Você está na página 1de 15

STRUKTUR PAJAK

Kebijakan Pajak
Kelas B
Nama kelompok:
Christiwati (15503040)
Fontaine Ekawati (155030407111023)
Leonardo Ronald Sitohang (155030401111049)
Serraphine H.PM (155030401111024)

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI


UNIVERSITAS BRAWAJIYA

MALANG
BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Pajak merupakan sumber penerimaan pemerintah yang digunakan untuk
pembiayaan pemerintah dan pembangunan. Besar kecilnya pajak akan menentukan
kapasitas anggaran negara dalam membiayai pengeluaran negara, baik untuk pembiayaan
pembangunan maupun pembiayaan rutin. Untuk itu bisa dikatakan bahwa pajak sangat
berperan penting bahkan merupakan sumber penghasilan utama bagi Negara, terkait hal
tersebut dalam perjalanan dan alurnya terdapat beberapa cara untuk memotong dan
memungut pajak. Selain itu terdapat struktur yang jelas terkait pemajakan di Indonesia dan
juga berbagai tarif pemajakan yang ditetapkan.
Berdasarkan hal ini, penulis akan membahas terkait Struktur Pajak yang akan
menjelaskan poin-poin diatas diikuti dampak pajak dalam perekonomian negara yang
sangat erat kaitannya dengan sumber utama pendapatan negara.

RUMUSAN MASALAH
Apa itu Assesment system ?
Apa saja stelsel pemungutan ?
Apa saja dampak dari pajak ?
Apa saja kriteria tarif pajak ?
Bagaimana kriteria struktur pajak yang baik ?

TUJUAN
Menjelaskan tentang Assesment system.
Menjelaskan tentang apa saja stelsel pemungutan pajak.
Menjelaskan dampak dari pajak.
Menjelaskan kriteria tarif pajak.
Menjelaskan kriteria struktur pajak yang baik.
BAB II
PEMBAHASAN

A. ASSESSMENT SYSTEM
Assessment system adalah sebuah system perpajakan untuk menentukan besarnya
pajak terutang yang harus dibayar oleh wajib pajak, suatu system pemungutan akan
berhasil apa bila didasari oleh kesadaran, kejujuran, kemauan atau hasrat untuk membayar
pajak (tax mindness), dan kedisiplinan (tax discipline) dalam melaksanakan peraturan
perpajakan. Ada tiga system pemungutan pajak yaitu,

1. Official Assessment System


Suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah/fiskus
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
Ciri-ciri :
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus
b. Wajib pajak bersifat pasif
c. Utang pajak yang timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
Sistem ini diterapkan terhadap jenis pajak yang melibatkan masyarakat luas selaku
subjek pajak dipandang belum mampu untuk diserahi tanggung jawab untuk menghitung
dan menetapkan pajak. Salah satu contoh pajak yang masih menggunakan system ini
adalah PBB. Pajak Bumi dan Bangunan yang dikenakan atas bumi dan/atau bangunan akan
melibatkan masyarakat dari semua lapisan, yakni masyarakat yang memiliki, menguasai,
atau mengambil manfaat dari bumi atau bangunan sebagai subjek pajak (wajib pajak).

1. Self assessment system


Suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak
untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
Ciri-ciri :
a. Wewenang untuk menetapkan besarnya utang ada pada wajib pajak sendiri
b. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak
yang terutang.
c. Fiskus tidak ikut campur tangan, hanya mengawasi.
System self assessment umumnya diterapkan pada jenis pajak dimana wajib pajak
dipandang cukup mampu untuk diserahi tanggung jawab untuk menghitung dan
menetapkan utang pajak sendiri. Salah satu contoh pajak yang masih menggunakan system
ini adalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan nilai atas barang dan jasa (PPN),
dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).
Dalam sejarah perkembangan self assessment system di Indonesia, dikenal dua
macam self assessment yakni, Semi Self Assessment dan Full Self Assessment. Dalam
semi self assessment dikenal dengan nama MPS (menghitung pajak sendiri) yakni :
mendaftarkan diri, menghitung dan memperhitungkan, menyetor dan melaporkan,
sedangkan proses dan hak menetapkan jumlah pajak masih tetap berada pada fiskus
melalui penerbitan SKP (Surat Ketetapan Pajak). Dalam full self assessment, proses dan
hak menetapkan sudah berada pada pihak wajib pajak. Proses dan hak menetapkan ini
diwujudkan dalam mengisi SPT secara baik dan benar dan menyampaikannya kepada
fiskus. Pengisian SPT secara baik dan benar oleh Wajib Pajak dijamin oleh Undang-
Undang seperti diatur dalam pasal 12 ayat(2) UU No.16 Tahun 2000 yang menyatakan:
"Jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh wajib
pajak adalah jumlah pajak yang terutang menurut perundang-undangan perpajakan".

1. With Holding System


Suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga
(bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya
pajak terutang oleh wajib pajak, dengan ciri-cirinya yaitu wewenang menentukan besarnya
pajak terutang ada pada pihak ketiga.
Dengan demikian, yang banyak melakukan tanggung jawab adalah pihak ketiga.
Hal seperti ini dapat dilihat misalnya dalam Pajak Penghasilan pasal 21 dimana pemberi
kerja, bendaharawan pemerintah, dana pensiun, dan sebagainya yang kepadanya diserahi
tanggung jawab untuk memotong pajak atas penghasilan yang mereka bayarkan.

A. STELSEL PEMUNGUTAN
Proses Pemungutan Pajak atau stelsel menggunakan beberapa cara, pungutan dapat
dipungut di muka (voorheffing) atau dipungut di belakang (naheffing). Sistem pungutan di
muka mengenakan pajak pada permulaan tahun, jadi langsung setelah tahun pajak bermula,
sedang sistem pungutan pajak di belakang memungut pajak di belakang, artinya pajak
dipungut setelah tahun berakhir (tidak pada akhir tahun), jadi pada awal tahun yang
mengikuti tahun pajak yang bersangkutan.
1. Stelsel Nyata (Riel Stelsel)
Stelsel riil bertujuan untuk mengenakan pungutan yang didasarkan pada keadaan atau
penghasilan riil, artinya penghasilan yang diperoleh atau diterima sebenarnya dalam
tahun pajak yang bersangkutan. Dan karena keadaan atau penghasilan yang
sesungguhnya diterima atau diperoleh dalam tahun pajak, baru mungkin diketahui pada
akhir tahun. Inilah yang disebut dengan pungutan di belakang atau naheffing. Hal ini
diterapkan pada perhitungan PPh bila tidak terdapat angsuran PPh 25 atau kredit pajak.
Stelsel ini memiliki kekurangan dan kelebihan sebagai berikut :
a) Kelebihan
Mengacu pada jumlah penghasilan yang sebenarnya sehingga pajak yang
dibayarkan lebih realistis.
Wajib pajak tidak lagi harus memikul pajak yang terlampau berat, yang tidak sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya.
Baik bagi wajib pajak maupun fiscus atau pemerintah tidak merasa dirugikan
apabila terjadi perubahan terhadap keadaan obyek pajak selama masa pajak itu
berlangsung, karena semua perubahan itu tetap dipertimbangkan dalam penentuan
jumlah pajak.
b) Kekurangan
Pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui)
sehingga dapat menyebabkan pembiayaan negara terganggu.
Akan memberatkan wajib pajak sebab harus membayar sekaligus dalam jumlah
yang besar pada akhir tahun atau awal tahun berikutnya
Terlambatnya uang pajak masuk ke dalam kas negara. Hal tersebut terjadi karena
uang pajak baru dapat diterima oleh negara setelah masa atau tahun pajak itu
berakhir.

Stelsel Anggapan (Fictieve Stelsel)


Stelsel fiksi ini didasarkan anggapan yang diatur oleh undang-undang. Misalnya
penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan penghasilan satu tahun sebelumnya.
misalnya bagi wajib pajak yang menerima gaji bulanan penghasilan dalam satu tahun pajak
adalah sama dengan penghasilan pada bulan pertama di kalikan dua belas. Dengan
demikian, setelah bulan pertama berakhir dan di ketahui semua penghasilan bulan itu,
maka sudah dapat di gunakan untuk menentukan besarnya penghasilan setahun yang di
gunakan sebagai dasar untuk menentukan besarnya pajak bagi wajib pajak yang
bersangkutan. Stelsel ini menerapkan sistem pemungutan pajak di depan (voor heffing).
Terhadap perubahan yang terjadi selama masa atau tahun itu tidak mempengaruhi besarnya
utang pajak pada masa atau tahun itu. Hal ini banyak diterapkan pada PPh final UU PPh
pasal 4 (2) dimana estimasi pendapatan digunakan untuk mengukur pendapatan bersih
yang sulit dihitung biayanya atau sulit diaudit. Stelsel ini memiliki kekurangan dan
kelebihan sebagai berikut :
Kelebihan
Mengacu pada jumlah penghasilan yang sebenarnya sehingga pajak yang
dibayarkan lebih realistis.
Wajib pajak tidak lagi haarus memikul pajak yang terlampau berat, yang tidak
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Tidak memberatkan wajib pajak, karena dapat mencicil mulai dari awal tahun
pajak.
Uang hasil pajak segera dapat masuk ke dalam kas negara.
Kekurangan
Pajak yang dipungut belum tentu sesuai dengan besarnya pajak yang
sesungguhnya terutang sehingga akan merugikan negara dan wajib pajak
Merugikan wajib pajak apabila ternyata selama masa atau tahun pajak berjalan
terjadi penurunan penghasilan dari wajib pajak. Sebaliknya juga akan
merugikan negara apabila ternyata selama masa atau tahun pajak berlangsung
terjadi kenaikan penghasilan dari wajib pajak.
Pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada realitas.

Stelsel Campuran
Stelsel campuran terletak di antara stelsel fiksi dan stelsel riil. Stelsel campuran
awalnya menerapkan stelsel fiksi, sehingga pada awal tahun sudah dapat dikenakan Surat
Ketetapan Pajak (STP) yang fiktif. Kemudian pada akhir tahun pajak dihitung kembali
disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Pada akhir tahun ini pada hakikatnya
diterapkan sistem yang riil, yang berfungsi sebagai koreksi tehadap stelsel fiksi. Hal ini
diterapkan pada pemungutan witholding tax (PPh 22 dan PPh 23) yang pada akhir tahun
dapat dikreditkan dengan PPh terutang dalam periode setahun. Stelsel ini memiliki
kekurangan dan kelebihan sebagai berikut :
Kelebihan
Pajak dipungut sesuai dengan besar pajak yang sesungguhnya terutang
Jika pajak yang dibayarkan lebih, maka kelebihannya akan dikembalikan pada
wajib pajak.
Pada awal masa pajak, hasil pajak sudah dapat masuk ke dalam kas negara
sehingga dapat segera digunakan.
Tidak ada yang dirugikan apabila terjadi perubahan besarnya penghasilan,
karena pada akhir masa pajak ketetapan pajak yang didasarkan pada stelsel
fictie, masih dapat dikoreksi.
Kekurangan
Perhitungan dilakukan dua kali diawal dan diakhir tahun
Adanya tambahan pekerjaan administrasi baru
Adanya ketetapan yang dilakukan dua kali selama masa atau tahun pajak yang
bersangkutan. Hal ini akan mengakibatkan adanya pekerjaan, biaya dan tenaga
yang digunakan untuk menghitung dan menetapkan utang pajak itu menjadi
dua kali lipat. Hal ini tentu tidak efisien.
Jika pajak yang dibayarkan kurang, maka akan diadakan pemeriksaan ulang.

B. DAMPAK PAJAK
Efek Perpajakan Dalam Perekonomian
Pajak merupakan suatu pungutan yang dipaksakan oleh pemerintah untuk berbagai
tujuan, misalnya untuk membiayai penyediaan barang dan jasa publik, untuk mengatur
perekonomian, dapat juga mengatur konsumsi masyarakat. Karena sifatnya yang
dipaksakan tersebut maka pajak akan mempengaruhi perilaku ekonomi masyarakat atau
seseorang. Berikut dampak pajak :

Terhadap Sistem Ekonomi Keseluruhan


Struktur perekonomian nasional (tanpa pajak) secara umum terdiri dari
Pendapatan Nasional (Y), jumlah Konsumsi (C) dan Tabungan (S). Hubungan dari
ketiga unsur tersebut adalah Pendapatan Nasional sama dengan jumlah Konsumsi
ditambah jumlah Tabungan (Y = C + S). Apabila seluruh Tabungan (S) digunakan
sebagai Investasi (S = I), maka tidak akan pernah terjadi inflasi atau deflasi.
Kadang-kadang yang muncul adalah jumlah Tabungan (S) lebih besar dari
jumlah Investasi (I) atau dengan kata lain, tidak semua tabungan digunakan untuk
investasi (S > I) maka akan terjadi kelesuan ekonomi, penurunan harga (deflasi),
dan pengangguran.
Yang sering terjadi justru jumlah Tabungan lebih rendah dari jumlah Investasi (S
< I). Kondisi ini menyebabkan kegairahan ekonomi dan kenaikan harga (inflasi).

Gambar diatas menunjukkan hubungan antara tingkat Pendapatan


Nasional (Y),dengan tingkat Konsumsi (C) dan tingkat Investasi (I). Pada
tingkat pendapatan nasional sebesar 0Y (S=I), perekonomian dalam keadaan
seimbang, tidak ada inflasi ataupun deflasi.
Pada tingkat pendapatan 0Y1 (S<I) terdapat inflationary gap. Harga-harga
cenderung terus naik sampai tidak ada lagi perbedaan antara Tabungan dan Investasi.
Pada kondisi ini instrumen pajak dapat digunakan untuk menurunkan tingkat inflasi,
menggeser kurva C+I kebawah dengan menerapkan pajak atas konsumsi.
Sebaliknya pada tingkat pendapatan 0Y2 (S>I) terdapat deflationary gap
dimana harga-harga cenderung terus turun sampai tidak ada lagi perbedaan antara
Tabungan dan Investasi. Pada kondisi ini instrumen pajak dapat digunakan untuk
menurunkan tingkat inflasi, menggeser kurva C+I keatas dengan menerapkan pajak atas
tabungan.
Terhadap Komposisi Produksi
Pajak dapat digunakan sebagai mendorong pelaku ekonomi untuk melakukan
aktivitas tertentu dengan memberikan insentif-insentif. Dalam kaitannya dengan
penerapan insentif pajak pada suatu daerah dapat menimbulkan adanya beberapa
alternatif pilihan yang dapat diambil oleh para pelaku ekonomi. Hal tersebut berarti
pajak dapat menyebabkan pergeseran penggunaan faktor-faktor produksi. Pergeseran
penggunaan faktor-faktor produksi adalah dengan mengubah pola produksi sehingga
menghasilkan barang-barang yang lebih rendah biaya produksinya akibat tarif pajak
yang lebih kecil atau beralih produksi.
Misalnya, perusahaan dapat mengurangi produksi barang-barang yang merupakan
objek pajak dan meningkatkan produksi barang-barang lain yang masih belum
merupakan kategori barang kena pajak. Perusahaan lain dapat saja berpindah lokasi
industri dari suatu tempat yang mengenakan pajak yang tinggi ke tempat yang
memberikan insentif pajak.
Pengaruh pajak terhadap penggunaan faktor-faktor produksi dipengaruhi elastisitas
permintaan terhadap barang-barang yang dihasilkan. Barang-barang yang tingkat
permintaannya in-elastis sempurna tidak akan terpengaruh dengan adanya pengenaan
pajak. Konsumen akan membayar seluruh beban pajak yang ditambahkan pada harga
barang. Sebaliknya, jika elastisitas permintaan barang adalah sempurna, perusahaan
tidak dapat mengalihkan beban pajaknya pada harga barang. Sehingga disarankan
untuk barang-barang yang memiliki elastisitas tinggi, dikenakan pajak yang lebih rendah.
Terhadap Usaha Kerja
Pajak penghasilan adalah sebagian besar penerimaan negara dari pajak di
Indonesia yang dikenakan atas pendapatan para pegawai. Secara teoritis, pegawai-
pegawai tersebut mempunyai dua pilihan yaitu bekerja atau tidak bekerja (memanfaatkan
waktu santai) akibat adanya pengenaan pajak penghasilan. Sehingga pajak dapat
mempunyai pengaruh negatif terhadap kemauan usaha kerja. Pajak dapat
menyebabkan orang menjadi kurang giat bekerja. Orang lebih memilih untuk
mempunyai lebih banyak waktu santai.
Pengaruh pajak terhadap kemauan kerja individu memiliki sifat yang lebih
kompleks. Bagi beberapa orang, pajak tidak menimbulkan disinsentif untuk bekerja.
Juga tidak setiap kenaikan pajak akan memberi dampak negatif pada Tabungan
masyarakat ataupun Investasi. Reaksi individu terhadap pengenaan pajak dapat
ditentukan oleh elastisitas penawaran usaha.
Bagi golongan masyarakat mempunyai penghasilan rendah, biasanya
permintaannya terhadap penghasilan adalah tinggi. Sehingga elastisitas penawaran
usahanya adalah tinggi dimana dengan turunnya pendapatan, justru akan mendorong
kemauan kerja yang lebih besar. Sedangkan bagi mereka yang kurang peduli dengan
gaya hidup mewah, permintaannya terhadap penghasilan rendah sehingga elastisitas
penawaran usaha dalam hubungannya dengan penghasilan adalah rendah juga.
Terhadap Distribusi Pendapatan
Salah satu tujuan pembangunan dari suatu negara pada umumnya adalah
meningkatkana pendapatan per kapita nasional, penciptaan lapangan kerja, dan
distribusi pendapatan yang merata dan keseimbangan dalam neraca pembayaran
internasional. Secara teori, semakin tinggi pendapatan seseorang, semakin tinggi pula
persentase pendapatan yang ditabung. Diharapkan dari hal tersebut sejumlah dana
tabungan yang dapat digunakan untuk investasi.
Pendapatan nasional yang dikenai pajak akan banyak mempengaruhi turunnya
jumlah tabungan masyarakat bukan pada bagian pendapatan yang dikonsumsi yang
diasumsikan tetap. Tetapi kenyataannya, keadaan di negara-negara berkembang
termasuk Indonesia, pola konsumsi masyarakat cenderung tinggi dari pola konsumsi
masyarakat di negara-negara maju. Sehingga menyebabkan sulit didapatkan dana
tabungan masyarakat. Penarikan dana masyarakat secara sukarela dengan imbalan
bunga yang tinggi pada akhirnya juga ikut berpengaruh pada tingkat inflasi nasional.
Berdasarkan hal tersebut, kebijakan perpajakan di Indo nesia diterapkan untuk
mengurangi kesenjangan pendapatan di masyarakat. Hal ini dilakukan dengan
menerapkan tarif pajak progresif dan minimum pendapatan yang dapat dikenakan
pajak. Kelemahan dari tarif pajak progresif adalah menekan pada kelompok-
kelompok kaya pemilik modal sehingga mereka malas bekerja, menabung, dan
melakukan investasi.

C. KRITERIA TARIF PAJAK


Kriteria tarif pajak didasarkan pada pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi
yang baik dapat terjadi apabila banyak masyarakat yang berkerja kemudian menabung
pendapatannya dan berinvestasi atas nilai tabungannya. Hal tersebut dapat meningkatkan
kekayaan negara. Tetapi masyarakat tidak begitu saja meningkatkan tabungan dan investasi
apabila dikenakan tarif pajak rendah atau diberi subsidi perpajakan lainnya. Oleh karena
itu, para pengambil keputusan kebijakan pajak dapat menfokuskan pada hal-hal bersifat
positif terhadap perilaku bekerja, menabung dan beriventasi untuk meningkatakan
kekayaan negara atau pendapat nasional.
Menurut Mitchell (2003) ada sembilan petunjuk kebijakan perpajakan yang
mempunyai orientasi pada pertumbuhan ekonomi sebagai berikut:
Penurunan tarif pajak tidak perlu diterapkan seragam untuk seluruh wajib pajak.
Karena dengan tarif pajak rendah dapat membuat sebagian masyarakat produktif
semakin giat bekerja. Hal ini berpengaruh dapat meningkatkan tabungan dan
investasi sehingga pendapatan nasioal juga meningkat. Sedangkan sebagian
masyarakat lainnya cenderung kurang peduli dengan tarif dan pungutan pajak.
Sehingga penurunan tarif pajak tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi
nasional.
Fokus pada pertumbuhan ekonomi, bukan pada penurunan tarif pajak. Beberapa
kebijakan insentif pajak atau subsidi pajak dapat mengakibatkan pengurangan
jumlah penerimaan negara tanpa menghasilkan peningkatan kegiatan ekonomi.
Beberapa negara telah membuktikan bahwa deregulasi perpajakan yang kecil
pengaruhnya terhadap turunnya penerimaan negara justru dapat meningkatkan
gairah investasi dunia usaha.
Kebijakan yang baik menghasilkan penerimaan negara lebih banyak. Apabila
perilaku masyarakat wajib pajak adalah produktif, maka penurunan tarif pajak
dapat meningkatkan jumlah penerimaan negara. Perlu adanya perhitungan cara-
cara yang dapat agar pelaksanaan mengkompensasikan turunnya penerimaan
negara akibat pengenaan tarif yang lebih rendah.
Jumlah potensi tambahan konsumsi masyarakat akibat adanya penurunan tarif
pajak kurang signifikan terhadap peningkatan kegiatan ekonomi dibandingkan
dengan turunnya jumlah total penerimaan negara. Perlu diupayakan suatu
kebijakan pelengkap yang dapat meng-offset selisih penurunan penerimaan
negara tersebut. Sehingga penurunan tarif pajak tidak merubah total
pengeluaran, pendapatan nasional, dan pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi tidak diakibatkan oleh peningkatan konsumsi. Sebaliknya,
pertumbuhan ekonomi merupakan faktor yang mendorong jumlah total
konsumsi mengakibatkan meningkatnya jumlah daya beli masyarakat. Untuk
itu, sebaiknya kebijakan publik tidak mengedepankan motif yang berupaya
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan jalan mendorong konsumsi.
Kebijakan pajak yang bardampak positif pada jangka pendek dan jangka panjang.
Sebagai contoh, insentif pajak investasi dalam jangka pendek akan menarik
minat pemodal masuk kedalam negeri. Secara jangka panjang, faktor produksi
tersebut akan juga mendorong pertumbuhan ekonomi agregat menjadi lebih baik.
Efisiensi belanja negara penting dilakukan. Beberapa pos-pos belanja negara dapat
membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi seperti penyediaan keamanan
dan penegakkan hukum. Ada banyak pengeluaran publik yang dapat
menimbulkan efek negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Efisiensi belanja
negara dapat dilakukan dengan merampingkan struktur pemerintahan.
Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh investasi yang produktif. Investasi yang
produktif salah satunya dapat diperoleh dari tabungan masyarakat. Invesatsi dan
tabungan, keduanya dipengaruhi oleh tingkat suku bunga. Sedangkan tarif
pajak adalah salah satu faktor yang mempengaruhi suku bunga. Maka atas
faktor tersebut perlu dikembangkan kebijakan pajak yang mendorong untuk
meningkatkan investasi dan menabung.
Defisit belanja negara dapat berpengaruh pada turunnya tingkat suku bunga.
Tetapi pengaruhnya kurang signifikan dibanding pengaruh faktorfaktor lain
seperti pasar modal. Riset akademis yang dihasilkan menunjukkan bahwa
tidak ada korelasi positif antara anggaran surplus, berimbang, atau defisit
dengan tingkat suku bunga.
Dapat disimpukan bahwa upaya membuat kebijakan pajak seharusnya dapat
difokuskan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini dapat dilakukan
dengan memberikan insentif pada aktivitas-aktivitas produktif nasional.
Walaupun pada beberapa negara penurunan tarif pajak justru dapat
meningkatkan pendapatan negara dan pertumbuhan ekonomi, tetapi penurunan
tarif pajak lebih rendah bukan satu-satunya cara yang dapat diambil pemerintah
untuk mengambil kebijakan.

D. KRITERIA STRUKTUR PAJAK YANG BAIK


Kebijakan perpajakan akan memberikan dampak yang signifikan jika disusun secara
komperhensif, dengan mempertimbangkan seluruh dampak yang dapat ditimbulkan pada
level ekonomi makro. Menurut Musgrave, kriteria yang bisa menentukan baik tidaknya
sebuah kebijakan perpajakan dapat dilihat sebgai berikut:
Penerimaan atau pendapatan harus ditentukan dengan tepat
Distribusi beban pajak harus adil. Artinya setiap orang harus dikenakan pajak sesuai
dengan kemampuannya.
Penanggung akhir beban pajak harus menjadi pokok perhatian
Peraturan perpajakan harus mendukung kebijakan perekonomian dan mendorong pasar
yang efisien
Strurktur pajak harus memudahkan penggunaan kebijakan fiskal untuk mencapai
stabilisasi dan pertumbuhan ekonomi
Sisitem pajak yang harus menerapkan administrasi yang wajar dan mudah dipahami
oleh wajib pajak
Biaya administrasi dan biaya-biaya pembayaran pajak lainnya harus dibuat serendah
mugkin

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Pada dasarnya pajak memiliki kekuatan yang mampu mempengaruhi perekonomian
negara. Dimana dalam perpajakan sendiri telah diatur besarnya tarif pajak yang dikenakan
kepada Wajib Pajak. Untuk pemungutan pajak sendiri terdapat tiga sistem yang terdapat
didalamnya yaitu Offial Assesment System , Self Assesment System dan With Holding
System.
Dengan penyusunan struktur pajak yang komperhensif , dan mempertimbangkan
seluruh dampak yang ditimbulkan pada level ekonomi makro , maka akan tercipta struktuk
pajak yang baik.

DAFTAR PUSTAKA
Fuad, Noor,dkk.,2004, Dasar-Dasar Keuangan Publik,BPPK, Jakarta
Purwono,Herry.2010.dasar-dasar perpajakan dan akuntansi pajak.jakarta:Earlangga
pajak.htmlhttp://davidsincan.blogspot.co.id/2012/04/stelsel-
pajak.htmlhttps://id.m.wikipedia.org/wiki/Tarif_pajakhttp://www.ekonomikontekstual.com/
2014/08/mengenal-macam-macam-tarif-pajak-dengan-benar.htmlhttp://pos-
ekonomi.blogspot.co.id/2014/11/pengaruh-pajak-terhadap-
perekonomian.htmlhttp://satudpajak2011.blogspot.co.id/2012/08/tarif-pajak-dan-dasar-
pengenaan-pajak.htmlhttp://davidsincan.blogspot.co.id/2012/04/stelsel-pajak.html

Você também pode gostar