Você está na página 1de 3

Agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan

peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan
dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi.[1] Budaya
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat
istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.[1] Bahasa,
sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia
sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis.
Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda
budaya, dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya
itu dipelajari.[1]

Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak,
dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-
unsur sosio-budaya ini tersebar, dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.[2]

Animisme merupakan awal manusia mengenal adanya Tuhan.


Kata "animisme" berasal dari bahasa latin anima yang artinya roh atau nyawa yang
mencakup nafas atau jiwa manusia.
Animisme adalah agama yang mengajarkan bahwa tiap-tiap benda, baik yang
bernyawa maupun yang tidak bernyawa mempunyai roh. Tujua beragama dalam
animisme adalah mengadakan hubungan baik dengan roh-roh yang ditakuti dan
dihormati itu dengan senantiasa berusaha menyenangkan hati mereka.
Animisme merupakan azas dari agama, dimana animisme ini mengarah dan
berkaitan dengan penguasa alam yang berhubungan dengan sang pencipta ( Tuhan
). Animisme sudah ada sejak masa Paleolitik Atas, yaitu sekitar 40.000-100.000
tahun sebelum masehi dan jauh sebelum manusia mengenal agama.
Secara umum, Animisme merupakan hal-hal yang berada diluar nalar manusia dan
merupakan hal-hal yang tidak masuk di akal.

Secara etimologis, dinamisme berasal dari kata Yunani dynamis atau dynaomos
yang artinya kekuatan atau tenaga.
Jadi dinamisme adalah kepercayaan pada kekuatan gaib yang misterius.
Tujuan beragama pada dinamisme adalah untuk mengumpulkan kekuatan gaib atau
mana (dalam bahasa ilmiah) sebanyak mungkin.
Kekuatan gaib itu terdapat di dalam benda-benda seperti keris, patung, gunung,
pohon besar, dll.

Secara harfiah politeisme berasal dari bahasa Yunani poly + theoi, yang berarti
banyak Tuhan.
Politeisme adalah kepercayaan pada dewa-dewa. Tujuan beragama dalam
politeisme bukan hanya memberi sesajen atau persembahan kepada dewa-dewa
itu, tetapi juga menyembah dan berdoa kepada mereka untuk menjauhkan
amarahnya dari masyarakat yang bersangkutan.

Istilah tetoisme berasal dari bahasa Ojibwa (suku Algonkin dari Amerika Utara).
Totim adalah sejenis roh pelindung manusia yang berwujud binatang.
Tetoisme adalah kepercayaan bahwa hewan tertentu dianggap suci dan dipuja
kerena memiliki kekuatan supranatural. Hewan yang dianggap suci antara lain sapi,
ular, harimau.
Tetoisme merupakan fenomena yang menunjukkan kepada hubungan organisasional
khusus antara suatu suku bangsa dan suatu species tertentu dalam wilayah
binatang atau tumbuhan.

Hellenisme diambil dari bahasa Yunani kuno Hellenizein yang berarti "berbicara
atau berkelakuan seperti orang Yunani"
Hellenisme secara umum adalah istilah yang menunjukan kebudayaan yang
merupakan gabungan antara budaya Yunani dan budaya Asia kecil, yaria,
Metopotamia, dan Mesir yang lebih tua.
Fase hellenisme adalah fase yang ketika pemikiran filsafat hanya dimiliki oleh
orang-orang Yunani.

Monoteisme (berasal dari kata Yunani μόνος (monos) yang berarti tunggal dan θεός
(theos) yang berarti Tuhan) adalah kepercayaan bahwa Tuhan adalah satu/tunggal dan
berkuasa penuh atas segala sesuatu.

Sekularisme atau sekulerisme dalam penggunaan masa kini secara garis besar
adalah sebuah ideologi yang menyatakan bahwa sebuah institusi atau harus berdiri
terpisah dari agama atau kepercayaan. Sekularisme dapat menunjang kebebasan
beragama dan kebebasan dari pemaksaan kepercayaan dengan menyediakan
sebuah rangka yang netral dalam masalah kepercayaan serta tidak
menganakemaskan sebuah agama tertentu.

Sekularisme juga merujuk ke pada anggapan bahwa aktivitas dan penentuan


manusia, terutamanya yang politis, harus didasarkan pada apa yang dianggap
sebagai bukti konkret dan fakta, dan bukan berdasarkan pengaruh keagamaan.

Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan


tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan
hak adalah nilai politik yang utama.[1]
Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan
oleh kebebasan berpikir bagi para individu.[2] Paham liberalisme menolak adanya
pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama.[2]

Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem


demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya sama-sama didasarkan pada kebebasan
mayoritas.[3]. Banyak suatu negara yang tidak mematuhi peraturan tersebut

Ateisme adalah sebuah pandangan filosofi yang tidak memercayai keberadaan


Tuhan dan dewa-dewi[1] ataupun penolakan terhadap teisme.[2][3] Dalam pengertian
yang paling luas, ia adalah ketiadaan kepercayaan pada keberadaan dewa atau
Tuhan.[4][5]

Istilah ateisme berasal dari Bahasa Yunani ἄθεος (átheos), yang secara peyoratif
digunakan untuk merujuk pada siapapun yang kepercayaannya bertentangan
dengan agama/kepercayaan yang sudah mapan di lingkungannya. Dengan
menyebarnya pemikiran bebas, skeptisisme ilmiah, dan kritik terhadap agama,
istilah ateis mulai dispesifikasi untuk merujuk kepada mereka yang tidak percaya
kepada tuhan. Orang yang pertama kali mengaku sebagai "ateis" muncul pada abad
ke-18. Pada zaman sekarang, sekitar 2,3% populasi dunia mengaku sebagai ateis,
manakala 11,9% mengaku sebagai nonteis.[6] Sekitar 65% orang Jepang mengaku
sebagai ateis, agnostik, ataupun orang yang tak beragama; dan sekitar 48%-nya di
Rusia.[7] Persentase komunitas tersebut di Uni Eropa berkisar antara 6% (Italia)
sampai dengan 85% (Swedia).[7]

Banyak ateis bersikap skeptis kepada keberadaan fenomena paranormal karena


kurangnya bukti empiris. Yang lain memberikan argumen dengan dasar filosofis,
sosial, atau sejarah.

Pada kebudayaan Barat, ateis seringkali diasumsikan sebagai tak beragama


(ireligius).[8] Beberapa aliran Agama Buddha tidak pernah menyebutkan istilah
'Tuhan' dalam berbagai upacara ritual, namun dalam Agama Buddha konsep
ketuhanan yang dimaksud mempergunakan istilah Nibbana.[9] Karenanya agama ini
sering disebut agama ateistik.[10] Walaupun banyak dari yang mendefinisikan
dirinya sebagai ateis cenderung kepada filosofi sekuler seperti humanisme,[11]
rasionalisme, dan naturalisme,[12] tidak ada ideologi atau perilaku spesifik yang
dijunjung oleh semua ateis.[13]

Você também pode gostar