien harus
dipantau dengan ketat akan adanya dehidrasi selama tahap ini; jika terjadi dehidrasi, tanda
uremik biasanya meningkat.
Periode penyembuhan merupakan tanda perbaikan fungsi ginjal dan berlangsung
selama 3 sampai 12 bulan. Nilai laboratorium akan kembali normal. Meskipun terdapat
reduksi laju filtrasi glomerulus permanen sekitar 1% sampai 3%, tetapi hal ini secara
klinis tidak signifikan
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada ARF seperti : pucat (anemia), oliguria, edema, hipertensi,
muntah, letargi, gejala kelebihan cairan berupa gagal jangtung kongestif atau edema paru,
aritmia jantung akibat hiperkalemia, hematemesis dengan atau tanpa melena akibat
gastritis atau tukak lambung, kejang, kesadaran menurun sampai koma.
Fase gagal ginjal akut :
1. Fase oliguria atau anuria : jumlah urine berkurang sampai 10-30 ml/ hari,
dapat berlangsung 4-5 hari, kadang-kadang sampai 1 bulan. Terdapat gejala
uremia nyata seperti pusing, muntah, apatis sampai somnolen, haus, nafas
kussmaul, kejang dan lainnya. Ditemukan hiperkalemia, hiperfosfatemia,
hipokalsemia, hiponatremia dan asidosis metabolik.
2. Fase diuretik : poliuria, dapat timbul dehidrasi. Berlangsung sekitar 2 minggu.
3. Fase penyembuhan atau pascadiuretik : poliuria dan gejala uremia berkurang.
Faal glomerulus dan tubulus membaik dalam beberapa minggu, tetapi masih
ada kelainan kecil. Yang paling lama terganggu adalah daya mengkonsentrasi
urine. Kadang-kadang faal ginjal tidak menjadi normal lagi dan albuminuria
tetap ditemukan.

E. Pengkajian Fokus Kegawatan


1. Kaji A, B, C
a. Airway
1) Penilaian tentang kesadaran, dengan cara menyentuh, menggoyangkan dan
memanggil namanya, misalnya bapak atau ibu
2) Pastikan kepatenan jalan napas dan kebersihannya segera, lihat adakah
partikel-partikel benda asing seperti darah, muntahab, permen karet, gigi palsu
atau tulang
3) Posisi pasien diatur agar mudah untuk bernapas
4) Peningkatan sekresi pernapasan
5) Adanya benda asing pada saluran pernapasan
6) Adanya bunyi napas yang disebabkan oleh sumbatan jalan nafas
b. Breathing
1) Auskultasi bunyi napas dan evaluasi ekspansi dada, usaha respirasi dan adanya
bukti trauma dinding dada atau abnormalitas fisik
2) Kaji irama, kedalaman dan keteraturan pernapasan, dan observasi pernapasan
ekspansi bilateral dada
3) Jika pernapasan tidak adekuat atau tidak ada dukungan pernapasan, pasien
diberikan alat oksigenisasi yanga dekuat.
4) Pola dan frekuensi pernapasan
5) Pengembangan dada simitri atau tidak
6) Penggunaan otot bantu pernapasan
7) Adanya retraksi interkosta
c. Circulation
1) Cek nadi dan iramanya serta ritmenya
2) Kaji tekanan darah
3) Kaji warna kulit (adanya sianosis)
4) Kaji adanya bukti perdarahan
5) Kirimkan sampel darah untuk melakukan cek labolatorium
6) Capilary refill (3-4 detik)
7) Adakah tanda tanda syok
2. Lakukan pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum dan TTV  klien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi. Sering
didapatkan adanya perubahan pada TTV.
b. B1  pada periode oliguria sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan
jalan napas yang merupakan respons terhadap azotemia dan sindrom akut uremia.
Klien bernapas dengan bau urine (fetor uremik). Dapat didapatkan kembali
asidosis metabolik.
c. B2  pada kondisi azotemia berat, saat melakukan auskultasi akan ditemukan
adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial sekunder dari
sindrom uremik. Pada sistem hematologi sering didapatkan anemia.
d. B3  gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran. Klien
beresiko kejang, sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang.
e. B4  penurunan frekuensi dan penurunan urine output < 400 ml/hari, sedangkan
pada periode diuresis terjadi peningkatan yang menunjukkan peningkatan jumlah
urine secara bertahap. Pada pemeriksaan didapatkan perubahan warna urine
menjadi lebih pekat atau gelap.\
f. B5  didapatkan adanya mual, muntah, dan anoreksis sehingga sering didapatkan
penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
g. B6  adanya kelemahan fisik secara umum efek sekunder anemia dan penurunan
perfusi perifer dari hipertensi.

F. Pengkajian yang difokuskan pada kasus


1. Keluhan utama
Terjadi penurunan produksi miksi. Keluhan lain seperti nyeri, demam, reaksi
syok, atau gejala dari penyakit yang ada sebelumnya (prerenal)
2. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit terutama pada
prerenal dan renal. Secara ringkas perawat menanyakan berapa lama keluhan
penurunan jumlah urine output dan apakan penurunan jumlah urine output tersebut
ada hubungannya dengan predisposisi penyebab, seperti pasca-perdarahan setelah
melahirkan, diare, muntah berat, luka bakar luas, cedera luka bakar, setelah
mengalami episode serangan infark, adanya riwayat minum obat NSAID atau
pemakaian antibiotik, adanya riwayat pemasangan transfusi darah, serta adanya
riwayat trauma langsung pada ginjal.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji adanya riwayat batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang
berulang, penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya
yang menjadi presisposisi penyebab pasca-renal. Penting untuk dikaji tentang riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan
dokumentasikan.
4. ADL :
a. Nutrisi: didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga sering
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
b. Eliminasi: perubahan pola berkemih biasanya: peningkatan frekuensi, poliuria
(kegagalan dini), atau penurunan frekuensi/oliguria(fase akhir), disuria, ragu-ragu,
dorongan, dan retensi (inflamasi/obstruksi, infeksi), perubahan warna urine contoh
kuning pekat, merah, coklat, berawan, oliguria (biasanya 12-21 hari); poliuria (2-6
L/hari), abdomen kembung, diare atau konstipasi
c. Aktifitas/istirahat: keletihan, kelemahan, malaise, kelemahan tonus otot,
kehilalngan tonus
5. Pemeriksaan fisik
a. B1 (breathing): pada periode oliguri sering didapatkan adanya gangguan pola
nafas dan jalan nafas yang merupakan respons terhadap azotemia dan sindrom
akut uremia. Klien bernafas dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkna
pada fase ini. (napas pendek, takipnea, dispnea, peningkatan freekuensi,
kedalaman (pernapasan kusmaul); napas amonia, batuk produktif dengan sputum
kental merah muda (edema paru)).
b. B2 (blood): sering terdapat anemia yg merupakan kondisi yang tidak dapat
dielakkan sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal
uremik, penurunan usia sel darah marah dan kehilangan darah, biasanya dari
saluran GI. Adanya penurunan curah jantung sekunder dari gangguan fungsi
jantung akan memperberat kondisi GGA. Pada pemeriksaan tekanan darah sering
didapatkan adanya peningkatan. (hipotensi/hipertensi (termasuk hipertensi
malignam, eklampsia/hipertensi akibat kehamilan, distritmia jantung, nadi
lemah/halus, hipotensi ortostatik (hipovolemia), nadi kuat (hipervolemia), edema
jaringan umum (termasuk area periorbital, mata kaki, sakrum), pucat,
kecendrungan perdarahan, peningkatan berat badan (edema), perubahan turgor
kulit/kelembaban)
c. B3 (brain): gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran
(azotemia, ketidakseimbangan elektrolit/asam/basa). Klien berisiko kejang, efek
sekunder akibat gangguan elektrolit, sakit kepala, penglihatan kabur, kram
otot/kejang biasanya akan didapatkan terutama pada fase oliguri yang berlanjut
pada sindrom uremia.
d. B4 (bladder): perubahan pola kemih pada periode oliguri akan terjadi penurunan
frekuensi dan penurunan urine output ( 400 ml/hari, sedangkan pada periode
deuresis terjadi peningkatan yang menunjukkan peningkatan jumlah urine secara
bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Pada pemeriksaan
didapatkan perubahan warna urine menjadi lebih pekat/gelap. (perubahan pola
berkemih biasanya: peningkatan frekuensi, poliuria (kegagalan dini), atau
penurunan frekuensi/oliguria(fase akhir), disuria, ragu-ragu, dorongan, dan retensi
(inflamasi/obstruksi, infeksi), perubahan warna urine contoh kuning pekat, merah,
coklat, berawan, oliguria (biasanya 12-21 hari); poliuria (2-6 L/hari))
e. B5 (bowel): didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga sering
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
f. B6 (Bone): didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum efek sekunder dari
anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi, kekeringan kulit, pruritus,
pucat, purpura; beku uremik (jarang terjadi).
6. Pemeriksaan penunjang
a. Hasil uji darah yang mengindikasikan gagal ginjal akut intrinsik meliputi kenaikan
kadar nitrogen urea, kreatinin, dan kalium; kadar bikarbonat dan hemoglobin (Hb)
rendah; dan pH hematrokit (HTC) rendah.
b. Spesimen urin menunjukan warna tambahan, debris seluler, gravitasi spesifik
menurun, dan dalam penyakit glomerular menunjukan proteinuria dan osmolitas
urin yang mendekati osmolalitas serum kadar kalium urin kurang dari 20 mEq/L
jika oliguria disebabkan oleh berkurangnya perfusi dan lebih dari 40 mEq/L jika
disebabkan oleh masalah intrinsik.
c. Studi lainya meliputi ultrasonografi renal, radiografi ginjal-ureter-kandung kemih,
urografi ekskretori, scan renal, pielografi retrograd, computed temography, dan
nefrotomografi
d. Pencitraan radionuklida: dapat menunjukan kaliketaksis, hidronefrosis,
penyempitan, dan lambatnya pengisisan dan pengosongan sebagai akibat dari
GGA
e. Pielogram retrogard: menunjukan abnormalitas perlvis ginjal dan ureter
f. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskularitas dan massa
g. Sistouretrogram berkemih: menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks ke dalam
ureter, retensi
h. CT scan: gambaran bagian menyilang dari ginjal dan saluran perkemihan
mendeteksi adanya/luasnya penyakit
i. MRI: memberi informasi tentang jaringan lunak
G. Penatalaksanaan Kegawatan
Penatalaksanaan utama kerusakan fungsi ginjal diarahkan pada penatalaksanaan
khusus dan adekuat dari keadaan hipoperfusi. Ketiga penyebab yang paling pada
penurunan fungsi ginjal adalah penurunan curah jantung, perubahan tahanan vaskuler
perifer, dan hipovolemia. Faktor-faktor seperti disritmia jantung, infark miokard akut, dan
temponande prikardial akut,semuanya ini menurunkan curah jantung, mungkin
berhubungan dengan penurunan aliran darah ginjal. Oleh karenanya reversibilitas
(kemampuan untuk kembali ke keadaan normal) dari gagal ginjal tergantung pada
kemampuan untuk meningkatkan fungsi jantung.
Pada kondisi ini, curah jantung biasanya terganggu secara akut dan sangat payah. Bila
curah jantung terganggu sampai batas yang lebih kecil selama periode waktu yang lama,
bagaimana pun, terjadi gambaran gagal jantung kongestif. Sekali lagi, disini terjadi
penurunan perfusi ginjal meskipun sampai batas yang terkecil. Gambaran utama dari
keadaan ini, dari aspek ginjal, makin menyerap natrium, yang mengakibatkan
peningkatan volume cairan ekstraselular, kenaikan tekanan vena sentral, dan edema.
Beberapa mekanisme bertanggung jawab terhadap peningkatan reabsorpsi tubular
terhadap natrium. Pertama, terjadi penurunan lebih besar dalam aliran darah ginjal
daripada dalam filtrasi glomerulus, membawa ke mekanisme yang telah dibicarakan
sebelumnya. Kedua, telah diduga bahwa aliran darah ke kortek superficial menurun,
sementtara aliran darah kearea kortikal dalam meningkat. Selain itu, diperkirakan bahwa
nefron pada region kortikal dalam menyerap natrium terfiltrasi dalam presentase yang
lebih besar daripada nefron di korteks luar ginjal.
Factor-faktor lain termasuk peningkatan reabsorpsi natrium tubulus distal dan
proksimal. Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap peningkatan reabsorpsi natrium
tubulus proksimal sebagian besar tergantung pada peningkatan tekanan onkotik
posglomerular; namun aldosteron paling bertanggung terhadap peningkatan reabsorpsi
natrium tubulus distal. Dapat dilihat bahwa berbagai mekanisme yang bertanggung jawab
terhadap peningkatan reabsorpsi natrium tubular pada gagal jantung kongesti.
Terapi diarahkan terutama pada meningkatkan ekskresi natrium urine. Kadang-
kadang, keadaan ini dapat diselesaikan dengan memperbaiki curah jantung , yang
selanjutnya meningkatkan perfusi ginjal. Namun hal ini tidak selalu memungkinkan.
Diuretic sering digunakan untuk meningkatkan ekskresi natrium. Agen ini secara
langsung menghambat reabsorpsi natrium dalam tubulus ginjal. Potensi diuretic
ditentukan terutama oleh tempatdi tubulus ginjal dimana reabsorpsi natrium di hambat.
Kedua diuretic yang paling poten yang sekarang ada adalah furosemmid (Lasix;
Hoechst-Roussel Pharmaceuticals, Somerville, NJ) dan asam etakrinik (Edcrin; Merck
Sharp & Dohme, West Point, PA). Agen ini menghambat reabsorpsi natrium pada
parsasenden ansa Henle dan pada tubulus distal. Masih belum jelas apakah agen ini juga
mempunyai efek pada tubulus proksimal. Diuretic tiazid mempunyai kerja utama pada
tubulus distal dan oleh karenanya agen ini agak kurang poten daripada agen diatas.
Diuretic lain yang umum lain adalah spironokolakton (Aldactone; Searle
Laboratories, Chicago, IL), yang meningkatkan natrium urine dengan menghambat efek
aldosteron di tubulus ginjal. Spironolakton harus di gunakan dengan hari-hari pada pasien
dengan penurunan curah jantung dan perfusi ginjal yang lemah karena diuretic ini
menurunkan ekskresi kalium dan dapat menyebabkan hiperkalemia yang mengancam
hidup pada pasien seperti ini. Keadaan yang sama juga terjadi untuk triamteren, diuretic
hemat kalium.
Penatalaksanaan Nekrosis Tubular akut
Karena NTA Terus menerus berhubungan dengan tingginya mortalitas sasaran yang
penting adalah pencegahan komplikasi ini. Nekrosis Tubular Akut dapat dicegah pada
pasien yang mengalami cedera traumatik mayor dengan penggantian kehilangan darah
dan perbaikan gangguan cairan dan elektrolit. Sama halnya, pasien yang menerima agen
yang kemungkinan nefrotoksik harus menjalani serangkaian pemeriksaan untuk
mengevaluasi fungsi ginjal selama pemberian agen tersebut. Hal ini ditangani lebih
mudah dengan mengukur kadar kreatinin dengan jadwal dua hari sekali. Bila kreatinin
serum mulai meningkat, obat harus dihentikan.pada kebanyakan pasien, pada
penyimpanan fungsi dapat distabilkan dan pasien sembuh tanpa mengalami kerusakan
fungsi ginjal berat.
Masih ada perdebatan yang tajam berkenaan tentang efektifitas manitol dan furosemid
dalam mencegah GGA. Pada kenyataannya, berapa bukti telah dikumpulkan yang
menunjukkan bahwa furosemid secara nyata dapat meningkatkan toksisitas agen-agen
nefrotoksik tertentu. Namun kebanyakan peneliti setuju bahwa percobaan furosemid
harus diberikan intravena sampai 500 mg. Seringkali hal ini dapat memperbaiki oliguria
menjadi GGA nonoliguria, yang secara klinis lebih mudah ditangani.
1. Penggantian volume
Setelah terjadi NTA, pertimbangan utama adalah pemeliharaan keseimbangan
cairan dan elektrolit. Selama masa oliguria, volume urine biasanya kurang dari 300 ml
perhari. Kehilangan yang tidak terlihat rata-rata 800-1000 ml perhari dan sebenarnya
bebas elektrolit. Secara umum, pengantian cairan harus mendekati 500 ml perhari.
Selain air akan dari air yang terdapat dalam makanan di tambah air oksidari dari
metabolisme. Karena pengguanaan protein dan lemak tubuh, pasien idealnya harus
kehilangan 2,2 lb (1kg) perhari untuk mempertahankan keseimbangan air. Bahaya
kelebihan air dengan akibat gagal jantung kongesti dan edema paru terdapat
sepanjang periode oliguria.sebaliknya, selama NTA fase diuretik, pemborosan
natrium lebih jauh dapat terjadi berkaitan dengan peningkatan volume urine. Itulah
sebabnya perlu untuk mempertahankan pencatatan asupan dan haluaran secara akurat
dan penimbangan berat badan tiap hari pada kedua fase. Hal ini teruama penting bila
ada kesempatan lain untuk kehilangan cairan dan elektrolit seperti muntah, diare,
penghisapan nasogastrik, dan drainase oleh dari fistula. Secara umum, kehilangan
terjadi sebagai akibat dari masalah-masalah ini harus di ganti penuh.
2. Terapi Nutrisi
Selain penggantian cairan dan elektrolit ,masukan di arahkan pada pensuplaian
pasien dengan kalori dalam bentuk karbohidrat dan lemak untuk menurunkan
pemecahan protein tubuh. Karena 1 gr urea dibentuk setiap 6 gr protein yang di
metabolisme, asupan protein biasanya dibatasi untuk mencegah peningkatan BUN
yang terlalu cepat. Dengan pengembangan tim nutrisi telah terjadi kecendrungan
untuk memberikan lebih banyak kalori dan protein dalam bentuk parenteral atau
hiperalimensasi enteral dalam upaya untuk meningkatkan kondisi umum pasien dan
untuk mempercepat pemulihan fungsi ginjal. Diit mengandung 2000 sampai 3000
kalori/hari dengan 40 sampai 60 gr protein atau asam amino esensial telah digunakan
dengan frekuensi yang meningkat. Diet ini mengandung lebih dari 500 ml cairan yang
di anjurkan sebelumnya.
3. Kontrol asidosis
Asidosis metabolik dengan keparahan sedang biasanya terjadi pada pasien dengan
gagal ginjal .hal ini merupakan akibat dari ketidakmampuan ginjal untuk
mengekskresikan ikatan asam (H2PO4) yang dihasilkan dari proses metabolik normal.
Asidosis biasanya dapat dikontrol dengan mudah dengan memberi pasien natrium
bikarbonat 30 sampai 60 mEq setiap hari tetapi tidak memerlukan pengobatan kecuali
HCO3- turun dibawah 12 sampai 15 mEq/L.
4. Kontrol Hiperkalemia
Hiperkalemia umumnya terjadi pada pasien dengan NTA .ini merupakan
konsekuensi baik karena penurunan kemampuan ginjal mengekresi kalium dan
pelepasan kalium intraseluler karena asidosis dan kerusakan jaringan. Asidosis
mengakibatkan perpindahan ion hidrogen ke dalam sel, sehingga mengantikan kalium
ke dalam cairan intraselular. Keadaan ini mempertahankan netralitas elektron
tetapimeningkatkan keadaan hiperkalemia. Selain mekanisme untuk menyebabkan
hiperkalemia, sering di abaikan pada pasien sakit akut , adalah pembatasan kalori
,terutama pembatasan glukosa . perpindahan glukosa dan asam amino ke dalam sel sel
disertai dengan kalium .pada sakit akut, pasien katabolik, bila asupan diit di batasi
atau terapi cairan intravena dihentikan , kegagalan perpindahan kalium intraselular
dapat menunjang hiperkalemia. Karena proses ini membutuhkan insuline, maka
defisiensi insuline mempunyai konsekuensi sama, dan penderita diabetik dapat lebih
rentan untuk mengalami gangguan akut kesemimbangan kalium bila terjadi gagal
ginjal. Hiperkalemia selalu dapat dicegah dengan menghindari suplemen kalium,
pemberian teraapi kronik untuk asidosis , dan penggunaan natrium polistiren sulfonat
resin bila kalium serum agak sedikit meningkat
H. Pathways Keperawatan

Prerenal Postrenal
Intrarenal

Hipovolemia Vasodilatasi kalkuli Hyperplasia


sistemik Kerusakan prostat
Perubahan Nefrotoksik
nerfon/
↓ curah Hipotensi & vaskuler Neoplasm
tubular
jantung hipoperfusi a

Obstruksi pada saluran


perkemihan
Aliran darah
ginjal terganggu Urin tdk dpat melewati obstruksi

Kongesti yg menyebabkan
tekanan retrogard melalui system
kolegentes dan nefron
Laju GFR↓

Jumlah cairan tubulus lebih lambat

 reabsorsi natrium dan air

Pembuangan dari  tonusitas Menekan dan


interstisium medulla Memperbesar reabsorsi GGA
medular merusak nefron
renalis ↓ dari cairan tubular distal
Gagal ginjal akut

Penurunan produksi
urine azotemia

Retensi cairan Diuresis Peningkatan Peningkatan


Ekskresi
interstisial ↑dan ginjal metabolic pada metabolic pada
kalium
PH ↓ menurun jaringan otot gastrointestinal

Kelebihan
Edema paru volume cairan Ketidak Peningkatan Bau ammonia
asidosis seimbangan kelelahan otot pada mulut, mual,
metabolik elektrolit kram otot ↑ muntah,
anoreksia
Penurunan PH
Gangguan pada cairan hiperkalemia Kelemahan fisik
respons nyeri Intake nutrisi
pertukaran gas serebro spinal
tidak adekuat

Perubahan
Perfusi Kerusakan konduksi
jaringan Ketidakseimbangan
hantaran impuls elektrikal jantung
serebral tidak saraf
nutrisi kurang dari
efektif kebutuhan tubuh

Curah
jantung ↓
I. Fokus Intervensi dan Rasional
No Diagnosa NOC Kriteria Hasil NIC Intervensi
1 Kelebihan volume NOC : NIC :
Cairan berhubungan  Electrolit and acid base  Pertahankan catatan intake
dengan diuresis ginjal balance dan output yang akurat
 Fluid balance  Pasang urin kateter jika
 Hydration diperlukan
Setelah dilakukan tindakan  Monitor hasil lab yang
keperawatan selama 1x24 jam sesuai dengan retensi cairan
kelebihan volume cairan teratasi (BUN , Hmt , osmolalitas
dengan kriteria: urin )
 Terbebas dari edema, efusi,  Monitor vital sign
anaskara  Monitor indikasi retensi /
 Bunyi nafas bersih, tidak ada kelebihan cairan (cracles,
dyspneu/ortopneu CVP , edema, distensi vena
 Terbebas dari distensi vena leher, asites)
jugularis,  Kaji lokasi dan luas edema
 Memelihara tekanan vena  Monitor masukan makanan /
sentral, tekanan kapiler paru, cairan
output jantung dan vital sign  Monitor status nutrisi
DBN  Berikan diuretik sesuai
 Terbebas dari kelelahan, interuksi
kecemasan atau bingung  Kolaborasi pemberian obat
 Monitor berat badan
 Monitor elektrolit
 Monitor tanda dan gejala
dari odema

2 Gangguan pertukaran NOC: NIC :


gas berhubungan  Respiratory Status : Gas  Posisikan pasien untuk
dengan edema paru exchange memaksimalkan ventilasi
 Keseimbangan asam  Pasang mayo bila perlu
Basa,Elektrolit  Lakukan fisioterapi dada jika
 Respiratory Status : perlu
ventilation  Auskultasi suara nafas, catat
 Vital Sign Status adanya suara tambahan
Setelah dilakukan tindakan  Berikan bronkodilator ;
keperawatan selama 1x30 menit  Barikan pelembab udara
gangguan pertukaran gas pasien  Atur intake untuk cairan
teratasi dengan kriteria hasi: mengoptimalkan
 Mendemonstrasikan keseimbangan.
peningkatan ventilasi dan  Monitor respirasi dan status
oksigenasi yang adekuat O2
 Memelihara kebersihan paru  Catat pergerakan dada,amati
dan bebas dari tanda-tanda kesimetrisan, penggunaan
distress pernafasan otot tambahan, retraksi otot
 Mendemonstrasikan batuk supraclavicular dan
efektif dan suara nafas yang intercostal
bersih, tidak ada sianosis dan  Monitor suara nafas, seperti
dyspneu (mampu dengkur
mengeluarkan sputum,  Monitor pola nafas :
mampu bernafas bradipena, takipenia,
denganmudah, tidak ada kussmaul, hiperventilasi,
pursed lips) cheyne stokes, biot
 Tanda tanda vital dalam  Auskultasi suara nafas, catat
rentang normal area penurunan / tidak
 AGD dalam batas normal adanya ventilasi dan suara
 Status neurologis dalam tambahan
batas normal  Monitor TTV, AGD,
elektrolit dan status mental
 Observasi sianosis
khususnya membran mukosa
 Jelaskan pada pasien dan
keluarga tentang persiapan
tindakan dan tujuan
penggunaan alat tambahan
(O2, Suction, Inhalasi)
 Auskultasi bunyi jantung,
jumlah, irama dan denyut
jantung
3 Penurunan curah NOC : NIC :
 Cardiac Pump  Evaluasi adanya nyeri dada
jantung berhubungan
 effectiveness  Catat adanya disritmia
dengan perubahan
 Circulation Status jantung
konduksi
 Vital Sign Status  Catat adanya tanda dan
kontraktilitas jantung
 Tissue perfusion: perifer gejala penurunan cardiac
Setelah dilakukan asuhan selama putput
1x24 jam penurunan kardiak  Monitor status pernafasan
output klien teratasi dengan yang menandakan gagal
kriteria hasil: jantung
 Tanda Vital dalam rentang  Monitor balance cairan
normal (Tekanan darah,  Monitor respon pasien
nadi, respirasi) terhadap efek pengobatan
 Dapat mentoleransi aktivitas, antiaritmia
tidak ada kelelahan  Atur periode latihan dan
 Tidak ada edema paru, istirahat untuk menghindari
perifer, dan tidak ada asites kelelahan
 Tidak ada penurunan  Monitor toleransi aktivitas
kesadaran pasien
 AGD dalam batas normal  Monitor adanya dyspneu,
 Tidak ada distensi vena fatigue, tekipneu dan
 leher ortopneu
 Warna kulit normal  Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
 Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
 Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
 Monitor jumlah, bunyi dan
irama jantung
 Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
 Monitor pola pernapasan
abnormal
 Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing
triad kanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
 Jelaskan pada pasien tujuan
dari pemberian oksigen
 Sediakan informasi untuk
mengurangi stress
 Kelola pemberian obat anti
aritmia, inotropik,
nitrogliserin dan vasodilator
untuk mempertahankan
kontraktilitas jantung
4 Perfusi jaringan NOC : NIC :
 Circulation status
cerebral tidak  Monitor TTV
 Neurologic status
efektif berhubungan  Monitor AGD, ukuran pupil,
 Tissue Prefusion : cerebral
dengan penurunan ketajaman, kesimetrisan dan
Setelah dilakukan asuhan selama
PH jaringan serebral reaksi
1x24 jam ketidakefektifan
 Monitor adanya diplopia,
perfusi jaringan cerebral teratasi
dengan kriteria hasil: pandangan kabur, nyeri
 Tekanan systole dan diastole kepala
dalam rentang yang  Monitor level kebingungan
diharapkan dan orientasi
 Tidak ada  Monitor tonus otot
ortostatikhipertensi pergerakan
 Komunikasi jelas  Monitor tekanan intrkranial
 Menunjukkan konsentrasi dan respon nerologis
dan orientasi  Catat perubahan pasien
 Pupil seimbang dan reaktif dalam merespon stimulus
 Bebas dari aktivitas kejang  Monitor status cairan
 Tidak mengalami nyeri  Pertahankan parameter
kepala hemodinamik
 Tinggikan kepala 0-45o
tergantung pada konsisi
pasien
5 Ketidakseimbangan NOC : NIC :
 Nutritional status: Adequacy
nutrisi kurang dari  Kaji adanya alergi makanan
of nutrient
kebutuhan tubuh  Nutritional Status : food and  Kolaborasi dengan ahli gizi
berhubungan dengan Fluid Intake untuk menentukan jumlah
Ketidakmampuan  Weight Control kalori dan nutrisi yang
Setelah dilakukan tindakan
untuk memasukkan keperawatan selama 3x24 jam dibutuhkan pasien
atau mencerna nutrisi nutrisi kurang teratasi dengan  Yakinkan diet yang dimakan
indikator:
 Albumin serum mengandung tinggi serat

 Pre albumin serum untuk mencegah konstipasi

 Hematokrit  Ajarkan pasien bagaimana

 Hemoglobin membuat catatan makanan

 Total iron binding capacity harian.

 Jumlah limfosit  Monitor adanya penurunan


BB dan gula darah
 Monitor lingkungan selama
makan
 Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidakan selama jam
makan
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan, rambut
kusam, total protein, Hb dan
kadar Ht
 Monitor mual dan muntah
 Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
 Monitor intake nuntrisi
 Kolaborasi dengan dokter
tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/ TPN
sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan
 Kelola pemberan anti emetik
 Pertahankan terapi IV line
 Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oval
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
GGA (Gagal Ginjal Akut) merupakan kegawatan pada sistem perkemihan
yang tentunya akan mengancam jiwa jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat.
Penyebab GGA dijabarkan menjadi etiologi prerenal, intrarenal dan postrenal.
Fase GGA terbagi atas fase oliguria, diuretik dan pemulihan. Intervensi kegawatan
yang harus dilakukan tentunya berdasarkan pada primary survey dan secondary
survey.

B. Kritik dan Saran


Kami mengucap syukur pada Tuhan YME dan terimakasih kepada dosen
pembimbing serta teman-teman kelompok dimana dapat terselesaikannya laporan
kegawatan sistem perkemihan yang terkait dengan GGA (Gagal Ginjal Akut).
Kami menyadari laporan ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami memohon
kritik dan saran yang sifatnya membangun.
DAFTAR PUSTAKA

Baradero, Mary, dkk. 2009. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hopfer Deglin, Judith & Hazard Vallerand, April. 2005. Pedoman Obat untuk Perawat (Edisi
4). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kunz Howard, Patricia & A Steinmann, Rebecca. 2003. Sheehy’s Emergency Nursing
Principles and Practice (Sixth Edition). USA : Mosby Elsevier.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran (Edisi Ketiga, Jilid Kedua). Jakarta :
Media Aesculapius FK UI.
M. Hudak, Carolyn & M. Gallo, Barbara. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik
(Edisi VI, Volume II). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Você também pode gostar