Você está na página 1de 10

Asersi Dalam Laporan Keuangan & Materialitas

Tugas Mata Kuliah

Auditing I

Oleh :

Ana Kusdita Dewi

140810301218

Program Studi S1 Akuntansi

Fakultas Ekonomi

Universitas Jember

2016
A. PENDAHULUAN

Pekerjaan auditor dalam membentuk opini atas laporan keuangan, terutama


terdiri dari mendapatkan dan mengevaluasi bukti-bukti mengenai asersi laporan
keuangan. (Guy, Dan, at al,2002). Tujuan auditor adalah mengumpulkan bukti-
bukti yang cukup kompeten untuk memberikan dasar yang masuk akal bagi suatu
opini atau pendapat berkaitan dengan laporan keuangan.

Dalam laporan audit yang dihasilkan auditor, secara eksplisit auditor


menyatakan bahwa dia mengakui konsep risiko dan materialitas. Dalam PSA
no.25, diberikan pedoman bagi auditor dalam mempertimbangkan risiko dan
materialitas pada saat perencanaan dan pelaksanaan audit atas laporan kuangan
berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntansi Indonesia.

Risiko audit dan materialitas mempengaruhi penerapan standar auditing,


khususnya standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan, serta tercermin
dalam laporan audit bentuk baku. Risiko audit dan materialitas serta asersi dan
bersama dengan hal-hal lain, perlu dipertimbangkan dalam menentukan sifat, saat,
dan luas prosedur audit serta dalam mengevaluasi hasil prosedur tersebut.

Tujuan umum audit atas laporan keuangan adalah untuk menyatakan pendapat
atas kewajaran laporan keuangan, dalam semua hal yang material, sesuai dengan
prinsip akuntansi umum di Indonesia. Oleh karena itu, kewajaran laoran keuangan
dinilai berdasarkan asersi yang terkandung dalam setiap unsur yang disajikan
dalam laporan keuangan. Asersi adalah pernyataan manajemen yang terkandung
di dalam komponen laporan keuangan dan pernyataan tersebut dapat bersifat
implisit maupun eksplisit yang selanjutnya akan dijelaskan dalam bagian
pembahasan dalam makalah ini.
B. PEMBAHASAN

Asersi Dalam Laporan Keuangan


1. Cakupan dan ISA Acuan

Bab ini membahas penggunaan asersi manajemen (management’s assertions)


dalam auditing. Selain itu, acuan utama bab ini ialah ISA 315 yaitu mengidentifikasi
dan menilai risiko salah saji yang material melalui pemahaman terhadap entitas
dan lingkungannya.

ISA 315 mendefinisikan asersi sebagai berikut : Asersi – Representasi oleh


manajemen, baik secara eksplisit (dalam bentuk pernyataan) maupun implisit
(tersirat), yang terkandung dalam laporan keuangan. Representasi ini digunakan
oleh auditor untuk memperhatikan berbagai salah saji dalam laporan keuangan,
yang mungkin terjadi. [ISA 315 alenia 4(a)].

Representasi oleh manajemen kepada auditor, yang paling umum dikenal,


ialah: “laporan keuangan secara keseluruhan – atau secara menyeluruh – disajikan
secara wajar sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku.”

Jika manajemen memberikan asersi yang benar, maka dampak kesalahan


keuangan (extent of monetary error) tidak ada. Hal ini digambarkan dalam bidang
berwarna hijau (lihat di buku hal 112, diagram 7-1) “correctly stated amount”
(angka-angka disajikan dengan benar), khusus untuk transaksi dan saldo (karena
pengungkapan bersifat kualitatif). Namun jika manajemen memberikan asersi yang
salah, maka dampak kesalahan keuangannya bisa berupa angka-angka yang
dinyatakan terlalu rendah atau understated atau malah terlalu tinggi overstated.

2. Selayang Pandang
Asersi-asersi ini berhubungan dengan pengakuan (recognition), pengukuran
(measurement), penyajian (presentation), dan pengungkapan (disclosure) dari
berbagai unsur dalam laporan keuangan. Contoh-contoh asersi adalah sebagai
berikut :
a. Semua asset dalam laporan keuangan benar-benar ada (exist).
b. Semua transaksi penjualan telah dicatat dalam periode terjadinya.
c. Persediaan dicantumkan dengan nilai yang tepat.
d. Utang merupakan kewajiban entitas.
e. Semua transaksi yang dicatat, terjadi dalam periode berjalan.
f. Semua jumlah (amounts) disajikan dengan tepat (properly presented)
dan diungkapkan (dengan penjelasan yang memadai) dalam laporan
keuangan.
3. Penjelasan Mengenai Asersi
a. Asersi untuk jenis transaksi
 Occurency : Transaksi dan peristiwa yang sudah dicatat, memang
terjadi dan merupakan transaksi dan peristiwa dari entitas yang
bersangkutan.
 Completeness : Semua transaksi / peristiwa yang seharusnya dicatat,
memang sudah dicatat.
 Accuracy : Angka-angka, jumlah-jumlah, dan data lain yang terkait
dengan transaksi dan peristiwa yang dicatat, sudah dicatat dengan
akurat.
 Cut-off : Transaksi dan peristiwa dicatat dalam periode akuntansi yang
benar
 Classification : Transaksi dan peristiwa dicatat dalam akun yang benar.
b. Asersi untuk saldo akun
 Existente : asset, liabilitas dan ekuitas benar ada.
 Rights and Obligations : entitas memiliki dan menguasai aset, dan
utang merupakan kewajiban entitas.
 Completeness : semua aset, liabitas, ekuitas memang sudah dicatat
lengkap.
 Valuation and Allocation : aset, liabilitas, ekuitas dicantumkan pada
lap.keuangan dalam jumlah yang benar.
4. Asersi Gabungan
Asersi gabungan disingkat C-E-A-V, yaitu sebagai berikut
 C-Completeness : segala sesuatu harus dicatat atau di ungkapkan
dalam laporan keuangan. Tidak ada aset, liabilitas, ekuitas, transaksi
yang belum dicatat atau diungkapkan; tidak ada catatan yang hilang /
tidak lengkap.
 E-Existence : segala sesuatu yang harus dicatat atau diungkapkan
dalam lap.keuangan, memang ada pada tanggal yang bersangkutan
dan harus dicakup. Semua transaksi memang ada, terjadi dan terkait
dengan entitas.
 A-Accuracy and Cutoff : semua liabilitas, pendapatan, beban dan hak
atas aset merupakan kewajiban / kekayaan entitas dan telah dicatat
dalam jumlah yang benar. Juga telah dilakukan pengklasifikasian dan
pengungkapan yang benar dalam laporan keuangan.
 V-Valuation : aset, liabitas, ekuitas dicatat dalam jumlah / nilai dalam
laporang keuangan. Penyesuaian untuk penilaian atau alokasi yang
diperlukan karena sifatnya / sesuai dengan prinsip akuntansi yang
diterpkan, telah dicatat sebagaimana mestinya.
5. Asersi dalam Auditing
Auditor wajib mengidentifikasi dan menilai risiko salah saji pada (kutipan ISA
315 alenia 25) : (a). tingkat laporan keuangan dan; (b). tingkat asersi untuk jenis
transaksi, saldo akun dan jenis pengungkapan untuk merancang dan
melaksanakan prosedur audit selanjutnya.
6. Penilaian Risiko ditingkat Laporan Keuangan
Risiko salah saji yang material pada tingkat laporan keuangan, cenderung
bersifat pervasif (tersebar luas) dan karenanya mencakup semua asersi.
7. Penilaian Risiko ditingkat Asersi
Perbedaan dalam penilaian risiko pada kedua tingkat ini (tingkat laporan
keuangan dan tingkat asersi) akan dijelaskan sebagai berikut :
1) Risiko pada tingkat laporan keuangan bersifat pervasive dan dapat
terjadi pada banyak asersi.
2) Risiko ditingkat asersi yang disajikan hanyalah beberapa contoh, seperti
:
a. Inventory (persediaan), Cash (kas dan bank), dan Payables (utang)
untuk saldo akun.
b. Revenue (pendapatan) dan Expenses (beban) untuk jenis transaksi.
c. Commitments (komitmen) dan Related Parties (pihak-pihak yang
berelasi) untuk penyajian dan pengungkapan.
3) Risiko untuk masing-masing asersi harus dinilai, dan hasilnya
dikelompokkan sebagai low (rendah), moderate (sedang) atau high
(tinggi). Dalam contoh diatas (khusus untuk Inventory) asersi
Completeness dinilai low, Existence dinilai Moderate, Accuracy dinilai
low, dan dinilai high. Dengan klasifikasi risiko ini, auditor dapat
menanggapi risiko yang dihadapinya dengan prosedur audit yang
responsive.

Materialitas
Materialitas (materiality) adalah konsep auditing yang sangat penting.
Materialitas mengukur berapa besar dan pentingnya suatu salah saji
(misstatements) dalam laporan keuangan.
Mareialitas – Ketentuan Bapepam

Materialitas adalah besarnya informasi akuntansi, yang bergantung pada ukuran dan
1. sifatnya
Materialitas
serta Rules-Based
apabila terjadiStandards
kelalaian untuk mencantumkan / kesalahan dalam mencatat
pos-pos laporan keuangan, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dapat
memengaruhi keputusan ekonomi pengguna laporan keuangan.

Ketentuan Bapepam adalah contoh standard berbasis aturan atau rules-based


standard. ISA (International Standards of Auditing) adalah standard audit berbasis
prinsip atau principle-based standards. Standard berbasis prinsip, diawali dengan
kerangka berpikir atau framework yang menjelaskan tujuan (apa yang harus
dicapai) dan rambu-rambunya. Auditor mencari jalan untuk mencapai tujuan
tersebut, dengan memperhatikan kondisi dilapangan.
Berikut ini pembahasan tentang kerangka berpikir ISA dalam menetapkan
materialitas.
2. Proses Penentuan Materialitas
Proses penentuan materialitas merupakan proses berpikir kritis dalam auditing,
 Langkah Pertama Auditor mempelajari informasi-informasi berkenaan dengan
laporan keuangan yang akan diauditnya. Atau dalam hal ini disebut Subject
Matter Information yaitu sebagai informasi pokok penugasan audit atau
disingkat informasi pokok penugasan.
 Langkah Kedua auditor menggeser titik pandangannya kepada pengguna
laporan keuangan atau disebut Reasonable User atau pengguna (laporan
keuangan) berakal sehat. Reasonable User menggunakan laporan keuangan
untuk membuat bermacam-macam keputusan ekonomis, seperti menanam
modal dalam perusahaan, berbisnis dengan entitas, meminjamkan uang
(dalam hal bank kepada debiturnya). Contoh selanjutnya adalah investor
dipasar modal. Ia membuat keputusan (Buy, Hold atau Sell): a) membeli saham
atau surat berharga dari perusahaan emiten; b) menahan saham atau surat
berharga; c) menjual saham atau surat berharga.
Langkah kedua dalam proses menetapkan besarnya materialitas bersifat
konseptual. Auditor tidak bertemu dengan investor dan mengajukan pertanyaan
diatas. Dalam proses konseptual imajinatif ini dalam Bahasa belanda disebut
fictie, yaitu misal auditor membaca analisis yang dibuat para analis pasar
modal tentang prospek perusahaan lain yang akan dituju dan masalah yang
dihadapi.
 Langkah Ketiga ialah Extent of Misstatements atau Luasnya Salah Saji (baik
secara kuantitatif maupun kaulitatif)
3. Materialitas Dalam Proses Audit
Tahapannya ada tiga yaitu sebagai berikut :
a. Risk Assessment, dalam tahap ini auditor melaksanakan : a). menentukan dua
macam materialitas, yaitu materialitas laporan keuangan secara menyeluruh
dan performance materiality (materialitas pelaksanaan)
b. Risk Response (menaggapi risiko), auditor melaksanakan : menentukan sifat
(nature), waktu (timing), dan luasnya (extent) prosedur audit selanjutnya.
c. Reporting (pelaporan), auditor melaksanakan : mengevaluasi salah saji yang
belum dikoreksi oleh entitas itu.
4. Materialitas Pada Dua Tingkat
Konsep materialitas pada dua tingkat yaitu sebagai berikut :
a. Tingkat laporan keuangan secara menyeluruh (financial statement level)
b. Tingkat saldo akun, jenis transaksi, dan pengungkapan.
Dalam melaksanakan auditnya, auditor harus turun ke tingkat kedua untuk
memastikan apakah saldo akun, transaksi, dan pengungkapan sudah disajikan
sesuai aesrsi yang dibuat manajemen. Oleh karena itu, auditor harus menetapkan
materialitas untuk unsur-unsur laporan kuangan. Jika tingkat pertama Overall,
tingkat kedua Specific. Di bawah ini merupakan empat konsep Materialitas :

“overall” Didasarkan atas persepsi auditor mengenai kebutuhan informasi


materiality keuangan apa yang layaknya diharapkan berdampak terhadap
keputusan yang dibuat pengguna laporan keuangan. Jika auditor
memperoleh informasi yang menyebabkan ia menentukan angka
materialitas berbeda dari yang telah ditetapkannya semula,
angka materialitas semula seharusnya direvisi.
“overall” Ditetapkan lebih rendah dari overall materiality. Performance
performance materiality memungkinkan auditor menanggapi penilaian risiko
materiality tertentu (tanpa mengubah overall materiality), dan menurunkan
ke tingkat rendah yang tepat probabilitas salah saji yang tidak
dikoreksi, salah saji yang tidak terdeteksi secara agregat
melampaui overall materiality. Performance materiality perlu
diubah berdasarkan temuan audit.
“Specific” Specific materiality untuk jenis transaksi, saldo akun atau
materiality disclosures tertentu dimana jumlah salah sajinya akan lebih
rendah dari overall materiality. Salah saji kecil yang berdampak
terhadap pengguna laporan keuangan menunjukkan bahwa
materialitas bukan saja diukur secara kuantitatif, tetapi juga
secara kualitatif. Secara kualitatif, suatu informasi disebut
material jika ia berdampak terhadap pemakai informasi atau
putusan yang dibuatnya.

“Specific” Ditetapkan lebih rendah dari specific materiality. Hal ini


performance memungkinkan auditor menanggapi penilaian risiko tertentu, dan
materiality memperhitungkan kemungkinan adanya salah saji yang tidak
material, yang secara agregat dapat berjumlah materiality.
C. KESIMPULAN

Asersi adalah pernyataan manajemen yang terkandung didalam komponen


laporan keuangan. Asersi (assertion) adalah suatu deklarasi, atau suatu rangkaian
deklarasi secara keseluruhan, oleh pihak yang bertanggung jawab atas deklarasi
tersebut. Jadi, asersi adalah pernyataan yang dibuat oleh satu pihak yang secara
implisit dimaksudkan untuk digunakan oleh pihak lain. Untuk laporan keuangan
historis, asersi merupakan pernyataan dalam laporan keuangan oleh manajemen
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Pernyataan tersebut dapat bersifat implisit atau eksplisit yang terkandung
dalam laporan keuangan
Materialitas adalah besarnya suatu penghapusan atau salah saji informasi
keuangan yang dengan memperhitungkan situasinya, menyebabkan pertimbangan
yang dilakukan oleh orang yang mengandalkan pada informasi tersebut akan
berubah atau terpengaruh oleh penghapusan atau salah saji tersebut. Materialitas
merupakan satu diantara berbagai factor yang mempengaruhi pertimbangan
auditor tentang kecukupan bukti audit.
D. Daftar Pustaka

Buku :

Tuanakotta, T. M. 2015. Audit Kontemporer. Salemba Empat, Jakarta. (T)

Internet :
http://accounting.binus.ac.id/2015/09/23/asersi-asersi-dalam-audit-laporan-
kuangan/
http://andikapuspitasari.wordpress.com/2012/01/04/materialitas-risiko-dan-strategi-
audit-pendahuluan/

Você também pode gostar