Você está na página 1de 26

REVISI

MAKALAH SELFCARE AND MEDICATION


“DIARE”

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3
KELAS C

Putu Sudiasih (G 701 15 023)


Nurul Hidayah Israjudin (G 701 15 150)
Siti Nur Fadilah (G 701 15 007)
Fanti Arum Dewi (G 701 15 081)
Nur Rahmasari (G 701 15 084)
Asrah (G 701 15 118)
Fitra Paramita (G 701 15 149)

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang, kami panjatkan puja puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang Diare.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang Diare ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Palu, 15 Februari 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang…………………………………………………………...


1.2 Rumusan masalah………………………………………………………..
1.3 Tujuan makalah………………………………………………………….

BAB 11 ISI

II.1 Etiologi dan Patofisiologi Diare…………………………………………

II.2 Gambaran klinis dan Pemeriksaan Fisik……………………………......

II.3 OTC dan OWA Penyakit Diare…………………………………………

II.4 Bentuk Sediaan, Cara Penggunaan, Lama Penggunaan, Dan Efek


Samping………………………………………………………………
BAB III PENUTUP

III.1 Kesimpulan……………………………………………………………...

III.2 Saran…………………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Diare saat ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan, jutaan kasus
dilaporkan setiap tahun dan diperkirakan sekitar 4-5 juta orang meninggal
karena diare akut. Epidimologi penyakit diare dapat ditemukan pada seluruh
daerah geografis baik negara yang telah maju ataupun di negara berkembang
seperti di Indonesia. Di negara maju walaupun sudah terjadi perbaikan
kesehatan dan sosial ekonomi yang tinggi tetapi insiden penyakit diare tetap
tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Tingginya insidensi (angka
kesakitan) diare di negara maju disebabkan karena foodborne infection dan
waterborn infection yang disebabkan karena bakteri Shigella sp,
Campylobacter jejuni, Staphylococcus aureus, Basillus cereus, Clostridium
prefingens, Enterohemorrhagic Eschersia colli (EHEC). Diperkirakan insidensi
diare 0,52/episode/orang/tahun ada di negara maju sedangkan di negara
berkembang lebih dari itu. Di USA dengan penduduk sekitar 200 juta
diperkirakan 99 juta penderita diare setiap tahunnya. Berdasarkan laporan
organisasi kesehatan dunia(WHO,2000), di Bangladesh selama kurun waktu 10
tahun (1974-1984) angka kejadian diare berkisar1,93%-4,2% (Setiawan, 2006;
Suzanna, 1993).
Di Indonesia diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat,
besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya insidensi, angka kematian
serta masih sering terjadinya kejadian luar biasa (KLB) (Loehoeri, 1998).
Angka kesakitan diare (insidensi) diare di Indonesia pada tahun 2000 (survei
P2 diare) 301 per 1000 penduduk (Depkes RI 2005). Insidensi di Jawa Tengah
pada tahun 2004 11,1 per 1000 penduduk (P2M Dinkes Jateng 2004). Masih
tingginya angka kesakitan diare akut saat ini, maka pemerintah melalui
program pemberantasan penyakit diare (program PD) pada pelita VI menekan
angka kesakitan, angka kematian serta penanggulangan KLB (kejadian luar
biasa) diare. Adanya kebijakan tersebut, diharapkan angka kematian saat KLB
di lapangan tidak lebih dari 1,5 % dan angka kematian di rumah sakit dibawah
1 %. (Loehoeri S 1998)

I.2 Rumusan masalah


1. Bagaimana etiologi dan patofisiologi diare ?
2. Bagaimana gambaran klinik dan pemeriksaan fisik diare ?
3. Apa saja OTC dan OWA dari penyakit diare ?
4. Bagaimana bentuk sediaan, cara penggunaan, lama penggunaan, dan efek
samping dari obat-obat tersebut ?

I.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui etiologi dan patofisiologi diare.
2. Untuk mengetahui gambaran klinik dan pemeriksaan fisik diare.
3. Untuk mengetahui OTC dan OWA dari penyakit diare .
4. Untuk mengetahui bentuk sediaan, cara penggunaan, lama penggunaan,
dan efek samping dari obat-obat tersebut.
BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Etiologi dan Patofisiologi Diare


Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan
konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya
lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Depkes, 2011)
Diare atau mencret didefinisikan sebagai buang air besar dengan feses
tidak berbentuk (unformed stools) atau cair dengan frekuensi lebih dari 3 kali
dalam 24 jam. Bila diare berlangsung kurang dari 2 minggu, disebut sebagai
diare akut. Apabila diare berlangsung 2 minggu atau lebih, digolongkan pada
diare kronik. Feses dapat dengan atau tanpa lendir, darah, atau pus. Gejala
penyerta dapat berupa mual, muntah, nyeri abdominal, mulas, tenesmus,
demam, dan tanda-tanda dehidrasi.
A. Etiologi
1. Virus
Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70-80%).
Beberapa jenis virus penyebab diare akut antara lain Rotavirus
serotype 1, 2, 8, dan 9 pada manusia, Norwalk virus, Astrovirus,
Adenovirus (tipe 40, 41), Small bowel structured virus,
Cytomegalovirus.
2. Bakteri
Enterotoxigenic E. coli (ETEC), Enteropathogenic E. coli (EPEC),
Enteroaggregative E. coli (EAggEC), Enteroinvasive E. coli (EIEC),
Enterohemorrhagic E. coli (EHEC), Shigella spp., Campylobacter
jejuni (Helicobacter jejuni), Vibrio cholerae 01, dan V. choleare
0139, Salmonella (non-thypoid).
3. Protozoa
Giardia lamblia, Entamoeba histolytica, Cryptosporidium,
Microsporidium spp., Isospora belli, Cyclospora cayatanensis.
4. Helminths
Strongyloides stercoralis, Schistosoma spp., Capilaria philippinensis,
Trichuris trichuria.
B. Patofisiologi
Gastroenteritis akut (Diare) adalah masuknya Virus (Rotavirus,
Adenovirus enteritis), bakteri atau toksin (Salmonella. E. colli), dan
parasit (Biardia, Lambia). Beberapa mikroorganisme pathogen ini me
nyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau
cytotoksin Penyebab dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding
usus pada gastroenteritis akut. Penularan gastroenteritis bisa melalui
fekal oral dari satu klien ke klien lainnya. Beberapa kasus ditemui
penyebaran pathogen dikarenakan makanan dan minuman yang
terkontaminasi. Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah
gangguan osmotik (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus
berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu menimbulkan gangguan
sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit
meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan motilitas usus yang
mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu
sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang
mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis metabolik dan
hypokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih),
hipoglikemia dan gangguan sirkulasi.

II.2 Gambaran klinis dan Pemeriksaan Fisik


A. Gambaran Klinis
Diare terjadi dalam kurun waktu kurang atau sama dengan 15 hari
disertai dengan demam, nyeri abdomen dan muntah. Jika diare berat
dapat disertai dehidrasi. Muntah-muntah hampir selalu disertai diare
akut, baik yang disebabkan bakteri atau virus V. Cholerae. E. Coli
patogen dan virus biasanya menyebabkan watery diarrhea sedangkan
campylobacter dan amoeba menyebabkan bloody diarrhea (Manson’s,
1996).
Gambaran klinis diare akut yang disebabkan infeksi dapat disertai dengan
muntah, demam, hematosechia, berak-berak, nyeri perut sampai
kram(Triadmodjo, 1993).
Karena kehilngan cairan maka penderita merasa haus, berat badan
berkurang, mata cekung, lidah/ mulut kering, tulang pipi menonjol,
turgor berkurang, suara serak. Akibat asidosis metabolik akan
menyebabkan frekuensi pernafasan cepat, gangguan kardiovaskuler
berupa nadi yang cepat tekanan darah menurun, pucat, akral dingin
kadang-kadang sianosis, aritmia jantung karena gangguan elektrolit,
anura sampai gagal ginjal akut(Sudigbya, 1992; Triadmodjo, 1993).
Gejala diare akut dapat dibagi dalam 3 fase, yaitu :
a) Fase prodromal (sindroma pra-diare) : pasien mengeluh penuh di
abdomen, nausea, vomitus, berkeringat dan sakit kepala
(Kolopaking, 2002; Joan et al,. 1998).
b) Fase diare : pasien mengeluh diare dengan komplikasi (dehidrasi,
asidosis, syok, dan lain-lain), kolik abdomen, kejang dengan atau
tanpa demam, sakit kepala (Kolopaking, 2002; Joan et al,. 1998).
c) Fase pemulihan : gejala diare dan kolik abdomen berkurang, disertai
fatigue. (Kolopaking, 2002; Joan et al,. 1998).
Dalam praktek klinis sangat penting dalam membedakan gejala antara
diare yang bersifat inflamasi dan diare yang bersifat noninflamasi.
Berikut ini yang perbedaan diare inflamasi dan diare non inflamasi.
B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik lebih berguna untuk menentukan keparahan diare dari
pada menemukan penyebabnya. Status volume dapat dicari dengan
dengan mencari perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi. Demam
dan tanda lain toksisitas perlu dicari dan dicatat. Pemeriksaan fisik
abdomen dengan melihat dan meraba distensi usus, nyeri terlokalisir atau
merata, pembesaran hati atau massa, dan mendengarkan bising usus.
Perubahan kulit dapat dilihat pada mastositosis (urtikaria pigmentosa),
amiloidosis berupa papula berminyak dan purpura pinch. Tanda
limfadenopati menandakan AIDS atau limfoma. Tanda-tanda arthritis
mungkin dijumpai pada inflammatory bowel disease. Pemeriksaan
rektum dapat memperjelas adanya inkontinensia feses.
Sulit untuk menilai diare hanya berdasarkan anamnesis saja. Inspeksi
feses merupakan pemeriksaan yang sangat membantu. Pemeriksaan feses
dibedakan menjadi tes spesifik dan tes non spesifik. Pemeriksaan spesifik
diantaranya tes untuk enz im pankreas seperti elastase feses.
Pemeriksaan non spesifik diantaranya osmolalitas tinja dan perhitungan
osmotik gap mempunyai nilai dalam membedakan diare osmotik,
sekretorik dan diare factitious. Osmolalitas feses yang rendah < 290
mosmol/kg menandakan kontaminasi urine, air atau intake cairan
hipotonik berlebihan. Osmolalitas cairan feses sama dengan serum jika
pasien menggunakan laksansia, daire osmotik atau diare sekretorik. Fekal
osmotik gap dapat dihitung berdasarkan rumus 290 – 2x (konsentrasi
natrium + kalium). Konsentrasi natrium dan kalium feses diukur pada
cairan feses setelah homogenisasi dan sentrifugasi. Osmotik gap dapaat
dipergunakan untuk memperkirakan peranan elektrolit dan non elektrolit
dalam terjadinya retensi air didalam lumen intestinal. Pada diare
sekretorik elektrolit yang tidak diabsorpsi mempertahankan air dalam
lumen, sedangkan pada diare osmotik komponen non elektrolit yang
menyebabkan retensi air. Osmotik gap pada diare osmotik >125
mosmol/kg, sedangkan pada diare sekretorik < 50 mosmol/kg.6,9 Pada
diare kronik dengan dugaan penyebab agen infeksius dilakukan kultur
feses dan pemeriksaan mikroskopis. Infeksi oleh protoz oa seperti
amoeba dan giardia lamblia dapat menimbulkan diare yang kronis.
Pemeriksaan tinja segar dalam 3 kali ulangan untuk menemukan telur,
kista, parasit masih merupakan alat diagnostik utama dengan sensitifitas
60 – 90%. Pemeriksaan darah samar digunakan secara luas untuk
skreening keganasan. Petanda inflamasi gastrointestinal pada feses
seperti laktoferin, calpotrectin sedang dalam penelitian, belum
diperkenalkan dalam klinis praktis.
II.3 OTC dan OWA Penyakit Diare
A. OTC Penyakit diare
OTC (Over The Counter) merupakan obat yang dapat dibeli tanpa resep
dokter biasa disebut juga dengan obat bebas dan obat bebas terbatas. Bat-
obatan yang termasuk dalam kategori ini dijual bebas di pasaran.
Contoh :
- Oralit
- Attalpugit
- Kaolin pectin
B. OWA Penyakit Diare
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
347/MENKES/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek, menerangkan
bahwa obat wajib apotek (OWA) adalah obat keras yang dapat serahkan
oleh apoteker kepada pasien tanpa resep dokter.
Contoh:
- Bismuth subsitrat

II.4 Bentuk Sediaan, Cara Penggunaan, Lama Penggunaan, Dan Efek Samping
A. OTC
- Oralite
Bentuk sediaan : serbuk
Cara penggunaan :
 Campurkan satu sachet oralit kedalam 200 cc atau satu gelas
sedang.
 Aduk hingga merata lau teguk perlahan sedikit demi sedikit.
 Berhenti 3 menit setelah meminum oralite 2-3 kali.
Lama pemberian : bila diare hebat masih berlanjut, minum oralit
diteruskan sampai beberapa bungkus atau gelas (3-8) sehari.
Efek samping :
 Kadar Na yang berlebihan didalam tubuh akan mengganggi
keseimbangan elektrolit.
 Hipernatremia
 Mual
 Muntah
 Kram perut
 Hiperkalemi akibat meminum cairan oralit yang trelalu pekat.
 Penggunaan oralit yang berlebiihan dapat menyebabkan edema
kelopak mata.

- Attapulgit
Bentuk sediaan : tablet
Cara penggunaan :
attapulgit dapat dikonsumsi sebelum atau sesudah makan. Dosis
attapulgit tergantung kepada usia, kondisi pasien dan tingkat
keparahan diare. Takaran umum yang dianjurkan untuk penderita
dewasa adalah 1260 mg pada konsumsi pertama dan tiap selesai buang
air besar. Sementara dosis maksimal penggunaannya adalah 1560 mg
per hari.
Lama pemberian :
obat diare ni dapat dihentikan apabila dalam 2 har tak ada perbaikan.
Efek samping :
 Mual
 Muntah
 Sulit buang air besar
 Perut terasa penuh dan begah
 Banyak buang gas.

- Kaolin-pectin
Bentuk sediaan : sirup, suspensi
Cara penggunaan : dikocok setiap kali akan diminum.
Lama pemberian :
hentikan penggunaaan obat ini apabila selama 2 hari tidak ada
perubahan atau diare bertambah parah.

Efek samping :
 Kontsipasi bisa timbul
 Reaksi alergi seperti kesulitan bernafas, gatal-gatal, ruam, dada
menjadi sesak, mengalami pembengkakan pada lidah, bibir, mulut,
atau wajah.

B. OWA(Obat Wajib Apotek)


- Bismuth subsalisilat
 Bentuk sediaan : tablet
 Cara penggunaan : dapat dikonsumsiseperti yang diarahkan oleh
dokter anda atau ikuti petunjuk yang tercetak pada brosur produk.
 Dosis nerdasarkan kondis anda. Dosis dewasa : 2 tablet, anak-anak
9-12 tahun :1 tablet dosis tersebut dapat diulang setiap ½ -1 jam ,
jika diperlukan maksimum 8 dosis dalam 24 jam
 Lama penggunaan : selama 14 hari
 Efek samping : pemberian obat ini dapat menyebabkan lidah dan
tinja menjadi hitam sementara
KASUS 1
I. DATA PASIEN
Tabel 1. Data Pasien

NamaPasien Anak C

Umur 2 tahun

Pasien diare dengan frekuensi 5 kali, gelisah, suhu


Keluhan badan meningkat, tidak nafsu makan dan minum.

Riwayat Penyakit -

BAB cair, Berat badan menurun, dehidrasi,Tekanan


Pemeriksaan Fisik darah menurun.

Suhu : 39 0C

Nadi : 145 X/menit


Pemeriksaan Vital
Tekanan darah : -

Respirasi : 40 x/menit

Pemeriksaan Tinja

Warna : kuning

Pemeriksaan Penunjang Konsistensi : encer

Bau : Negatif

Darah : Negatif
II. PENYAKIT
Patofisiologi
Pasien mengalami diare setelah mengkonsumsi makanan yang tidak
higienis dan sudah dihinggapi lalat. Beberapa jam setelahnya pasien
mengalami diare ini karena makanan yang dikonsumsi mengandung toksin
yang mengganggu proses absorbs dan motilitas usus.

Etiologi

Makanan yang tidak higienis dan mengandung toksin.

Gambaran Klinik

Demam, diare, pucat, tidak nafsu makan, muntah.

III. OBAT
Oralit

Dosis
Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret

Efek samping
Muntah dapat terjadi setelah pemberian oralit dan mungkin ini merupakan
indikasi bahwa oralit diberikan terlalu cepat. Jika terjadi muntah, pemberian
dihentikan 10 menit kemudian diberikan dalam dosis yang lebih kecil dan
sering. Over dosis dari oralit pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal
dapat menyebabkan hypernataraemia dan hyperkalaemia (Sweetman, 2009).

Mekanisme kerja
ORALIT merupakan campuran garam elektrolit seperti natrium klorida
(NaCl), kalium klorida (KCl), trisodium sitrat hidrat serta glukosa anhidrat.
Dengan meminum oralit maka cairan yang hilang dari tubuh seseorang
karena diare bisa tergantikan sehingga mengurangi resiko terkena dehidrasi
atau kekurangan cairan tubuh.
Farmakokinetik
-

Farmakodinamik

Cara Penggunaan
Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut
berikan pada anak diare. Berikan 3 jam pertama 3 gelas dan selanjutnya
setengah gelas setiap muntah
KASUS 2
I. DATA PASIEN
Tabel 1. Data Pasien

NamaPasien By. B

Umur 9 bulan

Diare, demam, rewel, dan nafsu makan serta minum


Keluhan ASI turun.

Riwayat Penyakit -

Pemeriksaan Fisik Lemah, frekuensi lebih dari 3 kali dan BAB cair.

Suhu : 38,5 0C

Nadi : 135 X/menit


Pemeriksaan Vital
Tekanan darah : -

Respirasi : 35 x/menit

Pemeriksaan Tinja

Warna : kuning

Pemeriksaan Penunjang Konsistensi : encer

Bau : Negatif

Darah : Negatif
Patofisiologi
Pada kasus ini pasien by.B mengalami diare akibat pemberian makanan
pendamping ASI yang berlebihan. Pada bayi dikenalkan MPASI (makanan
yang baru dikenalkan) seringkali memiliki efek samping diare karena perut
kaget dengan makanan dan minuman yang baru dikenal.

Etiologi
Penyebab dari diare yang dialami pasien pada kasus ini dikarenakan makanan
pendamping ASI yang kemungkinan tercemar zat berbahaya namun dalam
kadar yang cukup kecil. Hal ini dikarenakan perut bayu sensitif terhadap
makanan/minuman yang baru dikenalnya dan sensitif terhadap berbagai
cemaran mikroba.

Gambaran Klinik
- Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah. Suhu badannya pun
meninggi.
- Tinja bayi encer, berlendir, atau berdarah.
- Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu.
- Anusnya lecet.

Obat
1. Oralit
Dosis
Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak diare

Efek samping
Muntah dapat terjadi setelah pemberian oralit dan mungkin ini merupakan
indikasi bahwa oralit diberikan terlalu cepat. Jika terjadi muntah,
pemberian dihentikan 10 menit kemudian diberikan dalam dosis yang
lebih kecil dan sering.
Mekanisme kerja
ORALIT merupakan campuran garam elektrolit seperti natrium klorida
(NaCl), kalium klorida (KCl), trisodium sitrat hidrat serta glukosa anhidrat.
Dengan meminum oralit maka cairan yang hilang dari tubuh seseorang
karena diare bisa tergantikan sehingga mengurangi resiko terkena dehidrasi
atau kekurangan cairan tubuh.

Farmakokinetik
-

Farmakodinamik

Cara Penggunaan
Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut
berikan pada anak diare. Berikan 3 jam pertama 3 gelas dan selanjutnya
setengah gelas setiap muntah

2. Zinc
Dosis
Menurut DEPKES (2011), Dosis pemberian Zinc pada balita:
Umur < 6 bulan : ½ tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari
Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.

Cara Penggunaan
Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut
berikan pada anak diare.
Efek samping
Efek yang paling sering ditimbulkan dari penggunaan garam zink (glukonat
dan sulfat) yang diberikan secara oral adalah pada gastrointestinal seperti
sakit perut, dispepsia, mual, muntah, diare, iritasi lambung, dan gastritis. Ini
sangat umum jika garam zink yang diberikan pada keadaan perut
kosong.Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.

Mekanisme obat

Digunakan untuk pertumbuhan normal dan memperbaiki jaringan; kofaktor


untuk lebih dari 70 enzim yang penting untuk metabolisme karbohidrat dan
protein, membantu untuk menjaga pertumbuhan dan jaringan yang normal,
hidrasi kulit normal, dan indra pengecap dan penciuman; pada penyakit
Wilson, kation zink menghambat penyerapan tembaga dari makanan dengan
menginduksi sintesis metallothionein, protein pengikat logam ada dalam
mukosa usus yang dapat mengikat logam, termasuk tembaga, membentuk
senyawa beracun yang tidak diserap secara sistematis tetapi diekskresikan
dalam tinja; astringen mata dan zat antiseptik lemah akibat pengendapan
protein dan pembersihan lendir dari permukaan luar mata (Lacy et al, 2004).

Farmakokinetik/ Farmakodinamik

Penyerapan zink pada saluran pencernaan tidak lengkap dan berkurang


dengan adanya beberapa konstituen seperti phytates. Phytates hadir dalam
sereal, jagung, kacang, dan beras, menghambat penyerapan zink. Protein
hewani dalam daging sapi, telur, dan keju melawan efek penghambatan
phytates, sedangkan kasein dalam susu mengurangi penyerapan zink. Protein
juga sering mengandung unsur lain seperti anorganik fosfat yang negatif
dapat mempengaruhi absorpsi. Bioavailabilitas zink disebutkan bervariasi
antara sumber yang berbeda, tetapi dinyatakan berkisar 20-30%. Zink
didistribusikan ke seluruh tubuh dengan konsentrasi tertinggi ditemukan di
otot, tulang, kulit, mata, dan cairan prostat. Zink terutama diekskresikan
dalam kotoran, dan pengaturan kehilangan feses adalah penting dalam
homoeostasis zink. Sejumlah kecil zink hilang dalam urin dan keringat
(Sweetman, 2009).

Kontraindikasi

Pasien yang hipersensitif terhadap garam zink dan komponen lainnya (Lacy
et al, 2004)

Interaksi obat

Penyerapan zink dapat berkurang dengan adanya suplemen zat besi,


penisilamin, fosfor, dan tetrasiklin. Suplemen zink mengurangi penyerapan
tembaga, fluoroquinolones, besi, penisilamin, dan tetrasiklin (Sweetman,
2009).
KASUS 3
I. DATA PASIEN
Tabel 1. Data Pasien

NamaPasien An. Y

Umur 4 tahun

Mencret sejak kemarin malam dengan konsistensi


encer dan berampas dengan frekuensi lebih dari 3
Keluhan kali. Suhu badan meningkat dan sebelumnya bermain
di tempat kotor sambil makan.

Riwayat Penyakit -

Pemeriksaan Fisik Lemah, demam, dan wajah pucat tampak lesu.

Suhu : 38 0C

Nadi : 120 X/menit


Pemeriksaan Vital
Tekanan darah : -

Respirasi : 30 x/menit

Pemeriksaan Tinja

Warna : kuning

Pemeriksaan Penunjang Konsistensi : encer

Bau : Negatif

Darah : Negatif
PENYAKIT
Patofisiologi
Makanan dan lingkungan yang kotor menjadi sarana bagi bakteri untuk
masuk ke dalam tubuh. Makanan menandung toksin yang masuk ke saluran
pencernaan selanjutnya akan mempengaruhi proses penyerapan makanan dan
mempengaruhi motilitas usus. Sehingga kosistensi feses menjadi cair.

Etiologi
Toksin

Obat
1. Oralit
Dosis
Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret

Efek samping
Muntah dapat terjadi setelah pemberian oralit dan mungkin ini merupakan
indikasi bahwa oralit diberikan terlalu cepat. Jika terjadi muntah,
pemberian dihentikan 10 menit kemudian diberikan dalam dosis yang
lebih kecil dan sering.

Mekanisme kerja
ORALIT merupakan campuran garam elektrolit seperti natrium klorida
(NaCl), kalium klorida (KCl), trisodium sitrat hidrat serta glukosa
anhidrat. Dengan meminum oralit maka cairan yang hilang dari tubuh
seseorang karena diare bisa tergantikan sehingga mengurangi resiko
terkena dehidrasi atau kekurangan cairan tubuh.

Farmakokinetik
-
Farmakodinamik
-

Cara Penggunaan
Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut
berikan pada anak diare. 3 jam pertama 3 gelas dan selanjutnya setengah
gelas setiap muntah.

2. Kaolin-pectin
Bentuk sediaan
Sirup, suspensi

Dosis
1 sendok takaran, 2-3 kali sehari

Cara penggunaan
Dikocok setiap kali akan diminum.

Lama pemberian
Hentikan penggunaaan obat ini apabila selama 2 hari tidak ada perubahan
atau diare bertambah parah.

Efek samping
- Kontsipasi bisa timbul
- Reaksi alergi seperti kesulitan bernafas, gatal-gatal, ruam, dada
menjadi sesak, mengalami pembengkakan pada lidah, bibir, mulut,
atau wajah.
BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
1. Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan
konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan
frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari.
2. Penyebab diare :
 Virus
 Bakteri
 Protozoa
 Helminthis

III.2 Saran
Apabila penyakit diare sudah berada pada tingkat keparahan yang
tinggi, maka segeralah dibawa ke dokter untuk mendapatkan penanganan
khusus.
DAFTAR PUSTAKA

Amin zulkifi lukman, 2015, Tatalaksana Diare Akut, CDK-230/ vol. 42 no. 7,
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia

Farthing M, Salam MA, Lindberg G, Dite P, Khalif I, Salazar-Lindo E, et al.


Acute diarrhea in adults and children: A global perspective. World
Gastroenterology Organisation Global Guidelines. J Clin Gastroenterol.
2013; 47(1): 12-20

Farrar J, Hotez FJ, Junghanss T, Kang G, Lalloo D, White N. Acute diarrhea.


Manson’s Tropical Diseases. Elsevier; 2013.

Simadibrata M, Daldiyono. Diare akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I


Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
Publishing; 2010. p.548-56.

Zein U. Diare akut infeksius pada dewasa. e-USU Repository [Internet]. 2004.
Available from: http://repository.usu.ac.id/bit
stream/123456789/3388/1/penydalam-umar4.pdf

Você também pode gostar