Você está na página 1de 27

KATA PENGANTAR ventilasi/sirkulasi udara,kelembaban dan Iain-Iain akan meningkatkan kasus

infeksi pada pekerja.


Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat Mengacu pada Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 dan Undang-
dan hidayah Nya sehingga Buku Panduan Pengendalian TB di Tempat Kerja Undang No. 13 Tahun 2003, pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan
dapat diselesaikan tepat waktu. Tempat kerja merupakan lingkungan yang mengambil kebijakan dan berkomitmen dalam Pengendalian TB di tempat
tertutup dimana didalamnya berkumpul orang dalam jumlah banyak sedang kerja sebagai bagian dari program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
melakukan pekerjaan bersama sama secara sift /bergantian dalam waktu 8 bekerja sama dengan pihak terkait lainnya. Komitmen dan kebijakan pemerintah
jam atau lebih setiap harinya. Kondisi ini merupakan lingkungan yang dapat ini hams diiringi dengan komitmen dan partisipasi pengusaha dalam program
menyebarkan berbagai penyakit menular berbahaya termasuk penyakit TB. pengendalian TB di tempat kerja. Keberhasilan program ini sangat dipengaruhi
Pekerja yang sehat jasmani maupun rohani merupakan aset yang sangat oleh tingkat pelaksanaan program yang meliputi sosialisasi/edukasi, upaya
berharga bagi perusahaan, karena dengan adanya pekerja yang sehat akan pencegahan, penjaringan/deteksi kasus, pengobatan yang teratur, pengawasan
meningkatkan produktifitas yang tinggi bagi perusahaan yang pada akhirnya minum obat, rujukan kasus dan pembangunan jejaring atau
akan meningkatkan keuntungan dari perusahaan tersebut. Agartenaga kerja kemitraan. Keberhasilan program ini ditujukan untuk mencapai eliminasi TB
di perusahaaan bisa sehat dan produktif perlu dilaksanakan pengendalian TB di tempat kerja.
yaitu dengan menemukan kasus untuk kemudian diobati sampai sembuh agar Dengan disusunnya Panduan Pengendalian TB di Tempat Kerja dengan
tidak berperan sebagai sumber penularan TB di lingkungan perusahaan. strategi DOTS (Direct Observed Treatment Short Course) ini diharapkan dapat
mempermudah dalam pelaksanaan program pencegahan dan penanggulangan
Dalam Pengendalian TB di Tempat Kerja, sejalan dengan perkembangan TB di tempat kerja. Panduan ini menjadi acuan bagi manajemen, dokter,
tehnologi dan perkembangan program, maka perlu dilakukan penyempurnaan paramedis, ahli K3 di perusahaan, pengawas Ketenagakerjaan, serikat
terhadap panduan yang ada. Dengan telah disempurnakanya serta pekerja/serikat buruh maupun masyarakat pekerja. Secara umum dengan
diterbitkannya Buku Panduan Pengendalian TB di Tempat Kerja, maka akan pengendalian TB di tempat kerja dengan strategi DOTS ini diharapkan dapat
digunakan sebagai acuan bagi petugas kesehatan di seluruh fasililitas kesehatan menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit TB pada pekerja dan
industry/perusahan dalam penerapan Pengendalian TB di Tempat Kerja. Kami keluarganya sehingga dapat mencapai kehidupan yang lebih sehat, produktif
menyadari bahwa Buku Panduan yang telah disempurnakan ini masih jauh dan sejahtera.
dari sempurna, oleh karena itu kepada semua pihak yang telah membaca Kerjasama dan koordinasi antar kementerian/sektor dalam program
Buku Panduan ini diharapkan saran- saran perbaikan. pengendalian TB di tempat kerja ini telah berjalan secara harmonis dan
Akhirnya kami sampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua tim sinergis. Kami harapkan pola ini dijadikan model kerjasama dan koordinasi
penyusun, narasumber dan pihak yang telah berkontribusi dalam untuk program-program lain yang berkaitan dengan perlindungan tenaga kerja
penyempurnaan Buku Panduan Pengendalian TB dengan Strategi DOTS di pada umumnya dan program K3 khususnya. Dengan kerjasama dan koordinasi
Tempat Kerja. yang harmonis ini kami yakini akan menjadikan program berjalan sinergis
dengan tingkat keberhasilan yang tinggi.
Direktur PPML
A K E R Plt.
J A Direktur Jenderal
A G UR JEN D
PembinaanKT DEPengawasan Ketenagakerjaan

A
IR E RA

TERI A N TE

N
D

TR A
PEM

RJAAN
BIN A A N

N S MI
AKE
(Dr.Sigit Priohutomo, MPH)

AG
EN
NG

PE
EN

GR
AW T
M
KE Drs.
A S A N K EA.
I
AS
Mudji Handaya, M.Si

i iii

SAMBUTAN DAFTAR SINGKATAN


DIREKTUR BINA KESEHATAN KERJA DAN OLAHRAGA
APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBN : Anggaran Pendapatan Belanja Negara
Prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis tuberkulosis paru
Apindo : Asosiasi Pengusaha Indinesia
oleh tenaga kesehatan tahun 2013 adalah 0.4 persen (Riskesdas,2013) dan ASI : Air Susu Ibu
36,7 persennya adalah pekerja. Prinsip dasar pengobatan TB di tempat kerja BB : Berat Badan
tidak berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya, yaitu dengan penerapan BBKPM : Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat
strategi DOTS. Namun demikian tatalaksana TB di tempat kerja mempunyai BKPM : Balai Kesehatan Paru Masyarakat
karakteristik tersendiri dalam hal hubungan dengan pekerjaan dan lingkungan BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
BTA : Basil Tahan Asam
kerja. Pekerjaan dan lingkungan kerja mempunyai hubungan timbal balik
CSR : Corporate Social Responsibility
dengan TB. Faktor pekerjaan dan lingkungan kerja dapat juga menyebabkan DM : Diabetes Mellitus
kejadian TB yang dikenal sebagai Penyakit TB Akibat Kerja, disamping penyakit DOTS : Direct Observed Treatment Short Course
lain sebagai komorbid antara lain silikosis/ silikotuberkulosis. DPM : Dokter Praktik Mandiri
Adanya hubungan timbal balik antara pekerjaan dengan kejadian TB FKRTL : Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan
memerlukan pendekatan tambahan dalam tatalaksana. Tambahan tatalaksana FKTP : Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
dimaksud adalah untuk menetapkan diagnosis TB akibat kerja, penetapan Gerdunas TB : Gerakan Terpadu Nasional TB
HERS : Isoniacid, Ethambutol, Rifampisin, Streptomysin
kelaikan kerja dan kembali bekerja setelah mengalami TB. Lingkungan kerja
HIV : Human Immune Virus
sebagai penyebab atau pemberat TB dan komorbidnya memerlukan perhatian HR : Human Resource
tersendiri untuk pengendaliannya. Untuk itu diperlukan pedoman agar HRD : Human Resource Development
tatalaksana TB di tempat kerja dapat dilakukan oleh semua pihak terkait HRE : Isoniacid, , Rifampisin, Ethambutol
secara berkualitas. HRZE : Isoniacid, , Rifampisin, Pyrasinamide, Ethambutol
Panduan Pengendalian TB di Tempat Kerja disusun sebagai referensi IRIS : Immune Response Inflammatory Syndrome
ISTC : International Standard for Tuberculosis Care
bagi petugas kesehatan dalam pengendalian TB di tempat kerja. Diharapkan
JKN : Jaminan Kesehatan Nasional
dengan terbitnya buku ini pengendalian TB di Indonesia dapat lebih efektif KB : Keluarga Berencana
dalam mencapai target yang telah ditetapkan. KDT : Kemasan Dosis Tetap
MCU : Medical Check Up
MDGs : Millenium Development Goals
MDR : Multi Drug Resistance
Direktur Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga MT : Micobacterium Tuberculosis
MTBS : Managemen Terpadu Balita Sakit
MTDS : Managemen Terpadu Dewasa Sakit
MTPTRO : Managemen Terpadu Pengendalian TB Resistan
OAT : Obat Anti Tuberkulosis
dr. Muchtaruddin Mansyur,MS,SpOk,PhD OR : Operational Research
P2NK3 : Program Pengawasan Norma Keselamatan
PAK : Penyakit Akibat Kerja

v vii
SAMBUTAN SAMBUTAN
DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN PENGAWASAN
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang masih menjadi masalah KETENAGAKERJAAN KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN R.I
kesehatan masyarakat Indonesia. Data Report Nasional menunjukan bahwa
pada tahun 2014 di Indonesia diperkirakan prevalensi kasus TB 272/100.000 Tenaga kerja merupakan aset atau modal dari unsur SDM (human
penduduk, dengan angka insiden 183/100.000 penduduk, serta angka kematian
capital) yang sangat vital bagi kelancaran proses produksi dan berjalannya
64,000 (25/100,000 penduduk). Insiden kasus HIV diantara pasien TB sebesar
suatu organisasi atau perusahaan sekaligus merupakan aktor penting dalam
5,8/100,000 penduduk. Jumlah kasus TB dengan resistance OAT, 912 pasien
pembangunan nasional. Untuk itu, maka tenaga kerja harus senantiasa
pada tahun 2013. Besar dan kompleks nya permasalahan TB di Indonesia,
maka pengendalian TB hams dilakukan melalui kemitraan dengan berbagai ditingkatkan kualitas kesehatan dan
sektor baik pemerintah, swasta maupun lembaga masyarakat. Hal ini sangat poduktivitasnya sehingga dapat mendukung kemajuan dan daya saing
penting untuk mendukung keberhasilan tujuan program dan menjamin perusahaan tempatnya bekerja dan meningkatkan daya saing di pasar global.
kesinambungannya. Tenaga kerja di tempat kerja senantiasa berhadapan dengan berbagai
potensi bahaya (hazard), baik bahaya terhadap keselamatan kerja (safety
Sejak tahun 1995 telah diadopsi Strategi DOTS sebagai strategi penanggulangan hazard) maupun bahaya terhadap kesehatan kerjanya (health hazard), sehingga
TB di Indonesia yang dilaksanakan mulai dari puskesmas di beberapa berisiko mengalami kecelakaan kerja (occupational accident) dan penyakit
kabupaten; yang kemudian dikembangkan secara bertahap ke seluruh akibat kerja/PAK (occupational diseases). Di sisi lain, pekerja juga merupakan
puskemas, rumah sakit, lembaga pemasyarakatan / rumah tahanan, industry bagian dari masyarakat pada umumnya, sehingga risiko penyakit umum
(tempat kerja) dan dokter praktek mandiri. Maksud pelibatan ini adalah agar (general diseases) pada masyarakat juga merupakan risiko pada pekerja
masyarakat mendapat pelayanan TB yang berkualitas dan standar di seluruh termasuk penyakit infeksi yang masih menjadi masalah nasional di Indonesia
fasilitas kesehatan.
seperti ISPA, Hepatitis, TB, HIV, Malaria dan Iain-Iain.
Sesuai amanat Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Untuk maksud tersebut Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan pihak
terkait pada tahun 2008 telah menerbitkan Buku Panduan Penggulangan TB dan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, maka
di Tempat Kerja. Sejalan dengan perkembangan teknologi dan perkembangan pengusaha atau pemberi kerja wajib melindungi tenaga kerja dari bahaya
program, maka panduan ini perlu dikembangkan dan di revisi. .Dengan keselamatan dan kesehatan kerja maupun dari masalah kesehatan pada
diterbitkannya Buku "Panduan Pengendalian TB di Tempat Kerja" yang baru, umumnya melalui program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Program
dapat menjadi pegangan bagi pelaksana pelayanan kesehatan khususnya di K3 ini wajib dilaksanakan di setiap tempat kerja sebagai upaya untuk mencegah
tempat kerja, industri-industri atau perusahan-perusahan milik pemerintah. dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja maupun penyakit umum,
maupun swasta baik fisik maupun psikis, keracunan, infeksi dan penularan. Selain itu, program
K3 sebagai upaya untuk mewujudkan tempat, kondisi dan lingkungan kerja
Menyadari masih adanya kekurangan dalam penyusunan revisi buku ini, kami yang aman, sehat dan bebas dari kecelakaan dan penyakit
harapkan masukan dan saran untuk perbaikan pada edisi berikutnya. akibat kerja (PAK) dan berbagai penyakit atau gangguan kesehatan lainnya.
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
Direktur Jenderal PP dan PL
yang menjadi perhatian penting di dunia maupun di Indonesia dan sangat
mempengaruhi dunia kerja, karena penyakit ini mudah menular, tersebar luas
di masyarakat, angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas)nya
masih tinggi, serta sebagian besar penderita TB adalah usia produktif. Di sisi
(Dr. H. M.Subuh, MPPM) lain, lingkungan kerja yang tidak higienis, adanya pencemaran/polusi, kurang

iv ii

PAL : Practical Approach to Lung Health TIM PENYUSUN


Pemerintah dan swasta)
PHK : Pemutusan Hubungan Kerja Pengarah
Mohammad Subuh : Dirjen PP &PL Kemenkes
PMO : Pengawas Menelan Obat
Mudji Handaya : PLT. Dirjen Pembinaan Pengawasan
PNPK : Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ketenagakerjaan
PPI : Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Sigit Priohutomo : Direktur P2ML
PPM : Public Private Mix (Pelayanan TB Terpadu)
QA : Quality Assurance Penanggung Jawab : Christina Widaningrum
RR : Rifampisin Resistant
Editor Cetakan 2015 : Guntur Argana (Dit. Kesja dan Olah Raga,
RSP : Rumah Sakit Paru KemenKes)
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah Sudi Astono (Dit Norma K3, KemenNaker)
SDM : Sumber Daya Manusia Christina Widaningrum (Subdit TB)
SOP : Standard Procedure Operational Vanda Siagian (Subdit TB)
SPS : Sewaktu Pagi Sewaktu
Kontributor
TB MDR : TB Multi Drug Resistant Astuti : Dit. Bina Kesja dan Olah Raga, Kementerian
TB MR : TB Mono Resistan Kesehatan
TB RR : TB Poly Resistan Atjep Abdulkodir : Fasilitator TB Nasional
TB XDR : Extensive Drug Resistant Bambang Setia : BNP2TKI
TB : Tuberkulosis Benyamin Sihombing : WHO Indonesia
Budiyanto : BNP2TKI
TemPO : Temukan pasien secepatnya, dan Obati Dewi Utami : Dit Norma K3, Kementerian Ketenagakerjaan
UPK : Unit Pelaksana Kesehatan Eka Sulistiany : Subdit TB Dit P2ML Kementerian Kesehatan
WHO : World Health Organization Imam Achmadi : Subdit TB Dit P2ML Kementerian Kesehatan
ZN : Ziehl Neelsen Inne N : Dit. Bina Kesja dan Olah Raga, Kementerian
Kesehatan
Maria Regina : WHO Indonesia
Munziarti : Subdit TB Dit P2ML Kementerian Kesehatan
Nandi Pinta : Subdit TB Dit P2ML Kementerian Kesehatan
Nova Novianti : BNP2TKI
Novayanti Tangirerung : Subdit TB Dit P2ML Kementerian Kesehatan
S. T. Patty : Subdit TB Dit P2ML Kementerian Kesehatan
Safira Chahyandari : Dit. Bina Kesja dan Olah Raga, Kementerian
Kesehatan
Siti Kunarisasi : Subdit TB Dit P2ML Kementerian Kesehatan
Suwandi : Subdit TB Dit P2ML Kementerian Kesehatan
Suyoto : BNP2TKI
Widodo : Master Trainer TB
Yusuf Said : Subdit TB Dit P2ML Kementerian Kesehatan

viii vi
DAFTAR ISI 15. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 364/Menkes/SK/V/2009
tentang Pedoman Pengendalian Tuberkulosis (TB);
Kata Pengantar.................. .................................................................... i 16. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik;
Sambutan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan 17. S u r a t Keputusan Menteri Kesehatan RI
Ketenagakerjaan.................................................................................. ii Nomor1278/Menkes/SK/2009tentang Kolaborasi TB-HIV;
Sambutan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit Dan 18. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 270/Menke/SK/III/2007
Penyehatan Lingkungan ........................................................................ iv
tentang Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Sambutan Direktur Kesehatan Kerja Dan Olah Raga ........................... v
di RS dan Fasyankes lainnya;
Tim Penyusun..................... ................................................................... vi
19. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 382/Menke/SK/III/2007
Daftar Singkatan................... ................................................................. vii
Daftar Isi................................................................................................. ix tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RS dan
Fasyankes lainnya;
BAB I : PENDAHULUAN 20. Keputusan Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan No 22
A. Latar Belakang ................................................................ 1 Tahun 2008 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pelayanan
B. Dasar Hukum................................................................... 2 Kesehatan Kerja.
C. Tujuan.............................................................................. 3
1. Tujuan Umum ........................................................... 3 C. Tujuan
2. Tujuan Khusus.......................................................... 3
D. Sasaran ........................................................................... 3 1. Tujuan Umum
E. Ruang Lingkup ................................................................ 4 Panduan ini merupakan acuan pengendalian TB dengan
F. Pengertian ....................................................................... 4
strategi DOTS di tempat kerja.
2. Tujuan Khusus
BAB II : PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS DI INDONESIA
a. Panduan bagi Manajemen Perusahaan dalam Pengendalian
A. Kebijakan Nasional.......................................................... 7
B. Visi dan Misi .................................................................... 8 TB di tempat kerja.
C. Tujuan.............................................................................. 9 b. Panduan petugas dalam pelaksanaan Program TB di tempat
D. Kegiatan .......................................................................... 9 kerja.
c. Panduan petugas TB di tempat kerja dalam penatalaksanaan
BAB III: PENERAPAN PENGENDALIAN TB DI TEMPAT KERJA. kasus TB.
A. Kebijakan dan Strategi Pengendalian TB di Tempat
Kerja ................................................................................ 10 D. Sasaran
B. Komitmen Pimpinan Perusahan /Tempat Kerja .............. 10 Sasaran panduan ini ditujukan kepada:
C. Startegi DOTS di Tempat Kerja....................................... 11 1. Pengelola klinik tempat kerja/pelayanan kesehatan kerja;
D. Dukungan sumber Daya.................................................. 12 2. Manajemen perusahaan/instansi pemerintah;
E. Jejaring TB ...................................................................... 14 3. Serikat Pekerja;
4. Asosiasi Pengusaha;
5. Puskesmas;
ix 3

BAB I 6. TB Resistan Obat adalah keadaan di mana kuman M. tuberculosis


PENDAHULUAN sudah tidak dapat lagi dibunuh dengan obat anti TB (OAT);
7. Multi Drug Resistant yang selanjutnya disingkat MDR adalah resistan
A. Latar Belakang terhadap isoniazid dan rifampisin, dengan atau tanpa OAT lini
Berdasarkan data Report Nasional menunjukan bahwa pada tahun 2014 pertama yang lain, misalnya resistan HR, HRE, HRES;
di Indonesia di perkirakan prevalensi kasus TB 272/100.000 penduduk. 8. Rifampicin Resistant (RR) adalah resisten terhadap Rifampisin
Angka insiden 460.000 (183/100.000 penduduk) serta angka kematian dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yan terdeteksi
64.000 (25/100.000 penduduk). Hal ini menunjukkan bahwa TB masih menggunakan metode genotif (tes cepat) atau metode fenotif
merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia, dan di Indonesia, (konvensional);
sehingga membutuhkan perhatian khusus dari semua pihak. 9. Pengawas Menelan Obat yang selanjutnya disingkat PMO adalah
Komitmen Nasional Pemerintah Indonesia menetapkan pengendalian orang yang bertugas memastikan pasien TB menelan obat anti
TB sebagai prioritas kesehatan nasional yang didukung dengan komitmen tuberkulosis sesuai instruksi petugas kesehatan sampai selesai
global, yaitu Millenium Development Goals (MDGs). Pengembangan pengobatan;
Program pengendalian TB dengan strategi “Directly Observed Treatment 10. Tempat Kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau
Short-Course” (DOTS) di Indonesia sudah dilaksanakan sejak tahun terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau
1995, dengan melibatkan seluruh fasilitas kesehatan seperti Puskesmas, sering dimasuki kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana
Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM), rumah sakit pemerintah dan terdapat sumber-sumber bahaya termasuk didalamnya semua
swasta, poliklinik lapas, klinik perusahaan, dokter praktik mandiri dsb. ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan
Tempat kerja merupakan lingkungan dengan populasi yang terkonsentrasi bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut.
pada tempat dan waktu yang sama, sehingga merupakan salah satu 11. Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat K3
lingkungan potensial dalam penularan TB. Dengan demikian maka kondisi adalahsegala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan
lingkungan kerja dan tingkat penerapan Keselamatan dan Kesehatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan
Kerja (K3) di tempat kerja sangat mempengaruhi penularan TB diantara kerja dan penyakit akibat kerja.
para pekerja. Pencegahan dan pengendalian TB di tempat kerja dapat 12. Pengusaha/ pemberi kerja adalah
diintegrasikan dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
khususnya dan pelaksanaan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
(K3) pada umumnya. b. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
Saat ini pelayanan kesehatan di tempat kerja sebagian besar belum secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
menerapkan strategi DOTS. Oleh karena itu diperlukan “Panduan c. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
Pengendalian TB di Tempat Kerja dengan Strategi DOTS” sebagai berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana yang
acuan agar pelaksanaan Program TB di tempat kerja sesuai standar. dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar
wilayah Indonesia.
13. Pelayanan Kesehatan Kerja unit kesehatan di tempat kerja yang
menjalankan program peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit

1 5
6. Dinas Tenaga Kerja; BAB IV : TATALAKSANA DAN PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
7. Dinas Kesehatan; DI TEMPAT KERJA
8. Sektor/ pihak terkait. A. Tatalaksana ..................................................................... 18
B. Diagnosis Tuberkulosis ................................................... 20
E. Ruang Lingkup C. Pengobatan Pasien TB.................................................... 22
Ruang lingkup panduan ini meliputi aspek yang terkait dalam pengendalian D. Pengendalian TB di Tempat Kerja.................................. 23
E. Penentuan Status Laik Kerja (Fit to Work) ...................... 25
TB di tempat kerja dengan strategi DOTS sesuai tata urut sebagai berikut:
F. Program Kembali Kerja (Return to Work)........................ 27
BAB I : Pendahuluan
BAB II : Program Pengendalian TB di Indonesia
BAB V: PEMANTAUAN DAN EVALUASI ............................................ 28
BAB III : Penerapan Pengendalian TB di Tempat Kerja
BAB IV : Tatalaksana dan Pengendalian Tuberkulosis di Tempat BAB V I: PENUTUP .............................................................................. 29
Kerja
BAB V : Pemantauan dan Evaluasi BAB VII : DAFTAR PUSTAKA ............................................................. 30
BAB VI : Penutup
BAB VII : Daftar Pustaka Lampiran 1:
Lampiran 1 : Tatalaksana Pasien Tuberkulosis TATALAKSANA PASIEN TUBERKULOSIS di TEMPAT KERJA
Lampiran 2 : Tatacara Pemantauan dan Evaluasi A. Penemuan Pasien Tuberkulosis...................................... 31
Lampiran 3 : Formulir - Formulir TB B. Diagnosis Tuberkulosis ................................................... 35
C. Pengobatan Pasien TB.................................................... 41
F. Pengertian
Lampiran 2:
1. Tuberkulosis yang selanjutnya disingkat TB adalah penyakit menular
TATA CARA PEMANTAUAN DAN EVALUASI
langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium
A. Pencatatan ...................................................................... 62
Tuberculosis); B. Pelaporan ........................................................................ 62
2. Basil Tahan Asam yang selanjutnya disingkat BTA adalah kuman
Mikobakterium tuberkulosis, berbentuk batang dan tahan dalam Lampiran 3:
suasana asam pada pengecatan metode Ziehl Neelsen (ZN); Formulir TB
3. Program Pengendalian TB Nasional adalah pengendalian tuberkulosis TB06, TB05, TB04, TB01, TB02, TB03, TB09, TB10, TB11, TB13....... 68
dengan strategi DOTS yang mengikutsertakan seluruh faskes untuk
berperan aktif;
4. Directly Observed Treatment Shotcourse yang selanjutnya disingkat
DOTS adalah strategi pengendalian tuberkulosisyang diawasi
langsung oleh pengawas menelan obat yang sudah mendapat
pengarahan oleh petugas TB;
5. Obat Anti TB yang selanjutnya disingkat OAT adalah obat yang
dipergunakan untuk pengobatan TB;
4 x

termasuk pengendalian faktor risiko, penanganan/pengobatan B. Dasar Hukum


penyakit dan pemulihan (rehabilitasi)pada pekerja. 1. Undang-undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan
14. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi TB (PPI TB) adalah upaya Kerja(Lembaran Negara RI Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan
mencegah terjadinya infeksi TB terhadap petugas pelayan kesehatan, Lembaran Negara RI Nomor 2918);
pasien, keluarganya dan pengunjung lainnya. 2. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit
15. International Standards for Tuberkulosis Care yang selanjutnya Menular (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 20, tambahan
disingkat ISTC Lembar Negara Nomor 3273);
adalah standar internasional sebagai acuan dalam penanganan 3. U n d a n g - u n d a n g N o m o r 1 3 t a h u n 2 0 0 3 t e n t a n g
Tuberkulosis. Ketenagakerjaan(Lembaran Negara RI Tahun 2003 Nomor 39,
16. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Tatalaksana TB Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4279);
adalah standar nasional sebagai acuan bagi dokter yang menangani 4. Undang-undang nomor 29/2004 tentang Praktik Kedokteran (lembaran
TB, pembuat keputusan klinis, institusi pendidikan dan kelompok Negara RI Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara
profesi terkait untuk menyusun panduan praktis klinis/standar prosedur Nomor 4431)
operasional berdasarkan bukti ilmiah dalam penanganan TB di 5. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Fasilitas Kesehatan. Negara Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
17. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang selanjutnya disingkat Republik Indonesia Nomor 5063);
FKTP adalah pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non 6. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
spesialistik (primer) meliputi pelayanan rawat jalan dan rawat inap; Sosial Nasional;
18. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan yang selanjutnya 7. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
disingkat FKRTL adalah upaya pelayanan kesehatan perorangan Jaminan Sosial (Lembaran Negara RI Tahun 2011, Tambahan
yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik yang meliputi rawat Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5256);
jalan tingkat lanjutan, rawat inap tingkat lanjutan, dan rawat inap di 8. Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit yang
ruang perawatan khusus. Timbul Akibat Hubungan Kerja;
9. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan
Nasional (Lembaran Negara RI Tahun 2012 Nomor 193);
10. Peraturan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan Nasional (Lembaran Negara RI Tahun 2013 Nomor 29);
11. Permenakertrans No. 02 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan
Tenaga Kerja;
12. Permenakertrans No. 03 tahun 1982 tentang Pelayanan Kesehatan
Kerja;
13. Peraturan Menteri Kesehatan RI. Nomor 71 tahun 2013 tentang
pelayanan kesehatan pada jaminan kesehatan nasional;
14. PeraturanMenteri Kesehatan RI Nomor 13/2013/tentang Pedoman
Manajemen Terpadu Pengendalian TB Resisten Obat;

6 2
BAB II • Meningkatkan peran serta pekerja dan masyarakat umum dalam
PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS DI INDONESIA pencegahan, penemuan dini kasus dan pengawas menelan obat
pada pekerja.
A. Kebijakan Nasional • Menjamin ketersediaan dan kesiapan fasilitas kesehatan di tempat
Untuk mencapai tujuan program pengendalian TB di Indonesia ditetapkan kerja dan jaringannya dalam melayani pekerja yang terkena TB
kebijakan operasional sebagai berikut: dengan menerapkan Strategi TB DOTS.
1. Pengendalian TB di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan azas • Memfasilitasi sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang
desentralisasi dalam kerangka otonomi dengan propinsi dan berkesinambungan.
kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program, yang meliputi: • Menjalankan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) di tempat
perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta menjamin kerja.
ketersediaan sumber daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana); • Memfasilitasi sistem monitoring, pencatatan dan pelaporan sebagai
2. Program Pengendalian TB dilaksanakan sesuai dengan Strategi TB
bagian dari kegiatan surveilans kesehatan pekerja.
DOTS (Directly Observed Treatment Short-Course) yang meliputi
komponen sebagai berikut:
C. Strategi DOTS di Tempat Kerja
2.1. Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk
Dalam pengendalian TB di tempat kerja mempunyai strategi yang sama
dukungan dana.
dengan pengendalian TB pada umumnya, dengan menggunakan strategi
2.2. Diagnosis TB dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopik.
DOTS. Program DOTS di tempat kerja memerlukan kebijakan dari
2.3. Pengobatan dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka
pimpinan tempat kerja. Pimpinan membentuk tim DOTS sebagai pelaksana
pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan
Obat (PMO). pengendalian TB di tempat kerja. Tim ini terdiri dari manajemen/HRD,
2.4. Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu dokter, perawat, ahli kesehatan kerja/K3 dan atau, pembimbing kesehatan
terjamin. kerja, anggota P2K3 dan tenaga kesehatan lainnya. Tim DOTS dibentuk
2.5. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan untuk memfasilitasi pengendalian TB di tempat kerja berdasarkan kebijakan
pemantauan dan evaluasi program pengendalian TB. dari pimpinan tempat kerja. Tugas Tim TB DOTS di tempat kerja, meliputi:
3. Penguatan kebijakan ditujukan untuk meningkatkan komitmen daerah a. Menyusun perencanaan program TB DOTS di tempat kerja,
terhadap program pengendalian TB; b. Mengkoordinasikan program TB DOTS di tempat kerja,
4. Penguatan pengendalian TB dan pengembangannya ditujukan c. Menjaga mutu pelayanan dan kelangsungan program,
terhadap peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk d. Memonitor dan evaluasi program TB DOTS,
penemuan dan pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai e. Mengintegrasikan program TB DOTS dengan manajemen risiko
penularan dan mencegah terjadinya TB resistan obat; kesehatan kerja
5. Penemuan dan pengobatan dalam rangka pengendalian TB f. Membangun komunikasi dan jejaring dengan layanan TB DOTS
dilaksanakan oleh seluruh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama pada fasilitas kesehatan setempat.
(FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL),
meliputi: Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta, Rumah Fasilitas kesehatan di tempat kerja yang sudah menerapkan Strategi TB
Sakit Paru (RSP), Balai Besar/Balai Kesehatan Paru Masyarakat DOTS :
(B/BKPM), Klinik Pengobatan serta Dokter Praktik Mandiri (DPM);
7 11

C. Tujuan hanya terbatas pada silikotuberkulosis diberlakukan jaminan


Menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB dalam rangka kecelakaan kerja oleh BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan
pencapaian tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan derajat peraturan yang berlaku.
kesehatan masyarakat.
2. Sumber Daya Manusia
D. Kegiatan Pengendalian TB dengan strategi TB DOTS melibatkan SDM yang
1. Tatalaksana TB terdiri dari manajemen/HRD, dokter, perawat, ahli kesehatan kerja/K3
a. Promosi; dan atau, pembimbing kesehatan kerja, anggota P2K3 dan tenaga
b. Surveilans TB; kesehatan lainnya. Untuk meningkatkan kemampuan dan
c. Pengendalian faktor risiko; keterampilan diperlukan pelatihan dan bimbingan teknis bagi petugas
d. Penemuan kasus; kesehatan yang dilaksanakan melalui kerjasama antara kementerian
e. Penanganan kasus; pemberian kekebalan (imunisasi); dan kesehatan dan dinas kesehatan provinsi/kabupaten/kota dengan
pemberian obat pencegahan. Kementerian Tenaga Kerja dan Dinas Tenaga Kerja
2. ManajemenProgram TB provinsi/kabupaten/kota.
a. Perencanaan program pengendalian Tuberkulosis
b. Pengembangan ketenagaan program pengendalian Tuberkulosis 3. Sarana dan Prasarana
c. Pelaksanaan program pengendalian Tuberkulosis Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk Unit TB DOTS di
d. Pengelolaanlogistik program pengendalian Tuberkulosis tempat kerja antara lain:
e. Promosi program pengendalian Tuberkulosis. a. Ruangan untuk layanan TB, sebagai bagian dari unit pelayanan
f. Monitoring dan evaluasi program pengendalian Tuberkulosis kesehatan kerja
3. Pengendalian TB secara Komprehensif b. Fasilitas laboratorium
a. P e n g u a t a n l a y a n a n L a b o r a t o r i u m T u b e r k u l o s i s c. Tempat pengumpulan dahak
b. Public-Private Mix (Pelayanan TB Terpadu Pemerintah dan 4. Kebutuhan logistik
Swasta) Kebutuhan logistik pengendalian TB di tempat kerja yang diperlukan
c. Penguatan layanan Tuberkulosis pada kelompok rentan: pasien antara lain:
Diabetes Melitus (DM), ibu hamil, dan gizi buruk a. Buku pedoman nasional pengendalian TB, panduan terkait
d. Kolaborasi TB-HIV program TB lainnya, pedoman untuk PMO, dan panduan
e. TB Anak pengendalian TB dengan strategi DOTS di tempat kerja
f. Pemberdayaan Masyarakat dan Pasien TB b. Format pencatatan TB (TB01, TB02, TB03 UPK, TB04, TB05,
g. Pendekatan Praktis Kesehatan Paru TB06, TB09, TB10, TB13 dan TB14)
h. Manajemen Terpadu Pengendalian TB Resistan Obat c. OAT, regensia, kaca sediaan, kotak sediaan, mikroskop binokuler
(MTPTRO) d. leaflet, brosur, dan poster.
i. Penelitian tuberkulosis. Kebutuhan logistik tersebut dapat diadakan oleh perusahaan/tempat
kerja sesuai kemampuan atau dikoordinasikan dengan instansi
kesehatan pemerintah setempat.
9 13
a. Melakukan Penyuluhan terhadap tenaga kerja dan manajemen 6. Pengobatan untuk TB tanpa penyulit dilaksanakan di FKTP.
tentang pengendalian TB Pengobatan TB dengan tingkat kesulitan yang tidak dapat
b. Melaksanakan penemuan terduga TB, diagnosa, pengobatan dan ditatalaksana di FKTP akan dilakukan di FKRTL dengan mekanisme
pengawasan langsung pengobatan (PMO). rujuk balik apabila faktor penyulit telah dapat ditangani;
c. Melakukan diagnosis TB akibat kerja dan atau Penyakit Akibat Kerja 7. Pengendalian TB dilaksanakan melalui penggalangan kerja sama
sebagai komorbid TB dan tidak hanya terbatas pada silikotuberkulosis. dan kemitraan diantara sektor pemerintah, non pemerintah, swasta
d. Melakukan rujukan balik ke dan dari fasilitas kesehatan jaringan dan masyarakat dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional
setempat bila diperlukan. Pengendalian TB (Gerdunas TB);
e. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai sistem baku 8. Peningkatan kemampuan laboratorium diberbagai tingkat pelayanan
surveilans kesehatan. ditujukan untuk peningkatan mutu dan akses layanan;
Tempat kerja yang belum memiliki fasilitas kesehatan atau memiliki 9. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk pengendalian TB diberikan
fasilitas kesehatan yang belum menerapkan Strategi TB DOTS, secara cuma-cuma dan dikelola dengan manajemen logistk yang
dapat bekerja sama dengan fasilitas kesehatan jejaring di luar tempat efektif demi menjamin ketersediaannya;
kerja yang sudah menerapkan Strategi TB DOTS. 10. Ketersediaan tenaga yang kompeten dalam jumlah yang memadai
untuk meningkatkan dan mempertahankan kinerja program;
D. Dukungan Sumber Daya 11. Pengendalian TB lebih diprioritaskan kepada kelompok miskin dan
1. Sumber dana kelompok rentan lainnya terhadap TB;
A. Sumber dana untuk pengendalian TB di tempat kerja dapat 12. Pasien TB tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan
berasal dari : pekerjaannya;
a. Kemandirian Perusahaan; 13. Memperhatikan komitmen terhadap pencapaian target strategi global
b. Program Corporate Social Responsibility (CSR); pengendalian TB.
c. APBD;
d. APBN; B. Visi dan Misi
e. Sponsor dari sumber lain yang tidak mengikat dan sesuai 1. Visi
dengan perundang-undangan yang berlaku; “ Menuju masyarakat bebas masalah TB, sehat, mandiri dan
B. Jaminan kesehatan pekerja berkeadilan”
a. BPJS Kesehatan 2. Misi
Pekerja yang telah terdaftar sebagai peserta BPJS a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta
Kesehatan akan mendapatkan jaminan pengobatan TB dan masyarakat madani dalam pengendalian TB.
melalui mekanisme pelayanan di fasilitas kesehatan yang b. Menjamin ketersediaan pelayanan TB yang paripurna, merata,
telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan sesuai dengan bermutu dan berkeadilan.
peraturan yang berlaku. c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya
b. BPJS Ketenagakerjaan pengendalian TB.
Pekerja yang terdiagnosis sebagai TB akibat kerja dan d. Menciptakan tata kelola program TB yang baik.
atau Penyakit Akibat Kerja sebagai komorbid TB dan tidak
12 8

E. Jejaring TB BAB III


Keterbatasan sarana prasarana fasilitas kesehatan di tempat kerja perlu Penerapan Pengendalian TB di Tempat Kerja.
dikembangkan jejaring kerja, baik internal maupun eksternal.
Suatu sistem jejaring dapat dikatakan berfungsi secara baik apabila A. Kebijakan dan Strategi Pengendalian TB di Tempat Kerja
penemuan pasien dan pengobatan berjalan dengan baik di tempat kerja. 1. Kebijakan Pengendalian TB di Tempat Kerja mengacu pada Kebijakan
Nasional Pengendalian TB;
Bagan Jejaring Pengendalian TB di tempat kerja dengan strategi 2. Pengendalian TB di tempat kerja diintegrasikan dengan K3
DOTS (Keselamatan & Kesehatan Kerja)
3. Penyelenggaraan pengendalian TB (Tim TB DOTS) di tempat kerja
ditetapkan langsung oleh pimpinan tertinggi di tempat kerja dan atau
APINDO SP/SB
Dinas Kesehatan Dinas Ketenagakerjaan pimpinan puskesmas wilayah tempat kerja untuk skala usaha kecil
dan rumah tangga;
4. Memberdayakan unit dan personil K3 di tempat kerja;
5. Pengendalian TB di tempat kerja merupakan bagian dari kegiatan
FKRTL TIM DOTS TEMPAT KERJA
(SEKTOR FORMAL DAN SEKTOR INFORMAL) surveilans nasional tuberculosis;
• Manajemen/HRD 6. Pengendalian TB di tempat kerja merupakan satu kesatuan
• Dokter perusahaan
• Perawat pengendalian TB di wilayah tempat kerja berada.
• Ahli kesehatan kerja/K3
• Pembimbing kesehatan kerja
• Anggota P2K3
B. Komitmen Pimpinan Tempat Kerja
Puskesmas
• Tenaga Kesehatan lainnya Untuk membangun komitmen perlu dilakukan advokasi oleh Tim/Koordinasi,
yang terdiri dari:
• Dinas Ketenagakerjaan Provinsi dan atau Kabupaten/Kota
FKTP/FKRTL • Dinas Kesehatan Provinsi dan atau Kabupaten/Kota
di tempat kerja • Puskesmas di wilayah tempat kerja berada
• Lembaga Swadaya Masyarakat, praktisi, perguruan tinggi dll.
• Perwakilan asosiasi pengusaha/APINDO
Keterangan : • Perwakilan serikat pekerja
Grs komando Untuk menjamin terselenggaranya pengendalian TB di tempat kerja
sesuai standar diperlukan komitmen para pengambil keputusan untuk:
Grs koordinasi
• Menyediakan dan mengembangkan sumber daya di tempat kerja.
Grs rujukan pelayanan dan manajemen • Memfasilitasi pembentukan Tim TB DOTS di tempat kerja yang
melibatkan manajemen/HRD, dokter, perawat, ahli kesehatan kerja/K3
Grs rujukan pelayanan dan atau, pembimbing kesehatan kerja, anggota P2K3 dan tenaga
kesehatan lainnya.

14 10
Fungsi masing-masing unit: • Bersama dengan petugas Dinas Ketenagakerjaan/Pengawas
1. Dinas Kesehatan Ketenagakerjaan melakukan pembinaan, monitoring dan evaluasi
• Bertanggung jawab terhadap manajemen pengendalian TB di pengendalian TB di tempat kerja.di tempat kerja.
wilayahnya termasuk di tempat kerja. • Melaksanakan kegiatan TB DOTS
• Menjamin ketersediaan obat anti TB (OAT), reagensia, formulir 9. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut/FKRTL (Rumah Sakit,
pencatatan pelaporan dan sarana pendukung lainnya. Balai Kesehatan Masyarakat (BKKM), Balai Pengobatan dll.)
• Mengumpul, mengolah dan menganalisa data penderita TB • Menerima rujukan spesimen dahak dan terduga TB dalam
dari tempat kerja/perusahaan dan memberikan umpan balik ke menegakkan diagnosa TB dari Unit pelaksana pelayanan TB
tim DOTS tempat kerja/perusahaan atau melalui unit pelayanan DOTS perusahaan.
kesehatan kerja di perusahaan yang bersangkutan. • Menerima rujukan penetapan kasus TB akibat kerja
• Bersama dengan Dinas Tenaga Kerja, melakukan pembinaan, • Menerima rujukan pasien TB untuk penanganan lebih lanjut.
monitoring dan evaluasi pengendalian TB di tempat kerja. • Memberikan umpan balik kepada unit kesehatan di tempat
2. Dinas Tenaga Kerja kerja/perusahaan yang memberikan rujukan.
• Bertanggung jawab terhadap terlaksananya pengendalian TB
di tempat kerja.
• Melaksanakan pembinaan dan pengawasan pengendalian TB
di tempat kerja sebagai bagian dari Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) dengan dukungan teknis dari Puskesmas.
• Memberdayakan lembaga/unit K3 (P2K3) dan SDM K3 di tempat
kerja/perusahaan dalam mendukung keberhasilan pengendalian
TB di tempat kerja.
• Mengkoordinir peran asosiasi pengusaha dan serikat
pekerja/buruh atau pihak terkait lainnya dalam pengendalian
TB di tempat kerja.
• Memfasilitasi pengusaha dalam berkontribusi dalam
pengendalian TB di tempat kerja.
• Bersama dengan Dinas Kesehatan, melakukan pembinaan,
monitoring dan evaluasi pengendalian TB di tempat kerja.
3. Pengelola tempat kerja/Perusahaan
• Menyediakan sumber daya dan fasilitas pendukung.
• Memberdayakan dan mengembangkan sumber daya kesehatan
yang ada di tempat kerja/perusahaan.
• Memfasilitasi pembentukan Tim TB DOTS di tempat
kerja/perusahaanya.

15 17

Bagan 1: Alur Penemuan Kasus dan Tatalaksana Pekerja dengan TB dokter, perawat dan petugas kesehatan lainnya. Dalam menegakkan
diagnosis PAK dilakukan dengan 7 (tujuh) langkah diagnosis PAK
Pekerja: yang meliputi:
• Pemeriksaan kesehatan
awal/sebelum bekerja 1. Menentukan diagnosis klinis
• Pemeriksaan berkala / MCU Diagnosis tahap ini dipastikan sebagai Tuberculosis dan atau
• Kunjungan ke
pelayanan kesehatan Tuberkulosis dengan komorbid.
kerja (klinik/RS) 2. Menentukan pajanan yang dialami individu tersebut dalam
perusahaan
• Pelacakan kontak erat pekerjaan
Anamnesis pekerjaan yang lengkap tentang adanya pajanan
mycobacterium tuberculosis dan atau pajanan debu, serat dan
Diluar perusahaan (bekerjasama bahan lain yang dapat memudahkan terjadinya TB.
Klinik perusahaan/ faskes
dengan pihak ke-3)
perusahaan

3. Menentukan apakah ada hubungan antara pajanan dengan


Fisik
penyakit
Laboratorium Pastikan adanya hubungan antara pajanan dan TB, harus
berdasarkan “evidence” yang ada dan dapat dilihat dari bukti
Suspek TB
yang ada.
Non Suspek TB

Pengobatan TB 4. Menentukan apakah pajanan yang dialami cukup besar


Penentuan penyebaran TB dapat dilakukan secara kuantitatif
dengan penghitungan jumlah koloni persatuan volume udara
Penetapan hubungan pekerjaan dan kelaikan kerja oleh Dokter atau secara klinik terdapat rekan kerja yang kontak erat dengan
sputum BTA (+) atau secara kualitatif dengan cara kerja pekerja
Keraguan diagnosis TB akibat kerja yang memungkinkan terjadinya kontak.
dan laik kerja
Laik kerja
Rujukan: 5. Menentukan apakah ada faktor-faktor individu yang
Kembali bekerja
Diagnosis okupasi dan berperan
Rehabilitasi okupasi
dengan Program kembali Faktor individu apakah ada yang dapat mempercepat terjadinya
kerja TB akibat kerja atau sebaliknya menurunkan kemungkinan
(return to work)
- Medikal terkena TB akibat kerja, seperti kebiasaan merokok, status gizi
- Sosial atau kebiasaan memakai alat pelindung dengan baik.

Penyesuaian Kerja 6. Menentukan apakah ada faktor lain diluar pekerjaan


Laik kerja Apakah ada faktor diluar pekerjaan yang juga dapat menjadi
Keterangan : penyebab TB, misalnya kontak individu dengan BTA (+) di luar
Pelayanan Kesehatan bisa dilaksanakan di Klinik Perusahaan yang melaksanakan TB DOTS pekerjaan.
19 21
BAB IV • Menyampaikan laporan kepada Kepala Puskesmas dan
Tatalaksana dan Pengendalian Tuberkulosis di Tempat Kerja instansi/Dinas Ketenagakerjaan setempat dan ditembuskan
kepada Kepala Dinas Kesehatan setempat.
A. Tatalaksana 4. Asosiasi pengusaha
Salah satu strategi pengendalian dengan pendekatan TemPO, yakni • Pembinaan dan sosialisasi pengendalian TB di tempat kerja
singkatan dari Temukan pasien secepatnya, Pisahkan secara aman dan kepada anggotanya.
Obati secara tepat, yang disertai dengan pemeriksaan hubungan pekerjaan • Memfasilitasi anggota dalam keterlibatan dan pengendalian TB
dan kelaikan kerja. Berikut adalah langkah-langkahnya: di tempat kerja.
5. Serikat pekerja/buruh
1. Temukan Pasien Secepatnya • Pembinaan dan sosialisasi pengendalian TB di tempat kerja
Langkah ini dengan memanfaatkan petugas surveilans batuk ditempat kepada anggotanya.
kerja untuk mengidentifikasi terduga TB dan segera dirujuk ke fasilitas • Memfasilitasi anggota dalam keterlibatan dan pengendalian TB
kesehatan tempat kerja atau fasilitas kesehatan jejaring untuk di tempat kerja.
konfirmasi diagnosa. Bila terduga TB maka dilakukan pemeriksaan 6. Tim TB DOTS di tempat kerja/perusahaan
laboratorium. Penemuan kasus TB di tempat kerja dapat diperoleh
• Manajemen menfasilitasi TB DOTS di tempat kerja/perusahaan
dengan cara:
• Menyusun perencanaan program TB DOTS di tempat
a. Pemeriksaan kesehatan awal/sebelum bekerja (pre employment
kerja/perusahaan
examination)
• Mengkoordinasikan program DOTS di tempat kerja/perusahaan
b. Pemeriksaan kesehatan berkala (periodic examination)
• Memonitor dan evaluasi program DOTS di tempat
c. Kunjungan ke pelayanan kesehatan kerja (klinik/RS) perusahaan
kerja/perusahaan
d. Pelacakan kontak erat
• Menjaga mutu dan kelangsungan program.
7. FKTP/FKTL di tempat kerja
2. Pisahkan secara Aman
• Melakukan penemuan terduga (suspect), diagnosa, pengobatan
Petugas surveilans batuk segera mengarahkan pasien yang batuk
dan pengawasan menelan obat (PMO).
ke tempat khusus dengan area ventilasi yang baik, yang terpisah
dari rekan kerja lainnya serta diberikan masker. Bila di dalam fasilitas • Melakukan rujukan dan menerima rujukan balik ke dan dari
kesehatan tempat kerja ada banyak pasien, maka untuk alasan fasilitas kesehatan setempat sesuai kebutuhan.
kesehatan masyarakat, pasien yang batuk harus didahulukan • Melaksanakan pencatatan dan menyusun laporan sesuai sistem
dalam antrian (prioritas). Perlu diberikan penjelasan dan pendidikan yang baku dan menyampaikan ke pimpinan tempat
pada pasien lainnya mengenai etiket batuk saat di ruang tunggu. kerja/perusahaan.
8. Puskesmas
3. Obati secara Tepat. • Menerima rujukan spesimen dahak dan terduga TB dalam
Pengobatan merupakan tindakan paling penting dalam mencegah menegakkan diagnosa TB dari Unit pelaksana pelayanan TB
penularan TB kepada orang lain. Pasien TB dengan terkonfirmasi DOTS perusahaan.
bakteriologis, segera diobati sesuai dengan panduan nasional (DOTS) • Menerima rujukan dari unit kesehatan di tempat kerja yang
sehingga menjadi tidak infeksius. belum menerapkan strategi TB DOTS.
18 16

7. Menentukan Diagnosis Penyakit Akibat Kerja B. Diagnosis Tuberkulosis


Apabila dapat dibuktikan, bahwa adanya kontak dengan Diagnosis TB adalah upaya untuk menegakkan atau menetapkan
Mycobacterium Tuberculosis, individu TB dengan BTA (+) di seseorang sebagai pasien TB sesuai dengan keluhan dan gejala penyakit
tempat kerja atau TB dengan komorbidnya di tempat kerja yang yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Diagnosis TB harus
berperan sebagai penyebab, dapat dikategorikan sebagai TB ditegakkan dengan pemeriksaan bakteriologis dengan pemeriksaan
Akibat Kerja. mikroskopis langsung, biakan dan tes cepat. Apabila pemeriksaan secara
Apabila dapat dibuktikan sebagai TB Akibat Kerja maka jaminan bakteriologis hasilnya negatif, maka penegakan diagnosis TB dapat
kesehatan dialihkan dari BPJS Kesehatan menjadi jaminan dilakukan secara klinis menggunakan hasil pemeriksaan klinis dan
kecelakaan kerja oleh BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan penunjang (setidak-tidaknya pemeriksaan foto toraks) yang sesuai dan
peraturan yang berlaku. ditetapkan oleh dokter yang telah terlatih TB.
Di tempat kerja penegakan diagnosis dapat dilakukan oleh tenaga
C. Pengobatan Pasien TB
kesehatan yang telah terlatih DOTS baik di klinik perusahaan maupun
Pengobatan TB adalah merupakan salah satu upaya paling efisien untuk
diluar klinik perusahaan yang sudah melaksanakan program DOTS.
mencegah penyebaran lebih lanjut dari kuman TB. Pengobatan yang
adekuat harus memenuhi prinsip:
Berdasarkan anatomisnya dari penyakit TB dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat
a) Tuberkulosis paru :
mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya
Adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB
resistensi
dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru.
b. Diberikan dalam dosis yang tepat
c. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO Limfadenitis TB dirongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau
(Pengawas Menelan Obat) sampai selesai pengobatan. Di tempat efusi pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang mendukung
kerja PMO dapat dilakukan oleh TIM DOTS atau sesama pekerja TB pada paru, dinyatakan sebagai TB ekstra paru. Pasien yang
yang terlatih. menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB ekstra paru,
d. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam diklasifikasikan sebagai pasien TB paru.
tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan. b) Tuberkulosis ekstra paru :
- Tahap Awal: Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya : pleura,
pengobatan pada tahap ini adalah dimaksudkan untuk secara kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak
efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan tulang. Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan
dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra
mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan paru harus diupayakan berdasarkan penemuan Mycobacterium
pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, tuberculosis. Pasien TB ekstra paru yang menderita TB pada
harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan beberapa organ, diklasifikasikan sebagai pasien TB ekstra paru
pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya pada organ menunjukkan gambaran TB yang terberat.
penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama TB pada pekerja dapat dikategorikan sebagai Penyakit Akibat Kerja
2 minggu. Pada tahap awal pengobatan pekerja dengan TB (PAK) apabila dalam proses kerjanya mengandung bahaya potensial
dianjurkan untuk istirahatkan di rumah. biologi (Hazard biologi) seperti pada petugas laboratorium, peneliti,
22 20
- Tahap Lanjutan: Pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap Jangan menggunakan toilet atau WC sebagai tempat mengeluarkan
yang penting untuk membunuh sisa sisa kuman yang masih dahak. Pasien perlu diberitahu untuk membersihkan tangan setelah
ada dalam tubuh khususnya kuman persister sehingga pasien mengeluarkan dahak dengan air mengalir dan sabun, atau dengan
dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan. Tempat larutan handrubs. Fasilitas kesehatan harus menyediakan sarana
kerja diharapkan dapat memfasilitasi pekerja dengan TB dengan tersebut.
menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan yang melaksanakan
DOTS baik di klinik perusahaan maupun diluar klinik perusahaan. 4. Alat Pelindung Diri (APD)
a. Alat pelindung diri (APD) pernapasan melindungi petugas
D. Pengendalian TB di Tempat Kerja kesehatan di tempat dimana kadar droplet tidak dapat dihilangkan
Pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) TB di tempat kerja pada dengan upaya administratif dan lingkungan.
dasarnya sama dengan pencegahan dan pengendalian di Fasilitas b. Petugas kesehatan perlu menggunakan respirator pada saat
Kesehatan, yang terdiri dari 4 pilar yaitu: melakukan prosedur yang berisiko tinggi.
c. Respirator juga perlu digunakan saat memberikan perawatan
1. Manajerial
pasien atau terduga pasien TB, MDR-TB dan XDR-TB.
Pihak manajerial adalah pimpinan tempat kerja dan pimpinan fasilitas
d. Pasien atau terduga TB tidak perlu menggunakan N-95, tetapi
kesehatan tempat kerja. Dukungan manajemen yang efektif berupa
cukup menggunakan masker bedah untuk melindungi lingkungan
komitmen dan kepemimpinan merupakan penguatan upaya manajerial
sekitarnya.
untuk pencegahan TB, yang meliputi:
a. Membuat kebijakan pencegahan TB dengan mengeluarkan SK
E. Penentuan Status Laik Kerja (Fit to Work)
penunjukkan petugas pemantau (surveilans) batuk di bagian/unit
Pengobatan pada pasien yang dilakukan oleh dokter, tidak hanya bertujuan
tempat kerja. Petugas surveilans batuk, bisa orang awam yang
untuk mengurangi penderitaan, menyembuhkan dan/atau memperpanjang
terlatih, tidak harus seorang petugas kesehatan, yang dilatih
hidup sesorang, tetapi pada akhirnya bertujuan agar pasien bisa melakukan
untuk melakukan skrining batuk;
b. Membuat SPO mengenai alur pasien untuk semua pasien kegiatannya sehari-hari seperti biasa, termasuk berkarier, serta melakukan
batuk, alur pelaporan dan surveilans; pekerjaannya namun tetap perlu dijaga, agar dalam melakukan
c. Memberi pelatihan petugas surveilans batuk yang terlibat dalam pekerjaannya, pekerja tidak membahayakan dirinya sendiri, pekerja lain
pencegahan TB di tempat kerja; atau lingkungannya, oleh karena itu perlu dilakukan penilaian laik kerja
d. Membuat perencanaan PPI TB di tempat kerja secara Penilaian Laik Kerja (Fit To Work) adalah suatu asesmen medis untuk
komprehensif; menentukan apakah seseorang dapat melakukan pekerjaannya secara
e. Memastikan tata ruang dan persyaratan bangunan serta efektif, tanpa membahayakan dirinya sendiri atau lingkungannya.
pemeliharaannya sesuai pencegahan TB; Pekerja dengan TB, selama tidak memperberat gejala klinis, tidak
f. Menyediakan sumber daya untuk terlaksananya PPI TB meliputi mengganggu proses pengobatan dan hasil pemeriksaan sputum BTA (-
tenaga, dana, sarana dan prasarana yang dibutuhkan termasuk ) maka dapat melakukan pekerjaan sama seperti sebelum menderita TB.
aspek kesehatan kerja; Penilaian status kelaikan kerja untuk pekerja dengan TB yaitu calon
g. Pemberian informasi dan edukasi kepada pekerja, dan pekerja/pekerja dinyatakan:
keluarganya.
23 25

masalah kesehatannya. Dalam hal ini perlu diberi penjelasan waktu BAB VI
berapa lama diperkirakan belum dapat bekerja dan kapan perlu PENUTUP
dilakukan penilaian laik kerja ulang. Pada pekerja dengan TB pada
pengobatan awal dan hasil pemeriksaan sputum BTA (+).
Dengan tersusunnya Panduan Pengendalian TB di Tempat Kerja ini, maka
4. Tidak Laik Kerja untuk pekerjaan tertentu: Bila kondisi upaya pengendalian TB dengan strategi DOTS dapat dilaksanakan secara
kesehatannya tidak memungkinkan calon pekerja/pekerja melakukan lebih luas, terpadu, berkesinambungan dan sesuai dengan standar yang
tugas tertentu dalam pekerjaannya secara efektif. Perlu diberi berlaku. Diharapkan petugas kesehatan dapat memberikan pelayanan TB
penjelasan tambahan jenis pekerjaan yang masih bisa dilakukan secara bermutu, terpadu dan semua penderita TB pada tenaga kerja dapat
oleh calon pekerja/pekerja diberikan pelayanan sesuai standar DOTS hingga tuntas.

5. Tidak Laik Kerja untuk semua pekerjaan: Bila kondisi kesehatannya


tidak memungkinkan calon pekerja/pekerja melakukan semua
pekerjaan

F. Program kembali kerja (Return to Work) Pekerja dengan Tuberkulosis


Pekerja dengan TB aktif sangat menular, hal ini ditandai dengan
ditemukannya hasil pemeriksaan BTA sputum (+). Pekerja dengan TB
aktif disarankan untuk diberikan cuti selama 2 (dua) minggu pada tahap
awal pengobatan sampai klinis yang lebih baik dan pekerja tidak lagi
menular. Umumnya pasien tidak lagi menular setelah sekitar dua minggu
pengobatan, namun demikian perlu dilakukan pemeriksaan BTA sputum
kembali untuk memastikan risiko penularan di tempat kerja. Pekerja
dengan TB harus mendapat pengobatan dengan optimal sehingga pekerja
dengan pemeriksaan BTA sputum (-) dapat bekerja secara normal karena,
mereka bukan ancaman bagi pekerja lain.
Pekerja dengan TB MDR tidak diperbolehkan untuk kembali bekerja
sampai mereka telah telah melakukan pemeriksaan konversi kultur sputum
atau dikonfirmasi tidak memiliki TB yang resistan. Cuti sakit harus diberikan
pada pekerja dengan TB MDR untuk waktu yang lebih lama karena
memerlukan rawat inap selama beberapa bulan. Pekerja dengan TB
diusahakan segera mungkin aktif kembali bekerja, gejala ikutan dan atau
squele ikutan pengobatan memerlukan kajian kelaikan kerja yang
disesuaikan dengan penyakitnya, selanjutnya bila memerlukan tatalaksana
kembali kerja (return to work) dirujuk ke Spesialis Okupasi (SpOk).
27 29
1. Laik Kerja: apabila dengan kondisi kesehatannya, calon 2. Administratif
pekerja/pekerja dapat melakukan tugas pekerjaannya dengan efektif Pencegahan dan pengendalian administratif adalah upaya yang
dan tidak membahayakan dirinya sendiri, orang lain atau lingkungan. dilakukan untuk mencegah/mengurangi pajanan Mycobacterium
Ditandai dengan hasil pemeriksaan keadaan umum yang baik dan Tuberculosis kepada pekerja, petugas kesehatan dan lingkungan
hasil pemeriksaan sputum BTA (-). dengan menyediakan, mensosialisasikan dan memantau pelaksanaan
2. Laik Kerja dengan catatan: bila dengan kondisi kesehatannya, standard operational procedure (SOP) dan alur pelayanan. Usaha
calon pekerja/pekerja dapat melakukan tugas pekerjaannya, namun: yang diperlukan meliputi:
a. Perlu dilakukan penyesuaian di tempat kerjanya (misalnya a. Menempatkan semua terduga dan pasien TB di ruang tunggu
karena keadaan umum yang kurang baik sehingga tidak bisa yang mempunyai ventilasi baik;
melakukan aktivitas fisik sedang sampai dengan berat sehingga b. Menyediakan tisu dan masker dan tempat pembuangan tisu
dilakukan penyesuaian tempat kerja dengan kemampuan serta pembuangan dahak yang benar;
fisiknya) c. Memasang poster, spanduk dan bahan untuk KIE;
b. Efektifitas berkurang (misalnya lebih lambat) d. Mempercepat proses penatalaksanaan pelayanan bagi pasien
c. Perlu dilakukan restriksi/pembatasan kerja (waktu istirahat lebih terduga dan TB, termasuk diagnostik, terapi dan rujukan
banyak, ada tugas tertentu dari pekerjaanya yang tidak dapat sehingga waktu berada di fasilitas kesehatan dapat sesingkat
dilakukan). mungkin.
d. Kondisi diatas dapat untuk sementara waktu, misalnya karena
sedang dalam masa pemulihan, atau bisa menetap. Bila untuk 3. Lingkungan Tempat Kerja
sementara waktu perlu diberi penjelasan berapa lama kondisi Pengaturan aliran udara/ventilasi untuk mencegah penyebaran dan
ini diperkirakan akan berlaku mengurangi/ menurunkan kadar percik renik (droplet) di udara.
Upaya pengendalian dilakukan dengan menyalurkan percik renik
Catatan dalam hal ini adalah untuk pemberi kerja dan bukan untuk (droplet) kearah udara bebas dan atau ditambah dengan radiasi
calon pekerja/pekerja (misalnya nasehat untuk tidak merokok, utraviolet sebagai germisida.
kegiatan olah raga, kontrol teratur ke dokter, makan makanan yang Untuk sarana terbatas, pasien diminta mengumpulkan dahak di luar
bergizi), serta bukan juga untuk mencantumkan diagnosis penyakit, gedung, di tempat terbuka yang terkena sinar matahari, bebas lalu
misalnya catatannya adalah ada penyakit tuberculosis. Diberlakukan lintas manusia, jauh dari orang yang menemani atau orang lain, dan
pada pekerja terdiagnosis TB setelah dilakukan pengobatan awal jauh dari jendela atau aliran udara masuk. Apabila pengeluaran
selama 2 minggu dan hasil pemeriksaan sputum BTA (-) namun dahak di dalam ruangan, maka pengaturan sistem ventilasi harus
dengan keadaan umum dan gejala klinis yang kurang baik sehingga benar. Setelah pasien mengeluarkan dahak, pasien harus tetap
perlu pemeriksaan dalam ruangan sampai diperkirakan udara sudah bersih sebelum
lanjutan oleh dokter. pasien berikutnya diperbolehkan masuk. Apabila pasien didampingi,
pendamping harus menggunakan masker dan posisi selalu berada
3. Tidak Laik Kerja sementara: bila pada saat penilaian laik kerja, di belakang pasien.
calon pekerja/pekerja belum dapat melakukan pekerjaannya karena

26 24

BAB VII BAB V


DAFTAR PUSTAKA PEMANTAUAN DAN EVALUASI

• Strategi Nasional Pengendalian Tuberkulosis 2015 ñ 2019 Kementerian Pelaksanaan Pengendalian Program TB di tempat kerja dengan strategi DOTS
Kesehatan RI, 2015 diperlukan pemantauan dan evaluasi. Dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi
• Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis Kementerian Kesehatan diperlukan sumber data yang valid dengan sistem pencatatan dan pelaporan
RI, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan yang baik sehingga data yang dikumpulkan, dapat diolah, dianalisis dan mudah
• Occupationally Related Publication on TB Publication, December 2005 diinterpretasikan.
• Guidelines for Work Place, TB Control Activities WHO and Internationa Mekanisme dan tata cara pemantauan dan evaluasi mengacu pada Lampiran
Labour Organization. 2 pedoman in.
• Pedoman Praktis Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), Kementerian
Tenaga Kerja RI
• Pedoman Kesehatan Kerja dan Olah Raga, Kemeterian Kesehatan,
Direktorat Kesehatan Kerja dan Olah Rega 2014
• Prosedur Pelacakan Kasus Tuberkulosis pada Tenaga Kerja Indonesia
dan Jemaah Haji, Kementerian Kesehtan RI 2013

30 28
Lampiran 1 tersebut diatas, dianggap sebagai seorang terduga pasien
Tata Laksana Pasien Tuberkulosis di Tempat Kerja TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung.
✓ Gejala TB pada anak secara sistemik/umum sebagai
A. Penemuan Pasien Tuberkulosis berikut:
Penemuan pasien bertujuan untuk mendapatkan pasien TB melalui o Berat badan turun tanpa sebab yang jelas.
serangkaian kegiatan mulai dari penjaringan terduga TB, diagnosis, o Demam lama (=2 minggu) dan/atau berulang tanpa
menentukan klasifikasi penyakit serta tipe pasien TB, pengobatan sesuai sebab yang jelas.
dengan standar agar tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain. o Batuk lama =3 minggu, batuk bersifat non-remitting
Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan terduga pasien, (tidak pernah reda atau intensitas semakin lama
diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien. semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat
disingkirkan.
1. Strategi Penemuan o Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang,
Strategi penemuan kasus TB secara nasional dilakukan melalui: disertai gagal tumbuh (failure to thrive).
a. Penemuan pasien TB dilakukan secara intensif pada kelompok o Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
populasi terdampak TB dan populasi rentan. o Diare persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak
b. Upaya penemuan secara intensif harus didukung dengan sembuh dengan pengobatan baku diare.
kegiatan promosi yang aktif, sehingga semua terduga TB dapat ✓ Gejala klinis TB pada ODHA sering tidak spesifik. Gejala
ditemukan secara dini. klinis pada ODHA yaitu batuk, demam, penurunan BB
c. Penjaringan terduga pasien TB dilakukan di fasilitas kesehatan; yang signifikan (>10%), keringat malam dan gejala ekstra
didukung dengan promosi secara aktif oleh petugas kesehatan paru sesuai dengan organ yang terkena, misalkan TB
bersama masyarakat. Pleura, TB Milier, TB Abdomen, dan lain-lain. Apabila
d. Pelibatan semua fasilitas kesehatan dimaksudkan untuk ditemukan salah satu gejala di atas, maka ODHA tersebut
mempercepat penemuan dan mengurangi keterlambatan terduga TB.
pengobatan. ✓ Terduga TB resistan obat ( TB-MDR) adalah semua orang
e. Penemuan secara aktif dapat dilakukan terhadap: yang mempunyai gejala yang memenuhisalah satu kriteria
1) kelompok khusus yang rentan atau beresiko tinggi sakit terduga dibawah ini:
TB seperti pada pasien dengan HIV, Diabetes mellitus 1. Pasien TB gagal pengobatan kategori 2
dan malnutrisi. 2. Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi
2) kelompok yang rentan karena berada di lingkungan yang setelah 3 bulan pengobatan.
berisiko tinggi terjadinya penularan TB, seperti:Lapas/Rutan, 3. Pasien TB yang riwayat pengobatan TB yang tidak
tempat penampungan pengungsi, daerah kumuh, tempat standar serta menggunakan kuinolon dandan obat
kerja, asrama dan panti jompo. injeksi lini kedua minimal selama 1 bulan.
3) Anak dibawah umur lima tahunyang kontak dengan pasien 4. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang gagal.
TB.
31 33

• P (Pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, a. Pencatatan dan pelaporan pasien yang tepat
segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan b Penetapan paduan pengobatan yang tepat
sendiri kepada petugas di fasyankes. c Standarisasi proses pengumpulan data untuk pengendalian TB
• S (sewaktu): dahak ditampung di fasyankes pada hari d Evaluasi proporsi kasus sesuai lokasi penyakit, hasil pemeriksaan
kedua, saat menyerahkan dahak pagi. bakteriologis dan riwayat pengobatan
b. Pemeriksaan Biakan e Analisis kohort hasil pengobatan
Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium f Pemantauan kemajuan dan evaluasi efektifitas program TB secara
tuberkulosis (M.tb) dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis tepat baik dalam maupun antar kabupaten / kota, propinsi, nasional
pasti TB pada pasien tertentu, misal: dan global.
• Pasien TB ekstra paru.
• Pasien TB anak. Terduga TB: adalah seseorang yang mempunyai keluhan atau gejala
• Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis klinis mendukung TB.
langsung BTA negatif.
Pemeriksaan tersebut dilakukan disarana laboratorium yang 1. Definisi Pasien TB:
terpantau mutunya. Pasien TB berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan
Apabila dimungkinkan pemeriksaan dengan menggunakan tes Bakteriologis:
cepat yang direkomendasikan WHO maka untuk memastikan Adalah seorang pasien TB yang dikelompokkan berdasar hasil
diagnosis dianjurkan untuk memanfaatkan tes cepat tersebut. pemeriksaan contoh uji biologinya dengan pemeriksaan mikroskopis
langsung, biakan atau tes diagnostik cepat yang direkomendasi oleh
B. Diagnosis Tuberkulosis Kemenkes RI (misalnya: GeneXpert).
Pada Orang Dewasa Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:
a. Diagnosis TB paru: a. Pasien TB paru BTA positif
• Dalam upaya pengendalian TB secara Nasional, maka diagnosis b. Pasien TB paru hasil biakan M.tb positif
TB Paru pada orang dewasa harus ditegakkan terlebih dahulu c. Pasien TB paru hasil tes cepat M.tb positif
dengan pemeriksaan bakteriologis. Pemeriksaan bakteriologis d. Pasien TB ekstraparu terkonfirmasi secara bakteriologis, baik
yang dimaksud adalah pemeriksaan mikroskopis langsung, dengan BTA, biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan
biakan dan tes cepat. yang terkena.
• Apabila pemeriksaan secara bakteriologis hasilnya negatif, e. TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis.
maka penegakan diagnosis TB dapat dilakukan secara klinis Catatan: Semua pasien yang memenuhi definisi tersebut diatas
menggunakan hasil pemeriksaan klinis dan penunjang (setidak- harus dicatat tanpa memandang apakah pengobatan TB sudah
tidaknya pemeriksaan foto toraks) yang sesuai dan ditetapkan dimulai ataukah belum.
oleh dokter yang telah terlatih TB.
• Pada sarana terbatas penegakan diagnosis secara klinis Pasien TB terdiagnosis secara Klinis:
dilakukan setelah pemberian terapi antibiotika spektrum luas Adalah pasien yang tidak memenuhi kriteria terdiagnosis secara
(Non OAT dan Non kuinolon) yang tidak memberikan perbaikan bakteriologis tetapi didiagnosis sebagai pasien TB aktif oleh dokter,
klinis. dan diputuskan untuk diberikan pengobatan TB.

35 37
5. Pasien TB pengobatan kategori1yang tetap positif 4) Kontak erat dengan pasien TB dan pasien TB resistan
setelah 3 bulan pengobatan obat.
6. Pasien TB kasus kambuh (relaps) kategori 1 dan f. Penemuan pasien TB dilakukan secara intensif pada kelompok
kategori 2. populasi terdampak TB dan populasi rentan.
7. Pasien TB yang kembali lost to follow-up (lalai g. Upaya penemuan secara intensif harus didukung dengan
berobat/default) kegiatan promosi yang aktif, sehingga semua terduga TB dapat
8. Terduga TB yang mempunyai riwayat kontak erat ditemukan secara dini.
dengan pasien TB MDR, termasuk dalam hal ini warga h. Penjaringan terduga pasien TB dilakukan di fasilitas kesehatan;
binan yang ada di Lapas/Rutan. didukung dengan promosi secara aktif oleh petugas kesehatan
9. Pasien koinfeksi TB-HIV yang tidak respons secara bersama masyarakat.
bakteriologis maupun klinis terhadap pemberian OAT i. Pelibatan semua fasilitas kesehatan dimaksudkan untuk
(bila pada penegakan diagnosis awal tidak mempercepat penemuan dan mengurangi keterlambatan
menggunakan GeneXpert). pengobatan.
j. Penerapan manajemen tatalaksana terpadu bagi pasien dengan
Secara khusus penemuan pasien TB di tempat kerja gejala dan tanda yang sama dengan gejala TB, seperti
melalui: pendekatan praktis kesehatan paru (Practical Approach to Lung
1) Pemeriksaan kesehatan awal bekerja health =PAL), manajemen terpadu balita sakit (MTBS),
2) Pemeriksaan kesehatan berkala manajemen terpadu dewasa sakit (MTDS) akan membantu
3) Kunjungan ke klinik tempat kerja meningkatkan penemuan pasien TB di faskes, mengurangi
4) Pelacakan kontak terjadinya misopportunity dan sekaligus dapat meningkatkan
mutu layanan.
2. Pemeriksaan dahak k. Tahap awal penemuan dilakukan dengan menjaring mereka
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung yang memiliki gejala:
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan ✓ Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak
diagnosis,menilai keberhasilan pengobatan danmenentukan selama 2 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan
potensi penularan. gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun,
dengan mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang dikumpulkan berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari
dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS): ✓ Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada
• S (sewaktu): dahak ditampung pada saat terduga pasien penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis
TB datang berkunjung pertama kali ke fasyankes. Pada kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat
saat pulang, terdugapasien membawa sebuah pot dahak prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka
untuk menampung dahak pagi pada hari kedua. setiap orang yang datang ke fasyankes dengan gejala

34 32

Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah: • Tidak dibenarkan mendiagnosis TB dengan pemeriksaan
a. Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto serologis.
toraks mendukung TB. • Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan
b. Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis secara klinis maupun pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu
laboratoris dan histopatologis tanpa konfirmasi bakteriologis. memberikan gambaran yang spesifik pada TB paru, sehingga
c. TB anak yang terdiagnosis dengan sistim skoring. dapat menyebabkan terjadi overdiagnosis ataupun
underdiagnosis.
Catatan: Pasien TB yang terdiagnosis secara klinis dan kemudian • Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya dengan pemeriksaan
terkonfirmasi bakteriologis positif (baik sebelum maupun setelah uji tuberkulin.
memulai pengobatan) harus diklasifikasi ulang sebagai pasien TB
terkonfirmasi bakteriologis. b. Pemeriksaan Dahak Mikroskopis Langsung:
• Untuk kepentingan diagnosis dengan cara pemeriksaan dahak
2. Klasifikasi pasien TB: secara mikroskopis langsung, terduga pasien TB diperiksa
Selain dari pengelompokan pasien sesuai definisi tersebut datas, pasien contoh uji dahak SPS (Sewaktu - Pagi - Sewaktu):
juga diklasifikasikan menurut : • Ditetapkan sebagai pasien TB apabila minimal 1 (satu) dari
a. Lokasi anatomi dari penyakit pemeriksaan contoh uji dahak SPS hasilnya BTA positif.
b. Riwayat pengobatan sebelumnya c. Diagnosis TB ekstra paru:
c. Hasil pemeriksaan uji kepekaan obat • Gejala dan keluhan tergantung pada organ yang terkena,
d. Status HIV misalnya kaku kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB
pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada
1) Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit : limfadenitis TB serta deformitas tulang belakang (gibbus) pada
Tuberkulosis paru : spondilitis TBdan lain-lainnya.
Adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB • Diagnosis pasti pada pasien TB ekstra paru ditegakkan dengan
dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada pemeriksaan klinis, bakteriologis dan atau histopatologisdari
jaringan paru. contoh uji yang diambil dari organ tubuh yang terkena.
Limfadenitis TB dirongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau • Dilakukan pemeriksaan bakteriologis apabila juga ditemukan
efusi pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang mendukung keluhan dan gejala yang sesuai, untuk menemukan kemungkinan
TB pada paru, dinyatakan sebagai TB ekstra paru. adanya TB paru.
Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB
ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB paru. 1. Klasifikasi dan Tipe Pasien TB
Diagnosis TB adalah upaya untuk menegakkan atau menetapkan
Tuberkulosis ekstra paru : seseorang sebagai pasien TB sesuai dengan keluhan dan gejala penyakit
Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya : pleura, yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Selanjutnya untuk
kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak kepentingan pengobatan dan survailan penyakit, pasien harus dibedakan
dan tulang. berdasarkan klasifikasi dan tipe penyakitnya dengan maksud:
38 36
Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil c. Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui: adalah pasien
pemeriksaan bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra paru TB tanpa ada bukti pendukung hasil tes HIV saat diagnosisTB
harus diupayakan berdasarkan penemuan Mycobacterium ditetapkan.
tuberculosis.
Pasien TB ekstra paru yang menderita TB pada beberapa organ, Catatan:
diklasifikasikan sebagai pasien TB ekstra paru pada organ Apabila pada pemeriksaan selanjutnya dapat diperoleh hasil
menunjukkan gambaran TB yang terberat. tes HIV pasien, pasien harus disesuaikan kembali klasifikasinya
2) Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya: berdasarkan hasil tes HIV terakhir.
a. Pasien baru TB: adalah pasien yang belum pernah
mendapatkan pengobatan TB sebelumnyaatau sudah pernah C. Pengobatan Pasien TB
menelan OAT namun kurang dari 1 bulan (≥ dari 28 dosis). 1. Tujuan Pengobatan TB adalah:
b. Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang a. Menyembuhkan pasien dan memperbaiki produktivitas serta
sebelumnya pernah menelan OAT selama 1 bulan atau lebih kualitas hidup
(≥ dari 28 dosis). b. Mencegah terjadinya kematian oleh karena TB atau dampak
Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil buruk selanjutnya
pengobatan TB terakhir, yaitu: c. Mencegah terjadinya kekambuhan TB
• Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan d. Menurunkan penularan TB
sembuh atau pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis e. Mencegah terjadinya dan penularan TB resistan obat
TB berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis
(baik karena benar-benar kambuh atau karena reinfeksi). 2. Prinsip Pengobatan TB:
• Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah Obat Anti Tuberkulosis ( OAT ) adalah komponen terpenting dalam
pasien TB yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan TB. Pengobatan TB adalah merupakan salah satu upaya
pengobatan terakhir. paling efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari kuman
• Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat TB.
(lost to follow-up): adalah pasien yang pernah diobati Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip:
dan dinyatakan lost to follow up (klasifikasi ini sebelumnya • Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat
dikenal sebagai pengobatan pasien setelah putus berobat mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya
/default). resistensi
• Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun • Diberikan dalam dosis yang tepat
hasil akhir pengobatan sebelumnya tidak diketahui. • Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO
c. Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak (Pengawas Menelan Obat ) sampai selesai pengobatan
diketahui. • Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi
3) Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan dalam tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah
obat kekambuhan

39 41

Paket Kombipak. Tabel 7.Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3


Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Tahap Intensif Tahap Lanjutan
Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam tiap hari 3 kali seminggu
Berat
pengobatan pasien yang terbukti mengalami efek samping pada
RHZE (150/75/400/275) + S RH (150/150) + E(400)
Badan
pengobatan dengan OAT KDT sebelumnya. Selama 28
Selama 56 hari selama 20 minggu
hari
30-37 kg 2 tab 4KDT 2 tab 4KDT 2 tab 2KDT
Paduan OAT kategori anak disediakan dalam bentuk paket obat
+ 500 mg Streptomisin + 2 tab Etambutol
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari
inj.
kombinasi 3 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan
38-54 kg 3 tab 4KDT 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT
dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket +750 mg Streptomisin + 3 tab Etambutol
untuk satu pasien. inj.
55-70 kg 4 tab 4KDT 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT
Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk + 1000 mg Streptomisin + 4 tab Etambutol
paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan inj.
menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. ≥71 kg 5 tab 4KDT 5 tab 4KDT 5 tab 2KDT
Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan. + 1000mg Streptomisin ( > do maks ) + 5 tab Etambutol
inj.
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket KDT
mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB, yaitu:
1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga Tabel 8.Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 2: 2HRZES/HRZE/ 5H3R3E3
menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping. Tablet Etambutol
Kaplet Tablet
2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan Lama Isonia Strept Jumlah
Tahap Rifampi Pirazina Tablet Tablet
resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi Pengo sid @ omisin hari/kali
Pengobatan sin @ mid @ @ 250 @ 400
kesalahan penulisan resep batan 300 injeksi menelan
450 mgr 500 mgr mgr mgr obat
mgr
3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian
Tahap Awal 2
obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien 0,75
(dosis harian) bulan 1 1 3 3 - 56
gr
1 1 1 3 3 - 28
-
b. Paduan OAT KDT Lini Pertama dan Peruntukannya. bulan
1) Kategori-1 : 2 (HRZE) / 4 (HR) 3 Tahap
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru: Lanjutan 5
bulan 2 1 - 1 2 - 60
• Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis. (dosis 3x
semggu)
• Pasien TB paru terdiagnosis klinis
• Pasien TB ekstra paru

43 45
3. Tahapan Pengobatan TB: Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh
Pengobatan TB harus selalu meliputi pengobatan tahap awal dan uji dari Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan dapat
tahap lanjutan dengan maksud: berupa :
a. Tahap Awal: Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan • Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis
pengobatan pada tahap ini adalah dimaksudkan untuksecara OAT lini pertama saja
efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien • Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis
dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang OAT lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara
mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan bersamaan
pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, • Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid
harus diberikan selama (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur
• Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang
dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat
sekaligus juga resistan terhadap salah satu OAT golongan
menurun setelah pengobatan selama 2 minggu.
fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis
b. Tahap Lanjutan: Pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap
suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin)
yang penting untuk membunuh sisa sisa kuman yang masih
• Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin
ada dalam tubuh khususnya kuman persister sehingga pasien
dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi
dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan.
4. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) menggunakan metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip
a. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia (sesuai rekomendasi (konvensional).
WHO dan ISTC) ( ππ )
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional 4) Klasifikasi pasien TB berdasarkan status HIV
Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah: a. Pasien TB dengan HIV positif (pasien ko-infeksi
• Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3. TB/HIV): adalah pasien TB dengan:
• Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3. • Hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang mendapatkan
• Kategori Anak : 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZA(S)/4-10HR ART,atau
• Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resistan • Hasil tes HIV positif pada saat diagnosis TB.
obat di Indonesia terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamisin,
Kapreomisin, Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin, b. Pasien TB dengan HIV negatif: adalah pasien TB
Moksifloksasin dan PAS, serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid dengan:
and etambutol. • Hasil tes HIV negatif sebelumnya,atau
• Hasil tes HIV negatif pada saat diagnosis TB.
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk
paket obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini Catatan:
terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya Apabila pada pemeriksaan selanjutnya ternyata hasil tes HIV
disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam menjadi positif, pasien harus disesuaikan kembali klasifikasinya
satu paket untuk satu pasien.
sebagai pasien TB dengan HIV positif.
42 40

Catatan: Tabel 5.Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1: 2 (HRZE) / 4(HR) 3


• Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB pada keadaan khusus.
• Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan Tahap Intensif Tahap Lanjutan
Berat Badan tiap hari selama 56 hari 3 kali seminggu selama
aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
RHZE (150/75/400/275) 16 minggu RH (150/150)
• Berat badan pasien ditimbang setiap bulan dan dosis pengobatan harus
disesuaikan apabila terjadi perubahan berat badan. 30 - 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
• Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya 38 - 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada 55 - 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh
lebih rendah daripada OAT lini pertama. Disamping itu dapat juga
meningkatkan risiko terjadinya resistensi pada OAT lini kedua. Tabel 6.Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 1: 2HRZE/4H3R3
• OAT lini kedua disediakan di Fasyankes yang telah ditunjuk guna
Dosis per hari / kali
memberikan pelayanan pengobatan bagi pasien TB yang resistan obat. Jumlah
Tahap Lama Tablet Kaplet Tablet Pira Tablet
hari/kali
Pengobatan Pengobatan Isoniasid Rifampisin zinamid @ Etambut menelan
5. Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan TB @ 300 @ 450 500 mgr ol @ 250
mgr obat
a. Pemantauan kemajuan pengobatan TB mgr mgr
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa Intensif 2 Bulan 1 1 3 3 56
dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Lanjutan 4 Bulan 2 1 - - 48
Laju Endap Darah (LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuan
pengobatan karena tidak spesifik untuk TB.
2) Kategori -2 { 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3) }
Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan dua Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati
contoh uji dahak (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan sebelumnya (pengobatan ulang):
negatif bila ke 2 contoh uji dahak tersebut negatif. Bila salah satu • Pasien kambuh
contoh uji positif atau keduanya positif,hasil pemeriksaan ulang • Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1
dahak tersebut dinyatakan positif. sebelumnya
• Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan dan tindak lanjut, sebagai up)
berikut:
1) Hasil pemeriksaan pada akhir tahap awal negatif :
o Pada pasien baru maupun pengobatan ulang, segera
diberikan dosis pengobatan tahap lanjutan
o Selanjutnya lakukan pemeriksaan ulang dahak sesuai
jadwal (pada bulan ke 5 dan Akhir Pengobatan)

46 44
2) Hasil pemeriksaan pada akhir tahap awal positif : Keterangan :
• Lakukan penilaian jadwal keteraturanmenelan obat. (====) : Pengobatan tahap awal
• Status pasien dinyatakan sebagai terduga pasien TB MDR, (-------) : Pengobatan tahap lanjutan
segera tindaklanjuti sebagai terduga pasien TB MDR. X : Pemeriksaan dahak ulang pada minggu terakhir bulan pengobatan
• Berikan dosis tahap lanjutan (tanpa memberikan OAT untuk memantau hasil pengobatan
sisipan) ( X ) : Pemeriksaan dahak ulang pada bulan ini dilakukan hanya apabila
• Pengobatan dilanjutkan dan periksa ulang dahak pada hasil pemeriksaan pada akhir tahap awal hasilnya BTA(+)
akhir bulan ke 5 (menyelesaikan dosis OAT bulan ke 5). * : Lakukan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan. Jika hasilnya
menunjukkan ada resistensi, pasien dinyatakan GAGAL, rujuk
3) Hasil pemeriksaan pada akhir bulan ke 5 atau lebih : ke fasyankes rujukan TB resistan obat
• Apabila hasil pemeriksaan ulang dahak hasilnya negatif, ** : Pasien dinyatakan gagal. Lakukan pemeriksaan biakan dan uji
lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis pengobatan kepekaan. Jika hasilnya menunjukkan ada resistensi, rujuk ke
selesai diberikan. fasyankes rujukan TB resistan obat.
• Apabila hasil pemeriksaan ulang dahak hasilnya positif,
pengobatan dinyatakan gagal.
• Status pasien dinyatakan sebagai terduga pasien TB MDR,
segera tindaklanjuti sebagai terduga pasien TB MDR. Pasien TB ekstra paru
• Untuk pasien baru yang pengobatan dinyatakan gagal dan Untuk pasien TB ekstra paru, pemantauan kondisi klinis merupakan cara
tidak terbukti TB MDR ganti pengobatan dengan kategori menilai kemajuan hasil pengobatan (Standar 10. ISTC). Sebagaimana
2. pada pasien TB BTA negatif, perbaikan kondisi klinis antara lain
• Untuk pasien TB dengan pengobatan ulang yang peningkatan berat badan pasien merupakan indikator yang bermanfaat.
dinyatakan gagal harus dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB
MDR. b. Tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur

Tindak lanjut atas dasar hasil pemeriksaan ulang dahak


mikroskopis dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

47 49

2) Siapa yang bisa jadi PMO


Lanjutkan pengobatan dosis yang tersisa sampai seluruh dosis pengobatan terpenuhi dan dilakukan
pemeriksaan ulang dahak kembali setelah menyelesaikan dosis pengobatan pada bulan ke 5 dan AP
Sementara menunggu hasil pemeriksaan uji kepekaan pasien dapat diberikan pengobatan paduan

Sementara menunggu hasil pemeriksaan uji kepekaan pasien tidak diberikan pengobatan paduan
Dosis pengobatan sebelumnya > 1 Berikan pengobatan Kat. 2 mulai dari

Dosis pengobatan sebelumnya < 1 Berikan pengobatan Kat. 2 mulai dari

Dosis pengobatan sebelumnya > 1 Dirujuk ke layanan spesialistik untuk

a) Petugas kesehatan
b) Leader/ teman sekerja/ supervisor
c) Anggota keluarga
3) Tugas seorang PMO
pemeriksaan lebih lanjut

a) Mengawasi dan memotivasi pasien TB agar menelan obat


Dirujuk ke RS pusat rujukan TB MDR
Kategori 1 maupun Kategori 2

secara teratur sampai selesai pengobatan.


b) Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu
yang telah ditentukan.
Kategori 2

c) Mengingatkan pada anggota keluarga pasienTB yang


awal

awal

awal

mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera


memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan.
(dimodifikasi dari : Treatment of Tuberculosis, Guidelines for National Programme, WHO, 2003)

4) Informasi penting yang perlu dipahami PMO:


a) TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan.
b) TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur.
c) Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara
pencegahannya, termasuk pengendalian infeksi TB.
d) Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan).
e) Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur.
bln
bln

bln

bln

f) Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera


Apabila salah satu atau lebih hasilnya

meminta pertolongan ke fasyankes.


BTA positif dan ada bukti resistensi

e. Pengobatan TB pada keadaan khusus


1) Kehamilan
resistensi

Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda


dengan pengobatanTB pada umumnya. Menurut WHO, hampir
semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali golongan Aminoglikosida
seperti streptomisin atau kanamisin karena dapat menimbulkan
OAT kategori 2.

ototoksik pada bayi(permanent ototoxic)dan dapat menembus barier


placenta.Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang
Keterangan :

OAT.

akan dilahirkan. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan


pengobatan
sementara
menunggu
• Hentikan

pengobatannya sangat penting artinya supaya proses kelahiran


hasilnya
cepat

dapat berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari
kemungkinan tertular TB.
***
**
*

51 53
atau
Lanjutkan pengobatan dosis yang tersisa sampai seluruh dosis pengobatan

BTA positif

dinyatakan
Lakukan pemeriksaan tes cepat atau dirujuk ke

Keputusan pengobatan selanjutnya ditetapkan oleh dokter tergantung pada

Dosis pengobatan sebelumnya < 1 Berikan pengobatan Kat. 1 mulai dari

hasilnya
2. belum ada perbaikan nyata: lanjutkanpengobatan dosis yang tersisa

apabila
(-------)
diobservasi. Apabila kemudian terjadi perburukan kondisi klinis, pasien
Lanjutkan pengobatan dosis yang tersisa sampai

gagal
• Diskusikan dengan Apabila hasilnya BTA negatif atau 1. sudah ada perbaikan nyata: hentikan pengobatan dan pasien tetap

**,
8

X
2.Berikan Kategori 2 mulai dari awal **
seluruh dosis pengobatan terpenuhi*

(====)
1.Lakukan pemeriksaan tes cepat

7
RS Pusat Rujukan TB MDR ***

( dimodifikasi dari : Management of Tuberculosis, Training for Health Facility Staf,WHO,2010 )


Tindakan pada pasien yang putus berobat 2 bulan atau lebih (Loss to follow-up)

BTA positif

dinyatakan

BTA positif

dinyatakan
hasilnya

hasilnya
sampai seluruh dosis pengobatan terpenuhi *

apabila

apabila
(-------)

(-------)

(====)
Tindakan kedua

gagal

gagal
Tindakan pada pasien yang putus berobat selama kurang dari 1 bulan

**,

**,
Kategori 1

X
terpenuhi*
Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1 - 2 bulan

• Kategori 1 :

• Kategori 2 :

BTA positif

dinyatakan

BTA positif

dinyatakan

BTA positif

dinyatakan
diminta untuk periksa kembali

hasilnya

hasilnya

hasilnya
Tabel 9. Pemeriksaan dahak ulang untuk pemantauan hasil pengobatan

apabila

apabila

apabila
BULAN PENGOBATAN

(-------)

(-------)

(-------)
gagal

gagal

gagal
kondisi klinis pasien, apabila:

**,

**,

**,
X

X
5
• Lanjutkan pengobatan dosis yang tersisa sampai seluruh dosis pengobatan terpenuhi *

sebelumnya ≤ 5

sebelumnya ≥ 5
pengobatan

pengobatan

(-------)

(-------)

(-------)
Total dosis

Total dosis
bulan

bulan

4
• Diskusikan dengan pasien untuk mencari faktor penyebab putus berobat

pengobatan dan

pengobatan dan

pengobatan dan
apabila hasilnya

apabila hasilnya

apabila hasilnya
pada bulan ke 5

pada bulan ke 5

pada bulan ke 5
periksa kembali

periksa kembali

periksa kembali
BTA positif *,

BTA positif *,

BTA positif *,
Tabel 10. Tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur

lanjutkan

lanjutkan

lanjutkan
(-------)

(-------)

(-------)
(X)

(X)

(X)
Apabila salah satu atau lebih hasilnya
• Diskusikan dengan pada awal pengobatan adalah pasien

pada awal pengobatan adalah pasien

SPS dan atau tes Apabila salah satu atau lebih hasilnya

3
Apabila hasilnya BTA negatif atau

BTA positif dan tidak ada bukti


TB ekstra paru

TB ekstra paru
BTA positif

hasilnya BTA

hasilnya BTA
pada bulan

pada bulan
kembali

kembali
apabila

periksa

apabila

periksa
(====)

(====)
positif,

positif,

(====)
ke 3

ke 3
Tindakan pertama

X
2
• Dilakukan pelacakan pasien

(====)

(====)

(====)
1
penyebab putus
penyebab putus

PENGOBATAN

2(HRZE)/4(HR)

2(HRZE)/4(HR)
mencari faktor

• Periksa dahak
mencari faktor

• Periksa dahak

• Lacak pasien

KATEGORI
• Lacak pasien

pasien untuk
pasien untuk

pengobatan
Pasien baru

Pasien baru
BTA negatif
melanjutkan
pengobatan

BTA positif
BTA positif
sementara
menunggu

2(HRZE)S
SPS dan

5(HR)3E3
hasilnya

/(HRZE)/
berobat
berobat

Pasien

ulang
3

3
50 48

Pemberian Piridoksin 50 mg/hari dianjurkan pada ibu hamil yang Hasil Definisi
mendapatkan pengobatan TB, sedangkan pemberian vitamin K pengobatan
10mg/hari juga dianjurkan apabila Rifampisin digunakan pada Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan bakteriologis positif
Sembuh pada awal pengobatan yang hasil pemeriksaan bakteriologis
trimester 3 kehamilan menjelang partus. pada akhir pengobatan menjadi negatif dan pada salah satu
pemeriksaan sebelumnya.
2) Ibu menyusui dan bayinya Pasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan secara
Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda Pengobatan lengkap dimana pada salah satu pemeriksaan sebelum akhir
lengkap pengobatan hasilnya negatif namun tanpa ada bukti hasil
dengan pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk
pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan.
ibu menyusui. Seorang ibu menyusui yang menderitaTB harus Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kumanTB kepada pengobatan atau kapan saja apabila selama dalam
Gagal pengobatan diperoleh hasil laboratorium yang menunjukkan
bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat adanya resistensi OAT
terus diberikan ASI. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan Meninggal Pasien TB yang meninggal oleh sebab apapun sebelum
kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya. memulai atau sedang dalam pengobatan.
Putus berobat Pasien TB yang tidak memulai pengobatannya atau yang
3) Pasien TB pengguna kontrasepsi (loss to follow-up) pengobatannya terputus selama 2 bulan terus menerus atau
lebih.
Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan Pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir pengobatannya.
KB, susuk KB) sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi Termasuk dalam kriteria ini adalah “pasien pindah (transfer
tersebut. Seorang pasienTB sebaiknya mengggunakan kontrasepsi out)” ke kabupaten/kota lain dimana hasil akhir
Tidak dievaluasi pengobatannya tidak diketahui oleh kabupaten/kota yang
non-hormonal.
ditinggalkan.

4) Pasien TB dengan kelainan hati


d. Pengawasan langsung menelan obat (DOT = Directly Observed
a) Pasien TB dengan Hepatitis akut
Treatment)
Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan
Setiap pasien yang diobati harus diawasi oleh seorang PMO (Pengawas
atau klinis ikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami
Menelan Obat) selama masa pengobatan.
penyembuhan. Sebaiknya dirujuk ke fasyankes rujukan untuk
penatalaksanaan spesialistik.
1) Persyaratan PMO
a) Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh
b) Pasien dengan kondisi berikut dapat diberikan paduan
petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani
pengobatan OAT yang biasa digunakan apabila tidak ada
dan dihormati oleh pasien.
kondisi kronis :
b) Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
• Pembawa virus hepatitis
c) Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
• Riwayat penyakit hepatitis akut
d) Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama
• Saat ini masih sebagai pecandu alkohol
dengan pasien

54 52
Reaksi hepatotoksis terhadap OAT umumnya terjadi pada a) Meningitis TB dengan gangguan kesadaran dan dampak
pasien dengan kondisi tersebut diatas sehingga harus neurologis
diwaspadai. b) TB milier dengan atau tanpa meningitis
c) Efusi pleura dengan gangguan pernafasan berat atau efusi
c) Hepatitis Kronis pericardial
Pada pasien dengan kecurigaan mempunyai penyakit hati d) Laringitis dengan obstruksi saluran nafas bagian atas, TB
kronis, pemeriksaan fungsi hati harus dilakukan sebelum saluran kencing
memulai pengobatan. Apabila hasil pemeriksaan fungsi hati >3
( untuk mencegah penyempitan ureter ), pembesaran kelenjar
x normal sebelum memulai pengobatan, paduan OAT berikut
getah bening dengan penekanan pada bronkus atau pembuluh
ini dapat dipertimbangkan:
darah.
• 2 obat yang hepatotoksik
✓ 2 HRSE / 6 HR e) Hipersensitivitas berat terhadap OAT.
9 HRE f) IRIS ( Immune Response Inflammatory Syndrome )
• 1 obat yang hepatotoksik
✓ 2 HES / 10 HE Dosis dan lamanya pemberian kortikosteroid tergantung dari berat
• Tanpa obat yang hepatotoksik dan ringannya keluhan serta respon klinis.
✓ 18-24 SE ditambah salah satu golongan fluorokuinolon Predinisolon (per oral):
(ciprofloxasin tidak direkomendasikan karena • Anak: 2 mg / kg BB, sekali sehari pada pagi hari
potensimya sangat lemah). • Dewasa: 30 - 60 mg, sekali sehari pada pagi hari
Apabila pengobatan diberikan sampai atau lebih dari 4 minggu, dosis
Semakin berat atau tidak stabil penyakit hati yang diderita harus diturunkan secara bertahap (tappering off).
pasien TB, harus menggunakan semakin sedikit OAT yang
hepatotoksik. 8) Indikasi operasi
✓ Konsultasi dengan seorang dokter spesialis sangat Pasien-pasien yang perlu mendapat tindakan operasi (misalnya
dianjurkan,
reseksi paru), adalah:
✓ Pemantauan klinis dan LFT harus selalu dilakukan dengan
a) Untuk TB paru:
seksama,
• Pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan
✓ Pada panduan OAT dengan penggunaan etambutol lebih
cara konservatif.
dari 2 bulan diperlukan evaluasi gangguan penglihatan.
• Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang
5) Pasien TB dengan gangguan fungsi ginjal tidak dapat diatasi secara konservatif.
Paduan OAT yang dianjurkan adalah pada pasien TB dengan gagal • Pasien TB MDR dengan kelainan paru yang terlokalisir.
ginjal atau gangguan fungsi ginjal yang berat: 2 HRZE/4 HR. b) Untuk TB ekstra paru:
H dan R diekskresi melalui empedu sehingga tidak perlu dilakukan Pasien TB ekstra paru dengan komplikasi, misalnya pasien TB
perubahan dosis. Dosis Z dan E harus disesuaikan karena diekskresi tulang yang disertai kelainan neurologik.
melalui ginjal. Dosis pemberian 3 x /minggu bagi Z : 25 mg/kg BB
dan E : 15 mg/kg BB. 6. Efek samping OAT dan penatalaksanaannya
55 57

* Penatalaksanaan pasien dengan efek samping pada kulit ( ≤6) Apabila R sebagai penyebab, dianjurkan pemberian: 2HES/10HE.
Apabila pasien mengeluh gatal tanpa rash dan tidak ada penyebab lain, Apabila H sebagai penyebab, dapat diberikan : 6-9 RZE.
dianjurkan untuk memberikan pengobatan simtomatis dengan antihistamin Apabila Z dihentikan sebelum pasien menyelesaikan pengobatan tahap
serta pelembab kulit. Pengobatan TB tetap dapat dilanjutkan dengan awal, total lama pengobatan dengan H dan R dapat diberikan sampai 9
pengawasan ketat. Apabila kemudian terjadi rash, semua OAT harus dihentikan bulan.
dan segera rujuk kepada dokter atau fasyankes rujukan. Mengingat perlunya Apabila H maupun R tidak dapat diberikan, paduan pengobatan OAT
melanjutkan pengobatan TB hingga selesai, di fasyankes rujukan dapat non hepatotoksik terdiri dari : S, E dan salah satu dari golongan kuinolon
dilakukan upaya mengetahui OAT mana yang menyebabkan terjadinya reaksi harus dilanjutkan sampai 18-24 bulan.
dikulit dengan cara “Drug Challengin”: 8. Apabila gangguan fungsi hati dan ikterus terjadi pada saat pengobatan
tahap awal dengan H,R,Z,E (paduan Kategori 1), setelah gangguan fungsi
• Setelah reaksi dapat diatasi, OAT diberikan kembali secara bertahap hati dapat diatasi, berikan kembali pengobatan yang sama namun Z
satu persatu dimulai dengan OAT yang kecil kemungkinannya dapat digantikan dengan S untuk menyelesaikan 2 bulan tahap awal diikuti
menimbulkan reaksi ( H atau R ) pada dosis rendah misal 50 mg Isoniazid. dengan pemberian H dan R selama 6 bulan tahap lanjutan.
• Dosis OAT tersebut ditingkatkan secara bertahap dalam waktu 3 hari.
Apabila tidak timbul reaksi, prosedur ini dilakukan kembali dengan Apabila gangguan fungsi hati dan ikterus terjadi pada saat pengobatan tahap
menambahkan 1 macam OAT lagi. lanjutan (paduan Kategori 1), setelah gangguan fungsi hati dapat diatasi,mulailah
• Jika muncul reaksi setelah pemberian OAT tertentu, menunjukkan bahwa kembali pemberian H dan R selama 4 bulan lengkap tahap lanjutan.
OAT yang diberikan tersebut adalah penyebab terjadinya reaksi pada
kulit tersebut.
• Apabila telah diketahui OAT penyebab reaksi dikulit tersebut, pengobatan
dapat dilanjutkan tanpa OAT penyebab tersebut.

** Penatalaksanaan pasien dengan “drugs induced hepatitis”


Patalaksanaan pasien dengan gangguan fungsi hati karena penyakit penyerta
pada hati, diuraikan dalam uraian Pengobatan pasien dalam keadaan khusus.

OAT lini pertama yang dapat memberikan gangguan fungsi hati adalah : H,
R dan Z. Sebagai tambahan, Rifampisin dapat menimbulkan ikterus tanpa
ada bukti gangguan fungsi hati. Penting untuk memastikan kemungkinan
adanya faktor penyebab lain sebelum menyatakan gangguan fungsi hati yang
terjadi disebabkan oleh karena paduan OAT.

Penatalaksanaan gangguan fungsi hati yang terjadi oleh karena pengobatan


TB tergantung dari:
• Apakah pasien sedang dalam pengobatan tahap awal atau tahap lanjutan
59 61
Tabel 13. Efek samping ringan OAT Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau gagal ginjal, perlu
diberikan tambahan Piridoksin (vit. B6) untuk mencegah terjadinya
Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan
neuropati perifer. Hindari penggunaan Streptomisin dan apabila
OAT ditelan malam sebelum tidur. harus diberikan, dosis yang digunakan: 15 mg/kgBB, 2 atau 3 x
Apabila keluhan tetap ada, OAT ditelan
/minggu dengan maksimum dosis 1 gr untuk setiap kali pemberian
Tidak ada nafsu makan, dengan sedikit makanan
mual, sakit perut H, R, Z Apabila keluhan semakin hebat disertai dan kadar dalam darah harus selalu dipantau. ( ≤6)
muntah, waspada efek samping berat
dan segera rujuk ke dokter. Pasien dengan penyakit ginjal sangat berisiko untuk terkena TB
Z Beri Aspirin, Parasetamol atau obat anti khususnya pada pasien dengan penyakit ginjal kronis. Secara umum,
Nyeri Sendi
radang non steroid
risiko untuk mengalami efek samping obat pada pengobatan pasien
Kesemutan s/d rasa ter-
bakar di telapak kaki atau Beri vitamin B6 (piridoxin) 50 - 75 mg per TB dengan gagal kronis lebih besar dibanding pada pasien TB
H
tangan hari dengan fungsi ginjal yang masih normal. Kerjasama dengan dokter
Tidak membahayakan dan tidak perlu yang ahli dalam penatalaksanaan pasien dengan gangguan fungsi
Warna kemerahan pada diberi obat penawar tapi perlu penjelasan
R ginjal sangat diperlukan.
air seni (urine) kepada pasien.
Flu sindrom (demam,
R dosis Pemberian R dirubah dari intermiten 6) Pasien TB dengan Diabetes Melitus (DM)
menggigil, lemas, sakit
intermiten menjadi setiap hari TB merupakan salah satu faktor risiko tersering pada seseorang
kepala, nyeri tulang)
dengan Diabetes mellitus.
Anjuran pengobatan TB pada pasien dengan Diabetes melitus:
Tabel 14.Efek samping berat OAT a) Paduan OAT yang diberikan pada prinsipnya sama dengan
Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan paduan OAT bagi pasien TB tanpa DM dengan syarat kadar
Bercak kemerahan kulit (rash) Ikuti petunjuk penatalaksanaan gula darah terkontrol
dengan atau tanpa rasa gatal H, R, Z, S dibawah*
b) Apabila kadar gula darah tidak terkontrol, maka lama pengobatan
Gangguan pendengaran (tanpa
diketemukan serumen) S S dihentikan dapat dilanjutkan sampai 9 bulan
Gangguan keseimbangan S S dihentikan c) Hati hati efek samping dengan penggunaan Etambutol karena
Semua OAT dihentikan sampai pasien DM sering mengalami komplikasi kelainan pada mata
Ikterus tanpa penyebab lain H, R, Z ikterus menghilang. d) Perlu diperhatikan penggunaan Rifampisin karena akan
Bingung, mual muntah
Semua OAT dihentikan, segera mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes (sulfonil urea)
(dicurigai terjadi gangguan Semua jenis lakukan pemeriksaan fungsi sehingga dosisnya perlu ditingkatkan
fungsi hati apabia disertai OAT hati.
ikterus) e) Perlu pengawasan sesudah pengobatan selesai untuk
Gangguan penglihatan E E dihentikan. mendeteksi dini bila terjadi kekambuhan
Purpura, renjatan (syok), gagal
R R dihentikan.
ginjal akut
Penurunan produksi urine S S dihentikan. 7) Pasien TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid
Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang
membahayakan jiwa pasien seperti:
58 56

Lampiran 2 • Berat ringannya gangguan fungsi hati


TATA CARA PEMANTAUAN DAN EVALUASI • Berat ringannya TB
• Kemampuan fasyankes untuk menatalaksana efek samping obat
A. Pencatatan
Format pencatatan dan pelaporan Fasilitas Kesehatan di Tempat Kerja Langkah langkah tindak lanjut adalah sebagai berikut, sesuai kondisi:
adalah : 1. Apabila diperkirakan bahwa gangguan fungsi hati disebabkan oleh karena
1. Daftar Terduga TB yang diperiksa dahak (TB.06). OAT, pemberian semua OAT yang bersifat hepatotoksik harus dihentikan.
2. Formulir permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak Pengobatan yang diberikan Streptomisin dan Etambutol sambil menunggu
(TB.05). fungsi hati membaik. Bila fungsi hati normal atau mendekati normal,
3. Register laboratorium TB (TB.04). berikan Rifampisin dengan dosis bertahap, selanjutnya Isoniasid secara
4. Kartu pengobatan pasien TB (TB.01). bertahap.
5. Kartu identitas pasien TB (TB.02). 2. TB berat dan dipandang menghentikan pengobatan akan merugikan
6. Register TB Fasilitas Kesehatan (TB.03 Faskes). pasien, dapat diberikan paduan pengobatan non hepatatotoksik terdiri
7. Formulir rujukan/pindah pasien (TB.09). dari S, E dan salah satu OAT dari golongan fluorokuinolon.
8. Formulir hasil akhir pengobatan dari pasien TB pindahan (TB.10). 3. Menghentikan pengobatan dengan OAT sampai hasil pemeriksaan fungsi
9. Formulir Laporan Triwulan Penerimaan dan Pemakaian OAT (TB.13) hati kembali normal dan keluhan (mual, sakit perut dsb.) telah hilang
10. Formulir Laporan Pengembangan Ketenagaan Program sebelum memulai pengobatan kembali.
Penanggulangan TB Fasilitas Kesehatan. 4. Apabila tidak bisa melakukan pemeriksaan fungsi hati, dianjurkan untuk
menunggu sampai 2 minggu setelah ikterus atau mual dan lemas serta
B. Pelaporan : pemeriksaan palpasi hati sudah tidak teraba sebelum memulai kembali
Laporan hasil kegiatan Unit Kesehatandi Tempat Kerja (Pelayanan pengobatan.
Kesehatan Kerja) dilakukan secara berkala setiap triwulan dari fasilitas 5. Jika keluhan dan gejala tidak hilang serta ada gangguan fungsi hati berat,
kesehatan dengan menggunakan (Form TB. 03 UPK) disampai ke Dinas paduan pengobatan non hepatotoksik terdiri dari: S, E dan salah satu
Kesehatan Kabupaten Kota, sedangkan untuk format kegiatan pencegahan golongan kuinolon dapat diberikan (atau dilanjutkan) sampai 18-24 bulan.
dan penanggulangan di tempat kerja disampaikan kepada Instansi 6. Setelah gangguan fungsi hati teratasi, paduan pengobatan OAT semula
Ketenagakerjaan bersama dengan laporan laporan P2K3 dan laporan dapat dimulai kembali satu persatu. Jika kemudian keluhan dan gejala
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja sesuai peraturan gangguan fungsi hati kembali muncul atau hasil pemeriksaan fungsi hati
perundangan bidang Ketenagakerjaan. kembali tidak normal, OAT yang ditambahkan terakhir harus dihentikan.
Beberapa anjuran untuk memulai pengobatan dengan Rifampisin. Setelah
Alur Pelaporan : 3-7 hari, Isoniazid dapat ditambahkan. Pada pasien yang pernah mengalami
ikterus akan tetapi dapat menerima kembali pengobatan dengan H dan
R, sangat dianjurkan untuk menghindari penggunaan Pirazinamid.
7. Paduan pengganti tergantung OAT apa yang telah menimbulkan gangguan
fungsi hati.

62 60
3) Angka Konversi (Conversion Rate)
Kementerian Kesehatan Kementerian Tenagakerja
dan Transmigrasi Sumber Data TB. 01, 03 UPK,
Jumlah pasien baru TB Paru Terkonfirmasi Bakteriologis yg
Numerator hasil pemeriksaan BTA akhir pengobatan pada tahap awal
negatif (TB.03)
Dinas kesehatan Dinas ketenagakerjaan
Denominator Jumlah pasien baru TB Paru Terkonfirmasi Bakteriologis yg
Provinsi Provinsi diobati (TB.03)
Jumlah pasien baru TB paru terkonfirmasi bakteriologis
TB 07,11,08
Rekap kegiatan P2 TB di yang hasil pemeriksaan BTA akhir pengobatan
tempat kerja
Rumus tahap awal negatif (TB 01, 03)
x100%
Jumlah seluruh kasus terkonfirmasi bakteriologis
Dinas kesehatan Dinas ketenagakerjaan
yang diobati TB (TB.01, 03)
Kabupaten/kota Kabupaten/kota
1) Menilai kualitas pelayanan pengobatan di Fasilitas
Manfaat Kesehatan
Rekap kegiatan P2 TB di 2) Indikatorinidapatdigunakanuntukmenilai PMO.
tempat kerja
3) Indikator ini untuk menilai kepatuhan pasien minum obat.
TB.03
Puskesmas
Fasilitas Kesehatan 4) Angka Keberhasilan Pengobatan (Success Rate)
perusahaan Angka keberhasilan pengobatan adalah angka yang menunjukkan
prosentase pasien baru TB paru BTA positif yang menyelesaikan
2. Indikator : pengobatan (baik yang sembuh maupun pengobatan lengkap) diantara
Untuk mengukur kemajuan program (marker of progress).atau keberhasilan pasien baru TB paru BTA positif yang tercatat.
program pengendalian TB digunakan beberapa indikator,
yaitu: Dengan demikian angka ini merupakan penjumlahan dari angka
kesembuhan dan angka pengobatan lengkap.
1) Indikator Penemuan :
• Proporsi pasien baru TB paru yang terkonfirmasi bakteriologis Cara perhitungan untuk pasien baru BTA positif dengan pengobatan
diantara terduga TB. kategori1.
• Proporsi pasien TB paru yang terkonfirmasi bakteriologis diantara
semua pasien TB paru yang diobati/ tercatat. Rumus

2) Indikator Pengobatan TB Jumlah pasien baru TB BTA positif (sembuh + x


• Angka konversi (Conversion Rate) pengobatan lengkap) 100%
• Angka keberhasilan pengobatan (Success Rate)
• Angka kesembuhan (Cure Rate)
• Angka putus berobat
63 65

6) Angka Putus Berobat Lampiran 3


Formulir - Formulir TB
Sumber Data TB. 01, 03 UPK,

Numerator Jumlah semua pasien TB Paru yang tidak selesai pengobatan


dalam waktu tertentu (TB.03)
TB.01 : Kartu Pengobatan Pasien
Denominator Jumlah semua pasien TB Paru yang diobatidalam waktu TB.02 : Kartu Identitas PAsien TB
tertentu (TB.03) TB.03 : Register TB Fasilitas Kesehatqan
Jumlah semua pasien TB paru yang tidak selesai TB.04 : Register Laboratoirum TB untuk Laboratorim Faskes Mikroskopis
Rumus
pengobatan dalam waktu tertentu
x100%
atau Test Cepat
Jumlah seluruh pasien TB paru yang diobati TB.05 : Formulir Permohonan Laboratorium TB Untuk Pemeriksaan Dahak
dalam waktu tertentu (TB.01, 03)
TB.06 : Daftar Terduga TB
1) Menilaikualitaspelayananpengobatan di Fasilitas
TB.09 : Formulir Rujukan / Pindah PAsien
Kesehatan.
Manfaat 2) Indikatorinidapatdigunakanuntukmenilai PMO. TB.10 : Formulir Hasil Akhir Pengobatan PAsien TB Pindahan
3) Indikator ini untuk menilai kepatuhan pasien minum obat. TB.11 : Laporan Triwulan Hasil Pemeriksaan Dahak Mikroskopis Akhir Tahap
4) Menilai keberhasilan Program TB. Awal (untuk pasien terdaftar 3-6 bulan yang lalu)
TB.13 : Laporan Triwulan Penerimaan dan Pemakaian OAT Kabupaten /
Kota
3. Supervisi Program Pengendalian Tuberkulosis TB.14 : Laporan Pengembangan Ketenagaan Program Penanggulangan TB
Supervisi TB bertujuan meningkatkan kinerja petugas, melalui suatu Fasilitas Kesehatan
proses yang sistematis untuk meningkatkan pengetahuan petugas,
meningkatkan ketrampilan petugas, memperbaiki sikap petugas dalam
bekerja dan meningkatkan motivasi petugas.
Formulir Terlampir
Tahapan kegiatan supervisi meliputi: perencanaan, Persiapan,
Pelaksanaan, Pemecahan Masalah, dan penyusunan Laporan serta ----------------------------------------------------------------------------------------------------
memberikan umpan balik secara tertulis.

1) Supervisi secara rutin dan teratur pada semua tingkat bersama-


sama dilaksanakan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota dan dinas
tenaga kerja kabupaten/kota sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan
sekali.
2) Pada keadaan tertentu frekuensi supervisi perlu ditingkatkan, yaitu:
• Pelatihan baru selesai dilaksanakan.
• Pada tahap awal pelaksanaan program.
• Bila kinerja dari suatu faskes kurang baik.

67 69
Sumber Data TB. 01, 03 UPK, 1) Proporsi Pasien Baru TB Paru Terkonfirmasi Bakteriologis
diantara terduga TB
Numerator Jumlah pasien TB yang diobati sampai pengobatan lengkap
(TB.03)
Sumber Data TB. 01, 03 UPK, 04 dan 06
Denominator Jumlah pasien baru TB Paru Terkonfirmasi Bakteriologis yang
diobati (TB.03) Numerator Jumlah kasus baru TB Paru terkonfirmasi Bakteriologis (TB.04)
Denominator JumlahseluruhTerduga TB (TB.06)
Jumlah pasien baru TB paru terkonfirmasi bakteriologis
yang sembuh Jumlah kasus terkonfirmasi bakteriologis
Rumus x100% Rumus x100%
Jumlah seluruh kasus terkonfirmasi bakteriologis Jumlah seluruh kasus terduga TB
yang diobati TB (TB.01, 03)
1) Menilai kualitas dari penemuan sampai diagnosis pasien
1) Menilaikualitaspelayanan pengobatan di Fasilitas Manfaat 2) Indikator ini dapat digunakan untuk menilai kepekaan
Kesehatan. menetapkan kriteria terduga TB
Manfaat 2) Indikator ini dapat digunakan untuk menilai PMO.
3) Indikator ini untuk menilai kepatuhan pasien minum obat.
4) Menilai keberhasilan Program TB. 2) Proporsi Pasien TB Paru Terkonfirmasi Bakteriologis diantara semua
5) Mengetahui pasien yang kebal obat.
pasien TB paru tercatat atau diobati
Sumber Data TB. 01, 03 UPK, 04 dan 06
Jumlah pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis
5) Angka kesembuhan (Cure Rate) Numerator
(BTA+)(TB 01, TB03 UPK)
Sumber Data TB. 01, 03 UPK, Denominator Jumlah seluruh pasien TB paru tercatat (bakteriologis dan
Jumlah pasien baru TB Paru Terkonfirmasi Bakteriologis yang klinis) (TB 03 UPK)
Numerator
diobati sampai sembuh (TB.03)
Jumlah pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis (BTA+)
Rumus x100%
Denominator Jumlah pasien baru TB Paru Terkonfirmasi Bakteriologis yang Jumlah seluruh pasienTB paru
diobati (TB.03) (bakteriologis dan klinis) (TB 03 UPK)

Jumlah pasien baru TB paru terkonfirmasi bakteriologis 1) Menilai kualitas pelayanan pengobatan di Fasilitas
Rumus yang sembuh Kesehatan.
x100%
Jumlah seluruh kasus terkonfirmasi bakteriologis 2) Indikator ini dapat digunakan untuk menilai pelayanan
yang diobati TB (TB.01, 03) Manfaat pengobatan yang diberikan kepada pasien TB
3) Menggambarkan penemuan pasien TB yang menular di
6) Menilaikualitaspelayananpengobatan di Fasilitas antara seluruh pasien TB yang diobati di tempat kerja
Kesehatan. triwulan dan tahunan
Manfaat 7) Indikatorinidapatdigunakanuntukmenilai PMO.
8) Indikator ini untuk menilai kepatuhan pasien minum obat.
9) Menilai keberhasilan Program TB.
10)Mengetahui pasien yang kebal obat.

66 64

3) Supervisi menggunakan daftar tilik (terlampir)


Anggota Masyarakat/Kader...................
Dokter Praktek Mandiri.........................
Lain-lain...............................................

Kontak erat dengan anak, sebutkan ..................................


.........................................
.........................................

4) Menyusun Laporan Supervisi


INDONESIA/2015

Tindak Lanjut
TB Ekstraparu, Lokasi.............................

Riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui


TB.01

Supervisor harus membuat laporan supervisi segera setelah


Diobati setelah putus berobat (lost to follow up)
Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi

menyelesaikan kunjungan. Laporan supervisi tersebut harus memuat


paling sedikit tentang:
No. Telp/HP:

a. Latar belakang (pendahuluan)


Tipe Diagnosis dan Klasifikasi Pasien TB

Hasil pemeriksaan

b. Tujuan supervisi.
:
:
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

Kab/Kota

Untuk Anak: Sehat/Infeksi Laten TB/Sakit TB

c. T e m u a n - t e m u a n : k e b e r h a s i l a n d a n k e k u r a n g a n .
Provinsi
TB Paru

d. Kemungkinan penyebab masalah atau kesalahan.


Tidak diketahui

e. Saran pemecahan masalah


..........................................
..........................................
Poli Lain.........................
Faskes...........................
Inisiatif Pasien/Keluarga

*) Hasil diisi: Untuk Dewasa: Sehat/Sakit TB


Kambuh

Umur

f. RTL (Rencana Tindak Lanjut).


KARTU PENGOBATAN PASIEN TB

g. Laporan supervisi, sebaiknya dibuat 3 rangkap:


Klasifikasi berdasarkan status HIV
:
:
:
:
:
:
:
No. Reg TB.03 Kab/Kota :

L/P
Terkonfirmasi bakteriologis

✓ Diberikan ke faskes/dinkes/instansi yang dikunjungisebagai


No. Reg TB.03 Faskes

Negatif

umpan balik untuk acuan perbaikan program.


Diobati setelah gagal
Terdiagnosis klinis
Nama Faskes

✓ Diberikan kepada atasan langsung supervisor.


Alamat PMO

Pemeriksaan Kontak
Nama PMO

Nama
:
:
Kab/Kota

✓ Arsip sebagai bahan untuk rencana kunjungan supervisi


Provinsi

Pindahan dari :
Tahun

Tipe Diagnosis

Alamat Faskes
Lain-lain

Nama Faskes
Dirujuk oleh:
Positif

berikutnya.
Baru

No.
1
2
3
4
5
bulan
cm

Bukan MTB
• Biopsi jarum halus (FNAB):Tanggal __/__/____ Hasil: .................
...............................................................................................................

Lampiran 3
*) Tulislah 1+, 2+, 3+, scanty, atau Neg sesuai hasil pemeriksaan dahak
No.Telp/HP

• Foto toraks: Tanggal: ___/___/_____ No Seri: ......................


tahun:

Tes Cepat

• Uji Tuberkulin: ..................... mm (Indurasi bukan eritema)

Formulir - Formulir TB
Hasil Pemeriksaan Contoh Uji (Sesuai dengan TB.05)
Tinggi badan :

MTB

TB.06, TB.05, TB.04, TB.01, TB.02, TB.03, TB.09, TB.10, TB.13 (Terlampir)
Inj. Insulin
Tidak Hamil

Negatif
Biakan

Tidak
Umur :
PENANGGULANGAN TB NASIONAL

Jumlah Skoring TB Anak: ............................

• Biakan hasil contoh uji selain dahak :


Sebutkan...........................................
__/__/____

Ada

BTA*)
kg
P
Hamil

Positif

OHO
Kesan:..................................

--------------------------------------------------------------------------------------------------
Ya
No.Reg Lab
L

Tidak ada
:
:
:
:
:
:
:
:

Pemeriksaan Lain-lain
Jika wanita usia subur

:
Kependudukan (NIK)

Kegiatan TB DM
Tanggal
Nama Pasien TB

Alamat Lengkap

Hasil Tes DM
Riwayat DM
Jenis Kelamin

Tanggal lahir
Nomor Induk

Terapi DM
Berat badan

Parut BCG :

Bulan
ke
0
2
3
5
6
8

70 68
Paduan OAT : Kategori-1 Kategori-2 Kategori anak Sumber Obat : Program TB Bayar sendiri
PENANGGULANGAN TB NASIONAL TB.04
Bentuk OAT: KDT Kombipak/Obat lepas Asuransi Lain-lain
INDONESIA/2015
.................... ....................
REGISTER LABORATORIUM TB I. TAHAP AWAL : *)
UNTUK LABORATORIUM FASKES MIKROSKOPIS DAN TES CEPAT Diagnosis Follow Up Total
KDT : Tablet No. Batch Streptomisin**) mg/hari No. Batch
Nama Laboratorium Pemeriksa : ............................................................ TB Sensitif Jumlah Sediaan Positif *)
Kabupaten/ Kota : ............................................................ Jumlah Sediaan Scanty *) Bulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Jumlah BB (kg)
Provinsi : ............................................................ TB RO Jumlah Sediaan Negatif *)
Tahun : ............................................................ (beri tanda rumput) *direkap per lembar

Hasil Pemeriksaan Mikroskopis (BTA/Lainnya) Hasil Tes Cepat dengan Xpert


Tanggal
Nama Fasilitas
Penerimaan Nomor Induk Umur Jenis Alasan *) Berilah tanda jika pasien datang mengambil obat dan menelan obat di depan petugas kesehatan
No. Reg Lab Nomor Identitas Contoh Uji Nama Lengkap Pasien Alamat Lengkap Kesehatan Asal Tanda Tangan Keterangan
Contoh Uji Kependudukan (NIK) (Tahun) Kelamin Pemeriksaan Tgl Hasil Tgl Hasil Berilah tanda “garis lurus sesuai tanggal minum obat” jika obat dibawa pulang dan ditelan sendiri di rumah
Contoh Uji Tanggal Hasil 1 2 3
(HH/BB) Pemeriksaan Pemeriksaan dilaporkan
**) Diisi untuk OAT kategori-2 dan keadaan khusus
II. TAHAP LANJUTAN : ***)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
KDT : Tablet No. Batch Etambutol ****) mg/hari No. Batch
Bulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Jumlah BB (kg)

75
71
***) Berilah tanda jika pasien datang mengambil obat dan menelan obat di depan petugas kesehatan
Berilah tanda “garis lurus putus-putus sesuai tanggal minum obat” jika obat dibawa pulang dan ditelan sendiri di rumah
****) Diisi untuk OAT kategori-2
Catatan (baca petunjuk pengisian): Rujukan/ Pindah Pasien TB Layanan Tes dan Konseling HIV Selama
* Pindah Pengobatan Pengobatan TB
Nama Faskes Tujuan ....................................
Tanggal dianjurkan Hasil Tes*
Kab/ Kota ....................................................... Tgl. Tes
Tes (R/I/NR)
Provinsi .........................................................
Keterangan :
* Pindah Register Pasien TB RO
(1) Nomor Reg. Lab: : (2) No. Identitas contoh uji: Tulis (10) Alasan pemeriksaan diisi dengan: (12,13,14) Hasil Pemeriksaan Mikroskopis diisi dengan: (16) Hasil Pemeriksaan Tes Cepat Xpert diisi dengan:
Tulis nomor register Lab. dengan 4 digit, sesuai dengan formulir TB.05 0 untuk diagnosis Tulis Neg: Tidak ditemukan BTA dalam 100 LP Neg: MTB NOT DETECTED
Hasil Akhir Pengobatan No. Register TB RO .......................................
mulai dengan 0001 pada setiap 2 atau 3 untuk akhir tahap awal (Tulis tanggal dalam kotak yang sesuai)
Tulis Jumlah BTA: ditemukan 1-9 BTA dalam 100 LP Rif Sen: MTB DETECTED, RIF RESISTANCE NOT DETECTED
permulaan tahun dan tulis berurutan 5 untuk bulan kelima Tulis 1+: ditemukan 10-99 BTA dalam 100 LP Rif Res: MTB DETECTED, RIF RESISTANCE DETECTED Pengobatan *Hasil Tes ditulis dengan kode: R= Reaktif, I=
berdasarkan tanggal pemeriksaan. 6 atau 8 untuk akhir pengobatan Sembuh Gagal
Tulis 2+: ditemukan 1-10 BTA dalam 1 LP (periksa min 50 LP) Rif Indet: MTB DETECTED, RIF RESISTANCE INDETERMINATED Lengkap Indeterminate, NR= Non Reaktif
Tulis 3+: ditemukan = 10 BTA dalam 1 LP (periksa min 20 LP) INVALID: Invalid
Layanan PDP (Perawatan, Dukungan, dan Pengobatan)
Tulis TD: tidak dilakukan ERROR : Error
NO RESULT: No Result Putus Berobat (Lost to
Meninggal Tidak dievaluasi Nama Faskes PDP No. Reg. Nasional PPK (Ya/Tidak) ART (Ya/Tidak)
follow up)
* Formulir ini digunakan oleh laboratorium yang memiliki kemampuan melakukan pemeriksaan mikroskopis TB atau laboratorium yang
melakukan mikroskopis TB dan Gen Xpert. Misalnya Puskesmas dan Rumah Sakit yang memiliki alat Gen Xpert.

PENANGGULANGAN TB NASIONAL TB.06


DAFTAR TERDUGA TB Indonesia/2015
Nama Fasilitas Kesehatan : ............................................................
Bulan ................................... Tahun ...............
Kabupaten/ Kota : ............................................................

Sembuh
Provinsi : ............................................................ Bulan .................................. Tahun ..............
5. Tanggal:
4. Tanggal:
3. Tanggal:
2. Tanggal:
1. Tanggal:
Tanggal

Tanggal Pengambilan Contoh Uji


Catatan penting:
Mikroskopis Xpert MTB/RIF Biakan Tindak Lanjut Pengobatan
NIK Hasil Riwayat (HH/BB/TTTT)
Tanggal Umur Jenis Lokasi Anatomi Total Skoring No Reg Lab
No No. Identitas Sediaan Dahak (Nomor Identitas Nama Lengkap Terduga TB Alamat Lengkap Dirujuk oleh Pemeriksaan Status HIV Diabetes Tanggal Tanggal Tanggal Mulai Keterangan
didaftar (Tahun) Kelamin Penyakit TB Anak Tanggal Hasil (TB.04)
Kependudukan) Foto Toraks Melitus A B C Hasil Hasil A Hasil B Hasil C Hasil hasil Hasil Dirujuk Ke
Pengobatan TB
Diperoleh
Diperoleh diperoleh (Tgl/Bln/Thn)
16 17
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29

Lengkap
Pengobatan

Tanda Tangan Petugas Fasyankes:


Tahap

Hasil Pengobatan: Kotak diisi dengan tanggal


Pengobatan

Gagal
Tanggal Perjanjian untuk Periksa Ulang Dahak

77
73
Harap datang untuk pemeriksaan dahak ulang pada:
Tanggal Perjanjian

Meninggal
diberikan
Jumlah OAT yang

Keterangan
(2) No Identitas Sediaan Dahak : Sesuai formulir TB 05 (Kode Kab/Kode Faskes/No Urut) (10) Lokasi Anatomi Penyakit : Tulis P: untuk paru, Tulis EP: untuk ekstraparu (14) Riwayat Diabetes Melitus: (23) Penulisan Hasil Xpert MTB/Rif (25) Penulisan Hasil Biakan
o Kelompok angka pertama terdiri dari 2 angka yang merupakan kode kab/kota, misalnya 02. (11) Total Skoring TB Anak : Tulis total skoring untuk pasien TB Anak antar 0 s.d 13 Tulis Ya=Penyandang DM, Tulis Neg: MTB NOT DETECTED Tulis Neg: Tidak ada koloni yang tumbuh
o Kelompok angka kedua terdiri dari 5 angka: Tulis Tidak=Bukan penyandang DM Tulis Rif Sen: MTB DETECTED, RIF RESISTANCE NOT DETECTED Tulis Jumlah Koloni: Jumlah koloni 1-19
- 3 angka pertama merupakan kode Faskes, misalnya 015. (12) Penulisan Hasil Pemeriksaan Foto Toraks Tulis Rif Res: MTB DETECTED, RIF RESISTANCE DETECTED Tulis 1+ : 20-100 koloni
- 2 angka berikutnya merupakan nomor urut Poli di RS. Untuk Faskes yang penjaringan terduga TB hanya di satu Poli, menuliskan 00. Tulis TDL jika pemeriksaan Tidak dilakukan (19,20,21) Penulisan Hasil Mikroskopis (A,B,C) Tulis Rif Indet: MTB DETECTED, RIF RESISTANCE INDETERMINATED Tulis 2+: >100-200 koloni
Mengambil Obat, Konsultasi Dokter, Periksa Ulang Dahak

Putus Berobat
(seminggu sebelum akhir bulan ke:
(seminggu sebelum akhir bulan ke:
(seminggu sebelum akhir bulan ke:
(seminggu sebelum akhir bulan ke:
(seminggu sebelum akhir bulan ke:

o Kelompok angka ketiga terdiri dari 4 angka yang merupakan no urut sesuai TB.06 dan ditambahkan kode huruf ABC sesuai dengan pedoman Tulis Pos jika hasil pemeriksaan Positif kesan TB Tulis Neg: Tidak ditemukan BTA dalam 100 LP Tulis INVALID: Invalid Tulis 3+: >200-500 koloni
(Lost to follow up)

nasional, misalnya 0101A Tulis Neg jika hasil pemeriksaan tidak ada kesan TB Tulis Jumlah BTA: ditemukan 1-9 BTA dalam 100 LP Tulis ERROR: Error Tulsi 4+: > 500 koloni
Tulis 1+: ditemukan 10-99 BTA dalam 100 LP Tulis NO RESULT: No Result Tulis NTM: Apabila ditemukan kuman Non Tuberculosis
(4) NIK : Nomor Identitas Kependudukan sesuai dengan KTP (13) Status HIV diisi dengan: Tulis 2+: ditemukan 1-10 BTA dalam 1 LP (periksa min 50 LP) Tulis Kontaminasi: Apabila terjadi kontaminasi
(7) Jenis Kelamin : Tulis "L" untuk jenis kelamin Laki-laki, dan "P" untuk jenis kelamin perempuan Tulis Pos: untuk hasil tes HIV positif Tulis 3+: ditemukan = 10 BTA dalam 1 LP (periksa min 20 LP)
Tulis Neg: untuk hasil tes HIV negatif Tulis TD: tidak dilakukan
Tidak

Tulis TD: untuk hasil tes HIV yang tidak diketahui


)
)
)
)
)

dievaluasi
Bila kartu ini sudah penuh dapat diganti dengan kartu baru
Tanggal harus kembali
PENANGGULANGAN TB NASIONAL TB.02
INDONESIA/2015
Keterangan
TB.03 FASKES
INDONESIA/2015

38
Dipindah ke

(33,34) Layanan PDP (35) DM diisi dengan: (36) Terapi DM diisi (37) Dipindah ke TB.03 RO diisi

Tulis Ya: jika pasien tes DM positif minum obat oral terdiagnosis sebagai pasien TB
Terapi DM TB.03 RO

KARTU IDENTITAS PASIEN TB


37

dengan menuliskan tanda


riwayat DM atau hasil Tulis OHO: jika rumput ( ) jika pasien
TRIWULAN :
:

36
TAHUN

Kegiatan TB-DM

mendapat PPK/ART Tulis Tidak: jika tidak Tulis Inj. Insulin: jika RO.
Tulis Tidak: jika memiliki riwayat DM mendapat suntikan
DM

35

untuk PPK dan ART Tulis Ya: jika memiliki dengan:

atau hasil tes DM insulin


Nama lengkap :
ART

34
Layanan PDP

mendapat PPK/ART negatif


Nomor Induk
PPK

diisi dengan:
33

pasien tidak
Kependudukan
Kolaborasi Kegiatan TB-HIV
Hasil Akhir Pengobatan

Tulis NR: untuk hasil tes HIV Non Reaktif


Tulis I: untuk hasil tes HIV Indeterminate
Hasil Tes

(NIK)
32

Tulis R: untuk hasil tes HIV Reaktif


Layanan Tes dan Konseling HIV

(32) Hasil Tes diisi dengan:


Alamat lengkap :
Tanggal dianjurkan Tanggal tes HIV

31

No. Telp/ HP :
30

Tulis PL: untuk Pengobatan Lengkap

Tulis LF: untuk Lost to fol ow up


Tulis TD: untuk tidak dievaluasi
(29) Hasil Akhir Pengobatan
Hasil Akhir Pengobatan

Hasil

Tulis M: untuk Meninggal


Jenis kelamin : L P Umur tahun
29

Tulis S: untuk sembuh

Tulis G: untuk Gagal


Hasil diisi dengan:
Mikrosk (HH/BB/TTTT)
Hasil Tanggal

28

Nama Fasyankes : Telp.


Biakan Reg Lab opis Reg Lab opis Reg Lab opis Reg Lab opis

Tulis Rif Indet: MTB DETECTED, RIF RESISTANCE


27
Akhir Pengobatan

Tulis Rif Sen: MTB DETECTED, RIF RESISTANCE

Tulis Rif Res: MTB DETECTED, RIF RESISTANCE


No

26

(19) Hasil Tes Cepat diisi dengan:


Tulis Neg: MTB NOT DETECTED

Tulis NO RESULT: No Result


No. Reg. TB :
Mikrosk
Hasil

25

Tulis INVALID: Invalid


Tulis ERROR: Error
INDETERMINATED
Bulan ke 5

NOT DETECTED Faskes


DETECTED
24
No
Mikrosk
Pemeriksaan Contoh Uji

Tulis NTM: bila ditemukan kuman non


Hasil

23
Akhir Bulan ke 2 Akhir Bulan ke 3

Tulis TDL: untuk tidak dilakukan pemeriksaan Tulis jumlah koloni: untuk jumlah
Tulis Neg: tidak ada koloni yang
(17,21,23,25,27) Hasil BTA diisi dengan: (18) Hasil Biakan diisi dengan:

Tulis kontaminasi: bila terjadi


Tulis 2+: >100-200 koloni
Tulis 3+: >200-500 koloni No. Reg. Kab/Kota : Propinsi
Tulis 1+: 20-100 koloni
REGISTER TB FASILITAS KESEHATAN

No

22

Tulis 4+: >500 koloni

Tuberkulosis

kontaminasi
koloni 1-19
Mikrosk
Hasil

tumbuh
21
20
No

19

KLASIFIKASI BERDASARKAN LOKASI ANATOMIS


Tulis Neg: untuk hasil Negatif
Sebelum Pengobatan

Tulis Pos: untuk hasil Positif


Cepat
Tes

18
Hasil

Mikroskopis

17

Paru Ekstraparu Tanggal mulai berobat:


Sumber

Tulis PR: untuk Program


Obat

16

Tulis BS: Biaya sendiri


(16) Sumber obat diisi

Tulis AS: Asuransi


Tulis L: Lain-lain

Tanggal Bulan Tahun


Pengobatan Paduan OAT

dengan:
15

P2TB

Lokasi
Klasifikasi Berdasarkan Berdasarkan Skoring TB Tanggal Mulai

Lokasi Anatomi Pengobatan pada Saat (0-13) (HH/BB/TTTT)

(15) Paduan OAT diisi dengan:

Tulis Kat Anak: untuk kategori


Tulis Kat 1: untuk kategori 1
Tulis Kat 2: untuk kategori 2
14
Anak

13

anak
(12) Klasifikasi Berdasarkan Status
Sebelumnya Didiagnosis
HIV
Klasifikasi Klasifikasi

KLASIFIKASI BERDASARKAN RIWAYAT


Tulis TD: untuk Tidak Diketahui
12
Status

HIV pada saat didiagnosis

Tulis Neg: untuk Negatif


Tulis Pos: untuk Positif

PENGOBATAN SEBELUMNYA
Berdasarkan Riwayat

11

Tulis TD: untuk Riwayat Pengobatan Sebelumnya


Tulis DSPB: untuk Diobati Setelah Putus Berobat
(11) Klarifikasi Berdasarkan Riwayat Pengobatan

Baru Diobat setelah Gagal


10

Tulis DSG: untuk Diobati Setelah Gagal


Diagnosis TB

Paduan OAT yg diberikan:


Tipe

Tulis LL: untuk Lain-lain


Tulis K: untuk Kambuh
Tulis B: untuk Baru

Kambuh Lain-lain
Tidak Diketahui
Dirujuk Oleh

Sebelumnya:
8

(10) Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Anatomi diisi dengan:

Diobati Riwayat pengobatan


Setelah putus berobat sebelumnya tidak
Tulis IP/K: untuk Inisiatif Pasien/ Keluarga Tulis TB: untuk terkonfirmasi bakteriologis
Alamat Lengkap

diketahui
(9) Tipe Diagnosis TB diisi dengan:

Tulis AM/K: untuk Anggota Masyarakat/Kader Tulis TK: untuk terdiagnosis klinis
7

Tulis TEP: untuk TB Ekstraparu

(lost to follow up)


Tulis TP: untuk TB Paru
Kelamin (Tahun)
Jenis Umur

Tulis DPM: untuk Dokter Praktek Mandiri


Tulis FK: untuk Fasilitas Kesehatan
5

(8) Dirujuk Oleh diisi dengan:

Tulis PL: untuk Poli Lain


Tulis LL: untuk Lain-lain
Nomor Identitas
Kependudukan
PENANGGULANGAN TB NASIONAL

Lihat halaman sebelah


(NIK)

INGAT:
Nama Pasien

1. Peliharalah kartu anda dan bawa selalu bila datang ke Fasilitas kesehatan.
Tulis P: untuk jenis kelamin perempuan
3

Tulis L: untuk jenis kelamin laki-laki


(5) Jenis Kelamin diisi dengan:

2. Anda dapat sembuh jika mengikuti aturan pengobatan dengan menelan obat secara
:
:
:

Registrasi Registrasi TB

teratur.
Faskes Kab/Kota
No.

2
Nama Kab/ Kota
Nama Provinsi

3. Penyakit TB dapat menyebar ke orang lain bila tidak diobati teratur.


Nama Faskes

No.

74 72

PENANGGULANGAN TB NASIONAL TB.05


PENANGGULANGAN TB NASIONAL TB.09
INDONESIA/2015
INDONESIA/2015 FORMULIR PERMOHONAN PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGIS TB
FORMULIR RUJUKAN / PINDAH PASIEN TB Nama Faskes : No. Telp. :
Nama Dokter Pengirim :
Nama faskes pengirim : Telp. Nama Terduga / Pasien TB : Umur : tahun
Nomor Induk Kependudukan :
Nama faskes tujuan : Telp. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan
Nama pasien : Alamat lengkap :

NIK : Jenis Terduga/ Pasien TB


Kabupaten/ Kota : TB TB ANAK
Jenis kelamin : L P Umur: tahun Provinsi : TB HIV TB RO

Alamat lengkap : No. Identitas Sediaan (sesuai Daftar Terduga di TB.06 / TB 06 RO) Alasan Pemeriksaan :
......./.........../.........../.......... Diagnosis TB Diagnosis TB RO
Tgl. Pengambilan contoh uji : Pemantauan Kemajuan pengobatan :
No Reg TB Kab/Kota : Tanggal pengiriman contoh uji : Bulan ke :
Tanda tangan pengambil contoh uji : Pemeriksaan ulang pasca pengobatan :
Tanggal Bulan Tahun
Bulan ke :
Tanggal mulai berobat :
Jenis & Jumlah Pemeriksaan Lokasi Anatomi
BTA x..................................... Paru No.Reg.TB/TB RO Faskes :
Klasifikasi Pasien Berdasarkan Riwayat Tes cepat GX......................... Ekstraparu No.Reg.TB/TB RO Kab/ Kota :
Paduan OAT: Pengobatan Sebelumnya : Tes Cepat LPA...................... Lokasi :
Biakan x ................................
Kategori 1 Pasien baru TB
Uji Kepekaan Lini 1.................
Kategori 2 Pasien kambuh Uji Kepekaan Lini 2................ Secara visual dahak tampak (berilah v pada kotak)
Nanah lendir Bercak darah Air liur
Kategori Anak Pasien diobati setelah gagal Contoh Uji Sewaktu / Pagi
Dahak Sewaktu / Pagi
Pasien diobati setelah putus berobat (lost to follow up)
Lainnya ................................. Sewaktu / Pagi
Bentuk OAT:
Lain-lain
...................................................20.............
KDT Kombipak/ Obat Lepas Riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui

Jumlah dosis (obat) yang sudah ditelan: Jumlah dosis (obat) yang dibawakan: (........................................................)

Tahap awal dosis Tahap awal dosis Nama jelas dokter pengirim

HASIL PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGIS TB


Tahap Lanjutan dosis Tahap Lanjutan dosis No. Register Lab. (sesuai Buku Register Lab TB.04/ TB.04 RO) : ...................................

Pemeriksaan ulang dahak terakhir: Contoh Uji*) Tanggal Hasil Hasil Pemeriksaan Mikroskopis (BTA/lainnya)**)

+++ ++ + 1-9***) Neg


Tgl Bln Tahun
Sewaktu/Pagi
Tanggal: Hasil
Sewaktu/Pagi
Status HIV:
Sewaktu/Pagi
Positif Negatif Tidak diketahui
**) Hasil Tes Cepat
Tgl. Contoh Uji*) Tanggal Hasil Tes Cepat Xpert MTB/RIF ****)
Lain (LPA)
Neg Rif Sen Rif Res Rif Indet Invalid Error No result INH RIF MTB
Sewaktu/Pagi
( )
Contoh Uji*) Tanggal Hasil Hasil Biakan**)

HARUS DIISI DAN DIKEMBALIKAN KE FASKES PENGIRIM: 4+ 3+ 2+ 1+ 1-19***) Neg NTM****) Kontaminasi
Sewaktu/Pagi
Nama pasien : No Reg TB Kab/Kota:
Contoh Uji*) Tanggal Hasil Hasil Uji Kepekaan*****)
Jenis Kelamin : L P Umur thn H R E S Km Amk Ofx
Tgl Bln Tahun Sewaktu/Pagi

Tgl. pasien melapor : Mengetahui


Tanda tangan pemeriksa Dokter PJ pemeriksaan Lab
Nama Faskes (tempat berobat baru)
Telp. (.....................................) (.....................................)
*) Diisi sesuai dengan kode huruf sesuai identitas sediaan/
Tgl. waktu pengambilan dahak.
**) Beri tanda rumput pada hasil pemeriksaan/ tingkat positif yang sesuai.
***) Isi dengan jumlah BTA/ koloni yang ditemukan
****) Untuk kolom INH dan Rif diisi : R : resisten S : sensitif
Untuk kolom MTB diisi MTB:Mycobacterium Tuberculosis , NTM: Non Tuberculosis MycobacteriumKriteria Suspek MDR
( ) *****) Diisi R: resisten, S: Sensitif

78 76
PENANGGULANGAN TB NASIONAL TB.13 KAB/KOTA

• Jumlah posisi yang akan dikembangkan disesuaikan dengan rencana pengembangan pelibatan Fasyankes dan standar ketenagaan
INDONESIA/2015

• Petugas TB Faskes hanya mengisi baris sesuai dengan tipe Faskes. Contoh: untuk Puskesmas hanya mengisi bagian Puskesmas
LAPORAN TRIWULAN PENERIMAAN DAN PEMAKAIAN OAT KABUPATEN/KOTA
Kabupaten/Kota : .............................................. Triwulan : ............... Tahun ................
Bentuk OAT : KDT dan Kombipak Bulan : ............... s/d ....................
OAT KDT OAT KOMBIPAK
NO URAIAN KATEGORI KATEGORI 1 KATEGORI
KATEGORI 1 KATEGORI 2 ANAK ANAK
Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl
Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
Daluarsa Daluarsa Daluarsa Daluarsa Daluarsa
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
(13) (14)
1 Stok pada hari
pertama triwulan
(Stok Awal)

• Jumlah kebutuhan posisi staf disesuaikan dengan standar yang ada pada buku pedoman.
2 Jumlah diterima
dalam triwulan

3 Jumlah dipakai/
dikirim ke faskes
(dalam triwulan)
4
Stok pada hari
terakhir triwulan
(Stok akhir)
Total Stok Akhir

Jumlah OAT yang tidak dapat digunakan


Kadaluarsa

Rusak

Hilang

Tidak bisa digunakan

DOKTER PRAKTEK MANDIRI


Jumlah

Dokter Sp. Penyakit Dalam


Dokter Sp.Penyakit Dalam

Dokter Sp.Penyakit Dalam

Dokter Sp.Penyakit Dalam


Jumlah OAT yang

Petugas TB(perawat dll)

Petugas TB(perawat dll)

Petugas TB(perawat dll)


Dokter Spesialis lainnya

Dokter Spesialis lainnya

Dokter Spesialis lainnya

Dokter Spesialis lainnya


RUMAH SAKIT TNI-AD

dapat digunakan

RUMAH SAKIT POLRI


Petugas Laboratorium

Petugas Laboratorium

Petugas Laboratorium
Dokter Spesialis Anak

Dokter Spesialis Anak

Dokter Spesialis Anak

Dokter Spesialis Anak


Dokter Spesialis Paru

Dokter Spesialis Paru

Dokter Spesialis Paru

Dokter spesialis Paru

pada buku pedoman.


Stok Minimal: Stok Maksimal:

Petugas Farmasi

Petugas Farmasi

Petugas Farmasi
Kategori 1 Kategori 1
Dokter Umum

Dokter Umum

Dokter Umum

Dokter Umum
Kategori 2 Kategori 2

Keterangan:
Kategori Anak Kategori Anak

KLINIK
Mengetahui: Yang membuat laporan:

(............................................) (.....................................................)

79 81
PENANGGULANGAN TB NASIONAL TB.14 FASKES
INDONESIA/2015

LAPORAN PENGEMBANGAN KETENAGAAN PROGRAM PENANGGULANGAN TB FASILITAS KESEHATAN

Provinsi : .................................. Tahun : ...................................


Kabupaten/Kota : .................................. Semester : ...................................
Nama Faskes : ..................................

Jml Situasi Pelatihan (Kompetensi)


Jenis /Kategori petugas Rencana yang
Jumlah
Petugas Fasyankes Fasyankes Aktif Tidak aktif akan dilatih
terlatih TB
TB
1 2 3 4 5 6
PUSKESMAS
Dokter Umum
Dokter Spesialis Paru
Dokter Spesialis Anak
Dokter Sp.Penyakit Dalam
Dokter Spesialis lainya
Petugas TB (perawat/dll)
80

Petugas Laboratorium
Petugas Farmasi
Petugas Pustu

TAHUN 2015
RUMAH SAKIT PEMERINTAH
Dokter Umum

PANDUAN BERSAMA
Dokter Spesialis Paru
Dokter Spesialis Anak
Dokter Sp. Penyakit Dalam

DI TEMPAT KERJA
Dokter Spesialis lainnya
Petugas TB(perawat dll)
Petugas Laboratorium
Petugas Farmasi
RUMAH SAKIT SWASTA

MA
Dokter Umum

KAR
Dokter Spesialias Paru
Dokter Spesial Anak
TI KARYA MUKTITAM Dokter Sp.Penyakit Dalam
A
Dokter Spesialis lainnya
Petugas TB(perawat dll)
Petugas Laboratorium

KEMENTERIAN KESEHATAN DAN KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN


Petugas Farmasi

PANDUAN PENGENDALIAN TUBERKULOSIS


TI KARYA MUKTITAM
KAR A
MA

PANDUAN PENGENDALIAN TUBERKULOSIS


DI TEMPAT KERJA

PANDUAN BERSAMA
KEMENTERIAN KESEHATAN DAN KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN
TAHUN 2015

TI KARYA MUKTITAM
KAR A
MA

PANDUAN PENGENDALIAN TUBERKULOSIS


DI TEMPAT KERJA

PANDUAN BERSAMA
KEMENTERIAN KESEHATAN DAN KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN
TAHUN 2015

Você também pode gostar