Você está na página 1de 7

ANALISIS ALAT KESEHATAN BERBAHAN DASAR

KAIN/KERTAS/KAPAS

OLEH:

TIFANNY DEWI WIJAYA (N111 16 505)


KELAS A

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
A. PENGERTIAN DAN FUNGSI PLESTER
Salah satu alat kesehatan yang berasal dari kain adalah plester. Plester
adalah alat kesehatan yang terdiri dari strip dari bahan kain atau plastik yang
dilapisi salah satu sisinya dengan perekat dan dapat mengandung dressing pad
tanpa disinfektan. Plester digunakan untuk menutup dan melindungi luka.
(Kepmenkes No. 18 Tahun 2014). Belakangan penggunaan plester penutup
luka cukup populer di dunia keperawatan karena dapat digunakan untuk
menutup luka. Plester penutup luka sederhana yang mengandung antiseptic atau
antibakteri (lapisan non-adherent dan penyerap) biasanya dipakai untuk
menutup luka akut dan lecet (Moon dan Crabtree, 2003). Pembalut luka (wound
dressing) berfungsi untuk menutupi atau melindungi jaringan baru, menyerap
cairan yang keluar dari luka/nanah, mengurangi rasa sakit dan juga diharapkan
dapat mempercepat proses penyembuhan luka (Mutia, 2011). Selain itu bentuk
sediaan yang dapat digunakan dalam penghantaran obat melalui kulit adalah
plester. Ada dua tipe plester, yaitu matrix controlled dan membrane controlled.
(Wardani dkk, 2014)

Gambar 1. Tabel Spesifikasi (Kepmenkes No. 18 Tahun 2014)


B. METODE EVALUASI

 Uji Organoleptik
Pengujian organoleptis meliputi warna, bau, dan kekeringan. (Wardani
dkk, 2014)

 Uji Kelembapan
Pengujian presentase kelembapan air dilakukan dengan cara menyimpan
sediaan patch yang telah ditimbang di dalam desikator yang
mengandung kalsium klorida pada suhu ruang selama 24 jam. Hasil
dianalisis dengan statistik program SPSS dengan taraf kepercayaan 95
%. (Wardani dkk, 2014)

 Uji Waktu Pelepasan


Pengujian laju pelepasan zat aktif plester, plester dimasukkan dalam sel
difusi dan ditempatkan masing-masing ke dalan alat uji disolusi. Studi
in vitro dilakukan dengan medium disolusi (dapar fosfat salin pH 7,4 ±
0,05 pada suhu 37 ± 0,5 ° C) adalah 500 mL) dengan kecepatan putar 50
rpm. Proses dilakukan selama 8 jam. Sampel diambil dari kompartemen
reseptor sebanyak 5,0 mL kemudian di analisis dengan menggunakan
spektofotometer UV(Genesys 10S UV-vis) pada panjang gelombang
364 nm. Hasil pengujian dianalisis dengan statistik program SPSS
dengan taraf kepercayaan 95 %. (Wardani dkk, 2014)

 Pemeriksaan pH
Pengukuran pH dilakukan dengan cara 1 gram membran diencerkan
dengan air suling hingga 10 ml. elektroda dicelupkan dalam wadah
tersebut, biarkan jarum bergerak sampai posisi konstan. Angka yang
ditunjukan pHmeter merupakan nilai pH tersebut. (Aldi dkk, 2014)
 Ketebalan membran
Ketebalan membran diukur pada 5 titik berbeda menggunakan
micrometer kemudian dihitung nilai rata-ratanya. (Aldi dkk, 2014)

 Uji Daya Serap


Membran di potong dengan ukuran 2×2 cm, kemudian ditimbang
beratnya sebagai berat awal (Wt). Lalu membran di rendam dalam 5 ml
NaCl fisiologis selama 1, 10, 20, 30 menit. Setelah di rendam
permukaan membran dikeringkan dengan tisu kertas dan di timbang
beratnya sebagai berat akhir (Wf). (Aldi dkk, 2014)

 Uji aktivitas antibakteri


Medium Mueller-Hilton Agar (MHA) yang telah dicairkan dimasukan
dalam cawan petri steril sebanyak 10 ml dan dibiarkan memadat (base
layer). Setelah itu dibuat “seed layer” untuk bakteri uji dengan cara
mencampur 5 ml medium MHA dengan 1 ml suspensi bakteri
Staphylococcus aureus, dihomogenkan lalu dituang di atas base layer
dan dibiarkan memadat. Sediaan uji yang telah dibentuk seperti paper
disk diletakkan diatas media kemudian diinkubasi pada suhu 37°C
selama 24 jam. Diamati dan diukur zona hambatnya. (Aldi dkk, 2014)

 Pengujian Iritasi Kulit Primer


Tikus dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu kelompok 1: FI,
kelompok 2: FII dan kelompok 3: kontrol, dengan jumlah tiap kelompok
sebanyak 6 ekor. Rambut pada punggung setiap tikus dicukur
menggunakan alat pencukur pada 3 tempat berbeda, masing-masing
berukuran (2 x 2) cm2 seperti yang disajikan pada Gambar 2. Kulit tikus
yang telah dicukur lalu dibersihkan dengan alkohol 70%. Pembalut luka
hidrogel yang telah dipotong berukuran (2 x 2) cm2 ditempelkan pada
kulit tikus yang telah dicukur tersebut, kemudian dilapisi kain kassa dan
ditutup dengan plester.

Pada ketiga bagian punggung tikus yang telah dicukur pada satu
kelompok hewan, masing-masing bagian ditempeli dengan 1 macam
hidrogel misal hidrogel FI atau FII. Sedangkan untuk kelompok kontrol
tidak diberi pembalut luka. Tikus lalu dibiarkan selama 24 jam, 48 jam
dan 72 jam. Setelah 24 jam, maka hidrogel pertama (hidrogel yang ada
pada punggung atas) dibuka dan diamati. Pengamatan 48 jam dilakukan
dengan membuka hidrogel pada bagian tengah punggung sedangkan
untuk pengamatan 72 jam dilakukan pada hidrogel yang ada di bagian
punggung bawah. Pengamatan dilakukan terhadap adanya eritema,
edema, dan eschar. (Darwis, 2008)

Gambar 2. Kulit punggung tikus setelah dicukur menggunakan razor dan Gilette
(Darwis, 2008)
 Pengujian Sensitisasi Kulit
Percobaan terdiri dari 3 periode yaitu periode induksi (Induction
periods), periode istirahat (rest periods) dan periode pemaparan akhir
(final exposure periods). Pada periode induksi, pembalut luka
ditempelkan pada punggung tikus yang telah dicukur terlebih dahulu,
kemudian dibiarkan selama 10 jam. Prosedur ini diulangi sebanyak tiga
kali dalam satu minggu selama jangka waktu tiga minggu. Setelah 10
jam pemaparan, hidrogel lalu diambil dan dilakukan pengamatan
terhadap adanya eritema dan edema. Setelah selesai periode induksi,
hewan lalu diistirahatkan selama 2 minggu untuk melihat adanya respon
yang tertunda (periode istirahat). Pada periode ini dilakukan
pengamatan adanya eritema dan edema. Setelah periode istirahat,
kemudian hidrogel dipaparkan kembali pada punggung tikus selama 10
jam. Dilakukan pengamatan terhadap eritema dan edema. Pada
percobaan sensitisasi, tikus dikelompokkan menjadi 3 kelompok
perlakuan, yaitu kelompok 1:FI, kelompok 2: FII dan kelompok 3:
kontrol dengan jumlah tikus tiap kelompok sebanyak 10 ekor. (Darwis,
2008)
DAFTAR PUSTAKA

Moon CH, Crabtree TG. 2003. New Wound Dressing Techniques To


Accelerate Healing. Infec Dis, 5: 251- 260

Mutia T, Eriningsih R dan Safitri, R. 2011. Membran Alginat sebagai


Pembalut Luka Primer dan Media Penyampaian Obat Topikal untuk
Luka yang Terinfeksi. Jurnal Riset Industri Vol 5 (2) : 161-174

Wardani dkk. 2014. Pengaruh Komposisi Polivinilpirolidon (PVP K-30) dan


Etil Selulosa (EC N-22) Terhadap Prosentase Kelembapan Air dan Laju
Pelepasan Meloksikam dalam Sediaan Plester. E-Jurnal Pustaka
Kesehatan Vol. 2 (2) : 137-145

Aldi Dkk. 2014. Proses Penyembuhan Luka Bakar Pada Mencit Putih Jantan
Menggunakan Membran Pembalut Dari Pati Bengkuang (Pachyrrhizus
Erosus (L) Urban). Scientia Vol. 4(2) : 55-49

Darwis, D. 2008. Uji Praklinis Pembalut Luka Hidrogel Berbasis PVP Steril
Iradiasi Menggunakan Tikus Putih: Evaluasi Iritasi dan Sensitisasi. A
Scientific Journal For The Applications Of Isotopes And Radiation Vol.
4(1) : 51-59

Você também pode gostar