Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
MRI (Magnetic Resonance Imaging) lutut adalah tes pencitraan diagnostik non invasif
yang dilakukan untuk menganalisis kondisi berbagai bagian lutut, seperti jaringan, tendon, sendi,
otot, tulang, dan ligamen.
Lutut adalah sendi yang menghubungkan dua tulang utama di kaki, yaitu tibia (tulang kering),
yang di bagian bawah kaki, dan tulang paha, yang merupakan tulang terpanjang dalam tubuh.
Sebagai sendi, lutut berkontribusi signifikan terhadap mobilitas seseorang, untuk berjalan,
melompat, dan berdiri, dan lainnya.
Lutut itu sendiri terdiri dari 4 bagian: tendon, ligamen, tulang, dan tulang rawan. Ada tiga tulang
yang membentuk lutut, termasuk patela (tempurung lutut). Di sisi lain, kartilago adalah meniskus,
yang merupakan karet dan berfungsi sebagai bantalan untuk tulang, dan artikular, yang berair dan
memungkinkan tulang untuk bergerak mulus ketika seseorang menggerakan kakinya. Sedangkan,
ligamen, adalah yang membantu menyatukan tulang-tulang ini. Tendon merekatkan otot pada
tulang.
Siapa yang Perlu Menjalani MRI Lutut dan Hasil yang Diharapkan
Patah tulang - patah tulang adalah cedera traumatis dan sering merupakan akibat dari kecelakaan,
termasuk jatuh atau tergelincir. Patah tulang adalah lebih dari sekedar dislokasi tulang; atau dapat
berarti bahwa tulang rusak dan perlu dikembalikan ke keadaan semula. Jika tidak, akan timbul
komplikasi yang lebih parah.
Nyeri lutut - nyeri lutut merupakan gejala dan bukan penyakit, dan hal ini bisa berarti banyak hal,
seperti peradangan karena osteoarthritis, pendarahan internal pada jaringan, aus, atau bahkan
pertumbuhan tumor, yang dapat menjadi jinak atau ganas (kanker).
Degenerasi - Lutut dapat menunjukkan tanda-tanda signifikan dan keausan, terutama karena
mereka sering digunakan. Namun, bagi orang-orang yang telah didiagnosis dengan kondisi
degeneratif seperti arthritis, keausan bisa sangat menyakitkan dan melemahkan kondisi penderita.
MRI dapat digunakan untuk mendeteksi tingkat keausan dan mungkin memprediksi
perkembangan penyakit.
Penurunan mobilitas – hal ini adalah gejala lain yang sering mempengaruhi lutut. Seseorang
dengan penurunan mobilitas mungkin akan merasa sulit untuk berdiri atau memanjat tangga tanpa
mengerahkan usaha lebih atau merasa sakit di lutut.
Biasanya, dibutuhkan setidaknya 30 menit untuk menyelesaikan sesi MRI, tapi terkadang dapat
diperpanjang sampai satu jam atau bahkan lebih lama. Pada akhir sesi, gambar akan diberikan ke
dokter, yang akan membahas hasilnya dengan pasien.
MRI menangkap gambar secara rinci dari berbagai bagian lutut, tapi masih akan ada saat-saat
ketika diagnosis tidak jelas. Ketika ini terjadi, dokter dapat meminta untuk melakukan MRI lagi
atau tes pencitraan yang sama sekali baru seperti PET atau CT scan.
Banyak tes dapat digunakan untuk mendiagnosa, mengobati, atau mengelola suatu kondisi yang
mempengaruhi lutut. Salah satunya adalah MRI, yang sering dilakukan jika tes non-invasif dan
lebih murah lainnya seperti USG atau X-ray tidak dapat memberikan temuan definitif.
MRI adalah tes pencitraan yang melibatkan penggunaan medan magnet dan gelombang frekuensi
radio untuk menghasilkan gambar dari bagian lutut. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa
jaringan dalam tubuh yang responsif terhadap medan magnet, membantu menciptakan gambar
yang diperlukan.
MRI berbeda dengan CT dan PET. Tidak seperti tes yang serupa lainnya, MRI tidak menggunakan
agen peng-ion (seperti pewarna kontras, yang dapat disuntikkan atau diminum) untuk membuat
gambar yang diperlukan kecuali arthrogram MR, yang merupaka MRI jenis tertentu. MRI juga
memiliki fungsi yang berbeda. PET dapat digunakan untuk menganalisis fungsi tubuh yang
kompleks seperti metabolisme atau penyerapan gula. CT scan sering digunakan untuk
mendiagnosa massa tumor selama mereka tidak lebih kecil dari 2 cm.
Secara umum, tidak ada persiapan khusus yang diperlukan, akan tetapi dokter akan memberikan
petunjuk khusus bagi pasien sebelum melakukan prosedur.
Anak-anak dan bayi juga dapat mengalami MRI, tetapi mereka biasanya dibius untuk mencegah
mereka bergerak dan menjadi takut setelah mereka masuk ke dalam alat MRI dengan struktur mirip
“terowongan”.
Jika pewarna kontras harus digunakan, infus akan melekat sebelum prosedur sebenarnya untuk
memberikan agen peng-ion ke dalam aliran darah. Diperlukan beberapa menit sebelum tes dimulai
untuk memungkinkan tubuh menyerap pewarna.
MRI terdiri dari “kubah” besar dan meja di dalamnya. Pasien berbaring di atas meja dengan kaki
terlebih dulu. Lutut dapat disanggah dengan beberapa bantal untuk mencegah pergerakan dan
menjaga mereka tetap diam.
Teknisi mengoperasikan pemindai dan menangkap gambar di ruangan lain. Pasien tidak dapat
melihat teknisi tetapi dapat mendengar suara di ruang pemeriksaan.
Secara umum, MRI merupakan prosedur yang aman bagi kebanyakan orang, termasuk bayi dan
anak-anak. Ibu hamil juga dapat melakukannya. Akan tetapi, ibu hamil yang berada di trimester
pertama tidak diperbolehkan, dan tes dianjurkan hanya bila benar-benar diperlukan.
Seorang pasien yang fobia ruang sempit mungkin merasa panik karena bentuk alat MRI sehingga
harus dibius sebelum melakukan tes. Jika pewarna kontras harus disediakan, sangat penting bagi
pasien untuk menginformasikan kepada teknisi jika pasien memiliki alergi terhadap agen peng-
ion.
Dalam kasus yang sangat langka, MRI dapat menyebabkan fibrosis sistemik nefrogenik, yang
terjadi ketika seseorang dengan gangguan fungsi ginjal diberi pewarna kontras dosis tinggi.
Rujukan:
Wilkinson ID, Paley MNJ. Magnetic resonance imaging: basic principles. In: Grainger RC,
Allison D, Adam, Dixon AK, eds. Diagnostic Radiology: A Textbook of Medical Imaging. 5th ed.
New York, NY: Churchill Livingstone; 2008:chap 5.
DeLee JC, Drez D Jr, Miller MD, eds. DeLee and Drez’s Orthopaedic Sports Medicine. 3rd ed.
Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2009:chap 24.
Grainger RG, Thomsen HS, Morcos SK, Koh DM, Roditi G. Intravascular contrast media for
radiology, CT, and MRI. In: Adam A, Dixon AK, eds. Grainger & Allison’s Diagnostic Radiology:
A Textbook of Medical Imaging. 5th ed. New York, NY: Churchill Livingstone; 2008:chap 2