Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Disusun untuk memenuhi Ujian Tengah Semester dalam mata kuliah Kebijakan Pajak
yang dibimbing oleh I Gede Arianta, SH., SE., M.AK., BKP., CA., ACPA., Ak.
Disusun Oleh :
Niyyo Candra Putri (155030401111023)
2.2 Dampak dari Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2017 Tentang Akses
Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan
Sejumlah dampak berpotensi muncul akibat kebijakan dari pemberlakuan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang
Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.Melalui aturan ini,
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan memiliki keleluasaan untuk
mengakses informasi keuangan nasabah yang merupakan wajib pajak.
Dampak pertama adalah konsekuensi bagi persaingan bisnis perbankan.Dengan
kondisi mudahnya akses informasi perbankan ke dunia internasional secara global,
maka situasi tersebut dapat digunakan untuk sistem kompetitif terbuka. Dampak
kedua, peraturan tersebut berkaitan dengan manajemen perbankan secara siber.
Karena itu harus dibekali dengan batasan yang kuat agar tidak berujung
penyalahgunaan oleh pihak-pihak tertentu.Pemberlakukan perppu juga diharapkan
didukung aspek kemajuan teknologi.
Ketiga, prinsip manajemen terbuka tersebut membuat aktivitas perbankan
terbuka dan transparan. Sehingga siapa pun tidak bisa menyembunyikannya.
Dampak negatifnya adalah membuat masyarakat enggan untuk menabung di bank.
Sebenarnya, jauh sebelum perppu ini ada, Ditjen Pajak sudah memiliki
kewenangan untuk mengakses informasi keuangan untuk kepentingan
perpajakan.Hanya saja, Ditjen Pajak harus meminta izin kepada Bank Indonesia.
Bukan perkara gampang mendapatkan izin dari BI. Prosesnya kerap membutuhkan
waktu yang tidak sebentar. Akibatnya, pemeriksaan pajak bisa menjadi
molor.Namun setelah adanya Perppu Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan
Perpajakan, Ditjen Pajak tidak perlu lagi susah payah. Ditjen Pajak bisa langsung
meminta data kepada bank.
Bila ditinjau dari kepentingan luar negeri, terbitnya perppu ini dalam rangka
mendukung komitmen yang telah dibuat oleh Indonesia bersama dengan negara-
negara G20 untuk mendukung pelaksanaan pertukaran informasi keuangan secara
otomatis (Automatic Exchange of Information / AEOI).
Bila ditinjau dari sudut pandang kepentingan domestik, dengan berlakunya
Perppu Nomor 1 Tahun 2017 berikut aturan pelaksaannya diharapkan akan
menambah luasnya basis data perpajakan yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal
Pajak (Ditjen Pajak). Mengingat Indonesia menganut sistem perpajakan berdasarkan
self assessment, basis data yang kuat adalah kunci untuk meningkatkan penerimaan
pajak sekaligus tax ratio.
2.3 Upaya wajib pajak untuk menghadapi Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun
2017 Tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan
Tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena sejatinya tidak ada kewenangan
yang diberikan tanpa batas. Demikian dengan yang dimiliki Ditjen Pajak pasca
terbitnya Perppu Nomor 1 Tahun 2017 berikut Peraturan Menteri Keuangan Nomor
73/PMK.03/2017.
Akses informasi keuangan ini hanya untuk kepentingan perpajakan, tidak untuk
kepentingan lain. Pasal 2 Perppu Nomor 1 Tahun 2017 maupun Pasal 2 Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2017 secara jelas membatasi kewenangan
Ditjen Pajak yaitu hanya dapat mengakses informasi keuangan untuk kepentingan
perpajakan dari lembaga jasa keuangan yang melaksanakan kegiatan di sektor
perbankan, pasar modal, perasuransian, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau
entitas lain yang dikategorikan sebagai lembaga keuangan sesuai standar pertukaran
informasi keuangan berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan.
Sekali lagi dicatat, hanya untuk keperluan perpajakan bukan untuk keperluan
lainnya.
Pemerintah / Ditjen Pajak akan melindungi keamanan dan kerahasiaan data
nasabah sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan dan perjanjian
internasional. Perihal keamanan dan kerahasiaan data nasabah dijamin, sebagaimana
tertuang dalam Pasal 30 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor
73/PMK.03/2017.
Hanya penjabat Ditjen Pajak tertentu yang mendapatkan akses dan terdapat
sanksi pidana bagi yang membocorkan. Pasal 30 ayat (3) dan (4) Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 73/PMK.03/2017, melarang setiap pejabat, baik petugas pajak
maupun pihak yang melakukan tugas di bidang perpajakan, dan tenaga ahli yang
ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, untuk membocorkan,
menyebarluaskan, dan / atau memberitahukan informasi keuangan dan/atau
informasi dan/atau bukti atau keterangan berkaitan dengan informasi keuangan
wajib pajak kepada pihak yang tidak berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan. Apabila nekat melanggar keamanan dan
kerahasiaan data nasabah sanksi yang akan diterapkan pun tidak main-main, yaitu
dipidana sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 41 Undang-Undang Undang-Undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
Tidak semua data nasabah wajib dilaporkan secara otomatis kepada Ditjen Pajak
karena akan ditetapkan batasan. Pada mulanya berdasarkan Pasal 19 ayat (4)
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017, Pemerintah menetapkan
batasan saldo atau nilai rekening keuangan orang pribadi yang harus dilaporkan oleh
LJK kepada Ditjen Pajak yaitu rekening keuangan yang dimiliki orang pribadi,
saldo atau nilai dari satu Rekening Keuangan atau lebih dengan jumlah paling
sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) atau dengan mata uang asing yang
nilainya setara. Seiring berjalannya waktu dan memperhatikan respon masyarakat
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 disempurnakan dan terbitlah
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2017 yang menaikan batasan
rekening keuangan yang dimiliki orang pribadi yang harus dilaporkan kepada Ditjen
Pajak yaitu dengan saldo atau nilai dari satu Rekening Keuangan atau lebih dengan
jumlah paling sedikit menjadi Rp1.000.000.000,00 (satu milyar). Satu hal lagi, yang
harus dilaporkan oleh adalah saldo atau nilai rekening keuangan per 31 Desember
pada tahun kalender pelaporan dan bukan mutasi pada tiap rekening tersebut.
Sepanjang dana nasabah beserta penghasilan yang menjadi sumber atas dana
nasabah tersebut telah dilaporkan ke dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan
tentunya tidak akan ada masalah dalam hal perpajakan. UU Pajak Penghasilan telah
mendefinisikan penghasilan dalam arti luas yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam
bentuk apa pun. Hal tersebut sejalan dengan pendekatan penghasilan secara
ekonomi dimana penghasilan akan bertransformasi atau berubah bentuk dan selalu
equal dengan pengeluaran yang dikeluarkan atas konsumsi dan tabungan / investasi
(Y = C + I/S). Dengan demikian, semestinya jika seluruh penghasilan (yang
kemudian sebagiannya menjadi sumber dana dari tabungan wajib pajak) berikut
saldo tabungan tersebut telah dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan,
masa tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan karena itu berarti seluruh Pajak
Penghasilan telah dibayar.
Masyarakat telah diberi kesempatan untuk mengikuti Amnesti Pajak, sehingga
dana nasabah seharusnya sudah tidak terdapat permasalahan perpajakan lagi. Pada
saat mulai berlakunya UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
mulai dari Pemerintah, DPR, KADIN, berbagai macam asosiasi, perkumpulan, bank
dan berbagai pihak telah mensosialisasikan dan menyampaikan baik secara langsunh
maupun melalui beragam media massa bahwa salah satu alasan mengapa Amnesti
Pajak dilakukan mulai pertengahan tahun 2016 hingga Maret 2017 karena Indonesia
bersama-sama negara yang tergabung dalam G20 segera memasuki era keterbukaan
informasi keuangan di tahun 2018. Bahkan Presiden Jokowi tidak segan-segan turun
langsung memberikan sosialisasi Amnesti Pajak. Jika kemudian wajib pajak
merespon dan segera mengikuti Amnesti Pajak dengan melaporkan seluruh harta
yang dimilikinya termasuk saldo atau nilai rekening dan membayar uang tebusan,
tentu tidak ada lagi permasalahan perpajakan.
Bagi wajib pajak yang belum melaporkan SPT Tahunan dapat segera
menyampaikan SPT Tahunan yang mencantumkan saldo rekening yang dimiliki.
Pun demikian jika wajib pajak tidak ikut Amnesti Pajak dan belum melaporkan
saldo rekening dengan benar dalam SPT Tahunan masih dapat melakukan
pembetulan. UU KUP mengatur bahwa sepanjang belum dilakukan tindakan
pemeriksaan, wajib pajak dengan kemauan sendiri dapat melaporkan dan
membetulkan SPT Tahunan sesuai dengan tahun diperoleh saldo rekening tersebut.
Jika setelah melaporkan saldo rekening dalam SPT Tahunan terdapat
ketidaksesuaian dengan penghasilan yang telah dilaporkan yang mengakibatkan
terdapat pajak yang masih harus dibayar tentu pajak tersebut harus dibayar ditambah
sanksi administrasi 2% perbulan.
Apabila Wajib pajak tidak melaporkan kewajiban perpajakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dan tidak ingin terkena sanksi maka wajib pajak
dapat melakukan perencanaan dengan melakukan perpindahan dana wajib pajak dari
bank ke asset nonkeuangan seperti properti dan emas.
Mengacu pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2017 tentang akses informasi untuk keperluan perpajakan, memang hanya
lembaga keuangan yang diwajibkan untuk melaporkan data nasabah secara otomatis
kepada Ditjen Pajak. Di sisi lain, lembaga nonkeuangan tidak memiliki kewajiban
serupa. Data kepemilikan properti, emas, dan aset nonkeuangan lainnya hanya bisa
dibuka dengan seizin otoritas terkait.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan,
perbankan, perbankan syariah, dan pasar modal, serta peraturan perundang-
undangan lainnya yang berlaku saat ini telah membatasi akses otoritas
perpajakan untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan, baik dari sisi
prosedur maupun persyaratan. Kondisi keterbatasan akses tersebut dimanfaatkan
Wajib Pajak untuk tidak patuh melaporkan penghasilan dan harta sesungguhnya.
Hal ini dapat menghambat terwujudnya keberlanjutan efektivitas kebijakan
pengampunan pajak dan penguatan basis data perpajakan, serta Indonesia
berpotensi menjadi negara tujuan penempatan dana ilegal. Maka dari itu
diperlukan akses yang luas bagi otoritas perpajakan untuk menerima dan
memperoleh informasi keuangan bagi kepentingan perpajakan dengan
membentuk perangkat hukum primer berupa peraturan perundang-undangan
setingkat undang-undang.
Bila ditinjau dari kepentingan luar negeri, terbitnya perppu ini dalam
rangka mendukung komitmen yang telah dibuat oleh Indonesia bersama dengan
negara-negara G20 untuk mendukung pelaksanaan pertukaran informasi
keuangan secara otomatis (Automatic Exchange of Information / AEOI).
Bila ditinjau dari sudut pandang kepentingan domestik, dengan
berlakunya Perppu Nomor 1 Tahun 2017 berikut aturan pelaksaannya
diharapkan akan menambah luasnya basis data perpajakan yang dimiliki oleh
Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak). Mengingat Indonesia menganut sistem
perpajakan berdasarkan self assessment, basis data yang kuat adalah kunci untuk
meningkatkan penerimaan pajak sekaligus tax ratio.
Apabila Wajib pajak tidak melaporkan kewajiban perpajakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan dan tidak ingin terkena sanksi maka
wajib pajak dapat melakukan perencanaan dengan melakukan perpindahan dana
wajib pajak dari bank ke asset nonkeuangan seperti properti dan emas.
Mengacu pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2017 tentang akses informasi untuk keperluan perpajakan, memang
hanya lembaga keuangan yang diwajibkan untuk melaporkan data nasabah
secara otomatis kepada Ditjen Pajak. Di sisi lain, lembaga nonkeuangan tidak
memiliki kewajiban serupa. Data kepemilikan properti, emas, dan aset
nonkeuangan lainnya hanya bisa dibuka dengan seizin otoritas terkait.
3.2 Saran
Sepanjang dana wajib pajak beserta penghasilan yang menjadi sumber
atas dana tersebut telah dilaporkan ke dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan
tentunya tidak akan ada masalah dalam hal perpajakan. Tetapi apabila dana
tersebut belum dilaporkan ke dalam SPT dan tidak ingin terkena sanksi maka
wajib pajak dapat melakukan perencanaan dengan melakukan perpindahan dana
wajib pajak dari bank ke asset nonkeuangan seperti properti dan emas.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keuangan Untuk
Kepentingan Perpajakan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2017.
Undang-Undang nomor 28 tahun 2009 tetntang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan
http://www.pajak.go.id/