Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah pengertian hiperbilirubin?
1.2.2 Apa saja macam-macam hiperbilirubin?
1.2.3 Bagaimana metabolisme bilirubin?
1.2.4 Bagaimana etiologi hiperbilirubin?
1.2.5 Bagaimana komplikasi hiperbilirubin?
1.2.5 Bagaimana manifestasi klinis hiperbilirubin?
1.2.6 Bagaimana penanganan hiperbilirubin?
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Dapat mengetahui gambaran umum asuhan pada bayi dengan
hiperbilirubin di ruang Perinatologi RSUD Badung Mangusada
2. Tujuan Khusus
a. Diperoleh data subjektif pada By. Ny. I dengan hiperbilirubinemia di
ruang Perinatologi RSUD Badung Mangusada
b. Diperoleh data objektif pada By. Ny. I dengan hiperbilirubinemia di
ruang Perinatologi RSUD Badung Mangusada
c. Ditegakan analisa pada By. Ny. I dengan hiperbilirubinemia di ruang
Perinatologi RSUD Badung Mangusada
d. Dibuat rencana asuhan, penatalaksaan dan evaluasi sesuai dengan
analisa dan masalah pada By. Ny. I di RSUD Badung Mangusada
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
3
bulan dan lebih tinggi lagi pada bayi prematur. Walaupun kuning pada bayi
baru lahir merupakan keadaan yang relatif tidak berbahaya, tetapi pada usia
ini kadar bilirubin yang tinggi dapat berbahaya terhadap sistem saraf pusat
bayi (Yenik, 2012). Klinik ikterus tampak bila kadar bilirubin dalam serum
adalah ≥5 mg/dl (85 µmol/L), disebut hiperbilirubin adalah keadaan kadar
bilirubin serum >13 mgdl. (Hendrarto, 2009).
4
Bilirubin indirek kemudian diikat oleh albumin, di hepar dilakukan oleh
protein Y dan Z.
3. Konjugasi
Didalam hepar bilirubin ini mengalami proses konjugasi yang
membutuhkan energi dan enzim glukoronil transferase. Setelah mengalami
proses ini, bilirubin berubah menjadi bilirubin direk.
4. Ekskresi
Bilirubin direk kemudian diekskresi ke usus, sebagian dikeluarkan dalam
bentuk bilirubin dan sebagian lagi dalam bentuk sterkobilin. Bilirubin ini
kemudian diangkut ke hepar lagi untuk diproses.
5
berwarna pekat. Ketika bayi mendapatkan sedikit ASI, buang air besar
cenderung menjadi sedikit dan jarang karena bilirubin yang berada di usus
bayi terserap kembali ke dalam darah dan bukannya dibuang saat buang
air besar.
d. Ikterus pada bayi baru lahir akan terjadi pada kasus ketidakcocokan
golongan darah (inkompatibilitas ABO) dan rhesus (inkompatibilitas
rhesus) ibu dan janin. Tubuh ibu akan memproduksi antibodi yang akan
menyerang sel darah merah janin sehingga akan menyebabkan pecahnya
sel darah merah sehingga akan meningkatkan pelepasan bilirubin dari sel
darah merah.
e. Lebam pada kulit kepala bayi yang disebut dengan cephal hematom dapat
timbul dalam proses persalinan. Lebam terjadi karena penumpukan darah
beku di bawah kulit kepala. Secara alamiah tubuh akan menghancurkan
bekuan ini sehingga bilirubin juga akan keluar yang mungkin saja terlalu
banyak untuk dapat ditangani oleh hati sehingga timbul kuning
f. Ibu yang menderita diabetes dapat mengakibatkan bayi menjadi kuning.
Hal ini berarti lebih banyak bilirubin yang dihasilkan bada tubuh bayi
baru lahir. Jika bayi lahir prematur, atau stres karena proses kelahiran
yang sulit, atau bayi dari ibu yang menderita diabetes, atau jumlah sel
darah merah yang pecah lebih banyak dari biasanya (seperti yang bisa
terjadi pada golongan darah ibu dan bayi yang tidak sama), maka jumlah
bilirubin dalam darah dapat meningkat lebih dari yang seharusnya.
6
albumin dan menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam
glukoronat(bilirubin terkonjugasi, direk)(Sacher,2004).
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut
masuk ke sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus
,bilirubin diuraikan oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen
dapat diubah menjadi sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses. Sebagian
urobilinogen direabsorsi dari usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta
membawanya kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini umumnya
diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi
sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan
sebagai senyawa larut air bersama urin(Sacher, 2004).
7
Pada dewasa normal level serum bilirubin <1mg/dl. Ikterus akan muncul
pada dewasa bila serum bilirubin >2mg/dl dan pada bayi yang baru lahir akan
muncul ikterus bila kadarnya >7mg/dl(Cloherty et al, 2008).
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang
melebihi kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh
kegagalan hati(karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan
dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi
hati juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini,
bilirubin tertimbun di dalam darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai
tertentu(sekitar 2-2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan
yang kemudian menjadi kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau
jaundice(Murray et al,2009).
2.6 Komplikasi
1. Sebagian besar kasus hiperbilirubinemia tidak berbahaya, tetapi kadang
kadar bilirubin yang sangat tinggi bisa menyebabkan kerusakan otak
(keadaannya disebut kern ikterus). Kern ikterus adalah suatu keadaan
dimana terjadi penimbunan bilirubin di dalam otak, sehingga terjadi
kerusakan otak.
2. Efek jangka panjang dari kern ikterus adalah keterbelakangan mental,
kelumpuhan serebral (pengontrolan otot yang abnormal, cerebral palsy),
tuli dan mata tidak dapat digerakkan ke atas.
8
d. Menghilang paling lambat 10-14 hari
e. Tak ada faktor resiko
f. Sebab : proses fisiologis(berlangsung dalam kondisi fisiologis
2.8 Penilaian
Pengamatan hiperbilirubin paling baik dilakukan dalam cahaya matahari
dengan menekan sedikit kulit yang akan diamati untuk menghilangkan warna
karena pengaruh sirkulasi darah.
Untuk penilaian hiperbilirubin, kramer membagi tubuh bayi baru lahir
dalam 5 bagian yang dimulai dari kepala dan leher, dada sampai pusat, pusat
bagian bawah sampai tumit, tumit pergelangan kaki dan bahu pergelangan
tangan kaki serta tangan termasuk telapak tangan (Sarwono, 2006).
Dibawah ini dapat dilihat gambar pembagian derajat dan dearah ikterus.
9
Rumus Kramer
10
Terapi sinar diberikan jika bilirubin indirek darah mencapai 15 mg%,
bayi ikterus yang diberi sinar matahari lebih dari penyinaran biasa,
ikterusnya lebih cepat menghilang dibandingkan dengan bayi lain
yang tidak disinari. Denga penyinaran, bilirubin dipecah menjadi
dipyrole yang kemudian dikeluarkan melalui ginjal dan traktus
digestivus. Mekanisme utama terapi sinar adalah fotoisomer.
Penggunaan terapi sinar untuk mengobati hiperbilirubinemia harus
dilakukan dengan hati-hati, karena jenis pengobatan ini dapat
menyebabkan kerusakan retina, dapat meningkatkan kehilangan air
tidak terasa (insensible water losses), dan dapat mempengaruhi
pertumbuhan serta perkembangan bayi, sebaiknya dipilih sinar
dengan spectrum antara 420-480 nano meter. Sinar ultraviolet harus
dicegah dengan plexiglass dan bayi harus mendapat cairan yang
cukup.
2. Alat-alat untuk terapi sinar:
a. 10 lampu neon biru masing-masing berkekuatan 20 watt.
b. Susunan lampu dimasukan ke dalam bilik yang berisi ventilasi
disampingnya.
c. Dibawah susunan dipasang plexiglass setebal 1,5 cm untuk
mencegah sinar ultraviolet.
d. Alat terapi sinar diletakan 45 cm diatas permukaan bayi.
e. Terapi sinar diberikan selama 72 jam atau sampai kadar bilirubin
mencapai 12,5 mg %.
f. Mata bayi dan alat kelamin ditutupi dengan bahan yang dapat
memantulkan sinar.
g. Gunakan kain pada boks bayi atau incubator, dan letakan tirai
putih mengelilingi area sekeliling alat tersebut, untuk
memantulkan kembali sinar sebanyak mungkin ke arah bayi.
( Prawirohardjo, 2009).
3. Pelaksanaan pemberian terapi sinar dan perlu diperhatikan (Ladewig,
2009) antara lain:
a. Letakan bayi tanpa mengenakan pakaian dibawah sinar fototerapi,
kecuali untuk menutupi alat kelamin, untuk memaksimalkan
pajanan terhadap sinar.
b. Tutup mata bayi saat disinar
c. Pantau tanda-tanda vital setiap 4 jam.
d. Pantau asupan dan keluaran setiap 8 jam
11
e. Berikan asupan cairan 25 % diatas kebutuhan cairan normal.
Untuk memenuhi peningkatan kehilangan cairan yang tidak
tampak mata serta pada feces.
f. Reposisi bayi sedikitnya setiap 2 jam.
g. Matikan sinar terapi saat orang tua berkunjung dan memberikan
ASI.
h. Pantau panjang gelombang sinar fototerapi menggunakan
bilimeter, setiap penggantian sorotan cahaya ke area mata yang
lain.
i. Pantau kadar bilirubin setiap 8 jam selama 1 hingga 2 hari
pertama atau setiap pemberian sesuai dengan protocol institusi
setelah penghentian fototerapi.
4. Kelainan yang mungkin timbul pada neonatus yang mendapat terapi
sinar (Asrining, dkk, 2003) antara lain:
a. Peningkatan kehilangan cairan yang tidak tertukar (insensible
water loss).
b. Frekuensi defekasi meningkat, pemberian susu dengan kadar
laktosa rendah akan mengurangi timbulnya diare.
c. Timbulnya kelainan kulit “flea bite rash” didaerah muka badan
dan ekstermitas, kelainan ini akan segera hilang setelah terapi
dihentikan.
d. Beberapa neonatus yang mendapat terapi sinar menunjukan
kanaikan suhu tubuh, disebabkan Karena suhu lingkungan yang
meningkat atau gangguan pengaturan suhu tubuh bayi.
e. Kadang ditemukan kelainan seperti, gangguan minum, letargi,
dan iritabilitas. Keadaan ini bersifat sementara dan akan hilang
dengan sendirinya.
f. Gangguan pada mata dan pertumbuhan.
5. Komplikasi fototerapi
a. Terjadi dehidrasi karena pengaruh sinar lampu dan
mengakibatkan peningkatan Insensible Water Loss (IWL)
(penguapan cairan). Pada BBLR kehilangan cairan dapat
meningkat 2-3 kali lebih besar.
b. Frekuensi defikasi meningkat sebagai meningkatnya bilirubin
indirek dalam cairan empedu dan meningkatnya peristaltic usus.
12
c. Timbul kelainan kulit sementara pada daerah yang terkena sinar
( berupa kulit kemerahan) tetapi akan hilang setelah terapi selesai
d. Gangguan retina bila mata tidak ditutup.
e. Kenaikan suhu akibat sinar lampu. Jika hal ini terjadi sebagian
lampu dimatikan, terapi diteruskan. Jika suhu terus naik lampu
semua dimatikan sementara, bayi dikompres dingin dan diberikan
ekstraminum.
f. Komplikasi pada gonad yang diduga menimbulkan kemandulan.
13
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. DATA SUBJEKTIF
1. Identitas Bayi
Nama bayi : By. Ny. I
Umur/Tgl/Jam Lahir : 1 hari / 27 Februari 2015/ Pukul 15.30
Jenis kelamin : Laki-laki
Anak ke - :1
Status anak : Kandung
3. Keluhan Utama
14
Ibu mengeluh bayinya tampak kuning, sejak tadi pagi (28 Februari 2015),
rewel dan malas untuk minum, sudah dilakukan pemeriksaan tadi pada
pukul 14.00 WITA (28 Februari 2015), dengan hasil lab. golongan darah A
Rh positif (+), kadar bilirubin total 15,5 mg/dl, kadar bilirubin direk 0,64
mg/dl, terpasang fototheraphy hari ke-1 mulai pukul 14.30 WITA
4. Riwayat Perinatal
a. GAPAH : G1P0000 Masa Gestasi : 39 minggu
b. Kehamilan direncanakan dan diterima
c. Ibu melakukan pemeriksaan selama kehamilan 11 kali di puskesmas
d. Tidak ada penyulit pda masa prenatal
e. Ibu pernah mengkonsumsi asam folat, SF, kalsium, vitamin B6
f. Ibu berstatus imunisasi T5
g. Tidak ada prilaku dan kebiasaan yang mempengaruhi kesejahteraan janin
5. Riwayat Intranatal
a. Penolong persalinan Dokter, tempat lahir di RSUD Badung Mangusada
b. Kala I selama 10 jam, tidak ada penyulit/ komplikasi dan tidak ada
tindakan yang didapat.
c. Kala II selama 20 menit, tidak ada penyulit/komplikasi, cara lahir PsptB,
tidak ada tindakan yang didapat, bayi lahir pada pukul 15.30 WITA,
jenis kelmain laki-laki dan saat lahir bayi menangis kuat, gerak aktif,
dan kulit kemerahan.
6. Riwayat Postnatal
a. APGAR Skor : 7-8
b. IMD dilakukan 1 jam setelah bayi lahir
c. Bounding : 12
d. Rooming in : Dilakukan
7. Riwayat Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
a. Biologis
- Pernafasan tidak ada gangguan
- Nutrisi : ASI, frekuensi :+/- 6 kali,
- Eliminasi : (BAK : frekuensi 4-5 kali, warna jernih, bau normal),
(BAB : frekuensi, warna, konsistensi )
- Istirahat : 10-15 jam
15
- Pergerakan aktif
b. Psikologi
- Penerimaan orang tua dan keluarga terhadap anak baik
- Mendapat dukungan dari seluruh keluarga
c. Sosial
- Pengambilan keputusan : suami dan istri
d. Spiritual
a. Ibu belum mengetahui tanda – tanda bahaya pada bayi baru lahir
b. Ibu belum mengetahui teknik pemberian ASI yang benar dan efektif
B. DATA OBJEKTIF
1. Keadaan umum : sedang, gerak/aktifitas : lemas
2. Tangis : kuat, warna kulit : kuning , turgor : .....................
3. HR : 145 kali /menit, RR :48 kali / menit, suhu : 36.5˚C
4. Pengukuran : BB : 3000 gram, PB: 49 cm, lingkar kepala : 33 cm, lingkar
dada : 34 cm
5. Kepala : bentuk : normal, ubun-ubun: datar, sutura: terpisah
6. Wajah : simetris, tidak pucat dan tidak ada oedema
7. Mata : simetris, reflek glabela positif, pengeluaran tidak ada, warna
konjungtiva merah muda, warna sclera tampak kuning
8. Hidung : normal tidak ada pernafasan cuping hidung dan tidak ada
pengeluaran
16
9. Mulut : Bibir dan gusi merah muda, lidah bersih, tidak ada labioskizis
maupun labiopalatoskizis.
reflex rooting : positif
reflex sucking : positif
reflex menelan : positif
10. Telinga : simetris, tidak ada pengeluaran dan tidk ada kelainan
11. Leher : tidak ada pembengkakan kelenjar limfe, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid, reflex ionic neek positif, dan tidak ada kelainan
12. Dada : retraksi otot dada normal, keadaaan payudara normal, putting
simetris, tidak ada benjolan dan tidak ada kelainan
13. Abdomen : tidak ada distensi, keadaan tali pusat bersih dan tidak ada
kelainan atau tanda-tanda infeksi, terdapat bising usus
14. Punggung : bentuk normal dan tidak ada kelainan
15. Genetalia
a. Laki-laki : Kedua testis sudah berada dalam skrotum, letak lubang
uretra di ujung penis.
b. Anus : lubang ada dan tidak ada kelainan
16. Ekstremitas :
a. Tangan : kuning, simetris , jari berjumlah 10, pergerakan aktif, reflex
morrow positif, reflex genggam positif, dan tidak ada kelainan
b. Kaki: warna : kuning , simetris, jari berjumlah 10, pergerakan aktif,
reflex babinski positif, reflex sleeping positif dan tidak ada kelianan
17. Kulit : kuning dari kepala hingga tungkai ( derajat IV )
Baounding attachement :
1. Ibu tempak melihat anaknya : 4
2. Ibu menyentuh anaknya : 4
3. Ibu mengajak bicara anaknya : 4
Pemeriksaan penunjang : tidak ada
C. ANALISA
By. Ny. I, usia 1 hari dengan hiperbilirubin.
D. PENATALAKSANAAN
17
1. Menjelaskan pada ibu mengenai hasil pemeriksaan.
2. Melanjutkan terapi sesuai advis dokter SpA, :
a. Terapi sinar dan diet ASI sesuai kebutuhan,dan menjadwalkan untuk
cek bilirubin total ulang besok.
3. Menjaga kebersihan bayi.
4. Konseling tentang :
a. Tanda bahaya pada bayi baru lahir
b. Teknik pemberian ASI yang baik dan pemberian ASI eksklusif
5. Memantau keadaan umum, dan tanda-tanda vital.
18
BAB IV
PEMBAHASAN
19
sehari 4-5 kali berwarna kuning dan BAB (buang air besar) 3-4 kali sehari
berwarna coklat konsistensinya agak padat.
20
dalam tubuh dan melewati lobulus hati ,hepatosit melepas bilirubin dari
albumin dan menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam
glukoronat(bilirubin terkonjugasi, direk)(Sacher,2004).
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut
masuk ke sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus
,bilirubin diuraikan oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen
dapat diubah menjadi sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses. Sebagian
urobilinogen direabsorsi dari usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta
membawanya kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini umumnya
diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi
sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan
sebagai senyawa larut air bersama urin(Sacher, 2004).
21
Pada dewasa normal level serum bilirubin <1mg/dl. Ikterus akan muncul
pada dewasa bila serum bilirubin >2mg/dl dan pada bayi yang baru lahir akan
muncul ikterus bila kadarnya >7mg/dl(Cloherty et al, 2008).
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang
melebihi kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh
kegagalan hati(karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan
dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi
hati juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini,
bilirubin tertimbun di dalam darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai
tertentu(sekitar 2-2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan
yang kemudian menjadi kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau
jaundice(Murray et al,2009). Adapun metabolisme bilirubin dan patofisiologi
hiperbilirubin dapat dijelaskan pada diagram berikut.
22
Gambar 3. Patofisiologi hiperbilirubin
4.3 ANALISA
Berdasarkan data subjektif dan objektif yang ada maka dapat disimpulkan
bahwa By. Ny. I, usia 1 hari, neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan
dengan hiperbilirubin. Usia kehamilan ibu saat melahirkan yaitu 39 minggu,
dengan berat badan saat lahir 3.000 gram. Sesuai dengan teori Suriadi, bahwa
nilai normal : bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4
mg/dl. Didapatkan hasil pemeriksaan kadar biliubin total 15,5 mg/dl, kadar
bilirubin direk 0,64 mg/dl, sehingga termasuk dalam hiperbilirubin.
4.4 PENATALAKSANAAN
Dari hasil pengkajian data subjektif dan objektif yang di dapat serta analisa
yang dibuat, maka disusunlah penatalaksanaan atau rencana asuhan yang
dibutuhkan. Penatalaksanaan yang pertama yaitu menjelaskan hasil
pemeriksaan bahwa bayi Ny.I mengalami hiperbilirubin dan harus dilakukan
rawat inap untuk dilakukan fototerapi dan diet ASI. Sesuai dengan teori
menurut Hellen Varney (2007) penanganan hiperbilirubin yaitu dengan
memenuhi kebutuhan atau nutrisi, bila kadar bilirubin serum bayi tinggi
sehingga di duga akan terjadi kern ikterik, maka perlu dilakukan
23
penatalaksanaan khusus yaitu fototerapi. Sesuai dengan protap
penatalaksanaan hiperbilirubin di RSUD Badung Mangusada dan menurut
Prawirohardjo (2009) yaitu pemasangan fototerapi, terapi sinar dengan
panjang gelombang cahaya 450-460 nm, dilakukan jika kadar bilirubin
indirek > 10 mg/dl untuk BBLR, bilirubin indirek >12 mg/dl untuk bayi
cukup bulan. Pemberhentian pemberian terapi sinar jika kadar bilirubin serum
sudah dalam batas normal.
2. Faktor Penghambat.
Selama melaksanakan asuhan penulis tidak mengalami
hambatan karena adanya kerjasama yang baik dari pihak petugas
kesehatan, serta sikap kooperatif dari pihak keluarga.
24
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan berdasarkan hasil pembahasan kasus pada BAB IV, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Data subjektif yang didapat dari By. Ny. I yaitu, kulit kuning,
rewel, malas menyusu sesuai dengan teori yang menunjukan kasus tanda
hiperbilirubin.
2. Pemeriksaan data objektif pada By. Ny. I sudah sesuai dengan teori
dan pemeriksaan yang dilakukan antara teori dengan kenyataan dilahan
praktik dan tidak ada kesenjangan.
3. Diagnosa ditegakkan dari data subjektif dan data objektif yaitu By.
Ny. I usia 1 hari, neonates cukup bulan sesuai masa kehamilan dengan
hiperbilirubin.
4. Penatalaksanaan yang diberikan sesuai dengan teori penatalaksaan
bayi dengan hiperbilirubin.
5.2 Saran
1. Bagi Lahan Praktek
Agar mempertahankan dan meningkatkan mutu layanan terhadap pasien,
dengan tenaga yang professional dalam memberikan pelayanan dan dapat
memberikan tambahan informasi mengenai asuhan kebidanan dengan
hiperbilirubin untuk mempercepat penanganan guna mencegah komplikasi
yang kemungkinan terjadi.
2. Bagi Klien
Memberi pengetahuan kepada klien dan keluarga mengenai hiperbilirubin,
sehingga klien dan keluarga dapat mengetahui penyebab terjadinya
hiperbilirubin, sehinggga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya
komplikasi yang lebih berat.
25