Você está na página 1de 6

BAB I

PENDAHULUAN

Angina Ludwig pertama kali dijelaskan oleh Wilheim Frederickvon Ludwig pada
tahun 1836 sebagai suatu selulitis atau infeksi jaringan ikat leher dan dasar mulut yang cepat
menyebar dan sering menyebabkan kematian (K Saifeldeen, 2004). Infeksi ini kebiasaanya
terjadi dari dasar mulut yang umumnya pada orang dewasa dengan infeksi gigi yang tidak
diobati. Beliau mengamati bahwa kondisi ini akan memburuk secara progesif bahkan dapat
berakhir pada kematian dalam waktu 10 – 12 hari. Hal ini karena penyakit ini jika tidak diobati
akan dapat menghalang jalan napas sehingga mengharuskan trakeotomi (B Aishwarya, 2014).
Perkataan Angina berasal dari bahasa Latin angere yang bermaksud mencekik. Di
dalam kasus ini, Angina Ludwig mengacu pada perasaan mencekik dantersedak sekunder yang
diakibatkan oleh obstruksi jalan napas lingual (Costain, 2010). Penyakit yang pertama kali
ditemukan oleh seorang dokter berasal dari Jerman ini juga sering dikenali dengan Angina
Ludovici, Cynanche, Carbuculus Gangraenosus, Morbus Strangulatorius dan Angina Maligna
(KA Kamala, 2017).
Angina Ludwig berasal dari ruang submandibular yang disertai elevasi dan perubahan
letak lidah. Ruang submandibular dan sublingual, meskipun berbeda secara anatomis, namun
harus dianggap sebagai suatu unit yang sama karena posisinya yang berdekatan dan
keterlibatan ganda infeksi yang sering secara odontogenik. Angina Ludwig adalah sebuah
peradangan akut, selulitis dari ruang submandibula dan sublingual bilateral dan ruang
submental (K Saifeldeen, 2004).
Angina Ludwig merupakan peradangan selulitis atau flegmon dari bagian superior
ruang suprahioid yang berkembang secara perkontinuitatum bukan melalui peyebaran limfatik.
Angina Ludwig juga salah satu bentuk abses leher dalam. Abses leher dalam terbentuk di
dalam ruang potensial di antara fascia leher sebagai akibat perjalanan infeksi dari berbagai
sumber seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Tergantung
ruang mana yang terlibat, gejala dan tanda klinis setempat berupa nyeri dan pembengkakkan
akan menunjukkan lokasi infeksi.
Penderita terbanyak adalah pada umur 20-60 tahun, walaupun pernah dilaporkan terjadi
pada usia 12 hari – 84 tahun. Selain itu, penyakit ini juga lebih dominan terjadi pada laki-laki
dengan rasio (3:1 sampai 4:1). Anak-anak dilaporkan jarang menderita penyakit ini, namun ia
juga dapat terjadi tanpa penyebab yang jelas (Costain, 2010). Faktor predisposisi terjadinya
Angina Ludwig ini adalah karies dentis, perawatan gigi terakhir, sickle cell anemia, trauma,
dan tindikan pada frenulum lidah.

Obstruksi jalan napas merupakan penyebab kematian utama. Indonesia mencatat


angka kematian melebihi 50%. Namun angka kematian berkurang hingga 8% sejak
diperkenalkan antibiotik di Indonesia pada tahun 1940-an, peningkatan hygene oral dan gigi
dan pendekatan yang agresif mengenai penyakit ini (K Saifeldeen, 2004).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Angina Ludwig didefinisikan sebagai selulitis yang menyebar dengan cepat, potensial
menyebabkan kematian, yang mengenai ruang sublingual dan submandibular. Umumnya, infeksi
dimulai dengan selulitis, kemudian berkembang menjadi fasciitis, dan akhirnya berkembang
menjadi abses yang menyebabkan indurasi suprahioid, pembengkakan pada dasar mulut, dan
elevasi serta perubahan letak lidah ke posterior (Lemonick, 2002). Wilhelm Fredrick von Ludwig
pertama kali mendeskripsikan Angina Ludwig ini pada tahun 1836 sebagai gangrenous cellulitis
yang progresif yang berasal dari region kelenjar submandibular (Cossio PI, 2010).

2.2 ANATOMI

Pengetahuan mengenai ruang-ruang di leher dan hubungannya dengan fascia penting untuk
mendiagnosis dan mengobati infeksi terutamanya pada penyakit Angina Ludwig. Infeksi rentan
terjadi karea ruang yang terbentuk di leher seperti ruang submandibular, ruang submaksilar dan
ruang submentak dibentuk oleh berbagai fascia. Invasi dari bakteri akan menghasilkan selulitis
atau abses, dan menyebar melalui berbagai jalan termasuk melalui saluran limfatik (Hartmann,
1999).
Ruang submandibular merupakan ruang di atas os hyoid (suprahyoid) dan m. mylohyoid.
Di bagian anterior, m. mylohyoid memisahkan ruang ini menjadi dua yaitu ruang sublingual di
superior dan ruang submaksilar di inferior. Namun yang membaginya menjadi tiga diantaranya
yaitu ruang sublingual, ruang submental dan ruang submaksillar.
Gambar 1. Ruang sublingual di bagian superior dari m. mylohyoid. Ruang
submandibular di inferior dari m. mylohyoid.

Ruang submaksilar dipisahkan dengan ruang sublingual di bagian superiornya oleh m.


mylohyoid dan m. hyoglossus, di bagian medialnya oleh m. styloglossus dan di bagian lateralnya
oleh corpus mandibula. Batas lateralnya berupa kulit, fascia superfisial dan m. platysma
superficialis pada fascia servikal bagian dalam. Di bagian inferiornya dibentuk oleh m. digastricus.
Di bagian anteriornya pula, ruang ini berhubungan secara bebas dengan ruang submental, dan di
bagian posteriornya terhubung dengan ruang pharyngeal.

Gambar 2. Ruang submaksilar dibatasi oleh m. mylohyoid, m. hyoglossus, dan m.


styloglossus.
Ruang submandibular ini mengandung kelenjar submaxillar, duktus Wharton, n. lingualis
dan hypoglossal, a. facialis, sebagian nodus limfe dan lemak.
Ruang submental merupakan ruang yang berbentuk segitiga yang terletak di garis tengah
bawah mandibula dimana batas superior dan lateralnya dibatasi oleh bagian anterior dari m.
digastricus. Dasar ruangan ini adalah m. mylohyoid sedangkan atapnya adalah kulit, fascia
superfisial, dan m. platysma. Ruang submental mengandungi beberapa nodus limfe dan jaringan
lemak fibrous.

Gambar 3. Segitiga ruang submental.

Infeksi pada ruang submandibular ini menyebar hingga bagian superior dan posterior,
mengakibatkan peninggian dasar mulut dan lidah. Os hyoid membatasi penyebaran ke inferior,
sedangkan pembengkakkan dapat menyebar hingga bagian anterior leher, menyebabkan distorsi
dan gambaran bull neck.

2.9 PROGNOSIS

Prognosis Angina Ludwig sangat tergantung kepada proteksi segera jalan nafas yaitu
dengan diagnosis yang cepat dan dengan pemberian antibiotik yang tepat untuk mencegah tingkat
morbiditas yang tinggi (Costain, 2010). Tingkat kematian pada era sebelum adanya antibiotik
sebesar 50%, tetapi dengan adanya antibiotik tingkat mortalitas berkurang menjadi 5%. Tahap
mortalitas dan morbiditas penyakit ini juga dapat dikurang dengan pencegahan terutama di dalam
tahap hygene gigi serta karies gigi (Sharfuddin M, 2014).
Referensi

B Aishwarya, M. T. (2014). Ludwig's Angina: Causes Symptoms and Treatment. Journal of


Pharmaceutical Sciences and Research, 328-330.
Cossio PI, H. E. (2010). Ludwig's Angina and Ketoacidosis as a Frust Manifestation of Diabetes
Mellitus. Oral Surgery, 624-627.
Costain, N. (2010). Ludwig's Angina. The American Journal of Medicine, 115-117.
Hartmann, R. W. (1999). Ludwig's Angina in Childen. Ludwig's Angina in Childen, 109-112.
K Saifeldeen, R. E. (2004). Ludwig's Angina. Emergency Medical Journal, 242-243.
KA Kamala, S. S. (2017). Ludwig's Angina: Emergency Treatment. Journsl Health Sciences and
Resources, 46-48.
Lemonick, D. (2002). Ludwig's Angina: Diagnosis anf Treatment. Ludwig's Angina: Diagnosis
anf Treatment, 31-37.
Sharfuddin M, R. H. (2014). Factors Influencing Ludwig's Angina. Factors Influencing Ludwig's
Angina, 5-7.

Você também pode gostar