Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. MS
Umur : 72 Tahun
Agama : Islam
Bangsa/Suku : Bugis
Alamat : Moncongloe
II. ANAMNESIS
Anamnesis Terpimpin :
Dialami sejak ± 14 hari yang lalu sebelum berobat ke poli mata BKMM akibat benda
asing masuk mata kanan (serangga) dan pasien megucek matanya. Mata merah (+).
Air mata berlebih (+), Nyeri (+), kotoran mata berlebih (-), rasa mengganjal (+).
Pasien sulit membuka kelopak mata(+),silau(+). Keluhan disertai pandangan berkabut
yang dialami sejakl 2 tahun terakhir secara perlahan-lahan. Riwayat hipertensi (+),
Riwayat DM (-), Riwayat memakai kaca mata (+) ketika membaca, Riwayat penyakit
yang sama dalam keluarga(-)
III. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
INSPEKSI
No Pemeriksaan OD OS
1 Palpebra Edema (-) Edema(-)
2 Apparatus Lakrimasi (+) Lakrimasi (-)
Lakrimalis
3 Silia Sekret (-) Sekret (-)
4 Konjungtiva Hiperemis (+) Injeksi Hiperemis (-),
perikornea (+)
5 Bola mata Normal Normal
6 Mekanisme muscular Kesegala arah kesegala arah
ODS
OD
OS
7 Kornea Keruh bagian sentral, Jernih
fluorescent(-)
8 Bilik mata depan Normal Normal
9 Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)
10 Pupil Bulat, sentral, RC (+) Bulat, sentral, RC(+)
11 Lensa Keruh Keruh
B. PALPASI
No Pemeriksaan OD OS
1 Tensi okuler Tn Tn
2 Nyeri tekan (-) (-)
3 Massa tumor (-) (-)
4 Glandula pre-aurikuler Tidak ada pembesaran Tdk ada pembesaran
: VOS = 5/60
No Pemeriksaan OD OS
1 Konjungtiva Hiperemis(+)Injeksi Hiperemis (-)
perikorna (+)
2 Kornea Keruh bagian sentral, Jernih
fluorescent(-)Infiltrat
multiple berbentuk bulat
seperti uang logam
3 Bilik Mata Depan Normal Normal
4 Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)
5 Pupil Bulat, Sentral, RC (+) Bulat, Sentral, RC(+)
6 Lensa Keruh, Iris shadow (+) Keruh, Iris Shadow (+)
K. SLIT LAMP :
SLOD : Konjungtiva hiperemis (+), kornea keruh bagian sentral ukuran diameter +
3mm , BMD normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, RC (+), Lensa keruh, Iris
Shadow (+)
SLOS : Konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih , BMD normal, iris coklat, kripte
(+), pupil bulat, RC (+), lensa keruh, Iris shadow (+)
L. SEIDEL TES : Tidak dilakukan pemeriksaan
M. FLOURESCENT TEST: kornea (-)
IV. RESUME
Seorang laki-laki umur 72 tahun datang ke poli RSUD Daya dengan keluhan
nyeri pada mata kanan yang dialami sejak ± 14 hari yang lalu akibat benda asing
masuk mata kanan (serangga) dan pasien megucek matanya. Mata merah (+). Air
mata berlebih (+), Nyeri (+), kotoran mata berlebih (-), rasa mengganjal (+). Pasien
sulit membuka kelopak mata(+),silau(+). Keluhan disertai pandangan berkabut yang
dialami sejakl 2 tahun terakhir secara perlahan-lahan. Riwayat hipertensi (+),
Riwayat DM (-), Riwayat memakai kaca mata (+) ketika membaca, Riwayat penyakit
yang sama dalam keluarga(-)
V. DIAGNOSIS
VI. TERAPI
Obat tetes:
Vigamox 6x1tetes OD
P.Pred 5 x 1 tetes OD
Obat oral :
Metylprednisolon 3x1
VII. ANJURAN
Pemeriksaan laboratorium
VII. DISKUSI
Dari anamnesis, pasien mengeluh adanya nyeri pada mata kanan akibat
kemasukan benda asing(serangga). Nyeri bisa disebabkan oleh aktifasi mediator-
mediator radang akibat trauma, selain itu juga bisa disebabkan oleh trauma pada
daerah kornea, dimana daerah ini memiliki serabut saraf tidak bermielin (sensibilitas
cabang pertama nervus trigimenus pada kornea), sehingga sangat sensitif terhadap
rangsangan.
Penglihatan pasien juga menjadi kabur setelah trauma. Pada pemeriksaan fisis
didapatkan VOD = 3/60. Penglihatan kabur ini bisa disebabkan oleh adanya
gangguan media refraksi. Kornea adalah salah satu media refrakta, adanya defek pada
kornea membuat pembiasaan cahaya tidak berjalan sempurna yang membuat sinar
datang menjadi terhalang sehingga membuat visus pasien menurun. Selain itu pada
pemeriksaan slit lamp ODS didapatkan lensa keruh sebagian dengan iris shadow (+)
yang membuat visus akan semakin menurun.
KERATITIS NUMULARIS
Pendahuluan
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang merupakan bagian dari
media refraksi, kornea juga berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang
dilalui berkas cahaya menuju retina. Kornea terdiri atas 5 lapis yaitu epitel, membran
bowman, stroma, membran descemet, dan endotel. Endotel lebih penting daripada
epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh
lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan
edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya cedera pada epitel hanya
menyebabkan edema lokal sesaat pada stroma kornea yang akan menghilang bila sel-
sel epitel itu telah beregenerasi.1,2
Keratitis adalah suatu peradangan kornea yang disebabkan oleh bakteri, virus,
dan jamur. Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan lapis kornea yang terkena
seperti keratitis superficial dan profunda, atau berdasarkan penyebabnya. Keratitis
diklasifikasikan berdasarkan lapisan pada kornea yang terkena, keratitis superfisial
dan keratitis profunda, atau berdasarkan penyebabnya yaitu keratitis karena
berkurangnya sekresi air mata, keratitis karena keracunan obat, keratitis reaksi alergi,
infeksi, reaksi kekebalan, reaksi terhadap konjungtivitis menahun. 2,3,4
Pada Keratitis sering timbul rasa sakit yang berat oleh karena kornea
bergesekan dengan palpebra, karena kornea berfungsi sebagai media untuk refraksi
sinar dan merupakan media pembiasan terhadap sinar yang yang masuk ke mata
maka lesi pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama apabila lesi
terletak sentral dari kornea. Fotofobia terutama disebabkan oleh iris yang meradang
Keratitis dapat memberikan gejala mata merah, rasa silau dan merasa ada yang
mengganjal atau kelilipan. 3,4
Beberapa faktor resiko yang dapat meningkatkan kejadian terjadinya keratitis
antara lain perawatan lensa kontak yang buruk, Herpes genital atau infeksi virus lain,
kekebalan tubuh yang menurun karena penyakit lain, higienis dan nutrisi yang tidak
baik
Klasifikasi keratitis berdasarkan lokasi yang terkena dari lapisan kornea :
1. Keratitis superfisialis
a. Keratitis epitelial
1) Keratitis pungtata superfisialis
2) Herpes simplek
3) Herpes zoster
b. Keratitis subepitelial
1) Keratitis didiformis dari Westhoff
2) Keratitis numularis dari Dimmer
c. Keratitis stromal
1)Keratitis neuroparalitik
2. Keratitis profunda
a. Keratitis sklerotikan
b. Keratitis intersisial
c. Keratitis disiformis 3
Gambar 1. Kornea
Kornea (latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian
selaput mata yang tembus cahaya.² Kornea transparan (jernih), bentuknya hampir
sebagian lingkaran dengan diameter vertikal 10-11mm dan horizontal 11-12mm, tebal
0,6-1mm terdiri dari 5 lapis .Kemudian indeks bias 1,375 dengan kekutan pembiasan
80%. Sifat kornea yang dapat ditembus cahaya ini disebabkan oleh struktur kornea
yang uniform, avaskuler dan diturgesens atau keadaan dehidrasi relative jaringan
kornea, yang dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi
sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mencegah
dehidrasi, dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera
pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel jauh menyebabkan sifat transparan hilang dan
edema kornea, sedangkan kerusakan epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat
karena akan menghilang seiring dengan regenerasi epitel.
Kornea dipersarafi oleh banyak serat saraf sensoris terutama saraf siliaris
longus, saraf nasosiliaris, saraf ke V saraf siliaris longus berjalan supra koroid ,
masuk kedalam stroma kornea, menembus membrane bowman melepaskan selubung
Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai kedua lapis terdepan tanpa ada
akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan didaerah limbus. Daya
regenerasi saraf sesudah dipotong didaerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan system pompa
endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel
tidak mempunyai daya regenerasi.
Fotofobia kornea terjadi akibat kontraksi dari iris yang meradang. Dilatasi
pembuluh darah iris merupakan fenomena refleks yang disebabkan oleh iritasi pada
ujung saraf kornea. Meskipun mata berair dan fotofobia umumnya menyertai
penyakit kornea namun kotoran mata hanya terjadi pada ulkus bakteri purulenta.
Definisi keratitis
Keratitis adalah suatu kondisi dimana kornea bagian depan mata mengalami
inflamasi. Kondisi ini sering ditandai dengan rasa nyeri,kemudian berkembang
menjadi photofobia atau rasa silau bila terkena cahaya dan dapat terjadi gangguan
penglihatan.
Keratitis dapat terjadi pada setiap kelompok usia dan tidak dipengaruhi oleh
jenis kelamin. .
Gambar 3. Keratitis 8
Etiologi
Stadium infiltrasi. Infiltrasi epitel stroma, sel epitel rusak, edema, nekrosis
lokal. Hanya stadium 1 yang terjadi pada keratitis, sedangkan stadium 2 dan 3 terjadi
pada keratitis lanjut seperti pada ulkus kornea. Gejala objektif pada stadium ini selalu
ada dengan batas kabur, disertai tanda radang, warna keabu-abuan dan injeksi
perikorneal.9
Stadium regresi. Ulkus disertai infiltrasi di sekitarnya, vaskularisasi
meningkat dengan tes flouresensi positif.9
Stadium sikatrik. Pada stadium ini terjadi epitelisasi, ulkus menutup,
terdapat jaringan sikatrik dengan warna kornea kabur. Tanpa disertai tanda keratitis,
batas jelas, tanpa tanda radang, warna keputihan dan tanpa injeksi perikorneal.9
Patofisiologi
Klasifikasi Keratitis
Keratitis Superfisial
tropica. Keratitis numularis diduga diakibatkan oleh virus. Diduga virus yang masuk
ke dalam epitel kornea melalui luka setelah trauma. Replikasi virus pada sel epitel
diikuti penyebaran toksin pada stroma kornea sehingga menimbulkan kekeruhan atau
infiltrat berbentuk bulat seperti mata uang. Pada kornea terdapat infiltrat bulat-bulat
2,3,7
subepitelial dan di tengahnya lebih jernih, seperti halo. Tes fluoresinnya (-).
Untuk melihat adanya defek pada epitel kornea dapat dilakukan uji fluoresin.
Caranya, kertas fluoresin dibasahi terlebih dahulu dengan garam fisiologis kemudian
diletakkan pada saccus konjungtiva inferior setelah terlebih dahulu penderita diberi
anestesi lokal. Penderita diminta menutup matanya selama 20 detik, kemudian kertas
diangkat. Defek kornea akan terlihat berwarna hijau dan disebut sebagai uji fluoresin
positif.
Disebut juga sebagai keratitis sawah, karena merupakan peradangan kornea yang
banyak di negeri persawahan basah. Penyebabnya adalah virus yang berasal dari
sayuran dan binatang. Pada anamnesa umumnya ada riwayat trauma dari lumpur
sawah. Pada mata tanda radang tidak jelas, mungkin terdapat injeksi silier. Apabila
disertai dengan infeksi sekunder, mungkin timbul tanda-tanda konjungtivitis. Pada
kornea tampak infiltrat yang bulat-bulat, di tengahnya lebih padat dari pada di tepi
dan terletak subepitelial. Tes Fluoresin (-).3 Terletak terutama dibagian tengah kornea.
Umumnya menyerang orang-orang berumur 15-30 tahun.
Keratokonjungtivitis Epidemika
b. Keratokonjungtivitis Flikten
Merupakan radang kornea dan konjungtiva akibat dari reaksi imun yang
mungkin sel mediated pada jaringan yang sudah sensitif terhadap antigen. Pada mata
terdapat flikten yaitu berupa benjolan berbatas tegas berwarna putih keabuan yang
terdapat pada lapisan superfisial kornea dan menonjol di atas permukaan kornea. 2,5
Bentuk keratitis dengan gambaran bermacam-macam, dengan ditemukannya
infiltrat dan neovaskularisasi pada kornea. Gambaran karakteristiknya adalah dengan
terbentuknya papul dan pustula pada kornea ataupun konjungtiva. Pada mata terdapat
flikten pada kornea berupa benjolan berbatas tegas berwarna putih keabuan, dengan
atau tanpa neovaskularisasi yang menuju kearah benjolan tersebut. Biasanya bersifat
bilateral yang dimulai dari daerah limbus.
Pada gambaran klinis akan terlihat suatu keadaan sebagai hiperemia
konjungtiva, kurangnya air mata, menebalnya epitel kornea, perasaan panas disertai
gatal dan tajam penglihatan yang berkurang. Pada limbus di dapatkan benjolan putih
kemerahan dikelilingi daerah konjungtiva yang hyperemia. Bila terjadi penyembuhan
akan terjadi jaringan parut dengan noevaskularisasi pada kornea.
Pada anak-anak keratitis flikten disertai gizi buruk dapat berkembang menjadi
tukak kornea karena infeksi sekunder. Tukak flikten sering ditemukan berbentuk
sebagai benjolan abu-abu, yang pada kornea terlihat sebagai:
- Ulkus fasikular, berbentuk ulkus yang menjalar melintas kornea dengan
pembuluh darah jelas dibelakangnya.
- Flikten multipel di sekitar limbus
- Ulkus cincin, yang merupakan gabungan ulkus.
c. Keratitis Herpetika
Keratitis herpes simpleks merupakan radang kornea yang disebabkan oleh
infeksi virus herpes simpleks tipe 1 maupun tipe 2. Kelainan mata akibat infeksi
herpes simpleks dapat bersifat primer dan kambuhan. lnfeksi primer ditandai oleh
adanya demam, malaise, limfadenopati preaurikuler, konjungtivitis folikutans,
bleparitis, dan 2/3 kasus terjadi keratitis epitelial. Kebanyakan kasus bersifat
unilateral, walaupun dapat terjadi bilateral khususnya pada pasien-pasien atopi.
Berat ringannya gejala-gejala iritasi tidak sebanding dengan luasnya lesi
epitel, berhubung adanya hipestesi atau insensibilitas kornea. Dalam hal ini harus
diwaspadai terhadap keratitis lain yang juga disertai hipestesi kornea, misalnya pada:
herpes zoster oftalmikus, keratitis akibat pemaparan dan mata kering, pengguna lensa
kontak, keratopati bulosa, dan keratitis kronik. Gejala spesifik pada keratitis herpes
simpleks ringan adalah tidak adanya fotofobia.
Infeksi herpes simpleks laten terjadi setelah 2-3 minggu paska infeksi primer
dengan mekanisme yang tidak jelas. Virus menjadi inaktif dalam neuron sensorik
atau ganglion otonom. Dalam hal ini ganglion servikalis superior, ganglion nervus
trigeminus, dan ganglion siliaris berperan sebagai penyimpan virus. Namun akhir-
akhir ini dibuktikan bahwa jaringan kornea sendiri berperan sebagai tempat
berlindung virus herpes simpleks6.
d. Keratokonjungtivitis Sika
Penatalaksanaan
Keratokonjungtivitis Epidemika
Pengobatan pada keadaan akut sebaiknya diberikan kompres dingin dan
pengobatan penunjang lainnya. Lebih baik diobati secara konservatif. Bila terjadi
kekeruhan pada kornea yang menyebabkan penurunan visus yang berat dapat
diberikan steroid tetes mata 3 kali sehari.2 Antibiotik sebaiknya diberikan apabila
terdapat superinfeksi bakteri.
Keratitis Superfisial Ulseratif
b. Keratokonjungtivitis Flikten
Pengobatan keratokonjungtivitis flikten adalah dengan memberi
steroid lokal maupun sistemik. Flikten kornea dapat menghilang tanpa bekas
namun apabila telah terjadi ulkus akibat infeksi sekunder dapat terjadi parut
kornea. Dalam keadaan yang berat dapat terjadi perforasi kornea.
c. Keratitis Herpetika
Pengobatan kadang-kadang tidak diperlukan karena dapat sembuh
spontan atau dapat sembuh dengan melakukan debridement. Dapat juga
dengan memberikan obat antivirus topikal dan antibiotika topikal. Antivirus
seperti IDU 0.1% diberikan setiap 1 jam atau asiklovir.
Sebagian besar para pakar menganjurkan melakukan debridement
sebelumnya. Debridement epitel kornea selain berperan untuk pengambilan
spesimen diagnostik, juga untuk menghilangkan sawar epitelial sehingga
antiviral lebih mudah menembus. Dalam hal ini juga untuk mengurangi
subepithelial "ghost" opacity yang sering mengikuti keratitis dendritik.
Diharapkan debridement juga mampu mengurangi kandungan virus epithelial
sehingga reaksi radang akan cepat berkurang.
d. Keratokonjungtivitis Sika
Pengobatan harus langsung bertujuan untuk mempertahankan lapisan
air mata dengan menggantinya dengan air mata buatan. Pada
keratokonjungtivitis yang berhubungan dengan Sjogren sindrom pemberian
kortikosteroid dosis rendah dan topikal siklosporin menunjukkan keefektifan.
Prognosis
Prognosis pada setiap kasus tergantung pada beberapa faktor, termasuk luas
dan dalamnya lapisan kornea yang terlibat, ada atau tidaknya perluasan ke jaringan
orbita lain, status kesehatan pasien (contohnya immunocompromised), virulensi
patogen,ada atau tidaknya vaskularisasi dan deposit kolagen pada jaringan tersebut,
waktu penegakkan diagnosis klinis yang dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan
penunjang seperti kultur pathogen di laboratorium. Pasien dengan infeksi ringan dan
diagnosis mikrobiologi yang lebih awal memiliki prognosis yang baik; bagaimana
pun, kontrol dan eradikasi infeksi yang meluas didalam sklera atau struktur
intraokular sangat sulit. Diagnosis awal dan terapi tepat dapat membantu mengurangi
kejadian hilangnya penglihatan. Imunitas tubuh merupakan hal yang penting dalam
kasus ini karena diketahui reaksi imunologik tubuh pasien sendiri yang memberikan
respon terhadap virus ataupun bakteri. Pada keratitis superfisialis pungtata
penyembuhan biasanya berlangsung baik meskipun tanpa pengobatan
DAFTAR PUSTAKA
8. Kaye SB, Lynas C, Patterson A, Risk JM, McCarthy K, Hart CA. Evidence
for herpes simplex viral latency in the human cornea, Bri Ophthalmol 1991;
75: 195200
Oktober 2015