Você está na página 1de 27

SISTEM UROLOGI

ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL AKUT


Dosen Pembimbing : Anja Hesnia Kholis,S.Kep,Ns,M.KepSp.MB

Disusun oleh :
Kelompok 6
1. Eva Febrianti S (151001011)
2. Mahda Fanindha W (151001022)
3. M. Amang Handaris (151001028)
4. Shinta Lukita Kirana Putri (151001039)
5. Usha Meilasari (151001042)
6. Yuyun Siti Nur Jannah (151001047)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PEMKAB


JOMBANG
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
rahmat-Nya kepada penulis, sehingga askep ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Dalam makalah ini penulis membahas tentang “Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Akut”.
Karena itu penulis sangat membutuhkan masukan-masukan agar askep yang dibuat ini bisa
menambah pengetahuan penulis dan pembaca. Sesungguhnya askep ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, jika terdapat kesalahan dalam penulisan askep ini, mohon
sekiranya dimaafkan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua yang telah membantu penulis
dalam menyelesaikan askep ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Dan penulis
juga membutuhkan kritik dan saran dari pembaca untuk menambah pemahaman penulis
dalam menulis makalah selanjutnya. Dan lebih baik lagi dalam pembuatan askep di kemudian
hari.

Penulis

Kelompok 6
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gagal ginjal akut merupakan suatu sindrom klinis yang secara cepat (biasanya
dalam beberapa hari) yang menyebabkan azotemia yang berkembang cepat, lalu
filtrasi glomerlurus yang menurun dengan cepat menyebabkan kadar krestin serum
meningkat sebanyak 0,5mg/dl/hari dan kadar nitrogen urea darah sebanyak
10mg/dl/hari dalam beberapa hari. ARF biasanya disertai oleh oliguria (keluaran
urine < 400 ml/hari). Kriteria ologuria tidak mutlak tapi berkaitan dengan fakta
bahwa rata-rata diet orang amerika mengandung sekitar 600 mOssm zat terlarut. Jika
kemampuan pemekatan urine maksimum sekitar 1200 mOssm/L air, maka
kehilangan air obligat dalam urune adalah 500ml. Oleh karena itu, bile keliran urine
hingga kurang drai 400ml/hari penambahan zat terelarut tidak bisa dibatasi dengan
kasdar BUN serta kreatinin meningkat. Namun oliguria bukan merupakan gambaran
penting pada ARF.
Bukti penelitian terbaru mengesankan bahwa pada sepertiga hingga separuh kasus
ARF, keluaran urine melebihi 400/hari dan dapat mencapai 2 liter/hari. Bentuk ARF
ini di sebut keluaran tinggi atau di sebut non oluliguri. ARF menyebabkan timbulnya
gejala dan tanda menyerupai sinrom uremik pada gagal ginjal kronik, yang
mencerminkan terjadinya kegagalan fungsi regulasi, ekresi, dan endokrin ginjal,
namun demikian osteodistropi ginjal dan anemia bukan merupakan gambaran yang
lazim terdapat pada ARF karna awitannya akut

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah definisi gagal ginjal akut ?
2. Apakah etiologi dari gagal ginjal akut?
3. Bagaimana patofisiologi dari gagal ginjal akut?
4. Apakah manisfestasi dari gagal ginjal akut ?
5. Bagaimana penatalaksanaan dari gagal Ginjal akut ?
6. Apakah komplikasi dari gagal ginjal akut?
7. Bagaimana pemeriksaan diagnostik gagal ginjal akut ?
8. Bagaimanakah asuhan keperawatan gagal ginjal akut?

1.3 Tujuan
1. Mampu menjelaskan dan mengetahui definisi gagal ginjal akut ?
2. Mampu menjelaskan dan mengetahui etiologi dari gagal ginjal akut?
3. Mampu menjelaskan dan mengetahui patofisiologi dari gagal ginjal akut?
4. Mampu menjelaskan dan mengetahui manisfestasi dari gagal ginjal akut ?
5. Mampu menjelaskan dan mengetahui penatalaksanaan dari gagal Ginjal akut ?
6. Mampu menjelaskan dan mengetahui komplikasi dari gagal ginjal akut?
7. Mampu menjelaskan dan mengetahui pemeriksaan diagnostik gagal ginjal akut ?
8. Mampu menjelaskan dan mengetahui asuhan keperawatan gagal ginjal akut?
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Gagal ginjal akut adalah sindrom klinis dimana ginjal tidak lagi mengsekresi
produk-produk limbah metabolisme . Biasanya karena hiperfusi ginjal sindrom ini biasa
berakibat azotemia (uremia), yaitu akumulasi produk limbah nitrogen dalam darah dan
aliguria dimana keluaran urine kurangdari 400 ml / 24 jam. (Tambayong, jan 2000).
Menurut levinsky dan Alexander (1976), gagal ginjal akut terjadi akibat penyebab-
penyebab yang berbeda. Ternyata 43% dari 2200 kasus gagal ginjal akut berhubungan
dengan trauma atau tindakan bedah 26% dengan berbagai kondisi medic 13%, pada
kehamilan dan 9% disebabkan nefrotoksin penyebab GGA dibagi dalam katagori renal,
renal dan pasca renal
Gagal ginjal akut dikenal dengan Acute Renal Fallure (ARF) adalah sekumpulan
gejala yang mengakibatkan disfungsi ginjal secara mendadak. (M. Nursalam 2006).

2.2 Etiologi
Tiga kategori utama kondisi penyebab gagal ginjal akut(Muttaqin,arif.2011) :
1. Kondisi Pre Renal (hipoperfusi ginjal)
Kondisi pra renal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya
laju filtrasi glumerulus. Kondisi klinis yang umum yang menyebabkan terjadinya
hipoperfusi renal adalah :
a) Penipisan volume
b) Hemoragi
c) Kehilangan cairan melalui ginjal (diuretik, osmotik)
d) Kehilangan cairan melalui saluran GI (muntah, diare, selang nasogastrik
e) Gangguan efisiensi jantung
f) Infark miokard
g) Gagal jantung kongestif
h) Disritmia
i) Syok kardiogenik
j) Vasodilatasi
k) Sepsis
l) Anafilaksis
m) Medikasi antihipertensif atau medikasi lain yang menyebabkan vasodilatasi
2. Kondisi Intra Renal (kerusakan aktual jaringan ginjal)
Penyebab intra renal gagal ginjal akut adalah kerusakan glumerulus atau tubulus ginjal
yang dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini :
a) Cedera akibat terbakar dan benturan
b) Reaksi transfusi yang parah
c) Agen nefrotoksik
d) Antibiotik aminoglikosida
e) Agen kontras radiopaque
f) Logam berat (timah, merkuri)
g) Obat NSAID
h) Bahan kimia dan pelarut (arsenik, etilen glikol, karbon tetraklorida)
i) Pielonefritis akut
j) Glumerulonefritis
3. Kondisi Post Renal (obstruksi aliran urin)
Kondisi pasca renal yang menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari obstruksi
di bagian distal ginjal. Obstruksi ini dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi sebagai
berikut :
a) Batu traktus urinarius
b) Tumor
c) BPH
d) Striktur
e) Bekuan darah.
Menurut Mansjoer (1999 : 532), etiologi gagal ginjal kronik adalah :
a) Glomerulonefritis
b) Nefropati analgesic
c) Nefropati refluk
d) Ginjal polikistik
e) Nefropati diabetik
f) Hipertensi
g) Obstruksi
h) Gout
i) Tidak diketahui
2.3 Manifestasi Klinis
a) Perubahan haluaran urine (haluaran urin sedikit, mengandung darah dan
gravitasinya rendah (1,010) sedangkan nilai normalnya adalah 1,015-1,025)
b) Peningkatan BUN, creatinin
c) Kelebihan volume cairan
d) Oedem anasarka
e) Hiperkalemia
f) Serum calsium menurun, phospat meningkat
g) Asidosis metabolic
h) Anemia
i) Letargi
j) Mual persisten, muntah dan diare
k) Nafas berbau urea
l) Manifestasi sistem syaraf pusat mencakup rasa lemah, sakit kepala, kedutan otot
dan kejang.

Menurut Mansjoer (1999 : 532), manifestasi klinis pada pasien gagal ginjal kronik :

a) Umum : fatique, malaise, gagal tumbuh, debil


b) Kulit : mudah lecet, rapuh, leukonika
c) Kepala dan leher : fetor uremik, lidah kering dan berselaput
d) Mata : fundus hipersensitif, mata merah
e) Kardiovaskuler : hipertensi, kelebihan cairan, gagal jantung, perikarditis uremik,
penyakit vaskuler.
f) Pernafasan : hiperventilasi asidosis, edema paru, efusi pleura
g) Gastrointestinal : anoreksia, nausea, gastritis, ulkus peptikum, kolik uremik, diare
yang disebabkan oleh anti biotik.
h) Kemih : nokturia, poliuria, haus, proteinuria, penyakit ginjal yang mendasarinya.
i) Reproduksi : penurunan libido, impotensi, amenore, infertilitas, ginekomastia,
galaktore.
j) Syaraf : latergi, malaise, anoreksia, tremor, ngantuk, kebingungan, flap, mioklonus,
kejang, koma.
k) Tulang : hiperparatiroidisme, defisit vitamin D.
l) Sendi : gout, pseudo gout, klasifikasi ekstra tulang
m) Hematologi : anemia, defisit imun, mudah mengalami pendarahan
n) Endokrin : multiple
o) Farmakologi : obat-obatan yang diekskresi oleh ginjal

2.4 Patofisiologi
Beberapa kondisi berikut yang menyebabkan pengurangan aliran darah renal
dan ganggun fungsi ginjal : hipovelemia, hipotensi, penurunan curah jantung dan
gagal jantung kongestif, obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor,
bekuan darah atau ginjal, obstryksi vena atau arteri bilateral ginjal. Jika kondisi itu
ditangani dan diperbaiki sebelum ginjal rusak secara permanen, peningkatan BUN,
oliguria dan tanda-tanda lain yang berhubungan dengan gagal ginjal akut dapat
ditangani.
Terdapat 4 tahapan klinik dari gagal ginjal akut yaitu :
a. Stadium awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.
b. Stadium oliguria.
Volume urine 75% jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru
mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-
beda, tergantung dari kadar dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatinin serum
mulai meningkat melebihi kadar normal. Azotemia biasanyaringan kecualibila
penderita mengalami stress akibat infeksi, gagal jntung/dehidrasi. Pada stadium
ini pula mengalami gejala nokturia (akibat kegagalan pemekatan) mulai timbul.
Gejala-gejala mulai timbul sebagai respon terhadap stress dan perubahan
makanan dan minuman yang tiba-tiba. Penderita biasanya tidak terrlalu
memperhatikan gejala ini. Gejala pengeluaran kemih waktu malam hari yang
menetap sampai sebanyak 700ml atau penderita terbangun untuk
berkemihbeberapa kali pada waktu malam hari.
Dalam keadaan normal perbandingan jumlah kemih siang hari dan malam
hari adalah 3:1 atau 4:1. Sudah tentu nokturia kadang-kadang terjadi juga sebagai
respon terhadap kegelisahan atau minum yang berlebihan. Poliuria akibat gagal
ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama menyerang tubulus,
meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter/hari. Biasanya
ditemukan anemia pada gagal ginjal dengn faal ginjal diantara 5%-25%. Faal
ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala-gejala kekurangan farahm tekanan
darah nakan naik, terjadi kelebihan, aktifitas penderita mulai terganggu.
c. Stadium III
Semua gejala semua sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan dimana
tak dapat melakukan tugas sehari-hari sebagaimana mestinya. Gejala-gejal yang
timbul antara lain mual, muntah, nafsu makan berkurang, kurang tidur, kejang-
kejang dan akhrirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Stadium akhir
timbul pada sekitar 90% dari masa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10% dari
kadaaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10ml/menit atau kurang.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan
sangat mencolok sehingga penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita
merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi
mempertahankan hemeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Penderita
biasanya menjadi oliguria (pengeluaran kemih) kurang dari 500ml/hari karena
kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus
ginjal. Kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleksperubahan biokimia dab
gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam
tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali ia
mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal/dialisis.
2.5 WOC
3 GGA prerenal: GGA renal : GGA posrenal
- Obstruksi
4 - Volume sirkulasi berkurang - NTA
- Ekstravasasi
- Penurunan curah jantung - Infeksi bakteri gr(-)
5 - Kenaikan kapasitas vaskuler - nefrotoksis

Sekresi eritropoitin Penurunan faal ginjal GFR Oliguri

Produksi Hb Hasil metabolisme Retensi cairan MK: Gang,


kembali kedarah Na, elektrolit eliminasi
urine
Anemia
Penumpukan urin Gang suplai darah
dalam darah
Pucat, lemah
Suplai O2
Timbul bintik-bintik
hitam, pruritus
MK: Intoleransi
aktivitas Gang, asam basa - Jaringan
- Otak
MK: Kerusakan
Integrasi kulit
Asidosis metabolik
Lethargi, sakit kepala,
penurunan fungsi jaringan

Napas kusmaul MK : Pola napas


tidak efektif
MK : Perubahan
ferfusi jaringan
Nafas berbau urine

MK : 1. Perubahan renin Penimbunan garam Oedama


nutrisi dan air dalam darah
<keb.tubuh
2. Gang, citra diri
Beban kerja MK: Kelebihan
jantung volume cairan

Hipertensi

MK: Resiko
penurunan Curah
jantung
2.6 Dampak Gagal Ginjal Kronik Terhadap Sistem Tubuh

Menurut Slamet (2001 : 428-429), dampak gagal ginjal kronik terhadap sistem imun

tubuh meliputi :

a) Sistem Gastrointestinal

1. Anoreksia, nausia dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan metabolisme


protein di dalam usus.
2. Fuetor uremik yang disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah
oleh bakteri di mulut menjadi amonia sehingga nafas berbau amonia.
3. Cegukan (hiccup) sebabnya pasti yang belum diketahui.
4. Gastritis erosif, ulkus peptik, dan kolitis uremik.
b) Kulit
1. Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan
urokrom. Gatal-gatal dengan ekskoriasi akibat toksin uremik dan pengendapan
kalsium di pori-pori kulit.
2. Ekimosis akibat gangguan hematologis
3. Urea frost, akibat kristalisasi urea yang ada pada keringat (jarang dijumpai)
4. Bekas-bekas garukan karena gatal
c) Sistem Hematologi
1. Anemia dapat disebabkan karena beberapa faktor antara lain :
a) Berkurangnya produksi eritropoetin
b) Hemolisis, akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia
toksik
c) Defisiensi besi, asam folat dan lain-lain akibat nafsu makan yang berkurang
d) Perdarahan paling sering pada saluran cerna dan kulit
e) Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder.
2. Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia
Mengakibatkan pendarahan terhadap agregasi dan adhesi trombosit yang
berkurang.
3. Gangguan fungsi leukosit
Fagositosis dan kemotaksis berkurang, fungsi limfosit menurun sehingga imunitas
juga menurun.
d) Sistem Saraf dan Otak
Pasien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan, rasa yang kesemutan
dan seperti terbakar, terutama di telapak kaki, lemah, tidak bisa tidur, gangguan
konsentrasi, tremor, asteriksis, mioklonus, kejang, kelemahan dan hipertropi otot-otot
terutama otot-otot ekstrimitas proksimal.
e) Sistem Kardiovaskuler
1. Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas sistem
renin-angiotensin-aldosteron.
2. Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi perikardial, penyakit jantung
koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini dan gagal jantung akibat
penimbunan cairan dan hipertensi.
3. Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit dan
klasifikasi metastatik.
4. Edema akibat penimbunan cairan.
f) Sistem Endokrin
1. Gangguan seksual : libido, fertilisasi dan ekskresi menurun pada laki-laki akibat
produksi testosteron dan spermatogenesis yang menurun.
2. Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
3. Gangguan metabolisme lemak
4. Gangguan metabolisme vitamin D
g) Gangguan Sistem Lain
1. Tulang : osteodistrofi renal, yaitu osteomalaisa, osteitis fibrosa, osteos derosis dan
klasifikasi metastatik.
2. Asidosis metabolic akibat penimbunan asam organik sebagai hasil metabolisme
3. Elektrolit : hiperfosfatemia, hiperkalemia, hipokalsemia.

2.7 Komplikasi
1. Jantung : edema paru, aritmia, efusi pericardium
2. Gangguan elektrolit : hyperkalemia, hiponatremia, asidosis
3. Neurlogi : iritabilitas neuromuskuler, flap, tremor, koma, gangguan kesadaran, kejang
4. Gastrointestinal : nausea, muntah, gastritis, ulkus, peptikum, perdarahaan
gastrointestinal
5. Hematologi : anemia, diathesis hemoragik
6. Infeksi : pneumonia, septikemis, infeksi nosocomial
2.8 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan labolaturium :
- Darah : ureum, kreatini, elektrolit, serta osmolaritis.
- Urin : ureum, kreatini, elektrolit, osmolaritis dan berat jenis.
- Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam urat.
- Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolik.
- Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia, hipernatremia, atau
hiponatremia, hipokalesemia, dan hiperfosfatemia.
- Volume urin biasnya kurang dari 400ml/24 jam yang terjadi dalam 24 jam
setelah ginjal rusak.
- Warna urine : kotor,sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb,
Mioglobin, porfirin.
- Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukkan penyakit gagal ginjal, contoh:
glimerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangan kemampuan untuk
memekatkan; menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan berat.
- PH Urine : lebih dari ditemukan pada ISK, nekrosis tubular ginjal, dan gagal
ginjal kronik.
- Osmolarits urine : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan ginjal, dan
retio urine/serum sering 1:1
- Klirens kreatinin urine: mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN dan
kreatinin serum menunjukn peningkatan bermakna.
- Natrium urine : biasanya menurun tetapi dapat lebih lebih dari 40 mEq/L bila
gijal tidak mampu mengabsorbsi natrium.
- Bikarbonat urine : meningkat bila ada asidosis metabolik.
- SDM urine : mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau peningkatan
GF.
- Protein : protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukkan kerusakan
glomerulus bila SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat rendah
(1-2+) dan SDM menunjukan infeksi atau nefritis intersisial. Pada NTA biasanya
ada proteinuria minimal.
- Warnah tambahan: biasanya tanpa penyakit ginjal atau infeksi. Warna tambahan
seluler dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel tubular ginjal
terdiagnostik pada NTA. Tabahan warna merah diduga glumerulonefritis.
b. Darah
- Hb : menurun pada adanya anemia.
- Sel darah merah : sering menurun mengikuti peningkatan kerapuhan / penurunan
hidup.
- PH : asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena penurunan
kemampuan ginjal untuk mengeksresikan hidrogen dn hasil khir metbolisme.
- BUN / kreatinin : biasanya meningkat pada proporsi ratio 10:1.
- Osmolaritas serum : lebih besar dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan urine.
- Kalium : meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan
selular (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah).
- Natrium : biasanya meningkat tetapi dengan bervariasi.
- Ph : kalium, dan bikarbonat menurun, klorida, fosfat dan magnesium meningkat.
- Protein : penurunan pada kadar serum dapat menunjukkan kehilangan protein
melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, dan penurunan
sistensi, karena kekurangan asam amino esensial.
c. CT scan
d. MRI
e. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidak seimbangan elektrolit dan asam /
basa.

2.9 Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (1999 : 533), penatalaksanaan medis pada gagal ginjal kronik adalah :
a) Tentukan dan tatalaksana penyebab
b) Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan dan cairan dan garam, pada beberapa
pasien, furosemid dosis besar (250-1000 mg/hari) atau diuretin loop (bumetarid, asam
etokrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan pengawasan dilakukan melalui
berat badan, urine dan pencatatan keseimbangan cairan/masukan melebihi keluaran
sekitar 500 ml.
c) Diit tinggi kalori dan rendah protein (20-40 g/hari) menghilangkan gejala anoreksia
dan nausea dari uremia, menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala. Hindari
masukan dan berlebihan dari kalium dan garam.
d) Kontrol Hipertensi.
Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan cairan di atur
sendiri tanpa tergantung tekanan darah. Sering diperlukan diuretik koop, selain obat
anti hipertensi.
e) Kontrol ketidakseimbangan elektrolit
Yang sering ditemukan adalah hiperglikemia dan asidosis berat hindari kalium yang
besar (batasi hingga 60 mmol/hari), diuretik hemat kalium, obat-obatan yang
berhubungan dengan ekskresi kalium (misalnya menghambat ACE dan obat anti inflasi
nonsteroid). Asidosis berat atau kekurangan garam yang menyebabkan pelepasan
kalium dari sel dan ikut dalam kaniresis. Deteksi melalui kalium plasma EKG. Gejala-
gejala asidosis baru jelas bila bikarbonat plasma kurang dari 15 mmol/liter.
f) Mencegah dan tatalaksana tulang ginjal
Hiperpospatemia dikontrol oleh obat yang mengikat posfat seperti alumunium hidroks
(330-800 mg) atau kalsium karbonat (500-3000 mg) pada setiap makan.
g) Deteksi dini dan terapi infeksi
Pasien uremia harus di terapi sebagai pasien imunosupresif dan di terapi lebih ketat.
h) Modifikasi terapi obat dan fungsi ginjal
Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya misalnya digoksin aminogikosid,
analgetik opiat, amfoteris dan alopurinol.
i) Deteksi dan terapi komplikasi
Awasi dengan ketat kemungkinan enselopati uremia, perikarditis neunpari perifer,
hiperkolemia yang meningkat kelebihan cairan infeksi yang mengancam jiwa,
kegagalan untuk bertahan sehingga diperlukan dialisis.
j) Persiapan dialisis dan program transplantasi
Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik diabetes. Indikasi dilakukan dialisa
biasanya adalah gagal ginjal dengan gejala klinis yang jelas mesti telah dilakukan
terapi konservatif atau terjadi komplikasi.
BAB III
ASKEP TEORI

3.1 Pengkajian
1. Identitas Klien
Berisi nama, usia, pekerjaan, pendidikan, alamat, tanggal MRS, tanggal pengkajian,
Nomor MRS, diagnosa medis
2. Penanggung Jawab
Berisi nama, usia, pekerjaan, pendidikan, alamat, hubungan dengan pasien.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit terutama pada
prerenal dan renal. Secara ringkas perawat menanyakan berapa lama keluhan
penurunan jumlah urine output dan apakah penurunan jumlah urine output tersebut ada
hubungannya dnegna predisposisi penyebab, seperti pasca perdarahan setelah
melahirkan, diare, muntah berat, luka bakar nluas, cedera luka bakar, setelah
mengalami episode serangan infark, adanya riwayat minum obat NSAID atau
pemakaian antibiotik, adanya riwayat pemasangan tranfusi darah, serta adanya riwayat
trauma langsung pada ginjal.
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang
berulang, penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya
yang menjadi predisposisi penyebab pasca renal. Penting untuk dikaji tentang riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan
dokumentasikan.
5. Riwayat Psikokultural
Adanya kelemahan fisik, penurunan urine output dan prognosis penyakit yang berat
akan memberikan dampak rasa cemas dan koping yang maladaptif pada klien.
6. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering adalah terjadi penurunan produksi miksi.

3.2 Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : klien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi.
TD : terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat
Suhu : suhu tubuh meningkat
RR :
Nadi : denyut nadi meningkat

3.3 Pemeriksaan Per Sistem


1. Sistem Pernapasan
Data subyektif :
- Merasa susah bernafas
- Mudah terengah-engah saat beraktivitas
Data obyektif :
- Odema paru, dysneu, kusmoul
2. Cardiovaskuler
Data subyektif :
- Sesak nafas, sembab
- Batuk berdahak, berdarah
- Nyeri pericardial, merasa apeg, berdebar-debar
Data obyektif :
- Hipertensi
- Kardiomegali
- Nampak sembab dan susah bernafas
3. Persyarafan
Data subyektif :
- Tungkai lemah, kram otot
- Daya konsentrasi turun
- Insomnia, gelisah
- Nyeri atau sakit kepala
Data obyektif :
- Neuropati perifer
- Nampak menahan nyeri
4. Perkemihan-Eliminasi Uri
Data subyektif :
- Libido menurun
- Nocturia, oliguria, anuria
- Infertilitas terutama pada wanita
Data obyektif :
- Odema pada system genito
5. Sistem Pencernaan-Eliminasi Alvi
Data subyektif :
- Nafsu makan menurun
- Mual, muntah, lidah hilang rasa
- Cegukan
Data obyektif :
- Adanya melena atau tidak
6. Sistem Muskuloskeletal & Integumen
Data subyektif :
- Tungkai lemah, kram otot
- Daya konsentrasi turun
- Insomnia, gelisah
- Nyeri atau sakit kepala
Data obyektif :
- Neuropati perifer
- Nampak menahan nyeri

7. Sistem Endokrin dan Eksokrin


Anamnesa : Normal
Kepala
Inspeksi : distribusi rambut pubis bagus dan tidak mudah rontok
Palpasi : tidak ada benjolan/edema
Leher
Inspeksi : bentuk simetris
Palpasi : tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid
Payudara
Inspeksi : simetris
Genetalia
Inspeksi : Rambut pubis ada
Palpasi : tidak ada benjolan
Ekstremitas bawah
Palpasi : tidak oedeme (normal)
8. Sistem Reproduksi
Data subyektif :
- Libido menurun
- Nocturia, oliguria, anuria
- Infertilitas terutama pada wanita
Data obyektif :
- Odema pada system genito

9. Persepsi sensori
Anamnesa :Normal
Mata
Inspeksi :Warna konjungtiva normal/ mata simetris/ edema/ nyeri tekan
Kornea : normal berkilau/simetris
Iris dan pupil : normal
Lensa : bening
Sclera : adanya ikterik
Palpasi
Tidak nyeri dan tidak terjadi pembengkakan kelopak mata
Penciuman (Hidung)
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : normal

3.4 Pemeriksaan Diagnostik


1. Laboratorium
Urinalisis didapatkan warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya
darah, Hb, dan myoglobin. Berat jenis <1.020 menunjukkan penyakit ginjal, pH urine
>7.00 menunjukkan ISK, NTA,d an GGK. Osmolalitas kurang dari 350 mOsm/kg
menunjukkan kerusakan ginjal dan rasio urine : serum sering 1 : 1.
Pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin. Terdapat peningkatan yang tetap dalakm
BUN dan laju peningkatannya bergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan
protein), perfusi renal dan masukan protein. Serum kratinin meningkat pada kerusakan
glomerulus. Kadar kreatinin serum bermanfaat dalam pemantauan fungsi ginjal dan
perkembangan penyakit.
Pemeriksaan elektrolit. Pasien yang mengalami penurunan lajut filtrasi glomerulus
tidak mampu mengeksresikan kalium. Katabolisme protein mengahasilkan pelepasan
kalium seluler ke dalam cairan tubuh, menyebabkan hiperkalemia berat. Hiperkalemia
menyebabkan disritmia dan henti jantung.
Pemeriksan pH. Pasien oliguri akut tidak dapat emngeliminasi muatan metabolik
seperti substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolik normal. Selain itu,
mekanisme bufer ginjal normal turun. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penurunan
kandungan karbon dioksida darah dan pH darah sehingga asidosis metabolik progresif
menyertai gagal ginjal.

3.5 Penatalaksanaan Medis


Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan dan mencegah komplikasi, yang
meliputi hal-hal sebagai berikut.
1. Dialisis. Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang
serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki
abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi
secara bebas; menghilangkan kecenderungan perdarahan dan membantu penyembuhan
luka.
2. Koreksi hiperkalemi. Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion
pengganti resin (natrium polistriren sulfonat), secara oral atau melalui retensi enema.
Natrium polistriren sulfonat bekerja dengan mengubah ion kalium menjadi natrium di
saluran intenstinal.
3. Terapi cairan
4. Diet rendah protein, tinggi karbohidrat
5. Koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat dan dialisis
3.6 Analisa Data
Symptom Etiologi Problem
DS:- fase diuresis dari Defisit volume cairan
DO:-perubahan pola gagal ginjal akut
kemih,warna urin
pekat,penurunan urine output
<400 ml/hari.
DS:- penurunan pH pada Aktual/risiko tinggi
DO:pernapasan ciaran serebrospinal, pola napas tidak efektif
kussmaul,fetor uremik, perembesan cairan,

DS:- gangguan konduksi Aktual/risiko tinggi


DO:klien gelisah,Terdapat elektrikal efek aritmia.
papiledema,deficit sekunder dari
neurologis,kadar kalium hiperkalemi
serum meningkat.
DS:- kerusakan hantaran Aktual/risiko tinggi
DO:peningkatan suhu saraf sekunder dari kejang
tubuh,penglihatan abnormalitas
kabur,kram otot,azotemia. elektrolit dan uremia.
DS:- gangguan transmisi Aktual/risiko tinggi
DO:kehilangan kemampuan sel-sel saraf sekunder defisit neurologis
konsentrasi,kehilangan dari hiperkalsemi
memori,penurunan lapang
pandang.
DS:- intake nutrisi yang Ketidakseimbangan
DO:muntah,anoreksia,lemah. tidak adekuat nutrisi kurang dari
sekunder dari kebutuhan tubuh
anoreksi, mual,
muntah
DS:- edema ekstremitas, Gangguan ADL
DO:lemah,ada edema,terlihat kelemahan fisik (Activity Daily Living)
sakit berat. secara umum

DS:- prognosis penyakit, cemas


DO:bingung dengan ancaman, kondisi
kondisinya,peningkatan sakit, dan perubahan
TTV,ketidakmampuan kesehatan
berkonsentrasi,

3.7 Diagnosa keperawatan


1. Kelebihan volume cairan b.d. fase diuresis dari gagal ginjal akut
2. Aktual/risiko tinggi pola napas tidak efektif b.d penurunan pH pada ciaran
serebrospinal, perembesan cairan, kongesti paru efek sekunder perubahan membran
kapiler alveoli dan retensi cairan interstisial dari edema paru pada respons asidosis
metabolic
3. Aktual/risiko tinggi menurunnya curah jantung b.d penurunan kontraktilitas ventrikel
kiri, perubahan frekuensi, irama, konduksi elektrikal efek sekunder penurunan pH,
hiperkalemi, dan uremia
4. Aktual/risiko penurunan perfusi serebral b.d. penurunan pH pada cairan serebrospinal
efek sekunder dari asidosis metabolic
5. Aktual/risiko tinggi aritmia b.d gangguan konduksi elektrikal efek sekunder dari
hiperkalemi
6. Aktual/risiko tinggi kejang b.d kerusakan hantaran saraf sekunder dari abnormalitas
elektrolit dan uremia.
7. Aktual/risiko tinggi defisit neurologis b.d gangguan transmisi sel-sel saraf sekunder
dari hiperkalsemi
8. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi yang tidak
adekuat sekunder dari anoreksi, mual, muntah
9. Gangguan ADL (Activity Daily Living) b.d edema ekstremitas, kelemahan fisik secara
umum
10. Kecemasan b.d prognosis penyakit, ancaman, kondisi sakit, dan perubahan kesehatan
3.8 Intervensi
Dx : kelebihan volume cairan

NIC NOC
Intervensi Aktifitas Outcome Indikator

Fluid Obseravsi/Monitor Fluid - Terbebas dari edema dan


balance - Monitor tanda-tanda balance efusi 5
manageme vital - Bunyi nafas bersih, tidak
nt - Monitor indikasi retensi ada dyspneu atau ortopneu
atau kelebihan cairan 5
- Pasang urine kateter - Terbebas dari distensi vena
jika diperlukan jugularis 5
- Kaji lokasi dan luas - Memelihara tekanan vena
edema sentral, tekanan kapiler
- Monitor status nutrisi paru, output jantung dan
tanda-tanda vital 5
Mandiri
Terbebas dari kelelahan,
- Pertahankan intake dan
kecemasan atau bingung 5
output yang akurat
- Monitor masukan
makanan atau cairan
- Monitor berat badan
- Monitor tanda dan
gejala edema

Kolaborasi
- Pemberian obat

Health Education

Anjurkan untuk
memberikan cairan atau
minuman secukupnya
3.9 Implementasi

Pelaksanaan adalah penerapan tindakan-tindakan perawatan yang telah


direncanakan.Pada tahap pelaksanaan yang dilakukan adalah melakukan tindakan-
tindakan keperawatan yang telah direncanakan dan dilanjutkan dengan
pendokumentasian semua tindakan yang telah dilakukan beserta hasil-hasilnya.
Beberapa petunjuk pada pelaksanaan adalah sebagai berikut :

1. Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi.


2. Keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal, dilakukan dengan cermat dan efisien
pada situasi yang tepat.
3. Keamanan fisik dan psikologis dilindungi.
4. Dokumentasi intervensi dan respons klien.

Setelah pelaksanaan selesai, dilakukan dokumentasi intervensi secara tertulis pada


catatan keperawatan dan proses keperawatan

3.10 Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan adalah tahap akhir proses keperawatan yang bertujuan
untuk menilai hasil akhir dari keseluruhan tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
Tahap evaluasi merupakan indikator keberhasilan dalam penggunaan proses
keperawatan.
Evaluasi terdiri dari dua bagian yaitu :

1. Tinjauan laporan klien harus mencakup riwayat perawatan, kartu catatan, hasil-hasil
tes dan semua laporan observasi.
2. Pengkajian kembali terhadap klien berdasarkan pada tujuan kriteria yang diukur dan
mencakup reaksi klien terhadap lingkungan yang dilakukan. Reaksi klien secara
fisiologis dapat diukur dengan kriteria seperti mengukur tekanan darah, suhu dan lain
– lain.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Gagal ginjal akut ( GGA ) adalah suatu keadaan fisiologik dan klinik yang
ditandai dengan pengurangan tiba-tiba glomerular filtration rate (GFR) dan perubahan
kemampuan fungsional ginjal untuk mempertahankan eksresi air yang cukup untuk
keseimbangan dalam tubuh. Atau sindroma klinis akibat kerusakan metabolik atau
patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi yang nyata dan cepat serta
terjadinya azotemia.
Peningkatan kadar kreatinin juga bisa disebabkan oleh obat-obatan (misalnya
cimetidin dan trimehoprim) yang menghambat sekresi tubular ginjal. Peningkatan tingkat
BUN juga dapat terjadi tanpa disertai kerusakan ginjal, seperti pada perdarahan mukosa
atau saluran pencernaan, penggunaan steroid, pemasukan protein. Oleh karena itu
diperlukan pengkajian yang hati-hati dalam menentukan apakah seseorang terkena
kerusakan ginjal atau tidak

4.2 Saran
Berikan penjelasan yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya dan untuk
mencegah terjangkitnya penyakit gagal ginjal dan mempercepat penyembuhan.
Penatalaksanaan yang efektif dan efisien pada pasien untuk mendapatkan hasil yang
maksimal dan mencegah terjadinya komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Egran, Barbara, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume I, BukuKedokteran,
EGC

J Reever Charlene, dkk, 2001, keperawatan medical medaj, salemkamedika

Nursalam, Dr. NursM . 2006 Asuhan Keperawatan pada pasien dengan gangguan system
perkemihan, salemka medika

Tambayong, jan, 2000, Patofisiologi Untuk Keperawatan, Buku Kedokteran, EGC

Mansjoer,Arif,dkk.2001. Kapita Selekta Kedokteran.edisi 3,jilid 1. Jakarta : Salemba Medika


Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin
asih, Jakarta : EGC.

Wilkinson,Judith M,dkk.2013.Buku Saku Diagnosis Keperawatan.NANDA,Intervensi


NIC,criteria Hasil NOC,edisi 9.Jakarta :EGC

Muttaqin Arif dan Sari Kumala. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan,
Edisi 1, Salemba Medika : Jakarta

Bates. B, 1995. Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Ed 2. EGC. Jakarta

Carpenitto.LJ. 2000. Diagnosa KeperawatanAplikasi Pada Praktek Klinis. Ed 6. EGC.


Jakarta.

Lab/ UPF IKA, 1994. Pedoman Diagnosa dan Terapi . RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.

Você também pode gostar