Você está na página 1de 17

LAPORAN PENDAHULUHAN

ASUHAN KEPERAWATAN CA PROSTAT

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Karsinoma prostat adalah suatu kanker ganas yang tumbuh di dalam kelenjar
prostat, tumbuhsecara abnormal tak terkendali sehingga mendesak dan merusak jaringan
sekitarnya dan merupakanyang terbanyak diantara keganasan sistem urogenitalia pada
pria. Tumor ini menyerang pasien yangberumur di atas 50 tahun, diantaranya 30%
menyerang pria berusia 70-80 tahun dan 75% pada usialebih dari 80 tahun. Kanker ini
jarang menyerang pria berusia di bawah 45 tahun
Kanker prostate adalah kanker yang paling umum pada pria (selain kanker kulit
nonmelanoma) dan merupakan penyebab kedua kematian yang paling umum akibat
kanker pada pria Amerika yang berusia lebih dari 55 tahun.
Kanker prostate adalah kanker yang paling prevalen secara keseluruhan insidennya
hampir dua kali lipat dari populasi umum dan angka kematian sekitar tiga kali lebih
tinggi.
2. Etiologi
Penyebab kanker prostate tidak diketahui, walaupun faktor genetik dan lingkungan
keduanya diperkirakan berperan. Risiko kanker prostate meningkat pada pria yang
keluarga dekatnya (first-degree elatives) mengidap penyakit ini, pada pria Amerika
keturunan Afrika dan pada pria yang terpajan ke toksin-toksin okupasional atau
lingkungan tertentu, misalnya kadmium. Kanker prostate tampaknya berkaitan dengan
kadar testoteron yang menetap seumur hidup. Kanker prostate bersifat dependen
testoteron sampai pada tahap akhir perjalanan penyakit.
3. Manifestasi klinik
Kanker prostate pada tahap awalnya jarang menimbulkan gejala. Gejala yang
terjadi akibat obstruksi urinarius terjadi saat penyakit berada pada tahap lanjut. Jika
neoplasma cukup besar untuk menyumbat kolum kandung kemih, maka gejala dan
tanda obstruksi urinarius terjadi, seperti kesulitan dan sering berkemih, retensi urin, dan
penurunan ukuran serta kekuatan aliran urin. Gejala-gejala yang berhubungan dengan
metastasis mencakup sakit pinggang, nyeri panggul, rasa tidak nyaman pada perineal
dan rektal, anemia, penurunan berat badan, kelemahan, mual dan oliguria (penurunan
keluaran urin). Hematuria dapat terjadi akibat kanker yang menyerang uretra atau
kandung kemih atau keduanya. Sayangnya, hal ini mungkin menjadi indikasi pertama
yang jelas dari kanker prostate.
1. Mengalami kesulitan dalam buang air kecil
2. Buang air kecil lebih sering, terutama kalau pada malam hari.
3. Mengalami kesulitan memulai pancaran air seni
4. Mengalami kesulitan juga dalam mengakhiri aliran air seni
5. Pancaran aliran air seni lemah
6. Merasa kandung kencing tidak kosong sempurna
7. Jika disertai infeksi timbul keluhan nyeri waktu buang air kecil, atau waktu
mengeluarkan air mani selesai bersetubuh.
8. Kadang-kadang, aliran air seni berhenti sendiri.
9. Makin ada darah di dalam air seni atau air mani
10. Pada kanker prostat,selain keluhan tersebut diatas juga disertai :
11. Perasaan nyeri pada daerah bawah pinggang.
12. Mengalami kesulitan memulai dan mempertahankan ereksi penis.
13. Keluhan nyeri pada pangkal paha dan daerah tulang pinggul.
14. Mungkin air seni berdarah.
4. Gambaran klinik
Penderita kanker prostat gejala bervariasi, tetapi prinsipnya ada:
1. Blader out flow obstruction (BOO) seperti: frekuensi, hesistensi, pancaran lemah.
2. Ekstensi lokal dari tumor.
Gambaran klinis sesuai dengan stadium dari Ca prostat:
1. Ca prostat yang masih terlokalisr :
a. Asymptomatic
b. Peningkatan PSA
c. Pancaran lemah
d. Sensasi sisa urin
e. Frekunsi
f.Urgensi

2. Ca prostat lokal lanjut


a. Hematuri
b. Disuri
c. Nyeri suprapubik dan perineal
d. Impotence
e. Incontinence
f.gejala gagal ginjal
g. haemospermia
3. Ca prostat yang sudah metastasis
a. Nyeri tulang atau isialgia
b. paraplegi
c. pembesaran limfonodi
d. anuri
e. letargi (anemia,uremia)
f.berat badan turun dan caceksia
g. perdarahan pada usus dan kulit
5. Patofisiologi
Penyebab Ca Prostat hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi beberapa
hipotesa menyatakan bahwa Ca Prostat erat hubungannya dengan hipotesis yang disuga
sebagai penyebab timbulnya Ca Mammae adalah adanya perubahan keseimbangan
antara hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut, hal ini akan mengganggu
proses diferensiasidan proliferasi sel. Difsreniasi sel yang terganggu ini menyebabkan
sel kanker, penyebab lain yaitu adanya faktor pertumbuhan yang stroma yang
berlebihan serta meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel-sel
yang mati sehingga menyebabkan terjadinya perubahan materi genetik. Perubahan
prolife sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat
menjadi berlebihan sehingga terjadi Ca Prostat (Price, 1995)
Kanker akan menyebakan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan akan
menghambat aliran urin. Keadaan ini menybabkan penekanan intraavesikal, untuk dapat
mengeluarkan urinbuli-buli harus dapat berkontraksi kuat guna melawan tahanan itu.
Kontraksi yang terus-menerus menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa
hipertrofi detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divetikel buli-buli. Fase
penebalan ototdetrusor ini disebut fase kompensasi (Purnomo,2000)
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary track symptom (LUTS) yang dahulu
dikenal dengan gejal-gejal prostatismus, dengan semakin meningkatnya retensi uretra,
otot detrusor masuk ke dalam fase dekompensaasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk
berkontraksisehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravsikal yang semakin tinggi akan
diteruskan ke seluruh bagian buli-buli ke ureter atau terjadi refluk vesico-ureter.
Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis,
bahkan akhirnya akan dapat jatuh kedalam gagal ginjal (Price, 1995).
Berkemgangnya tumor yang terus menerus dapat terjadi perluasan langsung ke
uretra, leher kandung kemih dan vesika semmininalis. Ca Prostat dapat juga menyebar
melalui jalur hematogen yaitu tulang –tulang pelvis vertebra lumbalis, femur dan kosta.
Metastasis organ adalah pada hati dan paru (Purnomo, 2000)
Proses patologis lainnya adalah penimbunan jaringan kolagen dan elastin diantara
otot polos yang berakibat melemahnya kontraksi otot. Selain tu terdapat degenerasi sel
syaraf yang mempersarafi otot polos. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya
hipersensitivitas pasca fungsional, ketidakseimbangan neurotransmiter, dan penurunan
input sensorik, sehingga otot detrusor tidak stabil. Karena fungsi otot vesika tidak
normal, maka terjadi peningkatan residu urin yang menyebabkan hidronefrosis dan
disfungsi saluran kemih atas. (Purnomo, 2000)
6. Penatalaksanaan
1. Pemeriksaan diagnostik
a. Inspeksi buli-buli: ada/ tidaknya penonjolan perut di daerah supra pubik (buli-
buli penuh/kosong)
b. Palpasi buli-buli: Tekanan didaerah supra pubik menimbulkan rangsangan ingin
kencing bila buli-buli berisi atau penuh.Terasa massa yang kontraktil dan
“Ballottement”.
c. Perkusi: Buli-buli yang penuh berisi urin memberi suara redup.
2. Colok dubur
Pemeriksaan colok dubur dapat memberi kesan keadaan tonus sfingter anus,
mukosa rektum, kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan prostat. Pada
perabaan melalui colok dubur harus di perhatikan konsistensi prostat (pada
pembesaran prostat jinak konsistensinya kenyal), adakah asimetris adakah nodul
pada prostat, apa batas atas dapat diraba . Dengan colok dubur besarnya prostat di
bedakan:
a. Grade 1: Perkiraan beratnya sampai dengan 20 gram.
b. Grade 2: Perkiraan beratnya antara 20-40 gram.
c. Grade 3: Perkiraan beratnya lebih dari 40 gram.
3. Laboratorium.
a. Darah lengkap sebagai data dasar keadaan umum penderita
b. Gula darah dimak sudkan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit diabetus
militus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli
nerogen).
c. Faal ginjal (BUN, kreatinin serum) diperiksa untuk mengetahui kemungkinan
adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas
d. Analisis urine diperiksa untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri, dan infeksi
atau inflamasi pada saluran kemih
e. Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis kuman yang
menyebadkan infeksi dan sekligus menentukan sensitifitas kuman terhadap
beberapa anti mikroba yang diujikan.
4. Flowmetri:
Flowmetri adalah alat kusus untuk mengukur pancaran urin dengan satuan
ml/detik. Penderita dengan sindroma protalisme perlu di periksa dengan flowmetri
sebelum dan sesudah terapi.
Penilaian:
a. Fmak <10ml/detik (obstruktif)
b. Fmak 10-15 ml/detik (borderline)
c. Fmak >15 ml/detik (non obstruktif)
5. Radiologi.
a. Foto polos abdomen, dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius,
pembesaran ginjal atau buli-buli, adanya batu atau kalkulosa prostat dan kadang
kadang dapat menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urin, yang
merupakan tanda dari suatu retensi urine.
b. Pielografi intra vena, dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal,
hidronefrosis, dan hidroureter, fish hook appearance (gambaran ureter berkelok
kelok di vesikula) inclentasi pada dasar buli-buli, divertikel, residu urine atau
filling defect divesikula.
6. Ultrasonografi (USG), dapat dilakukan secara transabdominal atau trasrektal
(trasrektal ultrasonografi = TRUS) Selain untuk mengetahui pembesaran prostat <
pemeriksaan USG dapatpula menentukan volume buli-buli, meng ukur sisa urine
dan keadaan patologi lain seperti divertikel, tumor dan batu .Dengan TRUS dapat
diukur besar prostat untuk menentukan jenis terapi yang tepat. Perkiraan besar
prostat dapat pula dilakukan dengan USG suprapubik.
7. Cystoscopy (sistoskopi) pemeriksaan dengan alat yang disebut dengan cystoscop.
Pemeriksaan ini untuk memberi gambaran kemungkinan tumor dalam kandung
kemih atau sumber perdarahan dari atas bila darah datang dari muara ureter, atau
batu radiolusen didalam vesika. Selain itu dapat juga memberi keterangan
mengenahi besarprostat dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan
melihat penonjalan prostat kedalam uretra.
8. Kateterisasi: Mengukur “rest urine “Yaitu mengukur jumlah sisa urine setelah miksi
sepontan dengan cara kateterisasi. Sisa urine lebih dari 100 cc biasanya dianggap
sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada hiper tropi prostat.
7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari pemberian terapi baik dengan
menggunakan radiasimaupun pembedahan berupa:
a. Gangguan ereksi (impotensi)
b. Perdarahan post operasi
c. Anastomosi striktur pada perineal prostatectomy
d. Urocutaneus fistula (perineal prostatectomy)
e. Hernia perineal (Perineal prostatectomy)

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Pengumpulan
data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola
pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien, serta merumuskan
diagnosis keperawatan.
Pengkajian dibagi menjadi 2 tahap, yaitu pengkajian pre operasi prostektomi dan
penkajian post operasi prostatektomi
a. Pengkajian pre operasi prostatektomi
Pengkajian ini dilakukan sejak klien ini MRS sampai saat operasinya, yang meliputi :
1) Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, agama/kepercayaan, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, suku/ Bangsa, alamat, no. rigester dan diagnosa medis.
2) Riwayat penyakit sekarang
Pada klien ca prostat keluhan keluhan yang ada adalah frekuensi , nokturia,
urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak lampias/ puas sehabis miksi,
hesistensi, intermitency, dan waktu miksi memenjang dan akirnya menjadi
retensio urine.
3) Riwayat penyakit dahulu
Adanya penyakit yang berhubungan dengan saluran perkemihan, misalnya ISK
(Infeksi Saluran Kencing) yang berulang. Penyakit kronis yang pernah di derita.
Operasi yang pernah di jalani kecelakaan yang pernah dialami adanya riwayat
penyakit DM dan hipertensi.
4) Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keturunan dari salah satu anggota keluarga yang menderita
penyakit ca prostat Anggota keluargayang menderita DM, asma, atau hipertensi.
5) Riwayat psikososial
a) Intra personal
Kebanyakan klien yang akan menjalani operasi akan muncul kecemasan.
Kecemasan ini muncul karena ketidaktahuan tentang prosedur pembedahan.
Tingkat kecemasan dapat dilihat dari perilaku klien, tanggapan klien tentang
sakitnya.
b) Inter personal
Meliputi peran klien dalam keluarga dan peran klien dalam masyarakat.
6) Pola fungsi kesehatan
7) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Klien ditanya tentang kebiasaan merokok, penggunaan tembakau, penggunaan
obat-obatan, penggunaan alkhohol dan upaya yang biasa dilakukan dalam
mempertahankan kesehatan diri (pemeriksaan kesehatan berkala, gizi makanan
yang adekuat
8) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien ditanya frekuensi makan, jenis makanan, makanan pantangan, jumlah
minum tiap hari, jenis minuman, kesulitan menelan atau keadaan yang
mengganggu nutrisi seperti nause, stomatitis, anoreksia dan vomiting. Pada pola
ini umumnya tidak mengalami gangguan atau masalah.
9) Pola eliminasi
Klien ditanya tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya, ragu-ragu, menetes
– netes, jumlah klien harus bangun pada malam hari untuk berkemih, kekuatan
system perkemihan. Klien juga ditanya apakah mengedan untuk mulai atau
mempertahankan aliran kemih. Klien ditanya tentang defikasi, apakah ada
kesulitan seperti konstipasi akibat dari prostrusi prostat kedalam rectum.
10) Pola tidur dan istirahat
Klien ditanya lamanya tidur, adanya waktu tidur yang berkurang karena frekuensi
miksi yang sering pada malam hari (nokturia). Kebiasaan tidur memekai bantal
atau situasi lingkungan waktu tidur juga perlu ditanyakan. Upaya mengatasi
kesulitan tidur.
11) Pola aktifitas
Klien ditanya aktifitasnya sehari – hari, aktifitas penggunaan waktu senggang,
kebiasaan berolah raga. Apakah ada perubahan sebelum sakit dan selama sakit.
Pada umumnya aktifitas sebelum operasi tidak mengalami gangguan, dimana
klien masih mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari sendiri.

12) Pola hubungan dan peran


Klien ditanya bagaimana hubungannya dengan anggota keluarga, pasien lain,
perawat atau dokter. Bagai mana peran klien dalam keluarga. Apakah klien dapat
berperan sebagai mana seharusnya.
13) Pola persepsi dan konsep diri
Meliputi informasi tentang perasaan atau emosi yang dialami atau dirasakan klien
sebelum pembedahan. Biasanya muncul kecemasan dalam menunggu acara
operasinya. Tanggapan klien tentang sakitnya dan dampaknya pada dirinya.
Koping klien dalam menghadapi sakitnya, apakah ada perasaan malu dan merasa
tidak berdaya.
14) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori meliputi daya penciuman, rasa, raba, lihat dan pendengaran dari
klien. Pola kognitif berisi tentang proses berpikir, isi pikiran, daya ingat dan
waham. Pada klien biasanya tidak terdapat gangguan atau masalah pada pola ini.
15) Pola reproduksi seksual
Klien ditanya jumlah anak, hubungannya dengan pasangannya, pengetahuannya
tantang kualitas. Perlu dikaji pula keadaan seksual yang terjadi sekarang, masalah
seksual yang dialami sekarang (masalah kepuasan, ejakulasi dan ereksi) dan pola
perilaku seksual.
16) Pola penanggulangan stress
Menanyakanapa klien merasakan stress, apa penyebab stress, mekanisme
penanggulangan terhadap stress yang dialami. Pemecahan masalah biasanya
dilakukan klien bersama siapa. Apakah mekanisme penanggulangan stressor
positif atau negatif.
17) Pola tata nilai dan kepercayaanKlien menganut agama apa, bagaimana dengan
aktifitas keagamaannya. Kebiasaan klien dalam menjalankan ibadah.
b. Pemeriksaan fisik
1) Status kesehatan umum
Keadaan penyakit, kesadaran, suara bicara, status/ habitus, pernafasan, tekanan
darah, suhu tubuh, nadi.

2) Kulit
Apakah tampak pucat, bagaimana permukaannya, adakah kelainan pigmentasi,
bagaimana keadaan rambut dan kuku klien.
3) Kepala
Bentuk bagaimana, simetris atau tidak, adakah penonjolan, nyeri kepala atau
trauma pada kepala.
4) Muka
Bentuk simetris atau tidak adakah odema, otot rahang bagaimana keadaannya,
begitu pula bagaimana otot mukanya.
5) Mata
Bagainama keadaan alis mata, kelopak mata odema atau tidak. Pada konjungtiva
terdapat atau tidak hiperemi dan perdarahan. Slera tampak ikterus atau tidak.
6) Telinga
Ada atau tidak keluar secret, serumen atau benda asing. Bagaimana bentuknya,
ada gangguan pendengaran.
7) Hidung
Bentuknya bagaimana, adakah pengeluaran secret, ada obstruksi atau polip,
apakah hidung berbau dan adakah pernafasan cuping hidung.
8) Mulut dan faring
Adakah caries gigi, bagaimana keadaan gusi apakah ada perdarahan atau ulkus.
Lidah tremor, parese atau tidak. Adakah pembesaran tonsil.
9) Leher
Bentuknya bagaimana, adakah kaku kuduk, pembesaran kelenjar limphe.
10) Thoraks
Betuknya bagaimana, adakah gynecomasti.
11) Paru
Bentuk bagaimana, apakah ada pencembungan atau penarikan. Pergerakan, suara
nafasnya. Apakah ada suara nafas tambahan seperti ronchi, wheezing atau
egofoni.
12) Jantung
Bagaimana pulsasi jantung (tampak atau tidak).Bagaimana dengan iktus atau
getarannya.
13) Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen. Pada klien dengan keluhan retensi umumnya ada
penonjolan kandung kemih pada supra pubik. Apakah ada nyeri tekan, turgornya
bagaimana. Pada klien biasanya terdapat hernia atau hemoroid. Hepar, lien, ginjal
teraba atau tidak. Peristaklit usus menurun atau meningkat.
14) Genitalia dan anus
Pada klien biasanya terdapat hernia. Pembesaran prostat dapat teraba pada saat
rectal touché. Pada klien yang terjadi retensi urine, apakah trpasang kateter,
Bagaimana bentuk scrotum dan testisnya. Pada anus biasanya ada haemorhoid.
15) Ekstrimitas dan tulang belakangApakah ada pembengkakan pada sendi. Jari – jari
tremor apa tidak. Apakah ada infus pada tangan. Pada sekitar pemasangan infus
ada tanda – tanda infeksi seperti merah atau bengkak atau nyeri tekan. Bentuk
tulang belakang bagaimana.
c. Pemeriksaan diagnostik
Untuk pemeriksaan diagnostik sudah dijabarkan penulis pada konsep dasar.
Pengkajian post operasi prostatektomi
Pengkajian ini dilakukan setelah klien menjalani operasi, yang meliputi:
1) Keluhan utama
Keluhan pada klien berbeda-beda antara klien yang satu dengan yang lain.
Kemungkinan keluhan yang bisa timbul pada klien post operasi prostektomi
adalah keluhan rasa tidak nyaman, nyeri karena spasme kandung kemih atau
karena adanya bekas insisi pada waktu pembedahan. Hal ini ditunjukkan dari
ekspresi klien dan ungkapan dari klien sendiri.
2) Keadaan umum
Kesadaran, GCS, ekspresi wajah klien, suara bicara.
3) Sistem respirasi
Bagaimana pernafasan klien, ada sumbatan pada jalan nafas atau tidak. Apakah
perlu dipasang O2. Frekuensi nafas, irama nafas, suara nafas. Ada wheezing
dan ronchi atau tidak. Gerakan otot Bantu nafas seperti gerakan cuping hidung,
gerakan dada dan perut. Tanda – tanda cyanosis ada atau tidak.

4) Sistem sirkulasi
Yang dikaji: nadi (takikardi/bradikardi, irama), tekanan darah, suhu tubuh,
monitor jantung (EKG).
5) Sistem gastrointestinal
Hal yang dikaji: Frekuensi defekasi, inkontinensia alvi, konstipasi/obstipasi,
bagaimana dengan bising usus, sudah flatus atau belum, apakah ada mual dan
muntah.
6) Sistem neurology
Hal yang dikaji: keadaan atau kesan umum, GCS, adanya nyeri kepala.
7) Sistem muskuloskleletal
Bagaimana aktifitas klien sehari – hari setelah operasi. Bagaimana memenuhi
kebutuhannya. Apakah terpasang infus dan dibagian mana dipasang serta
keadaan disekitar daerah yang terpasang infus. Keadaan ekstrimitas.
8) Sistem eliminasi
Apa ada ketidaknyamanan pada supra pubik, kandung kemih penuh. Masih ada
gangguan miksi seperti retensi. Kaji apakah ada tanda-tanda perdarahan,
infeksi. Memakai kateter jenis apa. Irigasi kandung kemih. Warna urine dan
jumlah produksi urine tiap hari. Bagaimana keadaan sekitar daerah
pemasangan kateter.
9) Terapi yang diberikan setelah operasi
Infus yang terpasang, obat – obatan seperti antibiotika, analgetika, cairan
irigasi kandung kemih.
2. Diagnosa keperawatan
a. Diagnosa sebelum operasi
1) Perubahan eliminasi urine: frekuensi, urgensi, hesistancy, inkontinensi, retensi,
nokturia atau perasaan tidak puas setelah miksi berhubungan dengan obstruksi
mekanik: pembesaran prostat.
2) Nyeri berhubungan dengan penyumbatan saluran kencing sekunder terhadap
pelebaran prostat
3) Gangguan tidur dan istirahat berhubungan dengan sering terbangun sekunder
terhadap kerusakan eliminasi: retensi disuria, frekuensi, nokturia.

b. Diagnosa setelah operasi


1) Nyeri berhubungan dengan spasme kandung kemih dan insisi sekunder pada
prostatektomi
2) Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi sekunder dari
prostatektomi bekuan darah odema
3) Potensial infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama
pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.
4) Kurang pengetahuan: tentang prostatektomi sehubungan dengan kurang
informasi
5) Gangguan tidur dan istirahat berhubungan dengan nyeri.
3. Intervensi Keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1 Perubahan Tujuan:Pola 1. Jelaskan pada klien 1. Meningkatkan pengetahuan
eliminasi urine: eliminasi normal tentang perubahan dari klien sehingga klien
frekuensi, Kriteria hasil: pola eliminasi. kooperatif dalam tindakan
urgensi,  Klien dapat keperawatan
hesistancy, berkemih dalam 2. Meminimalkan retensi
inkontinensi, jumlah normal, 2. Dorong klien untuk urine, distensi yang
retensi, nokturia tidak teraba distensi berkemih tiap 2 – 4 berlebihan pada kandung
atau perasaan kandung kemih jam dan bila dirasakan kemih
tidak puas  Residu pasca 3. Peningkatan aliran cairan,
setelah miksi berkemih kurang 3. Anjurkan klien minum mempertahankan perfusi
berhubungan dari 50ml sampai 3000 ml ginjal dan membersihkan
dengan obstruksi  Klien dapat sehari, dalam toleransi ginjal dan kandung kemih
mekanik: jantung bila dari pertumbuhan bakteri.
pembesaran berkemih volunter diindikasikan
prostat.  Urinalisa dan kultur 4. Distensi kandung
hasilnya negative 4. Perkusi / palpasi area kemih dapat dirasakan di
 Hasil laboratorium supra pubik. area supra pubik.
fungsi ginjal 5. Observasi aliran dan
normal 5. Observasi aliran dan kekuatan urine untuk
kekuatan urine, ukur mengevaluasi adanya
residu urine pasca obstruksi
berkemih. Jika volume
residu urine lebih
besar dari 100 cc
maka jadwalkan
program kateterisasi
intermiten.
2. Nyeri Tujuan : Klien 1. Kaji nyeri, perhatikan 1. Memberi informasi untuk
berhubungan menunjukan bebas lokasi, intensitas membantu dalam
dengan dari (skala 1-10), dan menentukan pilihan
penyumbatan ketidaknyamanan lamanya. Intervensi
saluran kencing Kriteria hasil : 2. Beri tindakan 2. Meningkatkan relaksasi,
sekunder Klien melaporkan kenyamanan, contoh: memfokuskan kembali
terhadap nyeri hilang/ membantu klien perhatian dan dapat
pelebaran terkontrol melakukan posisi yang meningkatkan kemampuan
Ekspresi wajah nyaman, mendorong koping.
klien rileks penggunaan relaksasi / 3. Retensi urine menyebabkan
Klien mampu untuk latihan nafas dalam. infeksi saluran kemih, hidro
istirahat dengan 3. Beri kateter jika ureter dan hidro nefrosis
cukup diinstruksikan untuk
Tanda-tanda vital retensi urine yang akut
dalam batas normal : mengeluh ingin
kencing tapi tidak
bisa. 4. Mengetahui perkembangan
4. Observasi tanda-tanda lebih lanjut
vital. 5. Untuk menghilangkan nyeri
5. Kolaborasi dengan hebat/berat, memberikan
dokter untuk memberi relaksasi mental dan fisik.
obat sesuai indikasi,
contoh: eperidin
(Dumerol )
3. Gangguan tidur Tujuan: Kebutuhan 1. Jelaskan pada klien 1. Meningkatkan pengetahuan
dan istirahat tidur dan istirahat dan keluarga penyebab klien sehingga klien mau
berhubungan terpenuhi. gangguan tidur / kooperatif terhadap
dengan sering Kriteria hasil: istirahat dan tindakan keperawatan
terbangun Klien mampu kemungkinan cara
sekunder istirahat / tidur untuk
terhadap dengan waktu yang menghindarinya. 2. Suasana yang tenang akan
kerusakan cukup. 2. Ciptakan suasana yang mendukung istirahat klien.
eliminasi: Klien mendukung dengan
retensi disuria, mengungkapkan mengurangi
frekuensi, sudah bisa tidur. kebisingan. 3. Menentukan rencana untuk
nokturia. Klien mampu 3. Batasi masukan mengatasi gangguan.
menjelaskan faktor minuman yang
penghambat tidur. mengandung kafein.
4. Nyeri Tujuan: Nyeri 1. Jelaskan pada klien 1. Kien dapat mendeteksi
berhubungan berkurang atau tentang gejala dini gajala dini spasmus
dengan spasme hilang. spasmus kandung kandung kemih
kandung kemih Kriteria hasil: kemih.
dan insisi  Klien mengatakan 2. Pemantauan klien 2. Sehingga obat-obatan bisa
sekunder pada nyeri berkurang / pada interval yang diberikan.
prostatektomi hilang. teratur selama 48 jam,
 Ekspresi wajah untuk mengenal
klien tenang. gejala-gejala dini dari
 Klien akan spasmus kandung
menunjukkan kemih. 3. Klien bahwa
ketrampilan 3. Jelaskan pada klien ketidaknyamanan hanya
relaksasi bahwa intensitas dan temporer
 Klien akan tidur / frekuensi akan
istirahat dengan berkurang dalam 24
tepat. sampai 48 jam
 Tanda-tanda vital 4. Beri penyuluhan pada 4. Mengurang kemungkinan
dalam batas normal klien agar tidak spasmus.
 Keluarnya urine berkemih ke seputar
melalui sekitar kateter.
kateter sedikit. 5. Anjurkan pada klien 5. Mengurangi tekanan pada
untuk tidak duduk luka insisi
dalam waktu yang
lama sesudah tindakan
TUR-P.
6. Ajarkan penggunaan 6. Menurunkan tegangan otot,
teknik relaksasi,
memfokuskan kembali
termasuk latihan nafas perhatian dan dapat
dalam, visualisasi. meningkatkan kemampuan
koping.
7. Jagalah selang 7. Sumbatan pada selang
drainase urine tetap kateter oleh bekuan darah
aman dipaha untuk dapat menyebabkan
mencegah peningkatan distensi kandung kemih
tekanan pada kandung dengan peningkatan
kemih. Irigasi kateter spasme.
jika terlihat bekuan
pada selang.
8. Observasi tanda-tanda
vital. 8. Mengetahui perkembangan
9. Kolaborasi dengan lebih lanjut
dokter untuk memberi 9. Nyeri dan
obat-obatan (analgesik mencegah spasmus
atau anti spasmodik) kandung kemih.
5. Perubahan Tujuan: Eliminasi 1. Pertahankan irigasi1. Mencegah retensi pada saat
eliminasi urine urine normal dan kandung kemih yang dini.
berhubungan tidak terjadi retensi konstan selama 24
dengan obstruksi urine. jam pertama
sekunder dari Kriteria hasil: 2. Pertahankan posisi2. Dapat menghambat aliran
prostatektomi  Klien akan dower kateter dan urine.
bekuan darah berkemih dalam irigasi kateter.
odema jumlah normal 3. Anjurkan intake cairan3. Mencegah bekuan darah
tanpa retensi 2500-3000 ml sesuai menyumbat aliran urine.
 Klien akan toleransi
menunjukan 4. Setalah kateter4. Melancarkan aliran urine.
perilaku yang diangkat, pantau
meningkatkan waktu, jumlah urine
kontrol kandung dan ukuran aliran.
kemih Perhatikan keluhan
 Tidak terdapat rasa penuh kandung
bekuan darah kemih,
sehingga urine ketidakmampuan
lancar lewat kateter. berkemih, urgensi atau
gejala – gejala retensi.
6. Potensial infeksi Tujuan: Klien tidak 1. Pertahankan sistem 1. Mencegah pemasukan
berhubungan menunjukkan tanda – kateter steril, berikan bakteri dan infeksi.
dengan prosedur tanda infeksi perawatan kateter
invasif: alat Kriteria hasil: dengan steril.
selama  Klien tidak 2. Anjurkan intake cairan 2. Meningkatkan output urine
pembedahan, mengalami infeksi yang cukup (2500- sehingga resiko terjadi ISK
kateter, irigasi  Dapat mencapai 3000) sehingga dapat dikurangi dan
kandung kemih waktu menurunkan potensial mempertahankan fungsi
sering. penyembuhan infeksi. ginjal.
 Tanda-tanda vital
dalam batas normal 3. Pertahankan posisi 3. Menghindari refleks balik
dan tidak ada tanda- urobag dibawah urine yang dapat
tanda shock. memasukkan bakteri ke
kandung kemih.
4. Observasi tanda-tanda 4. Mencegah sebelum terjadi
vital, laporkan tanda- shock.
tanda shock dan
demam.
5. Observasi urine: 5. Mengidentifikasi adanya
warna, jumlah, bau. infeksi.
6. Kolaborasi dengan 6. Untuk mencegah infeksi
dokter untuk memberi dan membantu proses
obat antibiotik. penyembuhan
7. Kurang Tujuan: Klien dapat 1. Beri penjelasan untuk 1. Dapat menimbulkan
pengetahuan: menguraikan mencegah aktifitas perdarahan
tentang pantangan kegiatan berat selama 3-4
prostatektomi serta kebutuhan minggu
sehubungan berobat lanjutan 2. Pemasukan cairan 2. Mengedan bisa
dengan kurang Kriteria hasil: sekurang–kurangnya menimbulkan perdarahan,
informasi.  Klien akan 2500-3000 ml/hari. pelunak tinja bisa
melakukan mengurangi kebutuhan
perubahan perilaku mengedan pada waktu
 Klien berpartisipasi BAB
dalam program 3. Kosongkan kandung 3. Mengurangi potensial
pengobatan. kemih apabila infeksi dan gumpalan darah
 Klien akan kandung kemih sudah
mengatakan penuh
pemahaman pada
pantangan kegiatan
dan kebutuhan
berobat lanjutan
8. Gangguan tidur Tujuan: Kebutuhan 1. Jelaskan pada klien 1. Meningkatkan pengetahuan
dan istirahat tidur dan istirahat dan keluarga penyebab klien sehingga mau
berhubungan terpenuhi. gangguan tidur dan kooperatif dalam tindakan
dengan nyeri. Kriteria hasil: kemungkinan cara perawatan
 Klien mampu untuk menghindari.
beristirahat / tidur 2. Ciptakan suasana yang
dalam waktu yang mendukung, suasana 2. Suasana tenang akan
cukup. tenang dengan mendukung istirahat
 Klien mengurangi
mengungkapan kebisingan
sudah bisa tidur 3. Beri kesempatan klien
 Klien mampu untuk mengungkapkan 3. Menentukan rencana
menjelaskan faktor penyebab gangguan mengatasi gangguan
penghambat tidur . tidur.
4. Kolaborasi dengan
dokter untuk
pemberian obat yang 4. Mengurangi nyeri sehingga
dapat mengurangi klien bisa istirahat dengan
nyeri (analgesik). cukup.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi di lakukan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat
5. Evaluasi
a. Perubahan eliminasi urine teratasi
b. Nyeri tidak teratasi
c. Gangguan tidur dan istirahat teratasi
d. Potensial infeksi tidak terjadi
e. Kurang pengetahuan teratasi
f. Gangguan tidur dan istirahat teratasi
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, edisi 6. Jakarta: Penerbit
buku kedokteran, EGC.

Carpenito, Lynda Juall. 1998. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa
Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, edisi 2. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.

Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3. Jakarta: Penerbit buku kedokteran,
EGC.

Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, volume 3. Jakarta:
Penerbit buku kedokteran, EGC.

Long, Barbara C. 1996. Pendekatan Medikal Bedah 3, Suatu pendekatan proses


keperawatan. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran.

Lap / UPF Ilmu Bedah. 1994. Pedoman Diagnosa dan Terapi. Surabaya: Fakultas
Kedokteran Airlangga.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3 jilid kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI.

Price, S. 1995. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta: EGC

Purnomo, Basuki B. 2000. Dasar – dasar urologi. Malang: CV Infomedika.


Sjamsuhidayat, R (et.al). 1997. Buku Ajar Bedah. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.

Smelzer, C Susanne. Keperawatan Medikal Bedah Brunner &Suddarth; alih bahasa, Agung
Waluyo; editor bahasa Indonesia, Monica Ester. edisi VIII, Volume 3, Jakarta: EGC, 2002.

Você também pode gostar