Você está na página 1de 16

BAB I

DASAR TEORI

A. Definisi Gizi Buruk


Gizi (Nutrition) adalah suatu proses organisme menggunakan
makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi,
transportasi, penyimpangan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang
tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan
fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi. (Deswarni
Idrus:1990)
Berdasarkan pendapat salah seorang dokter spesialis di Rumah Sakit
Pasar Rebo, dr. Subagyo, Sp.P., gizi buruk merupakan status kondisi
seseorang yang kekurangan nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar rata-
rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena
kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat
atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk
adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun
(Nency, 2005).
Gizi buruk merupakan kurang gizi tingkat berat akibat rendahnya
konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari yang terjadi dalam
waktu yang cukup lama (Sandjaja et al., 2010). Gizi buruk ini biasanya
terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh
membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk dapat berpengaruh
kepada pertumbuhan dan perkembangan anak, juga kecerdasan anak. Pada
tingkat yang lebih parah, jika dikombinasikan dengan perawatan yang
buruk, sanitasi yang buruk, dan munculnya penyakit lain, gizi buruk dapat
menyebabkan kematian.
B. Faktor Penyebab Gizi Buruk
Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. Menurut
UNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu :

1
1. Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan
terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya
tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial
dan ekonomi yaitu kemiskinan.
2. Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini
disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga
tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik.
Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk yaitu:
faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat,
perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak,
pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi
buruk pada balita, yaitu keluarga miskin, ketidaktahuan orang tua atas
pemberian gizi yang baik bagi anak, faktor penyakit bawaan pada anak,
seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran pernapasan dan diare.

C. Interaksi host, agent dan environment


1. Unsur Host
Faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat mempengaruhi
timbulnya penyakit :
 Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi pada
balita.
 Daya tahan tubuh yang tidak stabil menyebabkan anak
mudah terkena penyakit.
 Ketidakcukupan zat gizi dalam tubuh maka simpanan zat
gizi akan berkurang dan lama kelamaan menjadi habis
sehingga menyebabkan terjadinya gizi buruk.
 Perilaku masyarakat terutama orang tua yang membiarkan
anaknya tidak makan jika sudah dibujuk tetapi tetap tidak
mau serta tidak adanya pengaturan menu serta tidak adanya
variasi warna dan potongan makanan akan membuat anak

2
jarang makan karena malas dan jika hal ini dibiarkan akan
membuat gizi anak kurang tercukupi.
Balita merupakan kelompok usia rawan terhadap masalah
gizi dan imunitasnya masih rendah sehingga
memungkinkan lebih mudah terkena penyakit. Sakit yang
dialami dapat menghabiskan sejumlah protein dan kalori
yang seharusnya dipakai untuk pertumbuhan.
2. Unsur Agent
Unsur organisme hidup akan kuman yang menyebabkan penyakit :
 Nutrisi
Anak yang kebutuhan nutrisinya tidak tercukupi lebih mudah
terkena penyakit dan lebih mudah terkena kurang gizi.
 ASI
ASI mengandung antibodi yang dapat melindungi dari
serangan penyakit sehingga anak yang mendapat ASI tidak
mudah terkena penyakit dan terhindar dari masalah kurang gizi.
 Penyuluhan tentang gizi pada balita dari tenaga kesehatan
kurang efektif
3. Unsur lingkungan
Lingkungan adalah semua faktor luar dari suatu individu. Di desa
Karangrejo lor meskipun tanahnya tandus karena sedang musim
kemarau tapi tetap ditanami tanaman palawija dan masyarakatnya juga
sudah ada yang memanfaatkan pekarangannya untuk menanam
sayuran dan TOGA. Sehingga lingkungan tidak begitu berpengaruh
terhadap kejadian gizi buruk.

D. Riwayat alamiah penyakit


Untuk membuat diagnose, salah satu hal yang perlu diketahuii adalah
riwayat alamiah penyakit (natural history of disease). Riwayat alamiah
suatu penyakit adalah perkembangan penyakit itu sendiri tanpa campur
tangan medis atu bentuk intervensi lainnya sehingga suatu penyakit

3
berlangsung secara alamiah (Fletcher, 22). Tahapn riwayat alamiah suatu
penyakit pada umumnya melalui tahap-tahap sebagai berikut:
1. Tahap prepatogensis
Pada tahap ini individu berada dalam keadaan normal/sehat tetapi
mereka pada dasarnya peka terhadap kemungkinan terganggu oleh
serangan agen penyakit (stage of susceptibility). Walaupun demikian
pada tahap ini sebenarnya telah terjadi interaksi antara penjamu dengan
bibit penyakit. Namun begitu penjamunya mulai lelah ataupun
memang bibit penyakit menjadi lebih ganas, ditambah dengan kondisi
lingkungan yang kurang menguntungkan penjamu, maka keadaan
segera dapat berubah. Penyakit akan melanjutkan perjalannya
kmemasuki fase berikutnya, tahap patogensis.
2. Tahap patogensis
Tahap ini meliputi tiga sub-tahap yaitu Tahap inkubasi, tahap dini dan
tahap lanjut:
a. Tahap inkubasi
Merupaka masa tenggang waktu antara masuknya bibit penyakit ke
dalam tubuh yang peka terhadap penyebab penyakit (pathologic
chages), sampai timbulnya gejala penyakit.
b. Tahap dini
Dimulai dengan munculnya gejala penyakit yang kelihatan ringan.
Tahap ini sering sudah mulai menjadi masalah kesehatan karena
sudah ada gangguan patologis, walaupun masih dalam masa
subklinik (stage of subclinical disease). Seandainya
memungkinkan, pada tahap ini sudah diharapkan diagnosis dapat
ditegakkan secara dini, terutama untuk penyakit-penyakit kronik
yang bersifat mematikan.
c. Tahap lanjut
Tahap dimana penyakir bertambah jelas dan mungkin tambah berat
dengan segala kelainan patologis dan gejalanya (stage of clinical
disease). Pada tahap ini penyakit sudah menunjukkan grjala

4
kelainan klinik yang jelas, sehingga diagnosis mudah ditegakkan.
Hanya saja pada tahap ini penyakit segera atau sudah berat
(severe). Segera setelah diagnosis ditegakkan, diperlukan
pengobatan yang tepat untuk menghindari akibat lanjut yang
kurang baik.

3. Tahap pasca pathogenesis atau tahap akhir penyakit


Perjalanan penyakit dapat berakhir dalam lima kemungkinan atau
harapan:
a. Sembuh sempurna
b. Sembuh dengan cacat
c. Karier
d. Penyakit tetap berlangsung
e. Penyakit tetap berlangsung
f. Berakhir dengan kematian

E. Model epidemiologi
1. Triangle Epidemiologi
Didasarkan pada penyakit menular. Berguna untuk memperlihatkan
interaksi dan ketergantungan satu sama lain antara:
 Agent
 Host
 Environment (lingkungan)

5
2. Web Cautions Epidemilogi
Menurut model ini, suatu penyakit tidak bergantung pada satu
sebab yang berdiri sendiri melainkan sebagai akibat dari serangkaian
proses sebab dan akibat, sehingga timbulnya penyakit dapat dicegah
dengan memotong rantai pada bagian titik.

Faktor 8

Faktor 3

Faktor 9

Faktor 4 Faktor 1

Faktor 10

Faktor 5 Sakit

Faktor 11

Faktor 6 Faktor 2

Faktor 12

Faktor 7

F. Pencegahan yang dilakukan


1. Pencegahan tingkat awal
Berupa pemantapan status kesehatan. Pencegahan ini bertujuan untuk
menghindari terbentuknya pola hidup sosial-ekonomi dan kultural
yang mendorong peningkatan risiko penyakit. Upaya ini terutama

6
sesuai untuk ditujukan kepada masalah penyakit tidak menular yang
dewasa ini cenderung menunjukkan peningkatannya.
2. Pencegahan tingkat pertama
Dilakukan dengan cara menjauhkan agen untuk dapat kontak atu
memapar penjamu dan menurunkan kepekaan penjamu (host
susceptibility). Intervensi ini dilakukan sebelum perubahan patologis
terjadi (fase prepatogensis).
3. Pencegahan tingkat kedua
Pencegahan ini ditujukan untuk mendeteksi penyakit sedini mungkin
untuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat. Dengan
demikian, pencegahan ini sekurang-kurangnya dapat menghambat atau
memperlambat progesivitas penyakit, mencegah komplikasi, dan
membatasi kemungkinan kecacatan.
4. Pencegahan tingkat ketiga (Rehabilitasi)
Upaya rehabilitasi ditujukan untuk membatasi kecacatan sehingga
tidak menjadi tambah cacat, dan melakukan rehabilitasi dari mereka
yang punya cacat atau kelainan akibat penyakit.

7
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kasus gizi buruk


REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dinas Kesehatan Daerah
Istimewa Yogyakarta mengakui angka anak penderita gizi buruk di daerah
setempat masih tergolong tinggi meski masih jauh di bawah angka
nasional.

Kepala Seksi Gizi Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY Endang


Pamungkasiwi di Yogyakarta, Senin (9/5), mengatakan angka kasus gizi
buruk sesuai data terakhir pada 2015 mencapai 870 anak atau 0,5 persen
dari seluruh anak atau balita di DIY.

"Meski masih di bawah target nasional 10 persen, penurunan


angkanya tidak banyak berubah dari tahun-tahun sebelumnya," kata
Endang.

Ia mengatakan sebanyak 870 anak penderita gizi buruk tersebut


memiliki berat serta tinggi badan cukup rendah di bawah angka normal.
Sebanyak 168 anak atau 0,1 persen di antaranya masuk kategori sangat
kurus dan 3,4 persen masuk katagori sangat pendek.

"Untuk anak sangat kurus sudah langsung mendapat perawatan di


puskesmas atau fasilitas kesehatan lainnya," kata dia.

Menurut Endang, berdasarkan sebarannya anak penderita gizi buruk


paling banyak ditemukan di kabupaten Kulonprogo mencapai 0,81 persen,
diikuti Kota Yogyakarta 0,69 persen, Gunung Kidul 0,53 persen, Sleman
0,4 persen, dan Bantul 0,38 persen.

8
Keberadaan kasus gizi buruk, menurut dia, tidak selalu berkorelasi
dengan kondisi perekonomian suatu daerah. Kendati pada 2014, Pemda
DIY mengumumkan angka kemiskinan menurun, pada kenyataannya
jumlah kasus gizi buruk justru naik mencapai angka 0,51 persen.

"Kita ingat tahun 2014 ketersediaan pangan di DIY dikatakan


surplus, tapi justru angka gizi buruk naik," kata dia.

Endang menjelaskan, munculnya kasus gizi buruk dipicu dari


berbagai faktor. Selain kemungkinan disebabkan persoalan ekonomi, juga
disebabkan pergeseran pola makan masyarakat khususnya perempuan
sebagai calon ibu. Misalnya, jika dahulu masyarakat lebih banyak makan
di rumah, sekarang lebih banyak yang makan di luar rumah, karena
tuntutan pekerjaan atau kondisi lainnya.

"Selain tidak lagi memperhatikan faktor gizi, membeli makanan di


restoran atau rumah makan juga tentu mempertimbangkan kemampuan
ekonomi masyarakat untuk membeli," kata dia.

Berdasarkan hasil survei Konsumsi Makanan Individu pada 2014,


menurut dia, kelompok usia produktif antara 15-55 tahun di DIY
terindikasi kekurangan asupan gizi. Sementara dari kelompok produktif
tersebut 46 persen di antaranya merupakan perempuan.

"Ketika modal dasar calon ibu sebelum menikah saja asupan gizinya
kurang maka ketika menikah dan melahirkan, anak akan berisiko kurang
gizi atau menderita cacat bawaan," kata dia.

Menurut Endang, untuk terus menekan angka gizi buruk serta


mencapai target Pemda DIY yang mencanangkan penurunan angka hingga

9
0,48 persen pada 2017, Dinkes DIY akan terus meningkatkan sosialisasi
program 1.000 hari Pertama Kehidupan (HPK) seorang anak.

Progam 1.000 HPK merupakan momen penting bagi kualitas


pertumbuhan anak. Program 1.000 HPK, kata dia, yaitu 270 hari di dalam
kandungan dan 730 hari dalam dua tahun pertama setelah lahir.

"Jadi pada masa emas itu, sang ibu harus semaksimal mungkin
diupayakan mendapatkan asupan gizi yang cukup," kata dia.

B. Analisis kasus gizi buruk


1. Faktor penyebab kasus gizi buruk
Dari kasus diatas ada beberapa faktor yang menyebabkan gizi buruk.
Faktor-faktor tersebut adalah:
a. Faktor Ekonomi
Peranan sosial ekonomi tidak tersedianya makanan yang
adekuat terkait langsung dengan masalah sosial ekonomi, dan
kemiskinan. Adanya hubungan timbal balik antara kurang gizi
dengan masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat
terutama masalah kemiskinan yang pada akhirnya
mempengaruhi ketersedian makanan serta keragaman makanan
yang dikonsumsi. Pendapatan keluarga mempunyai peranan
penting terutama dalam memberikan efek terhadap taraf hidup
mereka. Efek disini lebih berorientasi pada kesejahteraan dan
kesehatan, dimana perbaikan pendapatan akan meningkatkan
tingkat gizi masyarakat. Pendapatan akan menentukan daya
beli terhadap pangan dan fasilitas lain (pendidikan, perumahan,
kesehatan) yang dapat mempengaruhi status gizi. Hal itu
karena tingkat pendapatan merupakan faktor yang menentukan
kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi.

10
b. Faktor pola makan
Banyak pola makan masyarakat yang tidak benar, sehingga
mengakibatkan gizi buruk. Semisal wanita yang hamil bekerja
diluar rumah, mereka lebih banyak makan makanan diluar
rumah seperti restoran, rumah makan, dll sehingga asupan gizi
untuk ibu dan bayi. Ini menyebabkan anak lahir dengan risiko
gizi burung atau kurang gizi.
c. Faktor pengetahuan
Kurangnya pengetahuan dapat mempengaruhi gizi anak,
misalnya ibu hamil yang tidak memperhatikan makanan yang
dia makan dan memakan makanan yang kurang bergizi maka
dapat mempengaruhi gizi bayinya. Bisa jadi bayinya lahir
dengan kekurangan gizi.

2. Interaksi host, agent, dan environment


Host termasuk dalam variabel ini adalah bayi, anak, dan orang
dewasa. Penyebabnya adalah adanya penyakit, tingkat pertumbuhan
yang tinggi, hamil, kerja berat, cacat lahir, lahir prematur, dan faktor
pengaruh perorangan, seperti masalah emosional. Agent, variabel
agent sebagai penyebab malnutrisi adalah kuarang makan dan kurang
terpenuhinya asupan gizi yang seimbang dan sesuai. Karena agent
berinteraksi dengan host maka host akan menimbulkan berbagai
gejala-gejala kurang gizi yang akan berdampak buruk. Selain itu faktor
lingkungan juga sangat menentukan karena jika lingkungan tidak
mendukung atau dapat diatikan lingkungan kotor dan sanitasi kurang
baik maka akan banyak menimbulkan penyakit lain yang
mengakibatkan agent lain selain agent nutrient menjadi sebab gizi
buruk, seperti penyakit campak, diare, TBC dll. Ada faktor lain selain
agent, host dan environment, yaitu faktor lain penyebab gizi buruk,
yaitu faktor sosial ekonomi dan tingkat pendidikan. Faktor sosial
ekonomi meliputi kemiskinan dan faktor pendidikan meliputi

11
kurangnya pengetahuan tentang asupan gizi yang baik. Keadaan ini
dapat digambarkan secara epidemiologi sebagai variabel triad yang
merupakan tiga faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit
malnutrisi: 1) host,2) agent, dan 3) lingkungan
Dari kasus diatas dapat dianalaisis bahwa kurangnya
pengetahuan ibu hamil tentang makanan yang dimakan pada saat hamil
berperan sebagai host. Karena ibu hamil yang bekerja diluar rumah
memilih untuk makan makanan diluar rumah seperti restoran, rumah
makan dll. Mereka makan tidak memperhatikan kandungan nutrisi
pada makanan tersebut. Ada beberapa makanan yang tidak
mengandung nutrisi untuk bayinya bahkan bisa saja makanan tersebut
mengandung kuman (agent). Hal ini bisa menimbulkan gizi buruk saat
bayinya lahir nanti.
Pada saat bayi sudah lahir ada beberapa ibu yang tidak
memperhatikan makananya. Padahal makanan yang mereka makan
sangat mempengaruhi kualitas ASI (agent) yang akan diberikan
kepada bayinya. Jika kualitas ASI mereka tidak banyak mengandung
nutrisi yang cukup maka bisa saja bayi terkena gizi buruk. Pada kasus
ini environment tidak begitu berpengaruh karena saat itu ketersediaan
pangan DIY mengalami kenaikan/surplus (environment).

12
3. Riwayat alamiah penyakit
No Status Tahapan riwayat Gejala/keterangan
kesehatan alamiah
penyakit
1. Status sehat Tahapan pre- terjadi ketidak seimbangan
patogensis kondisi antara pejamu, agens
dan lingkungan sehingga
menimbulkan rangsangan
penyakit (stimulus).
2. Status rentan Tahapan a. Tahap inkubasi
sakit patogensis Ketika simpanan zat gizi
sudah habis
b. Tahap dini
Perubahan fungsi tubuh
seperti tanda-tanda syaraf
yaiiu kelemahan, pusing,
kelelahan, nafas pendek,
dan lain-lain. Kebanyakan
penderita malnutrisi
sampai tahap ini.
c. Tahap lanjut tanda-tanda
klasik dari kekurangan gizi
seperti kebutaan dan
fotofobia nyeri lidah pada
penderita kekurangan
riboflavin, kaku pada kaki
pada defisiensi thiamin.
3. Status pasca Tahapan pasca a. Sembuh dengan cacat
klinis patogensis b. Karier
c. Penyakit tetap

13
berlangsung
d. Penyakit tetap
berlangsung
e. Berakhir dengan kematian

4. Model epidemiologi yang digunakan


Model Epidemiologi yang digunakan adalah WEB CAUSATION
karena penyakit Gizi Buruk disebabkan oleh banyak faktor, dimana
antara faktor-faktor tersebut mempunyai hubungan sebab akibat.
Faktor-faktor tersebut meliputi:
a. Sanitasi lingkungan yang buruk.
b. Pelayanan kesehatan yang kurang memadai.
c. Pendidikan masyarakat yang rendah mengenai gizi kesehatan.
d. Kurangnya persediaan pangan.
e. Menu makan yang tidak seimbang.
f. Adanya daerah kurang gizi (iodium).

14
5. Pencegahan yang dilakukan
Berdasarkan kasus diatas upaya yang dilakukan dinas kesehatan DIY
adalah sebagai berikut:
a. Pencegahan tingkat pertama (primary prevention)
Pemda DIY yang mencanangkan penurunan angka hingga 0,48
persen pada 2017, Dinkes DIY akan terus meningkatkan sosialisasi
program 1.000 hari Pertama Kehidupan (HPK) seorang anak.
Dengan dilakukannya sosialisasi maka banyak ibu hamil yang bisa
lebih mengetahui tentang makanan yang bergizi untuk bayinya.
b. Pencegahan tingkat kedua (secondary prevention)
"Untuk anak sangat kurus sudah langsung mendapat perawatan di
puskesmas atau fasilitas kesehatan lainnya," kata dia.
Upaya ini ditujukan untuk mendeteksi penyakit sedini mungkin
untuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat.
c. Pencegahan tingkat ketiga (rehabilitasi)
Upaya ini ditujukan untuk membatasi kecacatan bagi anak/bayi
yang terkena gizi buruk.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/16/04/21/o5z6bq366-
kemiskinan-pemicu-utama-gizi-buruk diakses pada 20 September 2017
pukul 21.12
2. http://purwasihs1keslingjogja.blogspot.co.id/2013/06/model-epidemiologi-
gizi-buruk.html
3. Bustam, 2006. Pengantar epidemiologi, Rineka cipta. Jakarta
4. Timmreck thomas c, 2005. Epidemiologi suatu pengantar edisi 2, EGC.
Jakarta
5. https://id.scribd.com/presentation/351125103/Model-Epidemiologi
6. http://anysws.blogspot.co.id/2015/02/makalah-gizi-buruk.html

16

Você também pode gostar