Você está na página 1de 2

Judul penelitian:

DOING with CUXAN (Diabetic Ulkus Wound Healing with Curcuma xanthorrhiza) : Solusi
Alternatif Penyembuhan Ulkus Diabetik pada Model Tikus (Strain Wistar) Jantan yang diberi
Diet Diabetik

Peneliti:
Ryharti Amaliatus Sholeha 135070201131005/2013
Raodatus Sholehah 135070200111012/2013
Fatika Maulidyah Yuwanto 145070201111004/2014
Diah Niati 145070200111001/2014
Miftakhul Jannah 145070201111027/2014

Sebelum perlakuan:
1. Tikus strain wistar (Rattus norvegicus) sebanyak 25 ekor sesuai dengan kriteria inklusi
dipelihara di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Univrsitas Brawijaya
Malang.
2. Tikus diaklimatisasi dalam Laboratorium selama 7 hari.
3. Selama alkimatisasi tikus dimasukkan ke dalam kandang ( 1 kandang untuk 1 ekor
tikus).
4. Kandang dalam keadaan bersih, sirkulasi udara dan pencahayaan yang baik.
5. Pembersihan kandang dilakukan setiap hari dan penggantian sekam dilakukan setiap
hari.
6. Kandang ditempatkan di dalam ruangan dengan temperatur ruang, sirkulasi udara dan
pencahayaan yang sesuai dengan standart pemeliharaan hewan coba.
7. Tikus memperoleh makanan dan minuman sesuai standart pemeliharaan hewan coba di
Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang.
8. Penimbangan berat badan masing-masing tikus sebelum perlakuan.

Selama perlakuan:
1. Tikus dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan, masing-masing kelompok terdiri dari 5
ekor tikus.
2. Kelompok perlakuan:
1. Kelompok kontrol negatif : tikus sehat (diet normal) tanpa diberikan perlakuan
apapun
2. Kelompok kontrol positif : tikus diberikan injeksi STZ tanpa ekstrak temulawak
3. Kelompok perlakuan I : tikus diberikan injeksi STZ dan ekstrak temuawak 150
mg/kgBB
4. Kelompok perlakuan II : tikus diberikan injeksi STZ dan ekstrak temulawak 300
mg/kgBB
5. Kelompok perlakuan III : tikus diberikan ijeksi STZ dan ekstrak temulawak 600
mg/kgBB
3. Selama masa perlakuan tikus memperoleh asupan makanan dan minuman sesuai
standart pemeliharaan hewan coba di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya Malang.
4. Pemberian ijeksi STZ diberikan sejumlah single dose 45 mg/kgBB dalam pelarut buffer
sitrat 0,1 M pH 4.5 setelah sebelumnya dipuasakan selama 12 jam. Setalah diinjeksi
STZ, tikus diberikan larutan glukosa 5 % selama 24 jam untuk menghindari kematian
akibat hipoglikemia. Tujuh hari setelah injeksi STZ, glukosa darah diukur melalui vena
ekor dengan menggunakan glukometer dan tikus dengan glukosa darah diatas 250
mg/dL dinyatakan sebagai diabetik
5. Dilakukan perlukaan pada tikus untuk membuat luka. Luka pada kelompok negatif
tidak dibersihkan, pada kempok positif dibersihkan dengan NS dan pada kelompok
perlakuan dibersihkan dengan NS dan diberi olesan temulawak dengan konsentrasi
20% .
6. Pemberian ekstrak temulawak diberikan setelah tikus dipastikan diabetes sesuai dengan
dosis dimasing-masing kelompok perlakuan.
7. Sonde ekstrak temulawak dan topikal temulawakdi berikan setiap hari sebanyak 1 kali
pada waktu yang sama.
8. Penimbangan berat pakan tikus, sisa minum dan sekam dilakukan sebelum dan sesudah
diberikan dalam rentang waktu 24 jam. Tujuannya untuk mengetahui adanya TRIAS
diabetes (polifagi, polidipsi dan poliuri) bersamaan dengan dilakukan terapi oral dan
topikal dengan menggunakan temulawak.
9. Penimbangan berat badan tikus dilakukan secara berkala yakni seminggu sekali selama
14 hari.
10. Setelah 14 hari terapi, dilakukan pembedahan tikus, diperlukan pengecekan kadar TGF-
1 pada tikus kontrol positif, negative dan yang diberikan perlakuan.
11. Selama 14 terai dilakukan dokumentasi foto terhadap luka, untuk
mengetahuiperkembangan penyembuhan luka.
12. Pembedahan diawali dengan pemberian anestesi per inhalasi dengan kloroform dalam
wadah tertutup. Kemudian difiksasi dengan jarum di atas papan.
13. Pembuatan preparat histopatologi kulit dilakukan dengan metode paraffin. Fiksasi
dilaku-kan dengan merendam jaringankulit tikus dalam formalin 10% selama sehari
semalam (24 jam). Jaringan dimasukkan dalam alkohol 70% selama 1 jam, alkohol 80%
selama 1 jam, dan alkohol 99%. Selanjutnya 3-5 mm irisan jaringan ditanam dalam
parafin, dan diwarnai dengan hematoxylin-eosin. Preparat jaringan kulit diamati
dengan mikroskop cahaya secara blind untuk mengetahui jumlah fibroblas, ketebalan
epidermis, dan jumlah kapiler.
14. Ulkus diabetik didokumentasikan dengan digital camera 16 Mp. Luas luka yang tidak
sembuh setelah perawatan luka selama 14 hari diukur menggunakan program AutoCAD
2010.

Sesudah Perlakuan
1. Tubuh tikus yang tersisa dibersihkan dan dilakukan aseptik dengan alkohol 70%
kemudian di autoklaf dan dikubur dengan baik.
2. Alat-alat yang digunakan dicuci dengan sabun, dikeringkan dan disterilkan dengan
autoklaf.

Você também pode gostar