Você está na página 1de 22

“APAKAH SAYA SUDAH MAU MELAHIRKAN?


Seorang G2P1A0, 27 tahun hamil 39 mnggu, datang ke Klinik Bersalin dengan keluhan
mengeluarkan lender jernih dari jalan lahir disertai perut terasa mual sejak 2 jam yang lalu. Pasien
tersebut rutin memeriksakan kehamilannya di Puskesmas. Pasien tersebut memiliki riwayat
hipertensi sejak umur kehamilan 6 bulan, dan mendapatkan pengobatan rutin.
Dari pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam oleh dokter didapatkan keadaan umum baik,
tekanan darah 120/150 mmHg, denyut nadi 80 kali/menit, frekuensi napas 22 kali/menit, suhu
tubuh 36,5oC. Terdapat edema pada tungkai bawah. Pada pemeriksaan abdomen tampak distended,
teraba janin tunggal, intra uterin, preskep, denyut jantung janin 150 kali/menit, tinggi fundus uteri
: 25 cm, his 3 kali/10 menit/kuat. Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan protein urin
negative.
Kemudian dilakukan pemeriksaan obstretik, didapatkan pembukaan serviks uteri 4 cm dengan
darah warna hitam, kepala sudah turun di Hodge II. Hasil pemeriksaan tersebut ditulis dalam
lembar patograf (terlampir). Kemudian dokter mempersiapkan peralatan persalinan, termasuk alat
pelindung diri. Klinik bersalin ini belum memiliki mesin sterilisator, sehingga sterilisasi alat
pesalinan dipanaskan dalam air mendidih. Setelah 4 jam, pesalinan masuk kala II. Setengah jam
dipimpin mengejan, bayi lahir dengan APGAR Score 8-9-10.

JUMP 1
 Distended
o Distended adalah proses kenaikan abdominal sehingga menekan dinding perut.
 Preskep
o Preskep merupakan singkatan dari presentasi kepala.
 His
o HIS (kontraksi uterus) adalah gelombang kontraksi ritmis otot polos dinding uterus
yang dimulai dari daerah fundus uteri pada daerah di mana tuba falopii memasuki
dinding uterus.
 APGAR Score
o APGAR merupan singkatan dari Appearance, Pulse, Grimace, Activity,
Respiration. Apgar skor merupakan suatu metode untuk menilai keadaan umum
bayi sesaat setelah kelahiran yang dilakukan 5 menit setelah bayi lahir, lalu 15
menit setelah pemeriksaan pertama.
 Patograf
o Patograf merupakan lembar grafik untuk mematau persalinan, untuk mentau
adanya kelainan atau tidak, untuk memantau kondisi ibu dan janin.
 Hodge II
o Hodge adalah garis khayal panggul untuk mengetahi penurunan kepala. Sedngkan
posisi Hodge II adalah sejajar dengan hodge I dibawah shymphisis ossis pubis.
 Kala II
o Kala II merupakan fase persalian dimulai dari dilatai penuh serviks dan exspulsi.
 Protein urin negative
o Protein urin negative merupakan metode pemeriksaan untuk untuk memeriksa
kehemilan ibu khususnya pre – eklamsia.
JUMP 2
1. Bagaimana interpretasi dari keluar lendir jernih dan mules?
2. Apa tanda – tanda ibu mau melahirkan?
3. Bagaimana tahapan persalinan?
4. Bagaimana cara membaca patograf?
5. Apakah normal pada saat pemeriksaan obtretik didapatkan darah warna hitam?
6. Apa pengahruh hipertensi pada ibu hamil dan pengobatan apa yang diperbolehkan?
7. Bagaimana interpretasi pemeriksaan dalam dan luar?
8. Bagaimana interpretasi APGAR Score?
9. Bagaimana perubahan patologis ibu hamil dikaitkan dengan keluhan?
10. Apa saja alat – alat untuk persiapan kelahiran dan alat – alat pelindung diri? Dan tujuannya
untuk apa?
11. Apa faktor yang mempengaruhi persalinan?
12. Mengapa bias terjadi edema pada tungkai bawah?
JUMP 3
1. Bagaimana interpretasi dari keluar lendir jernih dan mules?
 Lendir yang keluar berasal dari sumbatan lendir pada leher rahim yang terbentuk
selama kehamilan. Saat mendekati persalinan, leher rahim akan membuka dan
menipis, hal ini menyebabkan lendir keluar dari jalan lahir.Sedangkan untuk mules
pada persalinan sendiri disebabkan karena adanya kontraksi dari otor uterus yang
berupa gelombang yang berjalannya dari muara tuba uterine kea rah bawah (bagian
servix).
2. Apa tanda – tanda ibu mau melahirkan?
 Tanda pendahuluan
 Ligtening atau setting atau dropping, yaitu kepala turun memasuki pintu
atas panggul.
 Perut kelihatan lebih melebar dan fundus uteri turun.
 Sering buang air kecil atau sulit berkemih (polakisuria) karena kandung
kemih tertekan oleh bagian terbawah janin.
 Perasaan nyeri di perut dan di pinggang oleh adanya kontraksi- kontraksi
lemah uterus, kadang-kadang disebut "false labor pains".
 Serviks menjadi lembek; mulai mendatar; dan sekresinya bertambah,
mungkin bercampur darah (bloody show).
 Tanda pasti persalinan
 Rasa nyeri oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur
 Keluar lendir bercampur darah yang lebih banyak karena robekan-robekan
kecil pada serviks
 Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya
 Pada pemeriksaan dalam, serviks mendatar dan telah ada pembukaan

3. Bagaimana tahapan persalinan?


Umumnya persalinan normal dapat dibagi menjadi 4 kala (stage)
1. Kala I : mulai dari timbulnya his sampai pembukaan lengkap
2. Kala II : mulai dari pembukaan lengkap serviks sampai keluarnya janin
3. Kala III : mulai dari keluarnya janin sampai keluarnya plasenta.
4. Kala IV : dua jam setelah lahirnya plasenta

1. Kala I (kala pembukaan)


Berlangsung dari saat mulai persalinan paling lama sampai pembukaan
lengkap (10cm). kala I ini berlangsung paling lama.
- Primigravida : 8-12 jam
- Multigravida : 6-8 jam
Pada kala I ini penolong harus memberikan perhatian penuh (empathy) pada
parturient. Selain kondisi pasien, juga harus dievaluasi his setiap 2 jam dan DJJ.
Pada KPD pemeriksaan dalam dilakukan tiap 4 jam (tergantung penilaian
penolong).
Secara klinis, suatu proses partus dikatakan telah mulai apabila telah timbul
his dan wanita tersebut mengeluarkan lender yang bersemu darah (bloody show).
Lender yang bersemu darah ini berasal dari lendir kanalis servikalis karena serviks
sudah mulai membuka atau mendatar. Sedangkan darah berasal dari pembuluh
kapiler yang ada di dinding serviks yang pecah akibat pembukaan serviks. Proses
pembukaan serviks ini dibagi dalam dua fase :
a) Fase Laten : berlangsung selama 8 jam. Pembukaan
terjadisangat lambat sampai ukuran 3 cm.
b) Fase aktif : dibagi menjadi 3 fase
a. Fase akselerasi : dalam waktu 2 jam setelah pembukaan 3
cm sampai pembukaan menjadi 4 cm.
b. Fase dilatasi maksimal : dalam waktu 2 jam pembukaan
berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.
c. Fase deselerasi : berlangsung dalam 2 jam. Pembukaan
menjadi sangat lambat, mulai dari 9 cm sampai pembukaan
sempurna.
Fase-fase tersebut akan tampak jelas jika dilewati oleh wanita primigravida.
Pada multigravida pun dijumpai fase-fase tersebut, akan tetapi fase-fase laten, fase
aktif dan fase deselerasi terjadi dalam waktu yang lebih pendek. Mekanisme
pembukaan serviks berbeda antara primigravida dengan multigravida. Pada wanita
primigravida, ostium uteri internum sudah mengalami penipisan sehingga
pembukaan, penipisan serta pendatarannya hamper bersamaan dengan ostium uteri
eksternum. Ketuban akan pecah dengan sendirinya ketika pembukaan serviks
hamper sempurna. Apabila ketuban pecah sebelum pembukaan mencapai 5 cm
disebut sebagai ketuban pecah dini (KPD).

 Dalam observasi :
His perlu dinilai, frekuensi, durasi dan kekuatannyaDJJ perlu dinilai:
frekuensi maksimal, minimal, normal (144-160 kali per menit). Sekarang observasi
DJJ dilakukan dengan stetoskop monoaural Laenec, sudah ada dopler bahkan CTG
(cardio toco graft).
2. Kala II (kala pengeluaran)
Pada persalinan normal kala II berlangsung hanya beberapa menit. Kadang
bisa berlangsung seperti berikut :
- Primigravida bisa maksimal 2 jam
- Multigravida maksimal 1 jam Batasan normal untuk kala II adalah
Dua jam untuk primigravida dan satu jam untuk multigravida. Bila dalam 1
jam (primi) atau ½ jam multi kepala janin tidak turun atau putar paksi tidak terjadi,
maka hal ini disebut kala II tidak maju. Dalam keadaan ini, maka persalinan harus
diakhiri dengan tindakan medis misalnya ekstraksi vakum atau forceps.

 Posisi persalinan:
1. Vertical. Misalnya berdiri, duduk, jongkok atau di atas lutut.
2. Horizontal atau semihorizontal, missal berbaring, terlentang,
miring, setengah berbaring, merangkak (knee-elbow position)atau
litotomi.
Penelitian menunjukkan bahwa dengan posisi vertical, si ibu dapat
mengahasilkan tekanan intraabdominal 30% lebih kuat daripada posisi horizontal
sehingga lama persalinan lebih pendek dan lebih sedikit komplikasinya.
Pada kala II ini his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2-3 menit
sekali. Oleh karena biasanya pada fase ini kepala sudah masuk ke dalam ruang
panggul, maka si ibu akan merasakan desakan kepala janin pada otot-otot dasar
panggul. Desakan ini secara reflektoris akan menimbulkan rasa mengedan pada ibu.
Si ibu juga merasakan tekanan pada rectum sehingga juga menimbulkan sensasi
ingin defekasi. Kemudian perineum menonjol dan melebar dengan anus membuka.
Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva
pada saat his. Bila otot-otot panggul sudah lebih relaksasi, maka kepala janin tidak
masuk lagi sewaktu tidak ada his. Dengan his dan kekuatan maksimal, kepala dapat
dikeluarkan dengan suboksiput di bawah simphisis, sedang dahi, muka dan dagu
melewati perineum. Setelah istirahata sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan
badan dan anggota badan bayi.

 Penatalaksanaan Kala II
1. Kekuatan pada kala II adalah his dan hejan perut. Pasien disuruh
mengejan kalau hanya ada his supaya lebih efisien dan tidak
kelelahan.
2. Bila kepala sudah membuka pintu, pengeluaran jangan terlalu cepat.
Bila oksiput janin sudah keluar di bawah symphisis, ekstensi kepala
di atur dengan perasat Ridgen agar tidak terlalu cepat karena bila
terlalu cepat dapat merobek perineum. Tangan kanan operator
memegang perineum dengan bantalan kain steril, jari-jari di
belakang anus ibu. Ekstensi kepala diatur dengan menekan muka
bayi ke arah simphisis, sedangkan tangan yang lain mengontrol
kecepatan lahirnya kepala.
3. Episiotomy dilakukan pada wanita pimigravida atau pada wanita
yang kaku perineumnya. Dilakukan pada saat kepala tampak dengan
diameter 3-4 cm di introitus.
4. Setelah kepala lahir, ia ditahan sambil mengadakan putar paksi luar.
5. Muka diusap dengan kain steril, lendir di hidung, rongga mulut dan
tenggorokan dihisap dengan halus.
6. Bila terdapat lilitan tali pusat, segera kendorkan, klem atau
dipotong.
7. Bahu dilahirkan dengan cara kepala dipegang pada kedua os
parietal, atau tangan satu di muka dan tangan lain dioksiput. Kepala
ditekan ke bawah untuk melahirkan bahu depan, lalu diangkat untuk
melahirkan bahu belakang. Perlu ditekankan bahwa operator hanya
menekan dan mengangkat kepala untuk memudahkan lahirnya bahu.
Ia tidak boleh melakukan tarikan ke atas karena dapat merusak
plektus brachialis. Kekuatan yang mendorong keluarnya janin selain
tenaga dari si ibu juga dengan bantuan dorongan ringan tangan
asistem dari arah fundus.
8. Bila bahu telah lahir dengan mangait pada ketiak janin, badan dan
kedua tungkai dapat dikeluarkan dengan mudah.
9. Usahakan resusitasi di lanjutkan, sementara operator memotong tali
pusat caranya : klem di dua tempat kira-kira dengan jarak 10 cm
kemudian potong tali pusat diantara kedua klem tersebut.

3. Kala pengeluaran uri/ plasenta


Umumnya plasenta dilahirkan 10-15 menit setelah janin dilahirkan. Bila
sampai 30 menit belum lepas, sebaiknya plasenta dilahirkan secara manual. Sekarang
selalu dilakukan pertolongan kala III aktif yaitu :
1. Setelah janin lahir segera diberi injeksi 10 IU oxytosin injeksi IV
2. Tali pusat ditegangkan (bukan tarikan)pada saat uterus mulai kontraksi (bentuk
globar menjadi lonjong) dilakukan dorongan ringan pada corpus dari arah fundus
uteri.

 Penatalaksanaan kala III


Kandungan kencing harus segera dikosongkan setelah janin keluar. Pada kala III
terjadi dua proses penting yaitu lepasnya plasenta dari dinding uterus dan
keluarnya plasenta. Tanda-tanda plasenta telah lepas:
1. Keluar darah syor dari vagina
2. Tali pusat memanjang
3. Uterus menjadi globuler dan teraba lebih keras.
4. Pada saat plasenta memasuki vagina, fundus uteri meninggI
5. Perasat Kutzner : tali pusat ditegangkan, fundus uteri diketok. Bila terasa
getaran pada tali pusat, plasenta belum lepas dan sebaiknya berarti plasenta
telah lepas.
6. Perasat Dtrassman: tali pusat ditegangkan, fundus uteri diketok. Bila terasa
getaran pada tali pusat, plasenta belum lepasdan sebaiknya berarti plasenta
plasenta telah lepas.
7. Perasat Klien : ibu disuruh mengejan supaya tali pusat turun. Bila setelah
mengejan, tali pusat masuk lagi berarti plasenta belum lepas.
 Mekanisme lepasnya plasenta ada 2 :
1. Mekanisme Duncan yaitu lepas dari tepi
2. Mekanisme Schuitze yaitu lepas dari tengah.
Kedua cara tersebut tidak memiliki kepentingan medis yang berarti teknik
pengeluaran plasenta yang baik adalah dengan menggunakan perasat Brandt
Andrews yaitu setelah terdapat tanda-tanda terlepasnya plasenta, tali pusat ditarik
pelan-pelan sambil tangan lain menekan korpus uterus ke atas di atas symphisis.
Kemudian tekanlah ke arah dorsal supaya plasenta terdorong ke kaudal dan fundus
ke cranial. Sementara tarikan tali pusat tetap dilakukan. Segera setelah plasenta
lahir, uterus harus segera dipalpasi untuk melihat apakah kontraksinya baik atau
tidak. Dengan melakukan message ringan kontraksi uterus biasanya kembali baik.
Bila kontraksi uterus jelek, dapat dilakukan dengan pemberian
metilergonovinmaleat 0,2 mg im atau iv. Perasat crede yaitu dengan dorongan
pada fundus uteri. Akan tetapi cara ini sudah banyak ditinggalkan karena dapat
menyebabkan inversion uteri. Setelah plasenta lahir, harus diperiksa apakah
kotiledon dan selaput ketuban lengkap apa tidak. Bila tidak dapat menimbulkan
perdarahan yang baik. Dalam hal ini perlu dilakukan eksplorasi kavum uteri secara
manual. Indikasi eksplorasi secara manual adalah:
a. Bila plasenta dicurigai tidak lengkap keluar semua
b. Setelah persalinan traumatic (Forseps, versi ekstraksi, dll)
c. Bila terjadi perdarahan postpartum
d. Bila dicurigai ada kelainan congenital.
 Perdarahan kala III
Jumlah darah yang keluar setelah janin lahir rata-rata berkisar 200-400 ml.
bila lebih dari 500 ml dapat dianggap perdarahan patologis dan dikenakan dengan
perdarahan postpartum. Sebab terbanyak timbulnya perdarahan postpartum adalah
atonia uteri, robekan jalan lahir dan sisa-sisa plasenta. Kelainan ppembekuan darah
juga bisa sebagai kausa tetapi jarang. Penderita dengan atonia uteri disebut dengan
potential bleeders yang meliputi : partus lama grandemultipara, hidramnion,
kehamilan ganda, anemia, hamil dengan mioma uteri, persalinan dengan pacuan
dan lain-lain. Pada keadaan-keadaan ini perlu diberikan uterotonika profilaksi
berupa 2,5 unit oksitosin pada saat kepala membuka pintu dan 0,2 mg metal
ergonovin segera setelah plasenta lahir. Lebih bagus lagi bila pasien sudah dalam
keadaan diinfus dan tersedia persediaan darah bila sewaktu-waktu dibutuhkan.
4. Kala IV
Berlangsung selama 2 jam lamanya untuk observasi perdarahan post partus. Pada
kala IV pasien dibersihkan/dimandikan dan dipasang gurita/stagen agar corpus uteri
terfixer, sehingga pasien merasa nyaman kemudian pasien dipindah ke bangsal/kamar bila
semua sudah selesai.

 6 : Apa pengaruh hipertensi untuk ibu hamil?
 Hipertensi ibu hamil dijumpai di negara berkembang maupun di negara maju, dan
oleh organisasi kesehatan dunia (WHO) dalam seventh general programmer of
work untuk tahun 2000 sampai 2004 tercatat sebagai masalah ibu hamil di dunia.
Di negara maju, hipertensi ibu hamil merupakan penyebab kematian maternal,
tetapi kematian hipertensi adalah 150/100.000 kelahiran (Manuaba,2008).
 Penyebab kematian ibu yang utama di Indonesia adalah pendarahan, hipertensi
pada kehamilan dan infeksi, secara klinis yang paling sering adalah hipertensi
pada ibu hamil dan juga merupakan salah satu tanda dari penyakit pre-eklampsia.
Hipertensi pada kehamilan masih merupakan penyebab utama kematian maternal
dan perinatal terutama di negara berkembang diperkirakan 15-40% kematian
maternal berhubungan langsung dengan hipertensi pada kehamilan dan sampai
30% janin meninggal khususnya eklampsia (Depkes, RI, 2008).
4. Bagaimana cara membaca patograf?
Partograf adalah alat bantu untuk membuat keputusan klinik, memantau,
mengevaluasi dan menatalaksana persalinan. Partograf dapat dipakai untuk memberikan
peringatan awal bahwa suatu persalinan berlangsung lama, adanya gawat ibu dan janin,
serta perlunya rujukan.
 Waktu pengisian
Waktu yang tepat untuk pengisian partograf adalah saat proses persalinan
telah berada dalam kala I fase aktif yaitu saat pembukaan serviks dari 4 sampai 10
cm dan berakhir pada pemantauan kala IV.
 Isi Partograf
a. Informasi tentang ibu
Nama dan umur; Gravida, para, abortus.; Nomor catatan medik/nomor
puskesmas; Tanggal dan waktu mulai dirawat; Waktu pecahnya selaput
ketuban
b. Kondisi janin
Denyut jantung janin; Warna dan adanya air ketuban; Penyusupan(molase)
kepala janin.
c. Kemajuan persalinan
Pembukaan serviks; Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin; Garis
waspada dan garis bertindak.
d. Waktu dan jam
Waktu mulainya fase aktif persalinan; Waktu aktual saat pemeriksaan atau
penilaian.
e. Kontraksi uterus
Frekuensi kontraksi dalam waktu 10 menit; Lama kontraksi (dalam detik)
f. Obat-obatan yang diberikan
Oksitosin; Obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan
g. Kondisi ibu
Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh; Urin (volume, aseton atau
protein)
 Cara pengisian
Pencatatan dimulai saat fase aktif yaitu pembukaan serviks 4 cm dan
berakhir titik dimana pembukaan lengkap. Pembukaan lengkap diharapkan terjadi
jika laju pembukaan adalah 1 cm per jam. Pencatatan selama fase aktif persalinan
harus dimulai di garis waspada. Kondisi ibu dan janin dinilai dan dicatat dengan
cara:
a. Denyut jantung janin : setiap 30 menit.
b. Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus : setiap 30 menit.
c. Nadi : setiap 30 menit
d. Pembukaan serviks : setiap 4 jam.
e. Penurunan bagian terbawah janin : setiap 4 jam.
f. Tekanan darah dan temperatur tubuh : setiap 4 jam
g. Produksi urin (2 – 4 Jam), aseton dan protein : sekali
 Cara pengisian partograf adalah sebagai berikut:
a. Lembar depan partograph
1) Informasi ibu ditulis sesuai identitas ibu. Waktu kedatangan ditulis
sebagai jam. Catat waktu pecahnya selaput ketuban, dan catat waktu
merasakan mules.
2) Kondisi janin
a) Denyut Jantung Janin
Nilai dan catat denyut jantung janin (DJJ) setiap 30 menit (lebih sering
jika terdapat tanda-tanda gawat janin). Setiap kotak menunjukkan
waktu 30 menit. Kisaran normal DJJ tertera diantara garis tebal angka
180 dan 100. Bidan harus waspada jika DJJ mengarah di bawah 120
per menit (bradicardi) atau diatas 160 permenit (tachikardi). Beri
tanda ‘•’ (tanda titik) pada kisaran angka 180 dan 100. Hubungkan
satu titik dengan titik yang lainnya.
b) Warna dan adanya air ketuban
Catat warna air ketuban setiap melakukan pemeriksaan vagina,
menggunakan lambang-lambang berikut:
U : Selaput ketuban Utuh.
J : Selaput ketuban pecah, dan air ketuban Jernih.
M : Air ketuban bercampur Mekonium.
D : Air ketuban bernoda Darah.
K : Tidak ada cairan ketuban/Kering
c) Penyusupan/molase tulang kepala janin
Setiap kali melakukan periksa dalam, nilai penyusupan antar tulang
(molase) kepala janin. Catat temuan yang ada di kotak yang sesuai
di bawah lajur air ketuban. Gunakan lambang-lambang berikut:
0 : Sutura terpisah.
1 : Tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan.
2 : Sutura tumpang tindih tetapi masih dapat diperbaiki.
3 : Sutura tumpang tindih dan tidak dapat diperbaiki.
Sutura/tulang kepala saling tumpang tindih menandakan
kemungkinan adanya CPD ( cephalo pelvic disproportion)
3) Kemajuan persalinan
a) Pembukaan serviks
Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat pada
partograf setiap temuan dari setiap pemeriksaan. Nilai dan catat
pembukaan serviks setiap 4 jam. Menyantumkan tanda ‘X’ di garis
waktu yang sesuai dengan lajur besarnya pembukaan serviks.
b) Penurunan bagian terbawah janin
Untuk menentukan penurunan kepala janin tercantum angka
1-5 yang sesuai dengan metode perlimaan. Menuliskan turunnya
kepala janin dengan garis tidak terputus dari 0-5. Berikan tanda ‘0’
pada garis waktu yang sesuai.
c) Garis waspada dan garis bertindak
Garis waspada, dimulai pada pembukaan serviks 4 cm (jam
ke 0), dan berakhir pada titik di mana pembukaan lengkap (6 jam).
Pencatatan dimulai pada garis waspada. Jika pembukaan serviks
mengarah ke sebelah kanan garis waspada, maka harus
dipertimbangkan adanya penyulit
Garis bertindak, tertera sejajar dan disebelah kanan (berjarak
4 jam) pada garis waspada. Jika pembukaan serviks telah melampaui
dan berada di sebelah kanan garis bertindak maka menunjukkan
perlu dilakukan 19 tindakan untuk menyelasaikan persalinan.
Sebaiknya ibu harus berada di tempat rujukan sebelum garis
bertindak terlampaui.
4) Jam dan waktu
a) Waktu mulainya fase aktif persalinan
Setiap kotak menyatakan satu jam sejak dimulainya fase aktif
persalinan
b) Waktu aktual saat pemeriksaan atau persalinan
Menyantumkan tanda ‘x’ di garis waspada, saat ibu masuk
dalam fase aktif persalinan.
5) Kontraksi uterus
Terdapat lima kotak kontraksi per 10 menit. Nyatakan lama
kontraksi dengan:

:titik-titik di kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang


lamanya < 20 detik.
: garis-garis di kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang
lamanya 20-40 detik.

:Arsir penuh kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang


lamanya > 40 detik.
6) Obat-obatan dan cairan yang diberikan
a) Oksitosin. Jika tetesan drip sudah dimulai, dokumentasikan setiap
30 menit jumlah unit oksitosin yang diberikan per volume cairan dan
dalam satuan tetes per menit.
b) Obat lain dan cairan IV. Mencatat semua dalam kotak yang sesuai
dengan kolom waktunya
7) Kondisi ibu
a) Nadi, tekanan darah, dan suhu tubuh
- Nadi, dicatat setiap 30 menit. Beri tanda titik (•) pada
kolom yang sesuai.
- Tekanan darah, dicatat setiap 4 jam atau lebih sering jika
diduga ada penyulit. Memberi tanda panah pada
partograf pada kolom waktu yang sesuai.
- Suhu tubuh, diukur dan dicatat setiap 2 jam atau lebih
sering jika terjadi peningkatan mendadak atau diduga
ada infeksi. Mencatat suhu tubuh pada kotak yang sesuai.
b) Volume urin, protein, dan aseton
Mengukur dan mencatat jumlah produksi urine setiap 2
jam (setiap ibu berkemih). Jika memungkinkan, lakukan
pemeriksaan aseton dan protein dalam urine.
 Lembar belakang partograf
1) Data dasar
Data dasar terdiri dari tanggal, nama bidan, tempat persalinan, alamat tempat
persalinan, catatan, alasan merujuk, tempat merujuk, pendamping saat merujuk dan
masalah dalam kehamilan/ persalinan
a) Kala I
Terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tentang partograf saat melewati garis waspada,
masalah lain yang timbul, penatalaksanaan, dan hasil penatalaksanaannya.
b) Kala II
Kala II terdiri dari episiotomi, pendamping persalinan, gawat janin, distosia bahu
dan masalah dan penatalaksanaannya.
c) Kala III
Kala III berisi informasi tentang inisiasi menyusu dini, lama kala III, pemberian
oksitosin, penegangan tali pusat terkendali, masase fundus uteri, kelengkapan
plasenta, retensio plasenta > 30 22 menit, laserasi, atonia uteri, jumlah perdarahan,
masalah lain, penatalaksanaan dan hasilnya
d) Kala IV
Kala IV berisi tentang data tekanan darah, nadi, suhu tubuh, tinggi fundus uteri,
kontraksi uterus, kandung kemih, dan perdarahan.
e) Bayi baru lahir
Bayi baru lahir berisi tentang berat badan, panjang badan, jenis kelamin, penilaian
bayi baru lahir, pemberian ASI, masalah lain dan hasilnya

5. Apakah normal pada saat pemeriksaan obtretik didapatkan darah warna hitam?

6. Apa pengahruh hipertensi pada ibu hamil dan pengobatan apa yang diperbolehkan?
Hipertensi ibu hamil dijumpai di negara berkembang maupun di negara maju, dan
oleh organisasi kesehatan dunia (WHO) dalam seventh general programmer of work untuk
tahun 2000 sampai 2004 tercatat sebagai masalah ibu hamil di dunia. Di negara maju,
hipertensi ibu hamil merupakan penyebab kematian maternal, tetapi kematian hipertensi
adalah 150/100.000 kelahiran (Manuaba,2008).
Penyebab kematian ibu yang utama di Indonesia adalah pendarahan, hipertensi
pada kehamilan dan infeksi, secara klinis yang paling sering adalah hipertensi pada ibu
hamil dan juga merupakan salah satu tanda dari penyakit pre-eklampsia. Hipertensi pada
kehamilan masih merupakan penyebab utama kematian maternal dan perinatal terutama
di negara berkembang diperkirakan 15–40% kematian maternal berhubungan langsung
dengan hipertensi pada kehamilan dan sampai 30% janin meninggal khususnya
eklampsia (Depkes, RI, 2008)
Terapi yang diberikan untuk hipertensi pada ibu hamil harus aman dan tepat,
karena obat akan terdistribusi ke dalam uterus kemudian masuk ke janin. Lini pertama
pengobatan hipertensi pada ibu hamil meliputi metildopa, beta bloker dan vasodilator.
Pengobatan lini pertama tidak akan mempengaruhi janin, pengobatan yang tidak tepat
untuk ibu hamil yaitu terapi hipertensi dengan Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors
dan Angiotensin Reseptor Blocker, obat jenis ini menurut ADEC (Australian Drug
Evaluation Committee) termasuk dalam golongan D, yaitu berpotensi menyebabkan
kecacatan pada janin dan untuk ibu hamil pada kehamilan berikutnya (Queensland
Health, 2013; JNC VII, 2003; Ayton, 1999).
7. Bagaimana interpretasi pemeriksaan dalam pada pasien?
 Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam sebaiknya dilakukan setiap 4 jam selama kala I pada
persalinan, dan setelah selaput ketuban pecah. Gambarkan temuan-temuan yang
ada pada partogram.

 Pada setiap pemeriksaan dalam, catatlah hal-hal sebagai berikut:


- warna cairan amnion
- dilatasi serviks
- penurunan kepala (dapat dicocokkan dengan periksa luar) (Lihat
gambar)
 Jika serviks belum membuka pada pemeriksaan dalam pertama, mungkin
diagnosis inpartu belum dapat ditegakkan
- Jika terdapat kontraksi yang menetap, periksa ulang wanita tersebut
setelah 4 jam untuk melihat perubahan pada serviks. Pada tahap ini, jika
serviks terasa tipis dan terbuka maka wanita tersebut dalam keadaan
inpartu, jika terdapat perubahan, maka diagnosisnya adalah persalinan
palsu.
 Pada kala II persalinan lakukan pemeriksaan dalam setiap jam.
 Hal-hal yang diamati pada pemeriksan dalam:
- Luka atau benjolan (termasuk kondilomata)
- Varises pada vulva atau rectum
- Parut pada perineum
- Darah lendir
- Darah
- Cairan ketuban
8. Bagaimana interpretasi APGAR Score?
Apgar skor adalah suatu metode sederhana yang digunakan untuk menilai
keadaan umum bayi sesaat setelah kelahiran . Penilaian ini perlu untuk mengetahui
apakah bayi menderita asfiksia atau tidak. Yang dinilai adalah frekuensi jantung (Heart
rate), usaha nafas (respiratory effort), tonus otot (muscle tone), warna kulit (colour) dan
reaksi terhadap rangsang (respon to stimuli) yaitu dengan memasukkam kateter ke lubang
hidung setelah jalan nafas dibersihkan. Setiap penilaian diberi angka 0,1,2. Dari hasil
penilaian tersebut dapat diketahui apakah bayi normal (vigorous baby = nilai apgar 7-10),
asfiksia ringan (nilai apgar 4-6), asfiksia berat (nilai apgar 0-3) (Prawirohardjo : 2002).
Penilaian APGAR score ini biasanya dilakukan sebanyak kali. Yaitu 5 menit
pertama bayi baru lahir dan 5 menit kedua atau 10 menit pertama bayi baru lahir dan 15
menut pertama setelah bayi lahir.
o Kriteria APGAR Score
Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2 Akronim
Warna Kulit Seluruh badan warna kulit Warna kulit Appearance
biru atau pucat tubuh normal tubuh, tangan,
merah muda, dan kaki
tetapi tangan normal merah
dan kaki muda, tidak
kebiruan ada sianosis
Denyut tidak ada <100 >100 Pulse
Jantung kali/menit kali/menit
Respon tidak ada meringis atau meringis atau Grimace
Reflek respons menangis bersin atau
terhadap lemah ketika batuk saat
stimulasi distimulasi stimulasi
saluran napas
Tonus Otot lemah atau sedikit gerakan bergerak aktif Activity
tidak ada
Pernafasan tidak ada lemah atau menangis kuat, Respiration
tidak teratur pernapasan
baik dan
teratur
Keterangan :
o Nilai APGAR antara 7-10 menandakan kondisi bayi baik
o Nilai APGAR antara 4-6 menandakan bahwa bayi mengalami asfiksia sedang
o Nilai APGAR antara 0-3 menandakan bahwa bayi mengalami asfiksia berat
Pada scenario ini didapatkan nilai APGAR Score 8 – 9 – 10 sehingga pada
scenario ini dapat dikatakan bayi lahir dengan kondisi normal.
9. Bagaimana perubahan fisiologis ibu hamil dikaitkan dengan keluhan?
Menjelang akhir bulan ketiga kehamilan, rahim menempati sebagian besar rongga
pelvis. Seiring janin terus tumbuh, rahim meluas lebih tinggi dan lebih tinggi ke rongga
perut. Menjelang akhir kehamilan penuh, rahim mengisi hampir seluruh rongga perut,
mencapai di atas batas biaya hampir ke proses xifoid sternum. Ini mendorong usus, hati,
dan perut ibu secara superior, mengangkat diafragma, dan melebarkan rongga toraks.
Tekanan pada perut bisa memaksa isi perut lebih unggul ke kerongkongan,
mengakibatkan mulas. Pada rongga pelvis, kompresi ureter dan kandung kemih terjadi.
Perubahan fisiologis akibat kehamilan juga terjadi, termasuk kenaikan berat
badan akibat janin, cairan ketuban, plasenta, pembesaran rahim, dan peningkatan total air
tubuh; peningkatan penyimpanan protein, trigliserida, dan mineral; ditandai pembesaran
payudara dalam persiapan untuk menyusui; dan sakit punggung bagian bawah akibat
lordosis (cekung). Beberapa perubahan terjadi pada sistem kardiovaskular ibu. Volume
stroke meningkat sekitar 30% dan curah jantung meningkat.
10. Apa saja alat – alat untuk persiapan kelahiran dan alat – alat pelindung diri? Dan
tujuannya untuk apa?
Alat – alat persiapan persalinan
o Persiapan Ibu dan Bayi
- 1 buah handuk
- 1/3 kain Alas bokong ibu
- Selimut untuk mengganti
- Topi Bayi
- Pakaian ibu
- Kain/sarung yang bersih dan kering (±5 buah)
- Pakaian bayi
- 2 buah washlap
o Peralatan steril atau DTT parus set (Dalam wadah steril yang berpenutup)
- 2 klem Kelly/ klem kocher
- Gunting tali pusat
- Benang tali pusat / klem plastik
- Kateter nelaton
- Gunting episiotomi
- Klem 1⁄2 kocher
- 2 pasang sarung tangan
- Kasa atau kain kecil 5 bh
- Gulungan kapas basah (1 kom kapas kapas DTT, 1 kom alat DTT)
- Tabung suntik 2,5 atau 3 ml
- Penghisap lendir De Lee
o Heacting set (penjahitan episiotomi)
- Tabung suntik 10 ml beserta jarum suntik
- 1 Pinset anatomi dan 1 pinset sirurgi
- Pegangan jarum / nald pooder
- 2-3 jarum jahit tajam/ nald (kulit dan otot)
- Benang chromic ukuran 2.0 atau 3.0
- 1 pasang sarung tangan DTT atau steril
o Peralatan tidak steril
- Termometer
- Stetoskop
- Tensimeter
- Pita pengukur / meteran
- Pinnards, fetoskop.stetoskop Laenec atau dopler
- Bengkok
- Piring plasenta
- Timbangan bayi
- Pengukur panjang bayi
- Gunting ferband
- Sarung tangan rumah tangga
- Wadah untuk larutan klorin 0,5 %
- Wadah untuk air DTT
- Tempat sampah (sampah tajam, kering dan basah)
o Alat – alat perlindungan diri :
- celemek plastic
- sepatu boot
- masker
- handuk bersih
- kacamata
- penutup kepala
- mencuci tangan 7 langkah
11. Mengapa terjadi edema pada tungkai bawah?
Kaki bengkak saat hamil dapat disebabkan oleh hal normal (fisiologis) dan tidak
normal (patologis). Pada saat hamil, secara normal terjadi penumpukan mineral natrium
yang bersifat menarik air, sehingga terjadi penumpukan cairan di jaringan. Hal ini
ditambah dengan penekanan pembuluh darah besar di perut sebelah kanan (vena kava)
oleh rahim yang membesar, sehingga darah yang kembali ke jantung berkurang dan
menumpuk di tungkai bawah. Penekanan ini terjadi saat ibu berbaring terletang atau
miring ke kanan. Oleh karena itu, ibu hamil trimester ketiga disarankan berbaring ke arah
kiri.
Pembengkakan yang tidak normal dapat disebabkan oleh preeklampsia, selulitis,
dan trombosis vena dalam. Preeklampsia merupakan salah satu penyebab kaki bengkak
pada kehamilan yang diwaspadai, karena memberikan risiko tinggi kepada ibu dan bayi.
Faktor risiko menderita preeklampsia adalah penderita tekanan darah tinggi yang kronis,
usia di bawah 17 tahun atau di atas 35 tahun, riwayat keluarga preeklampsia, diabetes,
kehamilan pertama, kehamilan kembar, serta gangguan pembuluh darah.
JUMP 4
JUMP 5
1. Menjelaskan tahapan persalinan normal!
 Tahapan persalinan normal
Persalinan adalah proses dimana janin diusir dari rahim melalui vagina, juga disebut
sebagai melahirkan. Sinonim untuk persalinan adalah partusisi (par-toor-ISH-un; parturit-?
Childbirth). Permulaan persalinan ditentukan oleh interaksi kompleks beberapa hormon
plasenta dan janin. Karena progesteron menghambat kontraksi rahim, persalinan tidak dapat
terjadi sampai efek progesteron berkurang. Menjelang akhir masa kehamilan, tingkat estrogen
dalam darah ibu meningkat tajam, menghasilkan perubahan yang mengatasi efek
penghambatan progesteron. Kenaikan estrogen menghasilkan peningkatan sekresi oleh
plasenta hormon pelepas kortikotropin, yang merangsang kelenjar pituitary anterior janin
untuk mengeluarkan ACTH (hormon adrenokortikotropik).
Pada gilirannya, ACTH merangsang kelenjar adrenal janin untuk mensekresi kortisol
dan dehidroepiandrosteron (DHEA), androgen adrenal utama. Plasenta kemudian mengubah
DHEA menjadi estrogen. Tingginya tingkat estrogens menyebabkan jumlah reseptor untuk
oksitosin pada serat otot rahim meningkat, dan menyebabkan serat otot uterus membentuk
persimpangan gap satu sama lain. Oksitosin yang dilepaskan oleh hipofisis posterior
merangsang kontraksi rahim, dan bersantai dari plasenta membantu dengan meningkatkan
fleksibilitas simfisis pubis dan membantu melebarkan serviks uterus. Estrogen juga
merangsang plasenta untuk melepaskan prostaglandin, yang menginduksi produksi enzim yang
mencerna serat kolagen di serviks, menyebabkannya melunak.
Pengendalian kontraksi persalinan selama parturisi terjadi melalui siklus umpan balik
positif. Kontraksi uterinemyometrium memaksa kepala atau tubuh bayi masuk ke serviks,
membesar (meregangkan) serviks. Reseptor peregangan di serviks mengirim impuls saraf ke sel
neurosekresi di hipotalamus, menyebabkan mereka melepaskan oksitosin ke dalam pembuluh
darah dari kelenjar pituitari posterior. Oksitosin kemudian dibawa oleh darah ke rahim, di
mana ia merangsang miometrium berkontraksi lebih kuat. Saat kontraksi mengintensifkan,
tubuh bayi masih membentang di leher rahim lebih, dan impuls saraf yang dihasilkan
merangsang sekresi oksitosin lebih banyak. Dengan kelahiran bayi, siklus umpan balik positif
rusak karena distensi serviks mendadak berkurang. Kontraksi uterus terjadi pada gelombang
(sangat mirip dengan gelombang peristaltik saluran gastrointestinal) yang dimulai dari rahim
atas dan bergerak ke bawah, akhirnya mengeluarkan janin. Persalinan sejati dimulai saat
kontraksi rahim terjadi pada interval teratur, biasanya menghasilkan rasa sakit. Karena interval
antara kontraksi semakin pendek, kontraksi semakin meningkat. Gejala lain dari persalinan
sejati di Indonesia Beberapa wanita adalah pelokalan rasa sakit di bagian belakang yang
diintensifkan dengan berjalan kaki. Indikator yang paling dapat diandalkan untuk persalinan
sejati adalah pelebaran serviks dan "pertunjukan", pelepasan lendir yang mengandung darah
ke dalam saluran serviks.
Pada persalinan palsu, rasa sakit terasa di perut pada interval tidak teratur, namun
tidak mengintensifkan dan berjalan tidak mengubahnya secara signifikan. Tidak ada
"pertunjukan" dan tidak ada pelebaran serviks. Persalinan sejati dapat dibagi menjadi tiga
tahap. Tahap pelebaran. Waktu mulai kerja sampai dengan Pelebaran lengkap serviks adalah
tahap pelebaran. Ini panggung, yang biasanya berlangsung 6-12 jam, fitur kontraksi biasa dari
rahim, biasanya ruptur amniotik kantung, dan dilatasi lengkap (sampai 10 cm) serviks. Jika
Kantung amnion tidak pecah secara spontan, rupturnya pecah sengaja. 2 tahap pengusiran
Waktu (10 menit sampai beberapa jam) Dari dilatasi serviks lengkap hingga melahirkan bayi
adalah tahap pengusiran 3 tahap plasenta. Waktu (5-30 menit atau lebih) setelah melahirkan
sampai plasenta atau "afterbirth" diusir dengan kuat Kontraksi rahim adalah tahap plasenta.
Kontraksi ini juga menyempitkan pembuluh darah yang robek saat melahirkan, mengurangi
kemungkinan pendarahan.
 Persalinan dikatakan fisiologis kalau :
a. Usianya antara 37-40 minggu
b. Berat bayi lahir 2500-3900 gram
c. Presentasi belakang kepala (ubun-ubun kecil)
d. Bayinya hidup
e. Jumlah bayi 1
f. Intrauterine
g. Lama persalinan tidak lebih dari 24 jam
h. Bayi tidak ada cacat bawaan
i. Ibu tidak ada komplikasi
 Persalinan normal
o Persalinan semu
Ketika mendekati term, banyak ibu hamil merasakan kontraksi uterus
dan nyeri akan tetapi tidak disertai dengan dilatasi cervix. Hal ini disebut
persalinan semu (false labour). Pada kondisi ini, triple descending gradient
uterus tidak terjadi. Justru segmen bawah uterus berkontraksi sama kuatnya
dengan segmen atas sehingga tidak terjadi dilatasi cervix dan timbulnya nyeri
pada punggung bawah.
o Persalian sebenarnya
Permulaan persalinan sebenarnya masih sulit untuk ditentukan, akan
tetapi tanda-tandanya dapat berupa : kontraksi uterus yang mulai berlangsung
secara teratur dan terkoordinasi serta keluarnya discharge berupa mukus
bercampur darah. Persalinan sebenarnya dibagi menjadi tiga kala.
1. Kala I (Stadium pendataran dan dilatasi cervix)
Kala I merupakan masa tercapainya kontraksi uterus dengan frekuensi,
intensitas, dan durasi yang cukup untuk menghasilkan pendataran dan
dilatasi cervix yang progresif (selesai ketika cervix sudah membuka
lengkap 10 cm dan memungkinkan kepala janin lewat). Kala I amplitude
his meningkat mencapai 60 mmHg dan frekuensi 2-4 kali/10 menit pada
akhir kala 1. Durasi his juga meningkat dari 20 detik menjadi 60-90 detik.
His yang sempurna bila terdapat koordinasi dari gelombang kontraksi
sehingga kontraksi simetris dengan dominasi di fundus uteri:
1. Amplitudo 40-60 mmHg
2. Durasi 60-90 detik
3. Jarak antar waktu kontraksi 2-4 menit.
4. Relaksasi tonus uterus <12 mmHg.
Jika frekuensi dan amplitudo lebih tinggi akan mengurangi pertukaran O2
sehingga menyebabkan hipoksia janin dan timbul kegawatan janin. Hal ini
secara klinik ditentukan dengan menghitung detak jantung janin atau
pemeriksaan kardiotokografi. Pada permulaan kala 1, his juga
menyebabkan pembukaan dan penipisan di samping tekanan air ketuban.
Selanjutnya kepala janin yang semakin masuk pada rongga pelvik
menimbulkan tekanan pada cervix sehingga pembukaan menjadi lengkap.
Kala I dibagi menjadi 2 fase.
Fase Laten
Fase laten (waktu antara onset persalinan dan dilatasi 3-4 cm). pada saat ini,
cervix menjadi memendek secara penuh (fully effaced). Effacement adalah
proses di mana cervix memendek dan menjadi bagian dari segmen bawah
uterus. Effacement bisa dimulai dari beberapa minggu sebelum kelahiran
dan complete pada akhir fase laten. Cervical os biasanya baru akan
berdilatasi jika sudah ada effacement. Fase laten berlangsung antara 3-8 jam
dan biasanya lebih cepat pada multipara.
Fase Aktif
Fase selanjutnya adalah fase aktif. Fase aktiv merupakan waktu antara akhir
fase laten sampai dilatasi penuh (10 cm) biasanya berlangsung 2-6 jam dan
lebih singkat pada multipara. Normalnya kecepatan dilatasi adalah 1
cm/jam.
Fetus berada di bawah kemudian kanal persalinan (birth canal) terbentuk
dari dilatasi cervix dan vagina melalui peregangan dan perpindahan otot
pada diafragma pelvic dan perineum. Kandung kemih terdorong ke atas
pubis karena letaknya berlekatan dengan uterus. Uretra menjadi meregang
sedangkan kandung kemih tertekan.

2. Kala II (Stadium ekspulsi janin)


Kala II terjadi saat dilatasi cervix lengkap sampai janin keluar. Pada kala II,
kekuatan uterus didukung oleh peningkatan tekanan intraabdomen dari
kontraksi diafragma dan dinding abdomen. Setelah dilatasi cervix penuh,
proses ekspulsi janin melibatkan tekanan intraabdominal yang diakibatkan
oleh kontraksi otot abdomen dan upaya pernapasan paksa dengan glottis
menutup. Gaya ini disebut mengejan. Mengejan hanya membantu pada kala
II dan III, sedangkan pada kala I tidak begitu. Pada akhir kala II bagian
outlet canal membentuk sudut 90 derajat dari inlet. Sudut ini disebut curve
of Carus. Kala II juga terbagi menjadi dua fase.
Fase Pasif
Fase pasif adalah waktu antara dilatasi penuh sampai onset kontraksi
expulsive involunter. Pada fase ini, ibu tidak perlu mengejan dan kepala
fetus masih berada relative tinggi pada pelvis.
Fase Aktif
Fase selanjutnya adalah fase aktif kala II. Ibu perlu mengejan karena kepala
fetus berada di bawah (biasanya terlihat). Jika seoang wanita tidak pernah
mencapai fase involuner maka fase aktif dimulai ketika ia mulai
melakukangerakan volunteer dengan panduan bidan. Basanya fase aktif
tidak lebih dari 2 jam pada primipara dan 1 jam pada wanita yang sudah
pernah melahirkan normal sebelumnya. Anastesi epidural dapat
mempengaruhi lama dan management dari kala II
 Mekanisme persalinan
Dalam persalinan kala II, mekanisme persalinan juga membantu
keluarnya janin. Mekanisme persalinan adalah rangkaian pergerakan
pasif dari janin terutama bagian presentasinya ketika ia bergerak ke
bawah melalui birth canal.
1) Engagement
Kepala umumnya masuk ke pelvis secara transversal sehingga
diameternya menjadi lebih lebar. Engagement dikatakan
berhasil saat bagian terluas dari presentasi masuk ke inlet. Jika
kepala fetus teraba pada perabaan abdominal lebih dari 2/5 maka
kepa belum masuk ke fase engagement.
2) Descent
Penurunan dari kepala fetus diperlukan sebelum fleksi, rotasi
internal, dan ekstensi. Desent ini terjadi pada kala II. Hal ini
dibantu dengan abdominal musculature dan maneuver valsalva.
3) Flexion
Kepala fetus mungkin tidak selalu fleksi secara penuh saat
memasuki pelvis. Seiring dnegan turunnya kepala melalui jalan
yang sempit, flexi terjadi. Flexi penting untuk meminmalkan
diampeter presentasi dari fetus.
4) Internal Rotation
Ketika kepala sudah fleksi secara baik, oksipital akan berada di
ujung dan akan menuju kea rah levator ani. Hal ini menyebabkan
ritasi anterior sehingga sutura sagitalis berada di diameter AP
dari pelvic outlet. Jika fetus berada dalam posisi OP, maka rotasi
internal akan terjadi dari posisi OP ke posisi OA. Kondisi inilah
yang menyebabkan bertambahnya durasi persalinan akibat
malposisi. Selain itu, posisi OP bayi juga bisa bertahan sehingga
menyebabkan presentasi wajah saat persalinan dan biasanya
posisi OP ini berkaitan dengan ekstensi dari kepala janin.
Akibatnya diameter presentasi janin menjadi lebih lebar
sehingga memungkinkan untuk terjadi obstruksi saat persalinan
dan diperlukan adanya tindakan section Caesar.
5) Extensi
Seiring dengan lengkapnya rotasi internal, occiput berada di
bawah SOP dan bregma berada di dekat batas bawah sacrum.
Kepala janin yang tadinya berada dalam keadaan fleksi
kemudian ekstensi dan keluar (crowning head) mendistensikan
SOP dan vulva. Ekstensi dan pergerakan bayi ini meminimalisir
trauma dengan menggunakan diameter terkecil dari kepala bayi.
6) Resitution
Setelah keluar, kepala akan menyesuaikan posisinya dengan
bahu. Pergerakan ini dinamakan restitution.
7) External Rotation
Agar bahu dan badan dapat keluar, bayi melakukan rotasi
eksternal.
8) Kelahiran Bahu dan Badan Janin
Ketika terjadi restitution dan external rotation, bahu akan
berada dalam posisi AP. Kelahiran bahu dan badan akan mudah
keluar pada normalnya.

3. Kala III (stadium pemisahan dan ekspulsi plasenta)


Kala III merupakan masa keluarnya plasenta dan selaput ketuban .
Normalnya berlangsung tidak lebh dari 30 menit kecuali pada wanita
tertentu yang mencapai 60 menit Pada kala III , his berlangsung 2-6
menit dengan amplitude masih 60-80 mmHg akan tetapi frekuensinya
berkurang. Sesudah 24 jam pasca persalinan intensitas dan frekuensi his
menurun.
o Durasi persalinan
Persalinan pada primipara umumnya berlangsung selama 8 jam
sedangkan persalinan berikutnya sekitar 5 jam. Biasanya wanita mulai turun
semangatnya pada 6 jam persalinan, dan semakin menurun 12 jam. Semakin
lama persalinan, insidensi fetal hypoxia dan perlunya operasi semakin besar.
Persalinan lebih dari 12 jam pada nulliparous dan 8 jam pada multiparos bisa
dikatakan durasinya memanjang.
2. Menjelaskan factor yang mempengaruhi persalinan!

3. Menjelaskan persalinan yang patologis!


4. MenjelaskanH penylit persalilan!

Você também pode gostar